"Beruntungnya Bu Gendis, lihat Tendanya saja sebesar itu. Pasti kali ini dia punya menantu kaya dan tidak pelit, beda sama istrinya Bayu."
Aku tak membalas gunjingan orang kepadaku. Biar mereka puas dulu, baru nanti pada menjilati ludah masing-masing."Risma kamu nyumbang berapa? Atau jangan-jangan tidak menyumbang ya? Kami tau kau pelit dan serakah mana mungkin mau menyumbang kan."Aku tak menjawab hanya tersenyum saja, toh mereka hanya berniat mengejek, bukan benar-benar ingin tau aku menyumbang berapa ke mertuaku itu."Kalau sudah tau tidak usah banyak tanya Mbak, bersiap saja uang dua puluh ribu lalu bawa keluarga besarmu makan enak. Jarang-jarang kan makan daging, kebanyakan bayar koperasi keliling begitu ada pesta kemaruk."Aku tersenyum sinis hampir semua orang disini tau siapa wanita ini. Hampir setiap hari dikejar kreditan, kalau ada pesta semua keluarganya dibawa, nyumbang paling banyak duapuluh ribu."Itu bukan urusanmu yang penting kami menyumbang tidak sepertimu rakus harta suami."Masih mengejekku, dia pikir aku akan kalah tidak akan. Kali ini aku beri dia sedikit kejutan."Lebih baik menguasai harta suami mbak, daripada dinikmati wanita lain. Aku kasih tau ya, tidak ada suami bodoh yang mau hartanya habis dimakan kredit keliling. Kalau gak sadar juga tunggu dijadikan janda kau mbak.""Risma...tutup mulutmu kalau tidak aku robek sekalian."Melihatnya berteriak tidak membuatku takut, tapi malas melayani kalau sudah pakai menangis segala. Aku meninggalkannya dengan melambaikan tangan, sehingga membuatnya makin kesal."Lepaskan, biar aku beri pelajaran perempuan tidak tau diri itu."Mendengar dia berkata seperti itu kembali aku menoleh dan menjulurkan lidah. Membuatnya kesal berusaha mengejar tapi di cegah teman baiknya.Diperjalanan pulang aku jadi penasaran, sebesar apa sih tenda yang dipasang mertuaku itu. Sehingga membuat orang satu wilayah tempat tinggalku sampai begitu takjub melihatnya.Nanti sore aku akan jalan-jalan melewati rumah mertuaku. Kepo saja ingin tau seperti apa, persiapan mereka yang ingin membuat pesta pernikahan."Risma!"Aku berbalik ingin melihat siapa yang memanggil barusan. Mengamati wanita berpakaian mahal yang berdiri merentangkan tangannya."Da...Dania....!"Aku berteriak dan menghambur kepelukannya. Satu-satunya teman yang menikah dengan pria kota, sepertinya dia bahagia tidak seperti temannya ini."Apa kabar?Lama tidak bertemu kau makin cantik dan terlihat kaya."Dania tertawa dia memukul bahuku, seolah apa yang aku katakan hanya basa-basi."Suamimu lebih berhasil daripada suamiku lagi. Tidak usah merendahkan diri begitu."Aku tersenyum miris bahkan teman baikku juga tidak percaya, kalau aku tidak sedang merendahkan diri ini."Sudah ke rumahku dulu kita ngobrol, lama tidak bertemu rindu tau."Aku menarik tangan Dania dan membawanya ke rumah, agar dia tau dimana teman baiknya tinggal selama ini."Bapak dan ibumu apa kabar? Pasti makin sukses usaha mereka. Aku dengar peternakan mereka berkembang pesat, begitu juga usaha penjualan pupuk yang dikelola adikmu, kalian termasuk orang terpandang dong sekarang dikampung kita."Aku tidak menjawab hanya tersenyum saja, karena apa yang dikatakan Dania benar. Usaha kami berkembang pesat berkat kerja keras bapak dan adikku."Kapan kau pulang kabari aku, kita bisa pulang bareng, aku rindu kampung halaman kita."Dania mulai bermain drama, hanya tiga jam sudah sampai. Gak sesulit itu kalau mau balik kampung masih satu propinsi juga."Jangan pulang dulu, beberapa hari lagi adik iparku menikah, kau bisa datang kalau mau. Sekalian menemani aku menghadapi keramaian di rumah mertuaku nanti."Dania mengangguk aku senang melihatnya, karena bakal ada teman yang melindungi bapak dan ibu, saat mengahadapi keluarga mas Bayu nanti."Jadi keluargamu bakal datang juga? Menghadiri pernikahan adik iparmu?"Tentu saja mereka harus datang, aku tidak mau jika harus menjelaskan dua kali. Biar mereka langsung mengetahuinya."Baiklah aku akan datang, lumayan bertemu keluargamu sama seperti bertemu keluargaku."Aku memberinya gorengan yang tadi aku beli, dengan santai dia menikmatinya dan teh manis buatanku. Aku baru sadar Dania datang naik apa, tidak mungkin dari depan sana dia jalan kaki kan lumayan jauh."Eh...kau tadi naik apa kemari? Tidak mungkin jalan kaki bisa lecet kakimu."Dania tertawa ternyata dia menghentikan mobilnya di depan sana, karena belum tau rumahku jadi berjalan untuk mencarinya.Saat sedang asik bersenda-gurau dengan Dania. Tanpa salam, adik iparku datang langsung menuju kedapur, dan kembali membawa kuali besar yang biasa digunakan untuk masak saat ada kenduri."Letakkan ketempatnya kembali. Pakai yang lama, bukankah masih di rumah ibu belum di kembalikan."Seperti biasa Nina tidak mau mendengar ucapanku. Dengan santai dia membawa kuali besar itu keluar, tapi dengan cepat aku menariknya hingga lepas dari tangannya."Tidak usah pelit, ibu mau buat dodol perlu kuali besar. Bukankah semua barang dirumah ini dibeli pakai uang mas Bayu."Byuh...percaya diri sekali dia bicara, seolah lupa segalanya. Sedangkan seluruh isi rumah ini aku yang beli, masih merasa abangnya yang beli."Terserah kalau mau pakai harus mau mengembalikan. Coba hitung? Berapa banyak barang ku yang belum dikembalikan ibu setelah dipakai?"Nina tak menjawab, dengan kesal dia pergi meninggalkan rumah, seperti saat datang perginya juga tanpa salam. Aku tersenyum tipis, saat melihat Dania menatap seolah tak percaya. Kemudian baru dia mulai memindai isi dalam rumahku."Kau baik-baik saja? Kenapa terlihat hidupmu berantakan, Ris?"Aku tertawa sedih, akhirnya Dania mengetahui apa yang terjadi. Terpaksa menceritakan segalanya yang terjadi."Jadi selama ini kau yang mengurus semuanya tapi kok mau sih? Kau kan bisa melawan atau setidaknya menolak permintaan mereka."Kembali aku tertawa kalau semudah itu, tidak akan aku bernasib malang begini. Apalagi karena malu kepada bapak dan ibu juga, makanya bisa bertahan tapi sekarang tidak lagi."Bagus aku dukung keputusanmu itu. Orang makan nangka kau harus kena getahnya, gak rela amat aku mendengarnya."Seperti biasa ternyata Dania masih menjadi pembela setiaku. Teringat dulu bapak tidak ingin aku sekolah diluar kota, tapi Dania membantuku bicara sehingga bapak setuju aku sekolah diluar kota.Tunggu saja Mas, pasti makin meriah pesta adikmu. Aku harap kau dan keluargamu tak kena serangan jantung."Darimana kau jam segini baru pulang,? Apa temanmu itu mengajari jadi istri kurang ajar kepada keluarga suamimu?"Aku dan Dania terkejut melihat mas Bayu berkacak pinggang di depan pintu. Tanpa rasa hormat dia bahkan menghina Dania."Pulanglah nanti aku hubungi, sepertinya kondisinya tidak lagi kondusif. Jangan kau masukkan kedalam hati, perkataan orang yang tengah tidak sadarkan diri."Dania segera pergi menaiki mobilnya, meninggalkanku dan mas Bayu yang tampak sangat marah. Sekaligus geram karena tidak di perdulikan."Aku tanya kau darimana? Kenapa baru pulang jam segini? Tadi ibu bilang mau pinjam kuali. Kenapa tidak kau beri, untung aku pulang awal jadi sekarang bisa mengantarkannya kerumah ibu."Aku terkejut mendengar apa yang diucapkan mas Bayu. Terlihat kuali besar itu sudah berada di lantai siap untuk dibawa."Baiklah karena kau bertindak tanpa bertanya. Maka aku juga bisa bertindak sendiri, selangkah saja benda itu keluar dari rumah ini. Maka aku akan menyerahkan tangung jawa
"Risma mau sampai kapan kau seperti ini? Bukankah dulu kau yang bilang ibuku adalah ibumu. Tapi kenapa sekarang jadi perhitungan dengan ibuku, dia hanya pinjam kuali, jangan bertingkah seolah dia pinjam emas batangan."Aku menatap mas Bayu yang berdiri di depan pintu. Berusaha membujuk agar aku tetap akur dengan ibunya, tanpa dia memikirkan bukan hanya satu pihak yang seharusnya diminta tapi ibunya juga."Iya mas, hanya kuali, tapi apa kau lupa hampir semua kuali kita. Tepatnya kualiku berpindah ke rumah orang tuamu? Dulu niatku beli barang-barang itu untuk aku sewakan, kalau ada acara besar di kampung ini. Tapi apa? semua dipinjam yang akhirnya tidak pernah kembali sampai sekarang."Mas Bayu terdiam, mungkin dia kira aku diam karena melupakan apa yang diambil ibunya dariku."Sudahlah, semua sudah terjadi tapi aku pastikan ini terakhir kalinya ibumu mengambil barang dari rumah ini. Dan kau sudah kehabisan waktu yang aku berikan agar kau berubah."Aku mengambil bantal dan selimut, ka
"Ibu bisa masuk kalau berniat baik, tidak perlu teriak-teriak. Seharusnya pulangkan kuali yang baru bukan yang lama, kecuali kuali lama tidak lagi bisa digunakan."Aku menatap tajam ibu mertuaku terlihat dia gugup, sedang mas Bayu tampak marah karena aku mulai kurang ajar."Risma jangan keterlaluan, bagaimanapun dia ibuku. Kau tidak bisa melarang karena apa yang kau punya itu juga punyaku."Akhirnya mas Bayu bisa bicara juga setelah sekian lama. Sayang di waktu dan tempat yang tidak tepat."Sudahlah Bayu percuma bicara dengan istrimu. Akhirnya aku tau sifat aslinya, menyesal aku mengijinkan kau menikah dengannya."Bagai disambar petir aku mendengar ucapan ibu mas Bayu. Untuk pertama kali melihat wanita itu dengan sosok aslinya, ternyata tidak perlu lagi rencana A tapi langsung ke rencana B. Bapak dan ibu memang harus datang karena harus melihat sendiri keluarga besannya."Ibu benar-benar menyesal punya menantu aku? Baiklah katakan sekali lagi, maka ibu akan melihat apa yang akan terja
"Bapak membeli ini untuk Risma dan mas Bayu?"Aku hampir pingsan saat melihat rumah dua lantai yang ada di hadapanku. Bagaimana tidak ini akan membuat mas Bayu dan keluarganya merasa berada di atas awan."Iya tapi belum deal, kan menunggu persetujuanmu dan Bayu. Apa rumah ini cocok atau tidak, tapi menurut kami ini jauh lebih bagus dari rumah peninggalan mertuamu yang sekarang kalian tinggali."Tentu saja rumah ini jauh lebih bagus, rumah baru dua lantai. Sudah lengkap dengan perabotan baru juga, kalau jadi bisa langsung masuk tanpa perlu bawa barang lama."Rumah ini bagus, Pak. Tapi sebelum mengambil rumah ini bisa kita bicara terlebih dahulu."Aku harus menceritakan dulu semua yang telah terjadi dan juga keputusan yang akan aku ambil nantinya. Semoga bapak dan ibu mengerti, karena aku sudah benar-benar lelah menghadapi mas Bayu dan keluarganya."Apa itu sudah keputusan final yang akan kau ambil, Nak?"Bapak tampak sedih setelah mendengar penjelasanku, tapi dia berusaha kuat itu membu
"Dasar miskin, datang kerumah anak dan menantu tidak bawa apa-apa. Percuma aku tunggu dari tadi."Masih terdengar suara ibu mertua yang mengomel. sebab bapak dan ibu tidak membawa oleh-oleh, kan kami tinggal di rumah yang baru jadi oleh-oleh itu di tinggal di sana.Kami semua tersenyum mendengarnya. Memangnya enak dikerjai, orang serakah memang pantas di beri pelajaran seperti itu biar kapok.Aku dan Dania membereskan barang-barang yang hendak dibawa. Terutama semua berkas yang akan dibutuhkan untuk mengugat mas Bayu, kalau dia tidak berubah juga apa boleh buat terpaksa mengambil jalan terakhir yaitu cerai."Cukup tidak perlu dibawa yang lainnya anggap sedekah. Yang penting ini simpan dalam mobilmu."Hanya beberapa baju, seprai dan tas berisi surat-surat penting termasuk buku nikah dan kartu keluarga juga yang aku bawa pergi.Setelah itu kami duduk-duduk menikmati makanan yang di pesan online Dania. Bapak dan ibu tampak senang, meski berkali-kali ibu bilang tidak sabar menunggu malam t
"Sudah langsung saja apa maksudmu sebenarnya. Kau kan istri Bayu, iklaskan saja hitung-hitung bapakmu bantu anak dan menantunya." Ibu tampak sangat marah sedangkan aku belum selesai bicara. Dia sudah sangat takut rupanya."Ibu benar awalnya bapak juga berpikir begitu. Tapi aku mendengar kalian membuka hutang baru, dengan mengadaikan rumah ibu ini. Dan lagi-lagi cicilannya dilimpahkan ke mas Bayu."Kali ini mas Bayu yang berdiri dari duduknya tanpa perduli rasa hormat kepada bapak dan ibuku lagi."Kau hanya istri tidak perlu ikut campur urusan keluarga kami. Anak lelaki bertangungjawab kepada ibunya, jadi jangan mencegahku membahagiakan ibu."Mas Bayu berkata dengan nada keras. Bapak dan ibu sampai berdiri, tapi aku menahan agar mereka kembali duduk."Karena itu mas aku datang kemari. Ini ATM mu aku kembalikan, hutang bapakmu lunas dan uang bapak juga sudah aku kembalikan. Bang Togar sudah setuju, memberi pinjaman untuk membayar uang bapak dengan mengadaikan rumahmu itu. Hutang bapakmu
"Bawa masuk semua pak, hati-hati jangan sampai rusak kami beli mahal semua ini."Ibu berkata dengan sombong, aku tau ibu tengah mengejek mas Bayu dan ibunya."Jangan sentuh biar mereka yang bawa masuk. Kalian ada apa datang kemari? Bukankah sudah dengar yang di katakan bapak semalam."Ibu berdiri menatap mas Bayu setelah memukul tangannya, agar tidak ikut mengangkat barang masuk kedalam rumah."Bu tolong kita bicarakan semuanya dengan baik-baik. Bagaimana pun Risma masih istri Bayu, tidak pantas dia pergi meninggalkan rumah dan memilih ikut bersama orang tuanya."Kali ini ibu berhadapan dengan mertuaku langsung, aku jadi takut akan ada perang baratayuda kali ini."Memangnya kenapa? Kalau Bayu bisa menghabiskan gajinya untuk bayar hutangmu tanpa memberi nafkah istrinya. Kenapa Risma tidak boleh pulang kerumah orang tuanya, jika sudah tidak sanggup hidup bersama anakmu."Kedua wanita itu mulai beradu mulut kalau begini sebentar lagi pasti akan terjadi adu jotos antara kedua wanita itu."
Seorang pria menutup pintu belakang mobil pick up setelah ibu memberi tanda. Kembali ibu memukul mobil bagian samping, mobil pun melaju meninggalkan rumah kami dengan di iringi teriakan mertuaku.Sakit gak tuh mendapat pembalasan dari menantu dan besan yang katanya miskin. Yuk ikuti cerita ini dan dukung dengan cara memberikan ulasan bintang lima dan klik vote,, juga simpan buku untuk di baca. Terima kasih."Sejak kapan tikar itu ada di atas mobil, sepertinya tadi tidak ada?"Aku melirik Dania yang terlihat cekikikan dan tersenyum lebar. Sedang ibu hanya tertawa melihat bapak yang mengelengkan kepala."Ibu memang luar biasa bisa terpikir begituan, di saat dan waktu yang singkat. Dania juga seperti punya telepati bisa tau pikiran ibu."Kami berempat tertawa mendengar ucapan bapak. Tapi memang cukup aneh karena aku dan bapak tidak mendengar ibu bicara, tapi Dania bisa paham hanya dengan melihat mata ibu."Makanya kalian harus belajar, bagaimana caranya mengahadapi orang-orang licik seper
Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan
Ekstra Part 8"Jadi Mas tak jadi ikut ke rumah Tante Indah dan Om Sean? Mereka sudah jauh hari mengundang kita, apa tak bisa walau datang sebentar saja?"Risma menatap Malik yang tengah mengancingkan bajunya. Pria itu tadi bilang, kalau ada acara dengan Sarah dan rekan bisnisnya. "Mas, tak bisa datang, Yank. Pertemuan ini sangat penting untuk bisnis kita."Risma tak berkata apa-apa lagi, karena Malik sudah memutuskan untuk tidak memenuhi undangan Indah dan Sean."Kalau begitu bolehkan aku pergi ke rumah Tante Indah? Tak enak kalau tak datang."Sejak Indah dan Sean memutuskan untuk kembali bersama. Hubungan mereka dengan Risma juga membaik, mereka sudah menganggap mantan istri keponakannya sebagai keponakan sendiri."Boleh, tapi usahakan jangan pulang terlalu malam. Aku tak mau istri cantikku ini kelelahan, apalagi ada dedek bayi yang harus di jaga."Malik mencium perut sang istri. Yah, ulang tahun Risma mendapatkan hadiah luar biasa, dia benar-benar hamil anak kedua."Kalau begitu aku
"Mau apa lagi kau kemari? Sudah tak ada gunanya lagi, Ndis. Kau pembawa sial, kehancuran anak-anak mu seharusnya jadi pelajaran tapi aku buta oleh rayuanmu. Sekarang kesialanmu menjadi penyebab kehancuran ku."Sean menunduk dengan wajah sedih. Sudah dua minggu ini sang istri pergi bersama anak-anaknya, jiwanya kosong tapi keluarganya tak ada yang perduli lagi. Penghianatnya tak termaafkan lagi.Bu Gendis mengepalkan tangannya, saat mendengar ucapan Sean. Hatinya hancur saat pria itu menyebutnya pembawa sial."Jangan bilang hatimu sakit, saat Sean menyebutmu pembawa sial, Gendis. Ingatlah betapa sakit hati Risma, saat kau menyebutnya dengan kata yang sama."Ibu mertua Bu gendis berjalan tertatih mendekati anaknya. Hatinya sakit melihat anak bungsunya begitu menderita sejak istrinya pergi.Awalnya dia tak tau alasan sang menantu pergi, namun akhirnya dia tau perselingkuhan anak bungsunya dan menantu pertamanya. Meski marah tapi dia tak mampu berbuat apa-apa."Aku sudah banyak bertindak u
"Dasar wanita pembawa sial." Semua orang berpaling lalu menatap wanita yang berkata kasar itu.Risma terkejut melihat kedatangan wanita yang tak pernah dia duga sama sekali. Seperti biasa kedatangannya hanya membuat keributan.Plok ....Belum lagi sadar dari keterkejutan karena umpatan Bu Gendis. Risma harus kembali terkejut, saat melihat wajah mantan mertuanya penuh dengan kue ulang tahunnya."Makan itu biar mulutmu bisa bicara yanng baik-baik. Heran, setiap ketemu mulutmu itu tak pernah bisa berkata baik."Ibu Risma tersenyum puas, saat melihat mantan besannya kebingungan membersihkan wajahnya. Meski kasihan tapi tak ada yang membantu wanita itu.Byuur ...."Untuk menambah rasa manis setelah makan, kau juga harus merasakan minuman manis ini ."Lengkap sudah penderitaan Bu Gendis, setelah ibu Risma melempar kue ke wajahnya. Kini mertua Risma menambahkan segelas jus jeruk ke kepalanya."Lain kali jaga bicaramu, Gendis. Selama ini kami diam bukan takut padamu, tapi kami sudah muak melih