Sikap Sheira pada Panji tampaknya belum berubah juga, dia masih angkuh seperti biasa, Panji pun tidak ambil pusing meski dia sempat heran jika Sheira tampaknya lebih banyak diam jika mereka bertemu di rumah Terryn.
Kali ini sebuah pesta kecil keluarga Terryn tengah berlangsung. Terryn sedang berulang tahun, dia dan Deva sepakat tidak ada pesta karena kesehatan Terryn yang tidak bisa kelelahan. Mereka hanya mengundang oma Imelda makan malam.
Tampak anggota keluarga berkumpul lengkap malam ini. Ada Sheira dan Vero, Aluna dan Roby baru saja kembali dari liburannya di Eropa, tentu saja mereka datang dengan putri tomboy mereka Venus. Panji selalu membawa Bony kemana-mana, dia tahu jika Bony sekarang hidup sebatang kara, kedua orang tuanya sudah tidak ada sehingga Panji memperlakukan Bony layaknya saudaranya sendiri.
Mata Panji membulat ketika video itu mulai berjalan memutar tiap adegan seakan-akan Sheira sedang menikmati cumbuan dari Aldo, detik selanjutnya dia tidak bisa lagi melanjutkannya karena berlanjut pada adegan tanpa busana itu.“Apa-apaan ini!” Dengan suara tertahan Panji mencoba menahan emosinya. Dia tahu jika seseorang tengah memfitnah Sheira. Panji dan Bony saling berpandangan, lalu bersamaan melihat ke arah Vero yang sedang terlihat gelisah duduk di ujung sofa sambil memegang gelas minuman.Terryn sedang sibuk membagikan kue lalu berjalan ke meja makan hendak mengambil garpu kecil yang tertinggal. Matanya menangkap banyak pesan yang masuk ke ponselnya. Sambil menunggu pesan yang terbuka, Terryn menata piring kecil untuk kue tart yang sudah dipotong tadi.Seketika jantung Terryn ingin berhenti ra
“Apa ada yang sengaja memanfaatkan Sheira untuk mencoba menghancurkan kita?” tanya Deva dengan gusar.“Kita tunggu perkembangan kasus Sheira dulu Deva, kita akan lihat apa yang terjadi besok.” jawab oma Imelda untuk menenangkan putranya.Aluna dan Venus mendekati Terryn untuk memberinya penghiburan dan kekuatan.“Kami akan pulang dulu, kalau ada apa-apa telpon aku segera yaa Yin, tolong jaga kondisimu.” Aluna memeluk adik iparnya bergantian dengan Venus. Robi pun menyalami Terryn dan menepuk bahu Deva.“Oma akan menginap malam ini untuk menemani Sheira.” Ome Imelda mendekati Sheira dan memintanya naik ke kamar untuk menenangkan diri. Ponsel Vero dan Sheira seketika ramai berdering bergantian. Vero menjauh dan mencoba berdip
“Yin, aku mau bicara sama kamu.” Deva membantu Terryn untuk berbaring di tempat tidur.“Soal apa, Kak?” tanya Terryn menatap wajah suaminya yang sejenak ragu.“Biar bagaimanapun juga nama baik keluarga kita harus segera kita bersihkan. Sheira pun tidak bisa kita biarkan lagi bertindak semaunya, sudah lama kita memanjakannya. Saat ini dia perlu sosok yang bisa membimbingnya untuk lebih baik lagi terlebih untuk melindunginya.”“Maksud Kak Deva apa, Yin gak ngerti.” Sepasang mata kuyu milik Terryn menatap lurus pada wajah Deva. Deva meraih kedua tangan Terryn dan menggenggamnya erat.“Aku ingin menikahkan putri kita Sheira dengan Panji. Panji adalah sosok yang tepat untuk menjadi pendamping hidup Sheira, tidak ada laki-l
Pandangan mata Sheira yang terkejut bertemu dengan tatapan mata yang seakan menyatakan kalau gadis itu akan baik-baik saja. Deva segera menarik putrinya masuk ke mobil dan Panji segera menutup pintunya dan memerintahkan agar sopir segera berangkat. “Kaaak … Kak Panji!” seru Venus yang setengah berlari mendekati pemuda itu. Pelipisnya tampak memerah karena terkena lemparan botol yang masih terisi seperempatnya dan dilempar ke arahnya cukup keras. “Kakak tidak apa-apa?” tanya Venus samba memeriksa keadaan Panji. “Aku tidak apa-apa, kamu jangan khawatir, kembali lah ke hotel, aku akan pulang bersama Bony.” Panji mengelus bahu Venus sambil tersenyum. Panji melangkah menuju mobilnya menunggu Bony yang masih kerepotan menghalau para haters dan wartawan itu. “Bang Bony, kal
“Apa yang sudah kamu putuskan Deva?” tanya oma Imelda dengan mata yang tajam mengarah pada putranya.“Saham Melda’s tengah anjlok, butuh jaminan positif untuk para dewan direksi yang mempertanyakan kredibilitas calon penerus Meldas’s. Sementara saya mendapat informasi yang akurat ada korporasi besar yang tengah ingin menjatuhkan kita, salah satunya dengan jebakan yang dipasang untuk putriku. Karena ancaman yang berbahaya untuk kita semua maka saya memutuskan untuk menikahkan Sheira dengan Panji. Panji dan Sheira bisa menikah karena tidak ada hubungan darah, sepersusuan atau hal apa pun yang membuat pernikahan mereka terlarang.”Oma Imelda berdiri menatap tidak percaya keputusan putranya, alasan Deva masuk akal tetapi cucunya menikahi putra dari seorang Indah oma Imelda tidak sudi.
Mata Sheira dan Vero membulat mendengar kata mafia, mereka bergidik ngeri tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka menghadapi kejamnya cara mafia bekerja. Dengan tertatih Terryn mendekati Panji, memeluk putranya dan menangisi nasib malang pemuda yang baktinya telah melebihi bakti seorang anak kandung.Bony baru saja membalas pesan Venus yang menanyakan kondisi Panji ketika Panji keluar dari kamar mandi untuk membersihkan diri. Kemeja putihnya terkena noda darah yang berasal dari luka di kepalanya.“Calon mempelai pria sudah selesai juga mandinya, lama amat kayak putri keraton!” seru Bony yang sedang terbaring di tempat tidur Panji.“Gimana, apa tikus itu sudah ada jejaknya, aku ingin meringkus dia terlebih dahulu, lebih bagus se
“Tidak semudah itu untuk kabur, kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu pada Sheira!” Sekali lagi, Panji mengayunkan pukulan tetapi kali ini dengan sigap Aldo menangkisnya dan balas memukul perut Panji dengan cepat. Seketika itu juga terjadi perkelahian imbang antara Panji dan Aldo tapi dalam waktu singkat Panji bisa mematahkan serangan Aldo dan terakhir pemuda itu mengayunkan pukulannya dengan keras sehingga membuat Aldo tumbang tak sadarkan diri. Dengan cepat Panji mengamankan Aldo dan memasukkannya ke dalam bagasi mobilnya lalu segera membantu Bony yang sudah mulai kewalahan menghadapi para tukang pukul Aldo.Panji tiba tepat pada waktunya ketika salah seorang anak buah Aldo hampir menusuk Bony dengan pisau belati. Panji menendang rusuk orang yang akan menikam Bony sehingga terpelanting jauh. Bony sudah menumbangkan satu orang dan kini mereka berdua harus melawan empat orang.
Venus segera berlari kecil sepanjang selasar rumah sakit menuju ruang perawatan dimana Bony sedang mendapat perawatan atas luka memar dan luka sobek di bagian sudut pelipisnya. Perawat baru saja selesai menempelkan perban di pelipis kiri Bony ketika tiba-tiba Venus memeluknya dari arah belakang.Bony terkejut, lengan mungil Venus melingkar erat di pinggangnya, napas Bony tertahan karena nyeri kembali dirasakannya karena Venus memeluknya tepat di bekas luka-luka lebam punggung dan perutnya. Punggung baju Bony basah, dia tahu jika gadis cantik itu sedang menangis karena mengkhawatirkannya.“Hey … aku pikir seorang gadis tomboy tidak akan mudah menangis, aku gak suka gadis cengeng.”“Venus gak nangis, Venus cuma kelilipan doang.”“
“Viviii … sini Nak, sini sama Ibu, jangan begini Sayang. Vivi marah lagi yaa? Ayo sini… sini….” Ibu Dei mengambil alih Vivi yang masih berontak hendak menyerang Sheira. Dari wajah dan sorot anak itu betapa Vivi ingin mengatakan banyak hal tetapi gadis kecil itu hanya bisa berteriak menangis tantrum.“Sheira, kamu baik-baik saja? Astaga kepala kamu berdarah!” seru Panji panik, segera diambilnya kotak tisu yang ada di meja dan menarik cepat beberapa lembar tisu lalu menekan luka Sheira.“A-aku baik-baik saja, aku tidak apa-apa.” Sheira mengambil alih sendiri tisu itu untuk ditekan di kepalanya.“Bu, ada apa dengan Vivi? Kenapa dia tiba-tiba jadi begini?” Panji mendekati ibu Dewi yang masih menahan Vivi dalam pelukannya. Sheira yang tahu diri karena penyebab kemarahan Vivi pelan-pelan meninggalkan ruangan tanpa suara. Dia berdiri di balik pintu untuk menunggu penjelasan ibu Dewi.“Ibu
Keadaan Sheira semakin hari semakin membaik, kesehatannya sudah pulih tetapi dia memutuskan untuk tidak kembali dulu ke lokasi syuting. Sheira masih menjalani masa berkabung dan rumah produksi sinetronnya mengerti akan hal itu. Kesempatan itu digunakan Sheira untuk berkunjung ke rumah panti asuhan Sayap Ibu. Seperti yang dijanjikan Panji, lelaki itu akan menemani kemanapun Sheira ingin pergi.Sheira membeli berbagai macam mainan yang sangat banyak serta makanan lezat. Berkotak-kotak pizza serta ayam goreng yang terkenal dengan gerainya di penjuru dunia itu dibeli Sheira penuh semangat. Panji sampai kewalahan membawa mainan dan makanan itu. Anak-anak menyambut kehadiran Panji dengan penuh suka cita pun dengan ibu Dewi, ibu pengasuh mereka.Sheira mendekat perlahan pada sosok wanita di depannya itu, meraih tangannya dan mencium tangannya seperti dia melakuk
“Kau sudah bangun rupanya, aku baru saja membuat bubur ayam ceker kesukaanmu.” Panji datang sambil membawa sebuah nampan yang berisi mangkuk dengan asap yang mengepul tipis. aroma gurih menguar di udara dan menerbitkan selera Sheira meskipun lidahnya terasa sedikit pahit. Wajah Panji sudah lebih tenang dari sebelumnya.Perawat itu tersenyum lagi dan meminta pamit meninggalkan kamar mereka. Panji menyiapkan sarapan Sheira dengan cekatan. Meniup sesaat bubur di sendok itu sebelum disuapi ke mulut Sheria. Sheira menyantapnya dengan pelan, sedikit hambar mungkin karena lidahnya yang pahit terasa. Namun dia tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang telah dilakukan Panji untuknya.“Habiskan yaa, supaya kamu punya tenaga lagi dan cepat pulih.” Panji menyendokkan kembali bubur itu kepada Sheira.
Sheira membuka matanya perlahan, hal yang dilihatnya adalah Panji yang tertidur di kursi samping tempat tidurnya. Laki-laki itu menggunakan lengan untuk menopang kepalanya. Mata Sheira berkeliling dan melihat punggung lengan kirinya yang tertancap jarum infus juga tiang infus yang menggantungkan kantung cairan berisi asupan makanan serta obat untuk Sheira.Jam di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, Sheira merasa ingin buang air kecil. Dirasakan jika tubuhnya masih diliputi demam dan sungguh payah untuk bergerak. Dicobanya untuk menyibak selimut dan duduk tapi kepalanya masih sangat berat sementara desakannya untuk buang air kecil semakin menjadi. Terdengar rintihan kecil dari mulut gadis itu ketika jarum infus di punggung lengannya bergerak.Panji merasakan gerakan di tempat tidur Sheira dan membuat laki-laki itu terbangun.
“Bony, tolong panggilkan dokter dan Venus tolong bantu aku mengganti baju Sheira.” Panji menatap Sheira dengan tatapan prihatin, dirinya sibuk mengurus pemakaman Terryn sehingga kondisi Sheira luput dari perhatiannya. Vero yang biasa menjaganya pun hampir datang terlambat karena pesawatnya yang delay.“Kakak ‘kan suaminya. kenapa harus cari orang buat ganti baju istri sendiri?” tanya Venus bingung.“A-aku … aku belum pernah bersama dengan Sheira, jadi aku masih … aah tolong saja kakakmu ini, Ve!” seru Panji gugup. Venus menarik sudut bibirnya mengetahui hal itu. Mereka sama sekali belum menjadi suami istri pada umumnya.“Tolong siapkan air hangat dan handuk kecil yaa, Min.” Panji menggulung lengan kemejanya, dan membantu Venus melepaskan sepat
Suasana pemakaman tampak begitu suram dengan aura kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan. Langit pun seakan menegaskan jika ini adalah waktu yang paling gelap untuk mereka dengan mengirimkan gumpalan awan gelap kelabu.Ashiqa yang datang bersama Rama dan putranya Raka, sahabat Terryn itu tak menyangka jika Terryn sudah tiada. Lama Ashiqa memeluk Sheira yang tampak antara bernyawa dan tidak bernyawa. Juga pada Panji, berangkai kata penghiburan diucapkan pada pemuda yang telah menjadi bagian hidup Terryn. Sejarah tentang Panji pun diketahui oleh Ashiqa sehingga dia tahu jika Panji ikut larut dalam duka yang besar atas kepergian perempuan baik hati itu.Vero yang hadir turut merasakan kesedihan, dirinya ikut menanggung rasa bersalah seperti yang Sheira rasakan sekarang. Oma Imelda menangis meraung meratapi menantu kesayangannya yang kini telah berku
Dokter keluar dari ruangan,usai memeriksa Terryn, buru-buru Panji dan Deva mendekat. Dokter mengatakan jika Terryn sudah sadar dan ingin menemui suami dan anak dan menantunya secara bergantian. Deva pun masuk terlebih dahulu untuk menemui istrinya.“Yin Sayang, ada apa denganmu? Kamu berangkat dari rumah baik-baik saja, apa ada hubungannya dengan putri kita?” Deva menggenggam tangan Terryn dengan erat. Terryn hanya menggeleng dan meneteskan air mata.“Waktuku akan habis sebentar lagi, Kak. Terima kasih selama ini sudah berada di sisiku, mencintaiku dan tak pernah jauh dariku,” jawab Terryn lemah.“Tolong jangan bicara seperti itu, Yin. Kau akan tetap bersamaku dan anak-anak dalam waktu yang lebih lama lagi.”“Kak, aku ingin bicar
“Apa yang telah kulakukan? Ma, Mama,bangun Ma, maafkan Shei, Mama’” ucap Sheira berulang kali sambil mengguncang bahu Terryn pelan. Tak ada respon dari perempuan paruh baya itu.“Yaa Tuhan … jangan ambil Mamaku sekarang … jangan ….” Sheira menutup wajahnya sambil mengulang-ngulang kalimat itu. Setelah Terryn menampar wajahnya dan terjatuh pingsan, Sheira sesaat kebingungan lalu menelpon ambulans dan membawa Terryn ke rumah sakit. Dia sempat menelpon Deva, Panji dan Oma Imelda. Semua yang ditelponnya tentu saja terkejut dan menanyakan mengapa Terryn bisa kolaps lagi seperti itu.Derap langkah terburu-buru terdengar mendekat, Sheira berharap itu adalah papanya, Deva, tetapi yang tiba lebih dulu adalah Panji. Dengan wajah cemas laki-laki muda itu menghampiri Sheira yang terlihat mengkerut takut
Mata Sheira terpejam rapat, kebenciannya selama ini yang tertanam begitu kuat mulai dikhawatirkannya sedikit demi sedikit terkikis oleh sikap Panji yang selalu baik kepadanya. Andai saja hari itu di mana saat Sheira berulang tahun yang ke tujuh Panji tidak merusak kado pemberian omanya. Asal muasal percikan benci bermula. Kenangan Sheira di masa kecil terulang di dalam kepalanya. Bahkan ketika Sheira mencoba berbaring, kejadian rusaknya kado itu masih saja berputar-putar dalam ingatannya. Betapa dirinya saat itu sangat marah karena Panji tidak sengaja merusak kotak musik pemberian omanya. Hal itu juga yang menjadi pemicu pertengkaran ayahnya dengan oma Imelda.Ayahnya kala itu membela Panji dari serbuan amarah oma Imleda dan Sheira. Ayahnya pun melindungi Panji yang akan dipukul oma Imelda memakai payung. Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Sheira dan Mimin muncul dari balik pintu sambil membawa nampan setelah dipersilakan masuk.“Itu apa, Min?” Sheira mengambil posis