Share

Pernikahan

Author: Joya Janis
last update Last Updated: 2024-01-26 14:10:53

Venus segera berlari  kecil sepanjang selasar rumah sakit menuju ruang perawatan dimana Bony sedang mendapat perawatan atas luka memar dan luka sobek di bagian sudut pelipisnya. Perawat baru saja selesai menempelkan perban di pelipis kiri Bony ketika tiba-tiba Venus memeluknya dari arah belakang.

Bony terkejut, lengan mungil Venus melingkar erat di pinggangnya, napas Bony tertahan karena nyeri kembali dirasakannya karena Venus memeluknya tepat di bekas luka-luka lebam punggung dan perutnya. Punggung baju Bony basah, dia tahu jika gadis cantik itu sedang menangis karena mengkhawatirkannya.

“Hey … aku pikir seorang gadis tomboy tidak akan mudah menangis, aku gak suka gadis cengeng.”

“Venus gak nangis, Venus cuma kelilipan doang.”

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Batas Tipis Benci   Sandiwara

    “Tentu, aku tidak akan membunuhnya di malam pertama kami, dia akan baik-baik saja, dia akan kubiarkan tetap utuh untukmu, Venus,” jawab Sheira dengan bercanda. Venus mencoba tertawa kecil, di dalam hatinya dia berharap agar Sheira bisa mengubah sikapnya pada Panji.“Apa kau berniat menangkap buket bunga pengantinku? Aku akan sengaja melempar ke arahmu nanti.” Sheira menyunggingkan senyumnya. Mata Venus berkaca-kaca melihat wajah sepupunya, penampilannya memang tomboy tapi hati Venus sangat peka dan mudah tersentuh.“Aku ingin memelukmu, Sheira.”Sheira pun memeluk Venus dengan hangat, meski usia mereka tidak terlalu jauh beda tapi waktu Venus lebih banyak dihabiskan di Amerika tempat ayah Venus bertugas. Mereka berdua tidak sedekat itu dulu dan pelukan ini terasa tulus bagi keduan

    Last Updated : 2024-01-27
  • Batas Tipis Benci   Lelaki Idaman

    Pesta pernikahan megah dan mewah itu sudah usai. Raut wajah lelah Sheira jelas terlihat. Gaun pengantin diganti berkali-kali dan mereka harus berdiri berjam-jam dan ramah menyapa para tamu undangan. Kedua pengantin sudah dipersilakan meninggalkan ruangan menuju kamar pengantin mereka. Sheiran terlihat tertatih-tatih berjalan karena heels yang digunakannya sudah membuat kakinya sangat pegal.Tanpa berbicara sepatah katapun Panji mengangkat tubuh Sheira dan menggendongnya menuju kamar pengantin mereka di kamar VVIP hotel. Tadinya Sheira menolak dan meminta turun tapi Panji tetap berjalan dan mengacuhkannya. Vero dan beberapa asisten lainnya mengikuti kedua pengantin baru itu karena mereka akan membantu Sheira mengganti bajunya.Vero bergegas membuka kamar pengantin yang terlihat begitu indah, oma Imelda sendiri yang turun tangan untuk memantau persiapan kamar pen

    Last Updated : 2024-01-27
  • Batas Tipis Benci   Hati yang Patah

    Bony menggeleng, dia tidak bisa melihat masa depan yang cerah untuk Venus jika ini diteruskan.“Tidak Venus, maafkan saya, saya tidak bisa membalas cinta kamu. Hubungan ini tidak akan berhasil, kamu mungkin bisa menerima saya tapi tidak dengan dunia kamu. Masuklah dan beristirahatlah, percakapan ini selesai dan saya anggap tidak pernah ada. Kamu anak dan cucu dari majikan saya, saya menghormati kamu sebatas itu tidak lebih.”Venus tergugu mendengar kalimat Bony yang menghujam hatinya, buket di tangannya terlepas. Perlahan Venus melepas jas Bony yang tersampir di bahunya dan menjatuhkannya ke lantai. Isakan dari tangis kecewanya semakin jelas terdengar. Venus berbalik dan setengah berlari ingin kembali ke dalam ruangan tapi dirinya menabrak seseorang. Venus pun terjatuh sehingga sepatu kanannya terlepas.

    Last Updated : 2024-01-28
  • Batas Tipis Benci   Pelajaran Pertama Dari Panji

    “Tanggung jawab Papa atas kamu sudah berpindah ke tanganku ketika kamu sudah jadi istriku. Pernikahan ini bukan main-main dan bukan hanya kedok untuk menyelamatkan mukamu di publik, Sheira. Mulai dari sekarang kamu harus belajar menghormati orang lain dan mulai lah dari suami kamu.” Panji menatap dengan tajam, Vero yang berada tak jauh dari Sheria sudah was-was dengan kelakuan Sheria yang temperamen.Sheira mengayunkan tangannya untuk menampar Panji tapi panji menangkapnya dan menahan tangan Sheira.“Tidak, jangan lakukan ini lagi. Aku baru saja memperingatkan untuk memperbaiki sikapmu jika tidak—““Jika tidak apa hah? Kamu mau apa?!” tantang Sheria dengan sengit.“Semua tindakan ada konsekuensinya, mengerti? Jangan menanta

    Last Updated : 2024-01-28
  • Batas Tipis Benci   Peraturan Suami

    Sheira membuka kamar utama, dia harus mengakui jika kamar ini didesain dengan indah dan sedikit tema klasik. Dominasi warna putih mewarnai kamar itu dengan sedikit sentuhan warna emas untuk memberikan kesan mewah. Sheira memegang tengkuknya yang terasa cukup lelah. Disentuhnya tempat tidur dengan cover yang lembut dan wangi. Aroma lavender samar tercium dari sprei yang ditidurinya. Sheira memiliki sedikit kesamaan dengan Terryn, mereka berdua sama-sama penyuka aroma Lavender dan sepertinya Panji mengetahui itu.Mata Sheira tertuju pada foto pernikahan mereka dengan pose yang berbeda seperti di lantai bawah. Segaris senyum tipis terlihat dari bibir Sheira. Di foto itu Panji terlihat sangat tampan dengan senyum khasnya, bibir tipis Panji yang tak pernah tersentuh rokok terlihat memerah alami dan … tanpa sadar Sheira menyentuh bibirnya. Kejadian tadi pagi melintas lagi dalam ingatannya yang membuat kem

    Last Updated : 2024-01-29
  • Batas Tipis Benci   Pria Lain

    Di lokasi syuting Sheira diperkenalkan dengan seorang aktor lawan mainnya, Nino. Nino baru saja menyelesaikan syuting iklan dan beberapa pemotretan di luar negeri dalam beberapa pekan terakhir. Ini adalah pertama kalinya Sheira bertemu dengan Nino dalam satu scene.Mereka berdua bisa cepat akrab dan saling membantu untuk mempermudah pekerjaan mereka. Di dalam sinetron yang mereka bintangi Nino dan Sheira memerankan sebagai sepasang kekasih yang akan menikah. Sebenarnya Sheira agak canggung dengan adegan mesra yang akan dilakukannya dengan Nino tapi pemuda tampan itu meyakinkannya jika mereka harus totalitas dalam berakting.Vero memandang Sheria yang sedang latihan dialog bersama Nino. Matanya tak lepas memandang pemuda yang berperawakan tinggi tegap dengan otot yang bagus.‘Duuuh … pemandangan baru ini … bakal saingan deeh sama Mas Panji.’ Vero tersenyum centil di sudut ruangan. Tiba-tiba ponselnya berdering sebuah panggilan diterima d

    Last Updated : 2024-01-29
  • Batas Tipis Benci   Curhat Venus

    Venus melangkahkan kaki menuju ruangan Panji dengan beberapa berkas di tangannya. Oma Imelda menyuruh gadis manis itu untuk mengantarkannya kepada Panji. Wajahnya seakan ikut digelayuti mendung seperti awan hitam yang sedang bergulung di langit luar kantor Panji. Hatinya masih patah karena penolakan Bony di malam itu. Saat ini dia berharap untuk tidak bertemu dengan laki-laki itu.“Pagi, Mba Venus. Mau ketemu dengan pak Panji yaa?” sapa mba Mela salah satu bawahan Panji.“Iya, Mba, Kakak saya ada?” tanya Venus meski dia sudah tahu jawabannya.“Oh iya, Mba, ada kok, silakan masuk.” Mba Mela yang mejanya dekat dengan pintu ruangan Panji tersenyum ramah mempersilakan gadis itu masuk.Venus berdiri sejenak menghela napas, dia m

    Last Updated : 2024-01-30
  • Batas Tipis Benci   Jawaban Cinta Bony

    “Kak, dia kenapa? Tumben-tumbenan Venus diam aja kayak gitu? Dia ada masalah apa?” tanya Sheira menuntut penjelasan pada suaminya.“Aku gak tahu, sejak malam resepsi kita dia jadi murung gitu, minta dinikahin juga kali,” sindir Panji. Bony yang sedang menyesap kopinya menjadi tersedak kaget mendengar kalimat Panji barusan. Pemuda itu terbatuk kecil beberapa kali.“Kamu baik-baik aja, Bon?” Sheira memandang Bony yang wajahnya memerah.Bony hanya mengangguk tanpa berkata apa pun. Mendadak cahaya kilat terlihat lagi di langit dan diikuti bunyi gemuruh yang menakutkan. Sheira pun merasa tidak nyaman dengan cuaca itu. Bajunya yang hanya menggunakan seckdress selutut dengan lengan pendek membuatnya kedinginan. Panji melihat Sheira kedinginan kemudian mengambil jasnya yang tergantung di

    Last Updated : 2024-01-30

Latest chapter

  • Batas Tipis Benci   Jiwa Kecil yang Hancur

    “Viviii … sini Nak, sini sama Ibu, jangan begini Sayang. Vivi marah lagi yaa? Ayo sini… sini….” Ibu Dei mengambil alih Vivi yang masih berontak hendak menyerang Sheira. Dari wajah dan sorot anak itu betapa Vivi ingin mengatakan banyak hal tetapi gadis kecil itu hanya bisa berteriak menangis tantrum.“Sheira, kamu baik-baik saja? Astaga kepala kamu berdarah!” seru Panji panik, segera diambilnya kotak tisu yang ada di meja dan menarik cepat beberapa lembar tisu lalu menekan luka Sheira.“A-aku baik-baik saja, aku tidak apa-apa.” Sheira mengambil alih sendiri tisu itu untuk ditekan di kepalanya.“Bu, ada apa dengan Vivi? Kenapa dia tiba-tiba jadi begini?” Panji mendekati ibu Dewi yang masih menahan Vivi dalam pelukannya. Sheira yang tahu diri karena penyebab kemarahan Vivi pelan-pelan meninggalkan ruangan tanpa suara. Dia berdiri di balik pintu untuk menunggu penjelasan ibu Dewi.“Ibu

  • Batas Tipis Benci   Kemarahan Seorang Gadis Kecil

    Keadaan Sheira semakin hari semakin membaik, kesehatannya sudah pulih tetapi dia memutuskan untuk tidak kembali dulu ke lokasi syuting. Sheira masih menjalani masa berkabung dan rumah produksi sinetronnya mengerti akan hal itu. Kesempatan itu digunakan Sheira untuk berkunjung ke rumah panti asuhan Sayap Ibu. Seperti yang dijanjikan Panji, lelaki itu akan menemani kemanapun Sheira ingin pergi.Sheira membeli berbagai macam mainan yang sangat banyak serta makanan lezat. Berkotak-kotak pizza serta ayam goreng yang terkenal dengan gerainya di penjuru dunia itu dibeli Sheira penuh semangat. Panji sampai kewalahan membawa mainan dan makanan itu. Anak-anak menyambut kehadiran Panji dengan penuh suka cita pun dengan ibu Dewi, ibu pengasuh mereka.Sheira mendekat perlahan pada sosok wanita di depannya itu, meraih tangannya dan mencium tangannya seperti dia melakuk

  • Batas Tipis Benci   Perlakuan Manis Panji

    “Kau sudah bangun rupanya, aku baru saja membuat bubur ayam ceker kesukaanmu.” Panji datang sambil membawa sebuah nampan yang berisi mangkuk dengan asap yang mengepul tipis. aroma gurih menguar di udara dan menerbitkan selera Sheira meskipun lidahnya terasa sedikit pahit. Wajah Panji sudah lebih tenang dari sebelumnya.Perawat itu tersenyum lagi dan meminta pamit meninggalkan kamar mereka. Panji menyiapkan sarapan Sheira dengan cekatan. Meniup sesaat bubur di sendok itu sebelum disuapi ke mulut Sheria. Sheira menyantapnya dengan pelan, sedikit hambar mungkin karena lidahnya yang pahit terasa. Namun dia tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang telah dilakukan Panji untuknya.“Habiskan yaa, supaya kamu punya tenaga lagi dan cepat pulih.” Panji menyendokkan kembali bubur itu kepada Sheira.

  • Batas Tipis Benci   Hati yang melunak

    Sheira membuka matanya perlahan, hal yang dilihatnya adalah Panji yang tertidur di kursi samping tempat tidurnya. Laki-laki itu menggunakan lengan untuk menopang kepalanya. Mata Sheira berkeliling dan melihat punggung lengan kirinya yang tertancap jarum infus juga tiang infus yang menggantungkan kantung cairan berisi asupan makanan serta obat untuk Sheira.Jam di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, Sheira merasa ingin buang air kecil. Dirasakan jika tubuhnya masih diliputi demam dan sungguh payah untuk bergerak. Dicobanya untuk menyibak selimut dan duduk tapi kepalanya masih sangat berat sementara desakannya untuk buang air kecil semakin menjadi. Terdengar rintihan kecil dari mulut gadis itu ketika jarum infus di punggung lengannya bergerak.Panji merasakan gerakan di tempat tidur Sheira dan membuat laki-laki itu terbangun.

  • Batas Tipis Benci   Janji Hati

    “Bony, tolong panggilkan dokter dan Venus tolong bantu aku mengganti baju Sheira.” Panji menatap Sheira dengan tatapan prihatin, dirinya sibuk mengurus pemakaman Terryn sehingga kondisi Sheira luput dari perhatiannya. Vero yang biasa menjaganya pun hampir datang terlambat karena pesawatnya yang delay.“Kakak ‘kan suaminya. kenapa harus cari orang buat ganti baju istri sendiri?” tanya Venus bingung.“A-aku … aku belum pernah bersama dengan Sheira, jadi aku masih … aah tolong saja kakakmu ini, Ve!” seru Panji gugup. Venus menarik sudut bibirnya mengetahui hal itu. Mereka sama sekali belum menjadi suami istri pada umumnya.“Tolong siapkan air hangat dan handuk kecil yaa, Min.” Panji menggulung lengan kemejanya, dan membantu Venus melepaskan sepat

  • Batas Tipis Benci   Setelah Kepergian Terryn

    Suasana pemakaman tampak begitu suram dengan aura kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan. Langit pun seakan menegaskan jika ini adalah waktu yang paling gelap untuk mereka dengan mengirimkan gumpalan awan gelap kelabu.Ashiqa yang datang bersama Rama dan putranya Raka, sahabat Terryn itu tak menyangka jika Terryn sudah tiada. Lama Ashiqa memeluk Sheira yang tampak antara bernyawa dan tidak bernyawa. Juga pada Panji, berangkai kata penghiburan diucapkan pada pemuda yang telah menjadi bagian hidup Terryn. Sejarah tentang Panji pun diketahui oleh Ashiqa sehingga dia tahu jika Panji ikut larut dalam duka yang besar atas kepergian perempuan baik hati itu.Vero yang hadir turut merasakan kesedihan, dirinya ikut menanggung rasa bersalah seperti yang Sheira rasakan sekarang. Oma Imelda menangis meraung meratapi menantu kesayangannya yang kini telah berku

  • Batas Tipis Benci   Kepergian Malaikat Pelindung

    Dokter keluar dari ruangan,usai memeriksa Terryn, buru-buru Panji dan Deva mendekat. Dokter mengatakan jika Terryn sudah sadar dan ingin menemui suami dan anak dan menantunya secara bergantian. Deva pun masuk terlebih dahulu untuk menemui istrinya.“Yin Sayang, ada apa denganmu? Kamu berangkat dari rumah baik-baik saja, apa ada hubungannya dengan putri kita?” Deva menggenggam tangan Terryn dengan erat. Terryn hanya menggeleng dan meneteskan air mata.“Waktuku akan habis sebentar lagi, Kak. Terima kasih selama ini sudah berada di sisiku, mencintaiku dan tak pernah jauh dariku,” jawab Terryn lemah.“Tolong jangan bicara seperti itu, Yin. Kau akan tetap bersamaku dan anak-anak dalam waktu yang lebih lama lagi.”“Kak, aku ingin bicar

  • Batas Tipis Benci   Mama Yin Kritis

    “Apa yang telah kulakukan? Ma, Mama,bangun Ma, maafkan Shei, Mama’” ucap Sheira berulang kali sambil mengguncang bahu Terryn pelan. Tak ada respon dari perempuan paruh baya itu.“Yaa Tuhan … jangan ambil Mamaku sekarang … jangan ….” Sheira menutup wajahnya sambil mengulang-ngulang kalimat itu. Setelah Terryn menampar wajahnya dan terjatuh pingsan, Sheira sesaat kebingungan lalu menelpon ambulans dan membawa Terryn ke rumah sakit. Dia sempat menelpon Deva, Panji dan Oma Imelda. Semua yang ditelponnya tentu saja terkejut dan menanyakan mengapa Terryn bisa kolaps lagi seperti itu.Derap langkah terburu-buru terdengar mendekat, Sheira berharap itu adalah papanya, Deva, tetapi yang tiba lebih dulu adalah Panji. Dengan wajah cemas laki-laki muda itu menghampiri Sheira yang terlihat mengkerut takut

  • Batas Tipis Benci   Tak ada rahasia yang abadi

    Mata Sheira terpejam rapat, kebenciannya selama ini yang tertanam begitu kuat mulai dikhawatirkannya sedikit demi sedikit terkikis oleh sikap Panji yang selalu baik kepadanya. Andai saja hari itu di mana saat Sheira berulang tahun yang ke tujuh Panji tidak merusak kado pemberian omanya. Asal muasal percikan benci bermula. Kenangan Sheira di masa kecil terulang di dalam kepalanya. Bahkan ketika Sheira mencoba berbaring, kejadian rusaknya kado itu masih saja berputar-putar dalam ingatannya. Betapa dirinya saat itu sangat marah karena Panji tidak sengaja merusak kotak musik pemberian omanya. Hal itu juga yang menjadi pemicu pertengkaran ayahnya dengan oma Imelda.Ayahnya kala itu membela Panji dari serbuan amarah oma Imleda dan Sheira. Ayahnya pun melindungi Panji yang akan dipukul oma Imelda memakai payung. Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Sheira dan Mimin muncul dari balik pintu sambil membawa nampan setelah dipersilakan masuk.“Itu apa, Min?” Sheira mengambil posis

DMCA.com Protection Status