Home / Rumah Tangga / Batas Tipis Benci / Calon Istri Panji

Share

Calon Istri Panji

Author: Joya Janis
last update Last Updated: 2024-01-12 06:40:05

Panji baru saja menyelesaikan wawancara eksklusifnya dengan The Special. Oma Imelda, Deva dan Terryn menyalami kru majalah dengan wajah sumringah. Mereka sempat mendapat sedikit sesi wawancara untuk melengkapi berita mereka mengenai Panji. Tak bisa dipungkiri jika saat ini terbersit rasa bangga di dalam hati oma Imelda atas pencapaian Panji.

“Ma, aku kembali ke apartemen lagi yaa malam ini, aku ‘kan udah nginap semalam.” Panji meraih tangan Terryn dan menggenggamnya erat, mereka masih duduk di teras samping usai wawancara dengan majalah itu.

“Anak Nakal! Mama itu masih kangen banget sama kamu, nginap semalam lagi yaa? Besok kamu berangkat ke kantor dari sini.” Terryn masih menahan putra angkatnya, masih segar dalam ingatan Terryn berat rasanya kala itu harus melepas Panji untuk tinggal di apartemennya ketika dia baru memulai karir di perusahaan suaminya. Dengan dalih jika Panji ingin mandiri walaupun alasan sebenarnya adalah tingkah laku Sheira yang membuat Panji tidak pernah nyaman.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Batas Tipis Benci   Lamaran Panji

    Mata Terryn berkaca-kaca, tak ada kesia-siaan sedikitpun bagi waktu Terryn untuk merawat dan membesarkan Panji. Pemuda ini ibarat berlian yang sudah ditempa sedemikian rupa dan sedang berkilau memukau.“Tuuh kaan … Mama mellow lagi. Maaf jika ada kata-kata Panji yang salah yaa, Ma. Panji tidak bermaksud membuat Mama sedih.” Panji mengelus lembut punggung tangan Terryn setelah mengusap air mata perempuan paruh baya itu.Terryn menarik napasnya panjang, nyeri dirasakannya kembali sehingga dia harus menekan dadanya. Sakit yang dideritanya sudah semakin sering kambuh.“Mama baik-baik saja? Dada Mama sakit?” Seketika tatapan Panji berubah jadi sangat khawatir.“Gak … Mama gak apa-apa, nyeri ini sudah biasa. Bisa jadi ini pertanda kalau waktu Mama sudah tidak banyak lagi,” jawab terryn dengan seulas senyum ketegaran.“Mama ngomong apa sih, ayo Panji antar Mama ke kamar yaa.” Panji mengulurkan tangannya agar dapat membimbing Terryn untuk beristirahat.Terryn tidak menolak dan mengikuti gera

    Last Updated : 2024-01-13
  • Batas Tipis Benci   Rencana Masa Depan

    Makan malam di kediaman Deva Danuarta berlangsung hangat. Deva tidak menyangka jika sekretaris Panji yang cekatan, pintar dan penuh sopan santun adalah adik junior Panji di kampus dan sekarang menjadi calon istri Panji. Perekrutan Sita pun melalui jalur formal dan memang saat itu hanya Sita yang layak setelah melewati berbagai tes dan wawancara.“Jadi apa kalian sudah menentukan kapan kalian akan menikah?” tanya Deva pada putranya. Panji melempar senyum pada Sita dan SIta tampak bersemu malu-malu.“Tadinya kami ingin secepatnya, Pa, tapi Sita minta sampai kedua adiknya melewati ujian akhir dulu. Jadi mungkin beberapa bulan kedepan lagi.” Panji baru saja menyelesaikan makan malamnya. Kali ini Panji cukup lega karena oma Imelda tidak hadir bersama mereka. Dirinya sedikit khawatir karena Sita belum tahu jika oma Imelda sangat membencinya dan takut jika akan berimbas kepada Sita juga.“Masakan ikan kuah kuning Mama memang gak ada duanya!” seru Panji sambil mengelus perutnya. Terryn menye

    Last Updated : 2024-01-13
  • Batas Tipis Benci   Lidah Tajam Sheira

    Sudah tiga bulan berjalan sejak lamaran Panji di kantornya itu berlalu Baik Panji maupun Sita sama-sama disibukkan dengan pekerjaan mereka.Mereka ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan penting terlebih dulu sebelum pernikahan mereka digelar. Setelah wawancaranya di majalah The Special, proyek yang diterima Melda’s Constructions semakin banyak dan membuat perusahaan Melda’s Constructions semakin terkenal luas.Perkembangan karier Sheira pun melesat hebat, hanya dalam waktu singkat namanya sudah melambung sebagai Rising Star. Berbagai kontrak diterima Sheira yang membuatnya semakin sering terlihat di layar kaca dan papan reklame besar di pinggir jalan. Oma Imelda semakin bangga atas pencapaian cucu kesayangannya itu dan semakin melimpahkan kasih sayangnya kepada Sheira.Suatu hari Terryn mengajak anak-anaknya untuk makan siang bersama. Terryn meminta agar Sheira sebisanya hadir untuk kebersamaan mereka. Kondisi Terryn pun sebenarnya semakin lemah tapi Terryn dan Deva memutuskan untuk ti

    Last Updated : 2024-01-14
  • Batas Tipis Benci   Kebesaran Hati Sita

    Panji berusaha berkonsentrasi dengan presentasi yang dilakukan asistennya itu, Bony memaparkan rencana pembangunan proyek terbaru mereka dengan semua keterkaitan skala besar mega proyek yang tengah mereka pegang.Peserta rapat sepakat jika pembangunan dilakukan secepat mungkin karena berbagai ijin telah mereka kantongi dan tidak ada masalah dalam pembebasan lahan. Sungguh tangan Midas kata para kepala divisi yang mengagumi tangan dingin Panji. Bony merapikan kertas kerjanya, dia sudah berulang kali melirik Panji yang lebih banyak terdiam dan menghela napas. Dia sudah hafal dengan bahasa tubuh Panji yang demikian.“Gak mau cerita Bos? Berat niih keliatannya?” Bony menyodorkan sekaleng minuman ringan yang dingin, menurutnya Panji butuh sesuatu yang segar untuk membuka pikirannya yang tengah ruwet.“Anak manja itu menghina Sita dengan telak, aku gak nyangka dia bertingkah semakin buruk. Oohh Tuhaan … Salah aku apa ….?" Panji mengusap kedua wajahnya, pemuda itu benar-benar terlihat lelah

    Last Updated : 2024-01-14
  • Batas Tipis Benci   Awal Malapetaka

    Sheira melihat nomor kamar hotel di depannya dan mencocokkannya dengan isi pesan pengirim. Hatinya sedikit was-was karena baru kali ini dia ingin membicarakan pekerjaan tanpa didampingi Vero dan di sebuah kamar hotel pula. Sheira memutuskan bertemu karena nama pengirim pesan itu nama perempuan, Miranda.Dengan ragu Sheira mengetuk pintu dan tanpa menunggu lama seorang wanita terlihat dari balik pintu sambil tersenyum ramah, dia mengenakan setelan baju kerja yang formal. Sheira tampak sedikit bernapas lega. Pikiran negatif serta perasaan was-was yang menyelimutinya lenyap seketika.“Silakan masuk, maaf yaa saya meminta datang ke hotel karena setelah ini saya harus ke kota lain dan waktu saya hanya kosong di jam sekarang. Ayo masuk, jangan bengong di situ dong,” sambut Miranda dengan senyum ramah.Sheira melangkah pelan dan mengamati ruang hotel VIP yang luas dan berfasilitas lengkap itu. Dia duduk setelah Miranda mempersilakannya dan menyajikan minuman. “Maaf, tapi saya tidak minum

    Last Updated : 2024-01-15
  • Batas Tipis Benci   Kecelakaan Fatal

    “Gimana tadi les pianonya, Vi? Apa ada lagu baru hari ini?” tanya Sita pada Vivi adik asuhnya yang baru saja keluar dari salah satu deretan ruko. Vivi menjadi salah satu murid yang belajar memainkan alat musik di ruko yang berwarna biru muda itu. Sudah menjadi rutinitas Sita jika dia pulang lebih awal dari kantor maka dia yang mengantar dan menjemput Vivi salah satu adik asuhnya.“Tadi Vivi belajar lagu baru, Kak. Seru deeh! Kata ibu guru, Vivi bisa cepat belajar, gimana gak cepet Vivi ‘kan sering dengar lagu itu di box musik yang kak Tata belikan.” Vivi tersenyum lebar, Tata adalah nama panggilan kesayangan untuk Sita di panti asuhan. Semua anak-anak panti memanggilnya kakak Tata bahkan Panji sering ikut-ikutan memanggil Sita dengan nama panggilan itu.“Yaa udah, sekarang kita pulang yuuk , udah larut malam. Maaf yaa kakak tadi ada urusan sedikit jadi telat deeh jemput Vivi.” Sita memasangkan helm berwarna pink pada Vivi.“Gak apa-apa kok, Kak, bang Fian malah lebih parah lagi kadang

    Last Updated : 2024-01-17
  • Batas Tipis Benci   Suara Dari Seberang

    Beberapa saat sebelumnya….Tubuh Sheira gemetar, pandangannya masih kabur, dia tidak bisa melihat jelas wajah perempuan dan anak kecil yang ditabraknya di atas motor mereka. Genangan darah menutupi separuh wajah perempuan dewasa itu yang helmnya terlempar jauh saat dia terhempas. Sheira mendekati anak kecil yang tergeletak di depan toko boneka terdengar rintihannya yang lemah.“Tante … Tolongin kakak aku … To-tolong….” Perlahan mata Vivi menutup, dia hanya sekilas melihat wajah Sheira yang memucat. Gadis itu segera kembali ke mobilnya untuk menelpon Vero.“Halo, Sheira, ada apa?” tanya Vero yang baru saja akan naik ke tempat tidurnya.“Kaaak … tolong aku Kak … Aku gak sengaja menabrak orang Kak … perempuan dewasa itu tampaknya luka parah dan ada anak kecilnya juga, Kaaaak … Aku takuuut.” Sheira menangis sambil memperhatikan keadaan sekeliling yang tampak sunyi, toko di daerah ini sudah banyak tutup dan belum ada kendaraan yang lewat.“Apa?! Astaga Sheiraaa…!!!” teriak Vero yang tak

    Last Updated : 2024-01-17
  • Batas Tipis Benci   Kematian Sita

    Sheira merendam tubuhnya dalam bathup yang berisi air hangat, beberapa lilin aroma terapi dinyalakannya. Gadis itu memperbanyak busa di dalam bath up dan menggosok-gosok tubuhnya yang telah digerayangi Aldo. Dia tidak pernah membayangkan jika Aldo akan sejahat itu pada dirinya. Selama dia menjalin hubungan dengan laki-laki itu ketika kuliah dulu, Sheira menjaga diri dan kehormatannya sebaik mungkin. Bibirnya memang pernah dikecup Aldo tapi dia tidak membiarkan Aldo berbuat jauh pada dirinya.Air mata Sheira jatuh tak tertahankan lagi ketika dia melihat kedua telapak tangannya yang penuh busa-busa. Beberapa jam yang lalu tangan itu telah terkena darah perempuan yang ditabraknya. Sheira kembali tergugu mengingat dua peristiwa yang mengguncang jiwanya. Dia memang tidak terlalu suka pada Sita yang akan dinikahi Panji, tetapi bukan berarti Sheira akan sanggup membuat Sita terluka seperti ini.Andai dirinya bisa berendam diri semalaman untuk melunturkan rasa bersalahnya mungkin akan dila

    Last Updated : 2024-01-18

Latest chapter

  • Batas Tipis Benci   Jiwa Kecil yang Hancur

    “Viviii … sini Nak, sini sama Ibu, jangan begini Sayang. Vivi marah lagi yaa? Ayo sini… sini….” Ibu Dei mengambil alih Vivi yang masih berontak hendak menyerang Sheira. Dari wajah dan sorot anak itu betapa Vivi ingin mengatakan banyak hal tetapi gadis kecil itu hanya bisa berteriak menangis tantrum.“Sheira, kamu baik-baik saja? Astaga kepala kamu berdarah!” seru Panji panik, segera diambilnya kotak tisu yang ada di meja dan menarik cepat beberapa lembar tisu lalu menekan luka Sheira.“A-aku baik-baik saja, aku tidak apa-apa.” Sheira mengambil alih sendiri tisu itu untuk ditekan di kepalanya.“Bu, ada apa dengan Vivi? Kenapa dia tiba-tiba jadi begini?” Panji mendekati ibu Dewi yang masih menahan Vivi dalam pelukannya. Sheira yang tahu diri karena penyebab kemarahan Vivi pelan-pelan meninggalkan ruangan tanpa suara. Dia berdiri di balik pintu untuk menunggu penjelasan ibu Dewi.“Ibu

  • Batas Tipis Benci   Kemarahan Seorang Gadis Kecil

    Keadaan Sheira semakin hari semakin membaik, kesehatannya sudah pulih tetapi dia memutuskan untuk tidak kembali dulu ke lokasi syuting. Sheira masih menjalani masa berkabung dan rumah produksi sinetronnya mengerti akan hal itu. Kesempatan itu digunakan Sheira untuk berkunjung ke rumah panti asuhan Sayap Ibu. Seperti yang dijanjikan Panji, lelaki itu akan menemani kemanapun Sheira ingin pergi.Sheira membeli berbagai macam mainan yang sangat banyak serta makanan lezat. Berkotak-kotak pizza serta ayam goreng yang terkenal dengan gerainya di penjuru dunia itu dibeli Sheira penuh semangat. Panji sampai kewalahan membawa mainan dan makanan itu. Anak-anak menyambut kehadiran Panji dengan penuh suka cita pun dengan ibu Dewi, ibu pengasuh mereka.Sheira mendekat perlahan pada sosok wanita di depannya itu, meraih tangannya dan mencium tangannya seperti dia melakuk

  • Batas Tipis Benci   Perlakuan Manis Panji

    “Kau sudah bangun rupanya, aku baru saja membuat bubur ayam ceker kesukaanmu.” Panji datang sambil membawa sebuah nampan yang berisi mangkuk dengan asap yang mengepul tipis. aroma gurih menguar di udara dan menerbitkan selera Sheira meskipun lidahnya terasa sedikit pahit. Wajah Panji sudah lebih tenang dari sebelumnya.Perawat itu tersenyum lagi dan meminta pamit meninggalkan kamar mereka. Panji menyiapkan sarapan Sheira dengan cekatan. Meniup sesaat bubur di sendok itu sebelum disuapi ke mulut Sheria. Sheira menyantapnya dengan pelan, sedikit hambar mungkin karena lidahnya yang pahit terasa. Namun dia tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang telah dilakukan Panji untuknya.“Habiskan yaa, supaya kamu punya tenaga lagi dan cepat pulih.” Panji menyendokkan kembali bubur itu kepada Sheira.

  • Batas Tipis Benci   Hati yang melunak

    Sheira membuka matanya perlahan, hal yang dilihatnya adalah Panji yang tertidur di kursi samping tempat tidurnya. Laki-laki itu menggunakan lengan untuk menopang kepalanya. Mata Sheira berkeliling dan melihat punggung lengan kirinya yang tertancap jarum infus juga tiang infus yang menggantungkan kantung cairan berisi asupan makanan serta obat untuk Sheira.Jam di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, Sheira merasa ingin buang air kecil. Dirasakan jika tubuhnya masih diliputi demam dan sungguh payah untuk bergerak. Dicobanya untuk menyibak selimut dan duduk tapi kepalanya masih sangat berat sementara desakannya untuk buang air kecil semakin menjadi. Terdengar rintihan kecil dari mulut gadis itu ketika jarum infus di punggung lengannya bergerak.Panji merasakan gerakan di tempat tidur Sheira dan membuat laki-laki itu terbangun.

  • Batas Tipis Benci   Janji Hati

    “Bony, tolong panggilkan dokter dan Venus tolong bantu aku mengganti baju Sheira.” Panji menatap Sheira dengan tatapan prihatin, dirinya sibuk mengurus pemakaman Terryn sehingga kondisi Sheira luput dari perhatiannya. Vero yang biasa menjaganya pun hampir datang terlambat karena pesawatnya yang delay.“Kakak ‘kan suaminya. kenapa harus cari orang buat ganti baju istri sendiri?” tanya Venus bingung.“A-aku … aku belum pernah bersama dengan Sheira, jadi aku masih … aah tolong saja kakakmu ini, Ve!” seru Panji gugup. Venus menarik sudut bibirnya mengetahui hal itu. Mereka sama sekali belum menjadi suami istri pada umumnya.“Tolong siapkan air hangat dan handuk kecil yaa, Min.” Panji menggulung lengan kemejanya, dan membantu Venus melepaskan sepat

  • Batas Tipis Benci   Setelah Kepergian Terryn

    Suasana pemakaman tampak begitu suram dengan aura kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan. Langit pun seakan menegaskan jika ini adalah waktu yang paling gelap untuk mereka dengan mengirimkan gumpalan awan gelap kelabu.Ashiqa yang datang bersama Rama dan putranya Raka, sahabat Terryn itu tak menyangka jika Terryn sudah tiada. Lama Ashiqa memeluk Sheira yang tampak antara bernyawa dan tidak bernyawa. Juga pada Panji, berangkai kata penghiburan diucapkan pada pemuda yang telah menjadi bagian hidup Terryn. Sejarah tentang Panji pun diketahui oleh Ashiqa sehingga dia tahu jika Panji ikut larut dalam duka yang besar atas kepergian perempuan baik hati itu.Vero yang hadir turut merasakan kesedihan, dirinya ikut menanggung rasa bersalah seperti yang Sheira rasakan sekarang. Oma Imelda menangis meraung meratapi menantu kesayangannya yang kini telah berku

  • Batas Tipis Benci   Kepergian Malaikat Pelindung

    Dokter keluar dari ruangan,usai memeriksa Terryn, buru-buru Panji dan Deva mendekat. Dokter mengatakan jika Terryn sudah sadar dan ingin menemui suami dan anak dan menantunya secara bergantian. Deva pun masuk terlebih dahulu untuk menemui istrinya.“Yin Sayang, ada apa denganmu? Kamu berangkat dari rumah baik-baik saja, apa ada hubungannya dengan putri kita?” Deva menggenggam tangan Terryn dengan erat. Terryn hanya menggeleng dan meneteskan air mata.“Waktuku akan habis sebentar lagi, Kak. Terima kasih selama ini sudah berada di sisiku, mencintaiku dan tak pernah jauh dariku,” jawab Terryn lemah.“Tolong jangan bicara seperti itu, Yin. Kau akan tetap bersamaku dan anak-anak dalam waktu yang lebih lama lagi.”“Kak, aku ingin bicar

  • Batas Tipis Benci   Mama Yin Kritis

    “Apa yang telah kulakukan? Ma, Mama,bangun Ma, maafkan Shei, Mama’” ucap Sheira berulang kali sambil mengguncang bahu Terryn pelan. Tak ada respon dari perempuan paruh baya itu.“Yaa Tuhan … jangan ambil Mamaku sekarang … jangan ….” Sheira menutup wajahnya sambil mengulang-ngulang kalimat itu. Setelah Terryn menampar wajahnya dan terjatuh pingsan, Sheira sesaat kebingungan lalu menelpon ambulans dan membawa Terryn ke rumah sakit. Dia sempat menelpon Deva, Panji dan Oma Imelda. Semua yang ditelponnya tentu saja terkejut dan menanyakan mengapa Terryn bisa kolaps lagi seperti itu.Derap langkah terburu-buru terdengar mendekat, Sheira berharap itu adalah papanya, Deva, tetapi yang tiba lebih dulu adalah Panji. Dengan wajah cemas laki-laki muda itu menghampiri Sheira yang terlihat mengkerut takut

  • Batas Tipis Benci   Tak ada rahasia yang abadi

    Mata Sheira terpejam rapat, kebenciannya selama ini yang tertanam begitu kuat mulai dikhawatirkannya sedikit demi sedikit terkikis oleh sikap Panji yang selalu baik kepadanya. Andai saja hari itu di mana saat Sheira berulang tahun yang ke tujuh Panji tidak merusak kado pemberian omanya. Asal muasal percikan benci bermula. Kenangan Sheira di masa kecil terulang di dalam kepalanya. Bahkan ketika Sheira mencoba berbaring, kejadian rusaknya kado itu masih saja berputar-putar dalam ingatannya. Betapa dirinya saat itu sangat marah karena Panji tidak sengaja merusak kotak musik pemberian omanya. Hal itu juga yang menjadi pemicu pertengkaran ayahnya dengan oma Imelda.Ayahnya kala itu membela Panji dari serbuan amarah oma Imleda dan Sheira. Ayahnya pun melindungi Panji yang akan dipukul oma Imelda memakai payung. Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Sheira dan Mimin muncul dari balik pintu sambil membawa nampan setelah dipersilakan masuk.“Itu apa, Min?” Sheira mengambil posis

DMCA.com Protection Status