"Kalau memang ada jodohnya, saya sangat setuju jika Mira menikah dengan Ridho yang sudah jelas baik dan dari keluarga yang baik," ujar Herman yang membuat Mira memicingkan matanya.
Mira yang hendak masuk ke kamar, akhirnya terpanggil untuk mencari tahu apa maksud perkataan pak Herman. Ia mengendap-endap mengintip dari balik tembok.Nampak terlihat pria paruh baya dengan tubuh yang gagah sedang asik mengobrol dengan pak Herman."Sangat disayangkan dengan apa yang terjadi dengan Mira, saya turut prihatin mendengarnya," ucap pria yang masih belum diketahui namanya. Mira tertunduk lesu mengingat perbuatan Azam dan juga Ibunya. Ia masih tak habis pikir, bahkan cincin yang dulu pernah disematkan pada jarinya kini akan disematkan pada jemari wanita lain."Tapi ini lebih baik, dari pada harus terjebak dalam permasalahan yang lebih rumit setelah menikah." Perkataan pak Herman diangguki pria tersebut dan juga Mira.Memang lebih baik tidak jadi menikah dengan Azam. Pak Herman orang yang tidak banyak menuntut, bahkan untuk acara pernikahan Mira dan Azam, ia tak mau memberatkan siapapun, tetapi sebaliknya bu Nurma menuntut ingin mengadakan pesta pernikahan di gedung, dengan segala kemegahan dan kemewahan.Tetapi saat kesepakatan mengenai pemberian uang dapur, bu Nurma hanya bersedia memberikan uang sebesar satu juta. Itu semua benar-benar membuat pak Herman geram dengan tingkah mereka."Cobalah bicarakan maksud dan kedatanganku pada Mira. Aku percaya jika Mira jodoh yang baik untuk anakku. Aku takan keberatan jika kalian menginginkan pernikahannya diadakan dalam waktu dekat ataupun sebaliknya." Herman mengangguk lalu ia menyeruput kopi yang tengah dipegangnya.Mira membulatkan matanya, tangannya menutupi mulut yang terbuka lebar. Belum sembuh luka yang telah ditaburkan oleh Azam dan keluarganya. Tiba-tiba saja ada orang yang tidak ia kenali datang untuk melamarnya.Mira merasa masih belum bisa membuka hatinya untuk berlabuh pada orang lain. Ia tak mau jika pernikahannya dengan pria tersebut hanya akan menjadikan pelampiasan semata, sedangkan ia tahu pernikahan merupakan hal yang sakral tidak untuk bermain-main.Mira mengendap masuk dalam kamarnya. Hatinya masih bergemuruh mendengar percakapan pak Herman. Tak lama terdengar ketukan pintu kamar berbarengan dengan izin pak Herman untuk masuk ke dalam kamar Mira."Kamu tadi sudah dengar obrolan Bapak dengan pak Yudi bukan?" tanya pak Herman memastikan kembali. Mira mengangguk lirih, ternyata pak Herman mengetahui saat Mira mencoba menguping pembicaraan mereka."Tapi, Mira belum siap pak.""Bapak mengerti, Bapak juga tak akan memaksakan jika memang kamu tak mau. Tapi perlu kamu ketahui Ridho merupakan anak yang baik, Bapak kenal betul dengannya. Dulu dia merupakan murid bapak yang paling pintar dan sopan. Orangnya cukup pendiam dan tak banyak omong, dan sudah pasti dia lebih tampan dari pada si Azam," celetuknya menceritakan Ridho."Kasih Mira waktu pak, Mira masih belum siap menjawabnya.""Memberi waktu sampai kapan?" tanya pak Herman memastikan pada anaknya."Dua minggu, Mira akan memikirkannya dengan baik-baik agar tak salah memberi jawaban," jawab Mira mempertegas."Baiklah kalau begitu, Bapak tunggu jawaban dan keputusanmu."***"Permisi, bu Sartinah. Ini ada undangan untuk Mira, tapi nyasar ke rumah saya." Bu Sartinah menghentikan aktifitasnya menyapu halaman mendekati bu Ely yang sedang berdiri memegangi undangan tersebut."Memang undangan dari siapa?" tanya bu Sartinah."Kurang tahu bu, kalau dilihat dari sini sepertinya dari A-aazam," jawab bu Eli tergagap. "Loh bukannya Nak Azam itu calonnya Mira ya?" bu Eli membekap mulutnya yang terbuka lebar karena kaget saat membaca calon pengantin tersebut."Bukan jadi rahasia umum kalau anak saya tidak jadi menikah. Bu Ely juga pasti sudah tahu." Ely berusaha menelan salivanya."Eh, aku kira itu cuma gosip." Bu Ely tersenyum kecut."Anak saya memang tidak jadi menikah dengan Azam.""Memangnya kenapa bu," selidik bu Ely semakin mendekat ke arah bu Sartinah."Belum jodoh," jawab bu Sartinah enteng. Lalu pergi meninggalkan bu Ely yang kecewa mendengar jawaban bu Sartinah."Siapa bu?" Tanya pak Herman yang sedang asik membaca koran di ruang tengah."Bu Ely, pak. Ngasih undangan dari Azam untuk Mira, tapi yang memberikan undangan malah nyasar ke rumah bu Ely.""Kok bisa nyasar, memangnya sudah lupa di mana rumah mantan calon besannya," ketus Pak Herman yang nampak tak suka."Sudah pikun, mungkin pak," jawab bu Sartinah dengan gelak tawa bersama pak Herman."Ada-ada saja, Mira tak perlu diberi tahu tentang undangan itu. Bapak khawatir kalau sampai dia tahu.""Memangnya undangan apa pak?" timpal Mira tiba-tiba mengagetkan pak Herman dan bu Sartinah."Undangan yang tidak penting," jawab pak Herman.Mira melihat undangan yang disembunyikan bu Sartinah ke belakang badannya."Oh undangan dari mas Azam ya," ketus Mira saat memperhatikan undangan tersebut meski tak melihatnya secara langsung."Kamu tahu," tanya pak Herman Bingung."Tentu saja, undangannya disebarkan melalui media sosial juga. Mira boleh hadir kesana pak?" Pak Herman membulatkan matanya mendengar pertanyaan Mira."Mau ngapain? tidak usah datang kalau hanya membuatmu sakit.""Mira, cuma mau mas Azam tahu kalau Mira baik-baik saja dengan pernikahannya dengan wanita lain."Bohong rasanya jika Mira mengatakan ia baik-baik saja. Terkadang hati dan bibir mengatakan hal yang berbeda. Bertahun-tahun lamanya menjalin hubungan, kandas seketika dengan ego yang tinggi.Belum kering luka yang telah ditorehkan oleh Azam. Kini ia membuat luka baru ditempat yang sama. Membuat sakitnya menjadi berlipat-lipat. Mira benar-benar tak mengenali Azam. Apakah sikapnya baiknya dulu hanya merupakan kedoknya saja."Kita lihat nanti saja. Mir, tadi pak Yudi menghubungi Bapak. Malam ini dia akan bertamu ke rumah kita bersama Ridho. Sebelum kamu menjawab pertanyaan pak Yudi mengenai lamarannya. Alangkah baiknya jika kamu dan Ridho bertemu terlebih dahulu agar sama-sama mengetahui pribadi masing-masing,"Jantung Mira berpacu lebih cepat, entah mengapa hatinya semakin gelisah. Terus menerus Mira memandangi jam dinding yang berada dalam kamarnya. Wajahnya nampak sedikit mengenakan riasan natural membuatnya terlihat semakin cantik.Tok tok tok!"Assalamualaikum," sapa seorang laki-laki di depan pintu membuat jantung Mira semakin berdebu kencang.Mira melangkahkan kakinya ke ruang tamu."Loh Ridho," ucap Mira yang terkaget melihat laki-laki dihadpannya.Bersambung."Loh Ridho," ucap Mira yang terkaget melihat laki-laki dihadpannya.Laki-laki berkulit putih, serta berhidung mancung tersebut, hanya melemparkan senyuman dari bibirnya, membuat Ridho terlihat semakin tampan dan manis."Kalian saling kenal," tanya pak Herman."Kita satu kelas saat SMA," timpal Mira yang diangguki dengan senyuman oleh Ridho."Bagus kalau begitu, jadi lebih memudahkan kalian untuk berkomunikasi satu sama lain," sahut pak Herman."Memang jodoh tak lari kemana," ujar pak Yudi sambil tersenyum.Mira tak menyangka jika orang yang melamarnya adalah teman satu kelas yang paling diidolakan oleh satu sekolahnya. Pasalnya Ridho memang anak yang tampan dan juga pintar.Ridho bahkan terpilih sebagai ketua osis terfavorit dibandingkan ketua osis yang sebelumnya. Hanya saja Ridho memang dikenal sebagai orang yang pendiam dan tidak banyak omong.Saking populer dan tampannya ia saat sekolah, banyak siswa perempuan yang menyatakan perasaannya lebih dulu pada Ridho, tapi entah kenapa Ri
Pov Azam.Azam tak menyangka jika Mira akan datang dengan Ridho. Setelah Mira mempermalukan Azam di warung depan kantornya. Kini Mira kembali membuat ulah dengan datang bersama Ridho.Siapa yang tak kenal Ridho. Setiap wanita ingin menjadi kekasihnya. Tidak hanya tampan dan pintar, ia juga cukup kaya raya. Berniat hati ingin membuat Mira sakit hati dan nangis meraung meminta Azam membatalkan pernikahannya bersama Ayu. Mira malah datang bersama Ridho, dengan balutan baju yang anggun ditambah warna baju yang senada dengan Ridho membuat mereka terlihat makin serasi. Azam menjadi bahan buly di grup reuni SMA.[Pantas saja Mira merelakan Azam, gandengan barunya Ridho.][Dari dulu juga Mira emang cocoknya sama Ridho, cuma keduluan aja sama si Azam][Hebat si Mira, ibarat ditendang dari rumah gubuk. Sekarang malah punya istana dan jadi ratunya][Pake pelet apa si Mira, bisa dapetin Ridho][Istri Azam biasa aja, kirain cantik eh lebih cantikan Mira rupanya]Bukannya mendapat ucapan selamat k
'Semoga keputusanku menerima mas Ridho itu benar,' bantin Mira masih sedikit ragu dengan keputusan yang telah Mira ambil.Mira masih trauma dengan perlakukan Azam padanya. Bersamanya dengan waktu yang cukup lama tak lantas mengenal siapa Azam sebenarnya. Mira masih sakit hati dan kecewa pada Azam yang tiba-tiba menikah dengan perempuan lain setelah membatalkan pernikahannnya. Mira tidak akan pernah melupakan bagaimana Azam dan ibunya menghina keluarga Mira.Derttt, derrtt!Handphone Mira bergetar, gadis ini memang lebih sering menggetarkan hpnya dibanding membuatnya berdering kencang saat ada telpon atau notofikasi whatsapps yang masuk.Mira gegas mengambil benda pipih yang berada tak jauh darinya. Ia membuka layar handphone miliknya agar tahu siapa yang mengirimkan whasapp padanya.Mata Mira membulat sempurna saat mengetahui nama si pengirim pesan padanya."Mas Azam," gumamnya lirih.Ternyata sudah banyak pesan yang dikirimkan pada Mira melalui whatsappnya.[Jahat kamu, Mir. Ternyat
Ridho dan Mira menoleh ke arah suara tersebut."Mas Azam," ucap Mira lirih."Apa yang sudah kalian lakukan di dalam mobil," tanya Azam dengan wajah merah padam."Maksudnya?" tanya Mira dengan wajah yang bingung."Jangan kalian kira aku tak tahu dengan apa yang kalian lakukan di dalam mobil, aku tak menyangka kalau kamu begitu rendahan, Mira.""Jaga bicara anda, pak Azam. Fitnah anda itu lebih buruk dari orang yang telah membunuh saudaranya sendiri." Ridho mengepal lengannya dengan penuh emosi."Fitnah, apa menurutmu yang baru saja aku lihat itu hanya fatamorgana, atau hanya hayalanku saja.""Memang apa yang anda lihat itu, dengar Azam, saya bisa melaporkan anda atas tuduhan pencemaran nama baik. Apa yang anda tuduhkan kepada kami sangat tidak benar." Ancam Ridho yang tak main-main pada Azam."Tak usah meladeninya, Mas. Lebih baik kita masuk saja. Kita cuma buang-buang waktu kalau terus meladeninya disini," ucap Mira yang langsung menarik tangan Ridho masuk ke dalam Mall."Mira, aku be
"Mir ... Mira!" teriak pak Herman memanggil anak perempuannya."Iya pak, kenapa harus teriak begitu. Mira juga dengar kalau Bapak panggil nggak harus teriak seperti itu.""Gimana nggak teriak, masih pagi Bapak sudah dengar ibu-ibu pada ngomongin kamu yang nggak bener.""Ngomongin yang nggak bener, maksudnya gimana pak?" tanya Mira bingung."Katanya ada foto kamu sama Ridho yang nggak pantas dilihat didalam mobil, sudah berani kamu mencoreng dan buat malu muka Bapakmu ini?""Sabar pak, kita dengar dulu penjelasan dari Mira." Bu Sartinah mencoba menenangkan suaminya yang tengah tersulut emosi."Itu fitnah pak, sumpah Mira nggak pernah berbuat yang aneh-aneh. Mira tahu batasan Mira."Herman menghembuskan napas kasar."Siapa orang yang sudah memfitnahmu seperti itu?" tanya pak Suherman geram."Kemungkinan mas Azam, Pak," jawab Mira lirih."Soalnya kemarin sebelum Mira membeli kebutuhan seserahan, Mira ketemu mas Azam di parkiran Mall. Mas Azam nuduh Mira yang tidak-tidak, mas Azam juga ya
Pov RidhoSudah sejak lama Ridho memang mengagumi Mira namun ia tak pernah memiliki keberanian lebih untuk dapat mengungkapkan perasaannya terhadap wanita yang ia cintai. Sampai suatu hari ia merasa sangat patah hati saat Mira dikabarkan menjalin hubungan bersama Azam yang merupakan teman sekelasnya.Perempuan di sekolahnya banyak sekali yang menyukai dan mengagumi Ridho, entah kenapa tak ada yang mampu membuatnya jatuh hati seperti Mira."Hari ini, bawa bekal apa?" tanya Azam yang seketika itu membuat Ridho menoleh kearah Azam dan Mira yang hendak makan siang dengan bekal yang dibawa oleh Mira."Aku bawa rendang ayam, Ibu beli banyak ayam hari ini," sahut Mira yang diangguki Azam. Mereka tak sabar menyantap bekal makan siang yang Mira bawakan.Perih, itu yang Ridho rasakan kala melihat orang yang dia cintai bersama orang lain. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena tak mampu mengungkapkan perasaanya pada orang tersebut.Bertahun lamanya Ridho telah memendam rasa terhadap M
"Mau kemana Mir?" tanya Pak Herman, kala melihat anaknya yang sudah berpakaian rapih."Mira, mau ke kantor polisi, Mira dimintai keterangan mengenai laporan mas Azam, tempo hari, pak.""Mau pergi sama siapa? Apa perlu Bapak antar?" "Nggak usah pak, Mira pergi bareng mas Ridho. Katanya sudah di jalan, sebentar lagi juga sampai.""Semoga masalahnya cepat selesai," ujar pak Herman."Aamiin," sahut Mira dengan senyum mengembang.Tak lama kemudian, terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah Mira."Mira berangkat dulu, pak," pamitnya pada pak Herman."Ridho, nggak ditawarin minum dulu Mir?""Nanti saja pak, waktunya mepet. Ridho sama Mira, diminta cepet datang ke kantor polisi," jawab Ridho dengan sopan, tangannya mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan pak Herman."Ya sudah, kalian berdua hati-hati. Jangan sampai kebut-kebutan bawa mobilnya."*Bu Nurma terlihat gusar dan terus mundar mandir tak tentu arah, sesekali ia melihat handphone miliknya."Bu, udah dong. Jangan mondar m
"Gimana keputusan sidangnya Mir?" tanya pak Herman."Azam terbukti bersalah sudah menyebarkan berita bohong dan mencemarkan nama baik Mira. Sekarang Azam ditahan karena perbuatannya," ucap Mira yang sebenarnya merasa iba dengan keputusan hakim terhadap Azam."Syukurlah, kalau gitu kamu bisa fokus sama pernikahan kamu.""Iya, pak. Semoga nggak akan ada hambatan lagi," tutur Mira dengan nada yang sedikit sendu."Semoga, kamu juga tidak menyesal atas tindakanmu pada Azam," sindir pak Herman yang seakan mengetahui isi hati Mira.Mira hanya mendongak ke arah pak Herman, yang berlalu masuk ke dalam kamar setelah menyindirnya.'Benarkah? Apa aku memang menyesali perbuatanku pada Azam?' tanya batin Mira pada dirinya sendiri.Tidak bisa dipungkiri, Azam pernah menempati ruang istimewa dihati Mira hingga bertahun-tahun lamanya. Namun menurut Mira, ini bukan lagi rasa perduli karena masih mencintainya, melainkan rasa iba semata, karena mereka pernah sangat dekat."Mir," sapa bu Sartinah yang men