"Mir, dari tadi kok nasinya belum dimakan," ujar bu Sartinah pada anaknya.
Mira menggelengkan keplanya "Belum lapar bu." Mira masih meringkuk diatas tempat tidurnya. "Masa belum lapar, dari pagi kamu belum makan apa-apa. Nanti asam lambungmu naik." Mira masih bergeming dengan posisinya."Ya sudah kalau memang belum lapar, tapi nanti dimakan ya nak."Bu Sartinah melihat raut wajah putrinya yang masih sendu. Nampaknya Mira masih belum bisa menerima yang terjadi saat ini. Wajarlah jika memang masih ada luka dihatinya. Mira dan Azam sudah cukup lama menjalin hubungan, memang tak semudah itu menerima kenyataan."Cincin tunangan dan semua seserahan sudah dikumpulkan bu?" tanya pak Herman pada istrinya yang sedang asik melipat pakaian yang sudah kering dijemur."Sudah pak." "Bagus lah, biar nanti pak Gimin yang antarkan ke rumah bu Nurma. Pokoknya jangan sampai ada yang tidak dikembalikan, Bapak sudah tak mau berurusan lagi dengan mereka.""Iya Pak ... Pak, Mira dari tadi pagi belum mau makan.""Loh, memangnya kenapa?" tanya pak Herman bingung. Nampak ke khawatiran dari raut wajahnya."Nggak tahu, kalau Ibu tanya jawabnya belum lapar. Ibu jadi khawatir Pak." Pak Herman menganggukan kepalanya, ia cukup mengerti dengan situasinya."Nggak perlu khawatir, Mira akan baik-baik saja. Biar Bapak yang ngomong sama Mira bu." Herman mencoba menenangkan istrinya meski sebenarnya ia juga khawatir dengan kondisi Mira, pak Herman berjalan menuju kamar anaknya.Sebenarnya hati pak Herman cukup khawatir dengan kondisi putrinya, namun ia tak mau menampkan ke khawairan pada keluarganya."Nak, kenapa belum dimakan nasinya atau mau makan yang lain?" tanya Herman yang mendekati anaknya diatas tempat tidur. "Nggak usah Pak, Mira belum lapar." Herman menganggukkan kepalanya."Nggak apa-apa jika memang belum lapar, tapi kalau untuk menyiksa diri sendiri Bapak tidak setuju." Mira mulai terisak dengan tangis yang tertahan.pak Herman menghembuskan napas kasar."Dengarlah nak, Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui," ucap pak Herman mencoba mengingatkan Mira.Mira semakin terisak dalam tangisnya. "Maafin Mira Pak," Suara Mira terdengar lirih dalam isak tangisnya, ia berusaha menyambar tangan Bapaknya dan langsung menciumi punggung dan telapak tangan pak Herman."Iya, Bapak juga minta maaf ya nak. Semoga kelak kamu mendapatkan jodoh yang baik," ujar pak Herman. "Aamiin." Perkataan pak Herman langsung diaminkan oleh Mira dan bu Sartinah yang berjalan masuk ke dalam kamar menghampiri Mira dan juga pak Herman."Pak, di depan sudah ada pak Gimin.""Tolong, minta menunggu sebentar bu," pinta pak Herman yang masih mencoba menenangkan anak gadisnya. Bu Sartinah mengangguk kemudian pergi menghilang dibalik pintu kamar."Pak Gimin, mau mengembalikan semua barang-barang dari mas Azam, ya pak," tanya Mira dengan suara lirih."Iya, Bapak ke depan dulu. Kamu lekas makan, kasihan lambungmu itu dibiarkan kosong terus." Pak Herman gegas berjalan menemui pak Gimin yang sedang bebenah.Barang-barang sudah di kemas dengan baik ke atas mobil. Bu Sartinah sekali lagi mengecek semua barang-barang yang akan dikembalikan pada keluarga Azam."Sudah semua bu?" tanya pak Herman pada bu Sartinah."Sudah pak, tapi cicin ini biar dibawa sama pak Gimin ya, nanti setelah sampai bisa langsung diserahkan saja sama bu Nurma.""Iya, baiknya memang begitu."Pak Gimin bersiap-siap berangkat mengantar barang ke rumah bu Nurma."Saya pamit berangkat dulu biar tidak terlalu sore," pamit Pak Gimin pada pak Herman dan bu Sartinah."Iya, pak. Saya minta tolong dikembalikan semua barang tersebut pada bu Nurma," ucap pak Herman tegas."Iya, pak. Assalamuaalaikum," sahut pak Gimin kemudian menghidupkan mobilnya melaju meninggalkan rumah pak Herman."Walaikumsalam," ucap pak Herman dan bu Nurma berbarengan.***"Permisi bu saya mau mengembalikan barang-barang dari pak Herman.""Sebentar saya cek dulu, barangnya ada yang kurang atau tidak," ucap bu Nurma ketus.Ia berjalan mendekati mobil yang dibawa pak Gimin. bu Nurma mengecek semua barang tidak terlewatkan satupun."Cincinnya, mana pak?" tanya bu Nurma sedikit meninggikan suaranya."Ini bu, cincinnya saya bawa." Pak Gimin menyerahkan sebuah kotak perhiasan berisi cincin pada bu Nurma.Dengan sigap wanita paruh baya tersebut mengambilnya dari tangan pak Gimin. Bu Nurma membuka kotak tersebut lalu memeriksanya. Saat dirasa semua sudah lengkap ia memanggil art di rumahnya."Mba Rus, tolong bantu masukan semua barang ini ke dalam rumah. Ingat hati-hati, kalau sudah selesai semua barangnya bungkus kembali dengan rapih untuk seserahan ke bu Lilis."Pak Gimin melongo dengan perkataan bu Nurma. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar tidaklah salah. Tak lama setelah bu Nurma memanggil Art di rumahnya keluar mba Rus untuk membantu pak Gimin.karena rasa penasarannya pak Gimin memberanikan diri untuk bertanya pada mba Rus yang tengah membantunya mengeluarkan semua barang seserahan dari dalam mobil."Mba, tadi saya dengar barang-barang ini mau di kemas lagi untuk seserahan untuk bu Lilis, apa mas Azam akan melangsungkan lamaran lagi?" tanya pak Gimin dengan sangat hati-hati agar tak salah bicara."Hmmm ...!" Nampak keraguan pada wajah mba Rus saat akan menjawab pertanyaan pak Gimin."Iya, Ibu bilang, mas Azam akan melamar mba Ayu anaknya bu Lilis. Semua barang seserahan ini akan dikemas untuk acara lamaran nanti."Pak Gimin kaget bukan kepalang mendengar penjelasan mba Rus."Memang kapan acaranya Mba?" tanya pak Gimin lagi."Kurang tahu, sudahlah pak jangan banyak tanya lagi, nanti saya bisa kena semprot sama bu Nurma." Bersambung."Betul firasat Bapak, keluarga Azam memang tidak baik." Bu Sartinah menimpali cerita pak Gimin.Setelah mengantarkan barang dan cincin ke rumah bu Nurma, pak Gimin kembali ke rumah pak Herman dan menceritakan semua kejadian disana. Pak Gimin nampak kurang suka dengan prilaku bu Nurma saat pertama kali ia datang kesana."Sudahlah masih banyak pria baik diluar sana Bapak yakin diantara orang baik tersebut ada yang berjodoh dengan Mira," celetuk pak Herman merasa telah mengambil keputusan yang tepat.Diam-diam percakapan ketiga orang tersebut didengarkan oleh Mira. Ia merasa tak terima telah diperlakukan seperti itu oleh keluarga Azam. Mira bertekad untuk menemui Azam secara diam-diam.Mira kembali masuk kedalam kamarnya. Deru napasnya terdengar kasar, sementara bahunya nampak terlihat naik turun menahan emosi pada mantan kekasihnya.Tut ... tut ... tut...!Suara sambungan telpon yang masih belum diangkat. Satu hingga dua kali Mira mencoba menghubungi Azam masih tidak diangkat.Mira memu
"Kalau memang ada jodohnya, saya sangat setuju jika Mira menikah dengan Ridho yang sudah jelas baik dan dari keluarga yang baik," ujar Herman yang membuat Mira memicingkan matanya.Mira yang hendak masuk ke kamar, akhirnya terpanggil untuk mencari tahu apa maksud perkataan pak Herman. Ia mengendap-endap mengintip dari balik tembok.Nampak terlihat pria paruh baya dengan tubuh yang gagah sedang asik mengobrol dengan pak Herman."Sangat disayangkan dengan apa yang terjadi dengan Mira, saya turut prihatin mendengarnya," ucap pria yang masih belum diketahui namanya. Mira tertunduk lesu mengingat perbuatan Azam dan juga Ibunya. Ia masih tak habis pikir, bahkan cincin yang dulu pernah disematkan pada jarinya kini akan disematkan pada jemari wanita lain."Tapi ini lebih baik, dari pada harus terjebak dalam permasalahan yang lebih rumit setelah menikah." Perkataan pak Herman diangguki pria tersebut dan juga Mira.Memang lebih baik tidak jadi menikah dengan Azam. Pak Herman orang yang tidak ba
"Loh Ridho," ucap Mira yang terkaget melihat laki-laki dihadpannya.Laki-laki berkulit putih, serta berhidung mancung tersebut, hanya melemparkan senyuman dari bibirnya, membuat Ridho terlihat semakin tampan dan manis."Kalian saling kenal," tanya pak Herman."Kita satu kelas saat SMA," timpal Mira yang diangguki dengan senyuman oleh Ridho."Bagus kalau begitu, jadi lebih memudahkan kalian untuk berkomunikasi satu sama lain," sahut pak Herman."Memang jodoh tak lari kemana," ujar pak Yudi sambil tersenyum.Mira tak menyangka jika orang yang melamarnya adalah teman satu kelas yang paling diidolakan oleh satu sekolahnya. Pasalnya Ridho memang anak yang tampan dan juga pintar.Ridho bahkan terpilih sebagai ketua osis terfavorit dibandingkan ketua osis yang sebelumnya. Hanya saja Ridho memang dikenal sebagai orang yang pendiam dan tidak banyak omong.Saking populer dan tampannya ia saat sekolah, banyak siswa perempuan yang menyatakan perasaannya lebih dulu pada Ridho, tapi entah kenapa Ri
Pov Azam.Azam tak menyangka jika Mira akan datang dengan Ridho. Setelah Mira mempermalukan Azam di warung depan kantornya. Kini Mira kembali membuat ulah dengan datang bersama Ridho.Siapa yang tak kenal Ridho. Setiap wanita ingin menjadi kekasihnya. Tidak hanya tampan dan pintar, ia juga cukup kaya raya. Berniat hati ingin membuat Mira sakit hati dan nangis meraung meminta Azam membatalkan pernikahannya bersama Ayu. Mira malah datang bersama Ridho, dengan balutan baju yang anggun ditambah warna baju yang senada dengan Ridho membuat mereka terlihat makin serasi. Azam menjadi bahan buly di grup reuni SMA.[Pantas saja Mira merelakan Azam, gandengan barunya Ridho.][Dari dulu juga Mira emang cocoknya sama Ridho, cuma keduluan aja sama si Azam][Hebat si Mira, ibarat ditendang dari rumah gubuk. Sekarang malah punya istana dan jadi ratunya][Pake pelet apa si Mira, bisa dapetin Ridho][Istri Azam biasa aja, kirain cantik eh lebih cantikan Mira rupanya]Bukannya mendapat ucapan selamat k
'Semoga keputusanku menerima mas Ridho itu benar,' bantin Mira masih sedikit ragu dengan keputusan yang telah Mira ambil.Mira masih trauma dengan perlakukan Azam padanya. Bersamanya dengan waktu yang cukup lama tak lantas mengenal siapa Azam sebenarnya. Mira masih sakit hati dan kecewa pada Azam yang tiba-tiba menikah dengan perempuan lain setelah membatalkan pernikahannnya. Mira tidak akan pernah melupakan bagaimana Azam dan ibunya menghina keluarga Mira.Derttt, derrtt!Handphone Mira bergetar, gadis ini memang lebih sering menggetarkan hpnya dibanding membuatnya berdering kencang saat ada telpon atau notofikasi whatsapps yang masuk.Mira gegas mengambil benda pipih yang berada tak jauh darinya. Ia membuka layar handphone miliknya agar tahu siapa yang mengirimkan whasapp padanya.Mata Mira membulat sempurna saat mengetahui nama si pengirim pesan padanya."Mas Azam," gumamnya lirih.Ternyata sudah banyak pesan yang dikirimkan pada Mira melalui whatsappnya.[Jahat kamu, Mir. Ternyat
Ridho dan Mira menoleh ke arah suara tersebut."Mas Azam," ucap Mira lirih."Apa yang sudah kalian lakukan di dalam mobil," tanya Azam dengan wajah merah padam."Maksudnya?" tanya Mira dengan wajah yang bingung."Jangan kalian kira aku tak tahu dengan apa yang kalian lakukan di dalam mobil, aku tak menyangka kalau kamu begitu rendahan, Mira.""Jaga bicara anda, pak Azam. Fitnah anda itu lebih buruk dari orang yang telah membunuh saudaranya sendiri." Ridho mengepal lengannya dengan penuh emosi."Fitnah, apa menurutmu yang baru saja aku lihat itu hanya fatamorgana, atau hanya hayalanku saja.""Memang apa yang anda lihat itu, dengar Azam, saya bisa melaporkan anda atas tuduhan pencemaran nama baik. Apa yang anda tuduhkan kepada kami sangat tidak benar." Ancam Ridho yang tak main-main pada Azam."Tak usah meladeninya, Mas. Lebih baik kita masuk saja. Kita cuma buang-buang waktu kalau terus meladeninya disini," ucap Mira yang langsung menarik tangan Ridho masuk ke dalam Mall."Mira, aku be
"Mir ... Mira!" teriak pak Herman memanggil anak perempuannya."Iya pak, kenapa harus teriak begitu. Mira juga dengar kalau Bapak panggil nggak harus teriak seperti itu.""Gimana nggak teriak, masih pagi Bapak sudah dengar ibu-ibu pada ngomongin kamu yang nggak bener.""Ngomongin yang nggak bener, maksudnya gimana pak?" tanya Mira bingung."Katanya ada foto kamu sama Ridho yang nggak pantas dilihat didalam mobil, sudah berani kamu mencoreng dan buat malu muka Bapakmu ini?""Sabar pak, kita dengar dulu penjelasan dari Mira." Bu Sartinah mencoba menenangkan suaminya yang tengah tersulut emosi."Itu fitnah pak, sumpah Mira nggak pernah berbuat yang aneh-aneh. Mira tahu batasan Mira."Herman menghembuskan napas kasar."Siapa orang yang sudah memfitnahmu seperti itu?" tanya pak Suherman geram."Kemungkinan mas Azam, Pak," jawab Mira lirih."Soalnya kemarin sebelum Mira membeli kebutuhan seserahan, Mira ketemu mas Azam di parkiran Mall. Mas Azam nuduh Mira yang tidak-tidak, mas Azam juga ya
Pov RidhoSudah sejak lama Ridho memang mengagumi Mira namun ia tak pernah memiliki keberanian lebih untuk dapat mengungkapkan perasaannya terhadap wanita yang ia cintai. Sampai suatu hari ia merasa sangat patah hati saat Mira dikabarkan menjalin hubungan bersama Azam yang merupakan teman sekelasnya.Perempuan di sekolahnya banyak sekali yang menyukai dan mengagumi Ridho, entah kenapa tak ada yang mampu membuatnya jatuh hati seperti Mira."Hari ini, bawa bekal apa?" tanya Azam yang seketika itu membuat Ridho menoleh kearah Azam dan Mira yang hendak makan siang dengan bekal yang dibawa oleh Mira."Aku bawa rendang ayam, Ibu beli banyak ayam hari ini," sahut Mira yang diangguki Azam. Mereka tak sabar menyantap bekal makan siang yang Mira bawakan.Perih, itu yang Ridho rasakan kala melihat orang yang dia cintai bersama orang lain. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena tak mampu mengungkapkan perasaanya pada orang tersebut.Bertahun lamanya Ridho telah memendam rasa terhadap M