Share

Bab 140

Author: Kebo Rawis
last update Last Updated: 2024-11-24 20:05:29

Debu terus berputar di udara, bercampur dengan bau darah yang pekat. Pertempuran di jalur sempit itu semakin sengit.

Seta, dengan pedangnya yang tajam, menebas satu lagi penyerang bercadar. Tubuh lawan itu terjerembap ke tanah dengan napas terakhirnya, darah menggenang di sekitar tubuhnya.

Tuan Penolong, tak jauh dari Seta, memutar golok besarnya, mengayunkannya ke arah seorang penyerang yang menyerang dari samping. Dentingan keras terdengar ketika goloknya menghantam parang, tetapi tenaga Tuan Penolong lebih unggul. Parang itu terlempar, dan satu lagi musuh roboh dengan luka dalam di dadanya.

Namun jumlah penyerang yang terus berdatangan membuat kelelahan mulai terasa.

“Mereka seperti tak ada habisnya!” teriak Prabangkara sambil menangkis dua serangan bertubi-tubi dengan tombaknya.

Di sisi lain, Ki Baswara yang berada di atas kudanya tampak sibuk memasang anak panah. Ia telah menembakkan beberapa anak panah dengan akurasi luar biasa, m

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 141

    Seta menatap tubuh Prabangkara yang terkapar di tanah, dikelilingi para penyerang bercadar yang kini mendekat dengan hati-hati. Jeritan kesakitan sahabatnya masih terngiang, membakar dada Seta dengan amarah yang sulit dibendung.“Tuan Penolong!” Seta berteriak lantang, suaranya menggema di tengah medan yang kini penuh bau darah. “Aku tidak akan membiarkan satupun dari mereka keluar hidup-hidup!”Tuan Penolong hanya mengangguk, matanya menyipit, menyiratkan ketegangan yang sama. “Kita habisi mereka!” serunya sambil melompat maju, goloknya bergerak seperti badai yang memusnahkan apapun di jalurnya.Seta menyerang tanpa ampun. Pedangnya berkilat, memotong udara dengan kecepatan luar biasa, menghantam tubuh demi tubuh para penyerang bercadar.Tidak ada gerakan sia-sia—setiap tebasan adalah ancaman mematikan. Teriakan para penyerang mulai terdengar, satu demi satu jatuh, darah mereka mengalir membasahi tanah.Se

    Last Updated : 2024-11-25
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 142

    Malam menyelimuti Kotaraja Jenggala dengan keheningan yang penuh rahasia. Tuan Penolong menyusuri lorong-lorong gelap dengan langkah ringan, memastikan dirinya tetap tak terlihat.Dengan langkah pasti, lelaki yang belum terungkap latar belakangnya itu menyelinap masuk melalui jalur kecil di belakang pasar utama, menuju kediaman Dyah Wisesa, salah satu bangsawan yang selama ini ia curigai terlibat dalam kekacauan yang menimpa dirinya bersama Seta, Prabangkara dan Ki Baswara.Ketika ia mencapai gerbang besar kediaman itu, dua sosok berkuda keluar dengan tergesa-gesa. Mereka mengenakan jubah sederhana, tetapi gerak-geriknya menunjukkan bahwa mereka bukan orang biasa. Kuda mereka berpacu cepat, meninggalkan debu yang mengepul di udara.Tuan Penolong mengintip dari balik bayangan. "Siapa mereka?" gumamnya lirih.Mulanya ia sempat mempertimbangkan untuk tetap menyusup masuk ke kediaman Dyah Wisesa, tetapi rasa ingin tahu dan nalurinya mengatakan bahwa kedua ora

    Last Updated : 2024-11-25
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 143

    Malam masih menyelimuti Kotaraja. Dengan kesabaran dan ketenangan seorang yang telah lama terbiasa bergerak dalam bayang-bayang, Tuan Penolong menyusup lebih jauh ke dalam lingkungan kediaman Dyah Wisesa.Jalan setapak kecil di sisi tembok membawa dirinya ke sebuah sudut gelap yang memberikan pandangan jelas ke halaman depan kediaman itu. Ia mengamati dengan cermat, mencoba mencari petunjuk yang dapat memperjelas keterlibatan Dyah Wisesa dalam kematian Rakryan Tumenggung.Namun perhatian Tuan Penolong teralihkan ketika suara derap kuda terdengar di kejauhan. Ia mendekam lebih dalam ke bayangan tembok, matanya menyipit mencoba mencari tahu siapa yang datang.Sebuah pasukan kecil, terdiri dari sekitar dua puluh prajurit, berhenti di depan gerbang kediaman Dyah Wisesa. Pasukan itu dipimpin oleh seorang pria bertubuh tegap dengan pakaian khas pejabat militer—Rakryan Rangga, wakil panglima kerajaan yang kini menggantikan posisi Rakryan Tumenggung untuk sementar

    Last Updated : 2024-11-26
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 144

    Langit di atas istana Jenggala tampak mendung, seolah mencerminkan suasana hati Sri Prabu Girindra yang gelisah. Di dalam balairung agung, Sang Prabu duduk di atas singgasananya yang megah, didampingi Rakryan Demung, kepala rumah tangga istana yang selama ini setia berada di sisinya.Aura kewibawaan Sri Prabu Girindra terlihat jelas, tetapi ada bayang-bayang murka di matanya. Ia menunggu kedatangan Rakryan Rangga, yang baru kembali dari kediaman Dyah Wisesa.Rakryan Rangga melangkah masuk dengan penuh hormat. Ia berhenti di hadapan singgasana, membungkukkan tubuhnya dalam sembah. “Ampun, Baginda. Hamba kembali membawa laporan dari kediaman Dyah Wisesa.”Sri Prabu Girindra memberi isyarat agar ia berdiri. “Bicaralah. Apa yang kau temui di sana?”Rakryan Rangga menghela napas sejenak sebelum menjawab. “Baginda, hamba telah menyampaikan perintah agar Dyah Wisesa segera menghadap ke istana untuk menjelaskan keterlibatannya dalam

    Last Updated : 2024-11-26
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 145

    Sementara itu, nun jauh dari Kotaraja....Mentari baru saja tenggelam di kaki langit barat, meninggalkan sisa-sisa kehangatan yang terasa samar di jalanan berbatu. Kuda-kuda yang ditunggangi Seta dan Ki Baswara melaju perlahan, menyusuri jalur sempit yang membelah bukit dan lembah.Seta yang tampak lebih segar setelah istirahat singkat di sebuah pondok sebelumnya, memecah keheningan perjalanan dengan sebuah pertanyaan."Ki, siapa sebenarnya yang hendak kita temui di Hantang nanti? Sejak awal perjalanan, kau hanya menyebut bahwa dia bisa dipercaya tanpa memberiku banyak penjelasan. Bahkan sebuah nama tak kau sebut."Ki Baswara menoleh sebentar, kemudian menarik napas panjang sebelum menjawab. “Aku sejujurnya juga belum pernah bertemu muka dengannya, Seta. Tetapi aku mendapatkan namanya dari seorang kawan lama yang masih setia kepada Sri Prabu Girindra. Orang ini diyakini berada di pihak kita.”Mendengar jawaban itu, Seta mengerutkan keni

    Last Updated : 2024-11-27
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 146

    “Ada apa, Ranuwijaya? Kenapa kau ke sini pagi-pagi buta begini?” tanya pria itu dengan suara rendah tetapi tegas.“Aku harus melaporkan sesuatu, Tunggul,” jawab Ki Ranuwijaya, suaranya terdengar gugup. “Ada dua orang yang baru saja tiba di rumahku. Salah satunya adalah Seta, prajurit muda kita yang sempat dirundung masalah besar itu.""Hmm, dia datang ke rumahmu untuk menumpang karena rumahnya sudah terbakar habis, begitu?" tanya Ki Tunggul, lelaki yang didatangi Ki Ranuwijaya."Bukan begitu," tukas Ki Ranuijaya. "Dia datang mengantar seseoang yang ... aku yakin itu yang bernama Ki Baswara, buronan yang sedang dicari-cari kerajaan.”Mata Ki Tunggul menyipit. “Ki Baswara? Kau yakin?”“Tentu saja. Dia memang tidak menyebut dirinya secara langsung, tetapi Seta yang memperkenalkannya dengan nama itu. Lalu mengenai peristiwa pengepungan Lembah Rengganis itu, Seta juga berkata akan menceritakannya pad

    Last Updated : 2024-11-27
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 147

    Ruangan rumah Ki Ranuwijaya yang sempit kini menjadi medan pertempuran sengit. Denting senjata, teriakan, dan suara benda-benda jatuh menciptakan hiruk-pikuk yang seakan mengguncang dinding rapuh rumah itu.Seta dan Ki Baswara berusaha keras bertahan melawan delapan orang yang terus mengepung mereka, mencoba mengatasi kelelahan dan kurang tidur yang turut menggerogoti daya juang mereka.Seta, dengan napas yang mulai memburu, melompat menghindari tebasan parang seorang lawan. Ia membalas dengan mengayunkan pedangnya, membuat lawan terpaksa mundur.Di sisi lain ruangan, Ki Baswara menghadapi dua orang sekaligus dengan hanya berbekal tongkat kayu. Meskipun usianya sudah tua, tongkat itu bergerak lincah, memukul tangan salah satu penyerang hingga senjatanya terlepas.Namun keunggulan jumlah di pihak lawan lambat laun mulai terasa.“Sial!” Seta mengumpat saat salah satu lawan berhasil menyerang kakinya. Sebuah tendangan keras membuatnya terh

    Last Updated : 2024-11-28
  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 148

    Roda gerobak bergemeretak di atas jalan berbatu. Seta dan Ki Baswara duduk bersebelahan di bak terbuka itu, tangan mereka masih terikat erat.Matahari belum sepenuhnya muncul. Pagi yang dingin menyelimuti perjalanan mereka, sementara bulan sabit yang cahayanya mulai memudar tengah bersiap meninggalkan langit.Seta menghela napas panjang, mengendurkan bahu yang terasa kaku akibat tali pengikat. Ia memalingkan wajah ke arah Ki Baswara yang diam memandang ke kejauhan.“Ki,” gumam Seta tiba-tiba, suaranya berat tetapi bercampur nada geli, “kau sadar sesuatu?""Apa itu?" sahut Ki Baswara tanpa mengangkat wajah."Kau telah menempuh perjalanan panjang meninggalkan Kotaraja untuk bersembunyi di Lembah Rengganis, lalu pergi ke Hantang hanya untuk... dibawa kembali ke Kotaraja,” kata Seta lagi, sembari tersenyum getir.Ki Baswara menoleh, lalu tersenyum samar. “Begitulah jalan kehidupan manusia, Seta. Tapi aku harus menga

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 203

    Seta menunggu hingga matahari tergelincir dari ubun-ubun. Saat itu, kebanyakan abdi dalem akan sibuk di bangsal tengah—membersihkan ruangan utama setelah santap siang para pembesar. Waktu yang tepat untuk menyusup ke bangsal timur, tempat Wadu tinggal sebelum ia menghilang entah ke mana.Seta memilih jalan belakang, melalui lorong-lorong sempit yang biasa dilalui pengangkat air dan pemikul kayu. Langkahnya ringan, tubuhnya setengah bersembunyi di balik tiang dan tabir. Ia tahu betul, satu kesalahan kecil bisa membuatnya diadili karena menyusup ke ruang kediaman abdi dalem tanpa izin.Bangsal timur sunyi. Di luar, hanya ada satu penjaga yang duduk malas sambil mengunyah sirih. Seta menunggu sampai penjaga itu lengah, lalu menyelinap masuk lewat pintu samping.Ruangan itu gelap, lembap, dan penuh bau keringat. Tikar pandan digelar berderet, menunjukkan bahwa tempat itu dihuni beberapa orang sekaligus.Seta melangkah pelan, menyusuri sudut demi sudut h

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 202

    Langkah Seta tak langsung menuju ke barak. Pagi itu, setelah meninggalkan kediaman permaisuri, ia berputar arah ke sisi belakang istana.Di sanalah dapur besar kerajaan berdiri, nyaris tak pernah sepi sejak fajar. Asap tipis mengepul dari tungku tanah liat, aroma rebusan daging dan beras merah bercampur dengan harum dedaunan segar yang baru dipotong.Seta menyusup di antara para pelayan yang sibuk, menyapa sekadarnya agar tak tampak mencurigakan. Pandangannya mencari satu nama—Ni Lastri, juru masak kepala yang sudah puluhan tahun mengabdi di istana permaisuri.Tak lama, ia menemukan orang yang dicari-cari di balik anyaman tikar bambu, tengah membersihkan lembaran-lembaran daun pisang.“Ni Lastri…” Seta menyapa dengan suara rendah.Perempuan tua itu menoleh cepat, sedikit heran. “Oh, Raden Seta? Ada angin apa pagi-pagi kemari?”“Tidak usah panggil raden. Aku… aku hanya abdi bi

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 201

    Cahaya pagi menyelusup pelan ke balik tirai sutra kamar permaisuri Panjalu. Suasana cerah yang sangat berlawanan dengan kabar muram yang akan disampaikan Seta pada pemilik tempat ini.Burung-burung belum lama berkicau di taman dalam ketika Seta melangkah masuk, menunduk hormat di hadapan Sasi Kirana yang telah duduk di bangku rendah, mengenakan kain selendang tipis warna biru senja. Rambutnya masih basah setelah mandi, dan matanya sembab. Entah karena lelah, atau ada sesuatu yang ia rasakan sejak semalam.“Ada apa pagi-pagi begini kau menghadapku, Seta?” bisiknya lirih. Seakan tahu gelagat, ia menyuruh pelayannya mundur menjauh sehingga kini dirinya dan Seta seakan tengah berbicara empat mata.Seta menunggu sampai pintu ditutup rapat. Barulah ia menjawab. “Lira… pelayan Gusti… tewas dibunuh.”Sasi Kirana tersentak. Nafasnya tercekat. “Apa maksudmu?” tanyanya, nyaris tanpa suara.“Tadi malam, h

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 200

    Dini hari turun pelan-pelan seperti kabut, menyusup lembut ke balik dinding-dinding bata dan atap genteng istana Panjalu.Seta belum tidur sejak semalam. Ia terus berjaga di serambi belakang tempat dapur istana berada, matanya tak lepas dari lorong kecil yang tembus ke arah sumur tua. Tempat itulah yang semalam menjadi jalur Wadu menghancurkan sepotong surat.Di balik tembok, waktu terasa beku. Sesekali terdengar suara kelelawar, sesekali suara tikus kecil di sela-sela kayu. Namun malam itu, ada sesuatu yang berbeda.Seta yang duduk memeluk lutut perlahan menegakkan tubuh. Sebuah langkah ringan terdengar—terlalu ringan untuk seorang lelaki, dan terlalu gelisah untuk sekadar pelayan menuju sumur.Dari celah bayangan, tampak sekelebat sosok perempuan berjalan pelan-pelan membawa kendi. Baju pelayannya kusam oleh lembab dini hari, rambutnya digelung seadanya, seolah terburu-buru. Ia menoleh dua kali ke belakang, seperti takut ketahuan.Seta meng

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 199

    Seta memilih untuk tidak menanggapi secara terburu-buru. Sejak semula, ia tidak ingin kehadirannya di istana Panjalu memancing perhatian. Maka ia menahan diri, hanya memperhatikan dari balik bayang-bayang pilar batu di serambi samping ketika sosok abdi muda itu keluar dari bilik dapur pembantu. Gerak-geriknya terlalu tenang—terlalu teratur untuk ukuran pelayan baru.Tiap pagi, pelayan itu muncul lebih cepat dari yang lain, dan tiap malam ia pulang paling lambat. Namun ada satu hal yang membuat Seta semakin curiga: ia tak pernah terlihat berbincang dengan siapa pun. Tak ada senda gurau, tak ada obrolan remeh-temeh seperti yang biasa dilakukan para abdi muda lainnya. Ia hanya diam, bekerja, dan sesekali menghilang dari pandangan.Malam itu, selepas membasuh diri dan bersantap malam seadanya di bilik dalam, Seta diam-diam mengikuti langkah pelayan muda itu dari kejauhan. Ia menunggu sampai hampir seluruh isi istana permaisuri tertidur. Ketika suara malam tinggal des

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 198

    Tak terasa, sudah nyaris sepekan Seta menetap di istana Panjalu. Ia tinggal diam-diam di bangsal kecil dekat taman belakang, bagian dari kompleks kediaman Permaisuri Sasi Kirana.Bangunan itu dahulu tempat istirahat emban dan pelayan istana. Letaknya agak terpencil, dikelilingi pepohonan dan jalan setapak, membuatnya tempat yang ideal untuk sembunyi dari mata pengintai.Sasi Kirana sendiri yang mengatur semuanya. Tak banyak pelayan yang tahu bahwa ada seorang tamu rahasia yang diam-diam tinggal di sana. Ia hanya mempercayakan hal itu pada dua emban tua dan satu pengawal muda yang telah bersumpah setia padanya sejak masih menjadi puteri Jenggala.Namun ketenangan itu mulai terusik.Sejak fajar tadi, Seta merasa ada yang ganjil. Seorang pelayan baru tampak mondar-mandir di sekitar lorong yang menghubungkan dapur ke taman belakang.Gerak-gerik pelayan itu terlalu hati-hati di mata Seta, terlalu memperhitungkan langkah. Seperti seseorang yang ingin ter

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 197

    Di istana, Seta tidak mengetahui bahwa bayang-bayang bahaya mulai mengintai. Ia tetap menjalankan tugasnya tanpa cela, dengan sikap penuh siaga.Setiap pagi, ia mengiringi Sasi Kirana ke taman, juga mengikuti Dyah Ardana berlatih menulis dan bermain di sana.Seta belum menyadari jika setiap gerak-geriknya terus diawasi dari kejauhan.Sudut belakang pasar tua Kotaraja menjadi tempat mata-mata Dyah Srengga mengintai istana permaisuri. Seperti petang itu, ketika dua orang bersandar di tembok bata sambil berbincang pelan.“Sudah aku pastikan kebenerannya. Rombongan Permaisuri dari Jenggala sudah kembali ke timur dua hari lalu,” kata salah satu dari mereka, berselendang kusam dan memakai caping lebar. "Namun rupanya ada satu yang tampaknya sengaja ditinggalkan di sini."“Maksudmu, pengawal yang tengah mengiringi Sasi Kirana dan Dyah Ardana itu?”“Ya, benar sekali. Laki-laki itu membuatku curiga. Dia masuk ke dalam istana Permaisuri Panjalu sebagai anggota rombongan dari Jenggala. Namun seka

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 196

    Hari-hari pertama di istana Panjalu terasa seperti babak baru bagi Seta. Sebagai prajurit, ia telah menjalani banyak tugas berat, tetapi tak satu pun seperti yang kini diembannya—menjadi bayangan di belakang permaisuri Panjalu dan putranya yang seorang calon penerus takhta, tanpa boleh mengungkapkan jati diri yang sebenarnya.Seta ditempatkan di lingkungan dalam istana sebagai bagian dari pengawal keluarga raja, tetapi tidak satu pun menyadari bahwa ia bukan sekadar prajurit biasa. Terlebih dalam kesehariannya Seta mengenakan busana dan ikat kepala khas abdi Panjalu, tidak mencolok namun tetap gagah.Sikapnya tenang, selalu menjaga jarak yang tepat, dengan tatapan matanya tajam tapi sopan—ciri khas prajurit berpengalaman.Pembawaan itu membuat Sasi Kirana dan putranya, Dyah Ardana, cepat menyukai kehadiran Seta. Sang calon putera mahkota bahkan mulai sering meminta diajak berlatih pedang-pedangan kayu, dan Seta dengan sabar meladeni, meski tak lupa selalu berjaga di sekeliling mereka.

  • Bara Dendam di Perbatasan   Bab 195

    Rombongan Permaisuri Jenggala akhirnya tiba di gerbang megah istana Panjalu menjelang senja. Suara genderang dan tiupan seruling mengiringi kedatangan mereka, sementara para pelayan istana dan prajurit berbaris rapi di halaman depan.Sri Prabu Kamesywara berdiri di tangga utama bersama Sasi Kirana dan puteranya yang masih kecil, Dyah Ardana. Wajah mereka berseri-seri menyambut kedatangan sang tamu agung.“Selamat datang di Panjalu, Ibunda Permaisuri,” Sri Prabu Kamesywara menyambut dengan suara lantang, langkahnya mantap menuruni tangga. Ia membungkuk hormat, diikuti Sasi Kirana yang tersenyum hangat.“Terima kasih, Ananda Prabu,” Permaisuri menjawab lembut, turun dari kereta kencana dengan bantuan mbok emban. Wajahnya sedikit letih, tetapi masih memancarkan wibawa yang anggun.Dyah Ardana berlari kecil menghampiri eyangnya, kedua tangannya terangkat tinggi memohon pelukan. Permaisuri menyambutnya dengan penuh kasih sayang, membela

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status