Di kamar hotel, Stefan duduk terpekur di atas kasur. Kedua tangannya bersimpuh di atas pahanya. Pandangannya lurus ke depan, pas ke arah cermin. Dilihatnya dirinya sendiri. Alis yang tebal dan agak melengkung, hidung mancung, dan dagu lancip. Lengan yang cukup besar karena dari dulu sewaktu remaja memang hobi olahraga seperti gym.Stefan bersumpah akan membuktikan bahwa suatu saat dia akan menjadi bos sebuah perusahaan dan dikagumi banyak orang. Dia berjanji pada dirinya sendiri, suatu saat Bobby dan keluarganya akan menyadari bahwa dia bukanlah orang yang diremehkan.Lantas dengan kedua genggaman tanganya, dicengkeramnya selimut di atas kasur dengan keras, lalu diremuk-remuknya, seolah ingin sekali meremuk wajah-wajah mertua dan iparnya. Dengusan napas Stefan kian kasar dan raut mukanya semakin menggeram.Dia merogoh tas selempangnya dan mengambil ponsel, kemudian menghubungi Pak Wesley.“Ada apa, Stefan?”“Maaf mengganggu malam-malam seperti ini, Pak. Saya meminta maaf karena tidak b
Pagi yang cerah di Luzern, Swiss, tepatnya di sekitaran Alpenstrasse. Sebuah kota yang cukup ternama selain Bern dan Zurich. Tower enam lantai megah berdiri di antara bangunan-bangunan lainnya. Itulah kantor AlfaTech, sebuah perusahaan ternama di Eropa.Setelah menikmati sarapan bersama Grace di Kleinfield Restaurant, Stefan dan wanita cantik itu pun berjalan kaki menyusuri Horwerstrasse, jarak ke kantor tak lebih dari seratus meter. Dua orang yang tengah mengenakan busana musim dingin Eropa tersebut melangkah sambil menikmati pemandangan gedung dan pepohonan kiri kanan.“Sama seperti empat tahun lalu. Keadaannya tidak berubah,” ungkap Grace sambil meluaskan pandangan.“Cuacanya dingin. Aku harus beradaptasi di lingkungan seperti ini, jika tidak, aku bakal mudah sakit,” ujar Stefan sembari memasukkan kedua tangannya ke kantong jaket tebal.Beberapa saat kemudian, Stefan dan Grace pun sampai di depan kantor AlfaTech. Karena sudah kenal, sang penjaga keamanan tersebut mempersilakan Grac
Sungai Reuss dengan airnya yang jernih bergelombang-gelombang kecil. Terdengar halus suara dari riaknya yang menggoda. Banguna-bangunan eksotis bernuansa Eropa sungguh mempesona.“Aku ingin mengajakmu berlibur di Sungai Aare, tapi tidak diizinkan oleh ayahku,” keluh Grace dengan raut wajah yang cukup sedih.“Hari ini pengenalan dan besok aku sudah mulai bekerja, Grace. Jadi mana mungkin ayahmu memberikan izin,” balas Stefan sambil melihat-lihat buku menu.Sebagai gantinya, Grace mengajak Stefan makan malam di Restaurant Ammos di tepi Sungai Reuss, meskipun rasanya dia tidak puas karena hanya berlibur di Luzern saja.“Suatu saat, apa kau ingin jalan-jalan samaku menyusuri Swiss?” tawar Grace perlahan membangkitkan senyum di bibir tipisnya.Stefan mengangguk. “Apa yang tidak buat anak dari seorang CEO?” Stefan mengunggah senyuum tipis.Stefan memesan Lamb meatballs dan Souvlakia, sementara Grace memesan Moussaka dan Greek salad.Grace sebenarnya ingin bisa bekerja di Swiss, tapi dilara
“Selamat datang di rumahku!” sambut Theo ceria sambil menjulurkan tangan kirinya ke arah mulut pintu.Stefan hanya bisa tersenyum geli sebab sedari tadi selama perjalanan pulang dengan menumpang di mobilnya Theo, tak henti lagi dia terpingkal-pingkal. Theo masuk, lalu disusul oleh Stefan.“Stefan, ingatlah, jika kita tidak bisa menembus firewall dan mengambil alih server, kita bisa menggunakan teknik social engireering. Theo mencopot dua sepatunya tanpa melepas ikatan tali, sebuah tingkah lumrah, tapi ganjil. Lalu dia meletakkan sepatunya di atas meja di samping pot bunga, kalau ini jelas makin ganjil. Theo buru-buru keluar rumah lagi, lalu membuang permen karetnya yang sudah pucat pasi dengan gerakan seperti Sasuke mengeluarkan jurus Katon, bola api.Phiew!“Kau tinggal sendiri?” tanya Stefan celingak-celinguk.Stefan terpana. Sepertinya Theo sangat terobsesi dengan anonymous sebab tak kurang dari dua puluh foto dan lukisan wajah bertopeng itu menempel di dinding-dinding biru menyal
Theo emosi. Darahnya naik. “Dua kali kau ngatain aku keturunan Nasi!” Theo mencekik leher Alan.Alan yang punya lengan berotot tak kesusahan untuk melepaskan cekikan Theo. Lantas dicengkeramnya lengan Theo, lalu dilemparkannya. Didorongnya Theo cukup kuat. Theo terjengkang ke belakang dan terjajar di komputernya. Nyaris rubuh apa yang ada di atas meja kerjanya.Tidak terima karena terjatuh, Theo bangkit lalu dengan beringas berusaha menggocoh Alan dan menyasar wajahnya, tapi Stefan langsung memeluknya dari belakang. Theo tidak bisa bergerak. Alan justru menonjoknya dengan leluasa.Theo ngamuk. Dia meronta dan melepaskan pelukan Stefan. Belum sempat memberikan pukulan balasan kepada Alan, Liam buru-buru mendorongnya lagi. Theo yang agak cungkring kembali jatuh berdedam.Stephanie memekik histeris. “Hentikan!” Mulutnya menganga dan matanya terpejam.“Kalian main keroyokan!” sembur Theo. Wajahnya memerah.“Duduk mantaplah kau!” titah Alan.Tiba-tiba pintu terbanting cukup keras.“Ada apa
Banyak yang mengira kalau Stefan dan Stephanie merupakan dua adik kakak, atau masih ada hubungan dekat. Sebaliknya, bahkan mereka berbeda suku dan negara asal tempat tinggal. Stepehanie berasal dari Republik Irlandia dan termasuk orang yang tidak care terhadap Alan.“Alan sering membangga-banggakan UK dan menganggap remeh negaraku,” beber Stephanie memberengut.Theo memutar kursinya alon-alon, sambil berkomentar, “Tidak masalah dia berasal dari UK, dari Arab, terserah, asal mulutnya tidak sepedas Capcisum annum Bird’s eye, alias cabe rawit saja. Asal dia tidak congkak.” Alis mata Theo beradu-adu mengiringi ayunan mulutnya yang termonyong-monyong karena sulit ngomong sambil mengunyah permen karet.“Kenapa kalian diam?”Stephanie dan Theo langsung ngegas bareng. “Kami selalu kalah kalau adu mulut sama dia.”Stephanie melanjutkan, “Aku tidak menemukan prestasi membanggakan dari dia yang melebihi dari yang kami punya, kecuali dia selalu membahas sesuatu hal besar di luar pekerjaan.”Theo
Sebuah pesta pernikahan berlangsung sangat meriah di Yesvotel. Lebih dari lima ratus tamu undangan hadir pada acara minggu siang hari ini. Turut dihadiri pejabat pemerintahan, pengusaha terkenal, tokoh publik dan artis daerah. Erick dengan setelan jas hitam sungguh berkharisma nian, sementara Lionny dengan gaun putih melilit tubuhnya tampak anggun dan menawan sekali. Para tamu undangan terpukau tatkala melihat mereka berdua duduk berdampingan dengan mesra.Kiri kanan mereka ada orang tua masing-masing. Tepat di belakang mereka semua terdapat pelaminan khas Palembang Melayu dengan corak ukiran melati berwarna emas. Motif songket yang menggelayut di sekitar panggung menambah nuansa melayunya.“Tentu kau bahagia dengan semua apa yang aku berikan saat ini, istriku,” ujar Erick tersenyum bahagia.Lionny menjawabnya cuma dengan senyuman tipis. Tiba-tiba dia teringat dengan acara pernikahannya dulu bersama Stefan yang hanya dilangsungkan di depan kediaman ayahnya, tidak begitu mewah, tidak
Suatu ketika Alan datang menghampiri rombongan Tim 18. Sepertinya ada suatu maksud. Setelah hampir satu bulan, baru kali ini ada perbincangan lagi di antara mereka.“Ada suatu hal penting yang aku ingin bicarakan padamu,” ungkap Alan dengan memampang wajah cukup serius.Theo dan Stephanie mulai beranjak walaupun waktu istirahat masih tiga puluh menit lagi. Malas dua orang itu berbicara dengan Alan.“Kami tunggu di resto seberang kantor kita. Jangan telat, karena ibu kokinya kangen denganmu, Stefan!” olok Theo lalu melencit keluar ruangan, lalu disusul oleh Stephanie yang mengekor di belakangnya sambil kelikikan.Stefan menyodorkan sebuah kursi buat Alan. “Silakan duduk!” tawarnya. “Ada perlu apa?”Seolah tidak ada masalah apa pun sebelumnya, blak-blakan dan tanpa rasa malu, Alan minta bantuan kepada Stefan.“Kau tiga kali bekerja sama dengan perusahaan game. Track record-mu cukup bagus. Timku menemui beberapa kendala. Apa kau bersedia membantu?” rengeknya, tidak memelas, malah tetap m
Bobby Sanjaya duduk berhadapan dengan Stefan. Martin dan David berdiri di belakang Bobby. Sedangkan Lionny duduk di kursi tak jauh dari mereka.Stefan berkata, “Martin, David, saya selalu mempercayakan banyak urusan kepada kalian berdua. Hingga menjadi saksi pernikahan saya pun, kalian tetap menjadi yang terpercaya.”Martin dan David mengangguk penuh patuh.Tiba-tiba suasana di dalam ruangan cukup tegang.Stefan memandang Bobby dengan tatapan sungguh-sungguh. “Saya dan Lionny saling mencintai, Tuan Sanjaya. Berikan kami izin agar kiranya kami berdua bisa kembali menjalin hubungan sah suami istri kembali serta membangun rumah tangga yang baik.”Stefan bilang juga pada Bobby bahwa untuk ke depannya dia tidak ingin hubungan rumah tangganya diganggu lagi apalagi sampai dipisahkan seperti tempo lalu. Stefan sudah memberi ruang agar Sanjaya Group bisa bangkit, bahkan memberikan berbagai bantuan. Oleh karena itu, penyesalan Bobby harus dibayarkan segera, dan kata maaf jelas tidak cukup jika
Jika saja Bobby tidak tolol dan egois, tentu bisnis Keluarga Sanjaya tidak akan terpuruk. Ribuan rasa penyesalan tertampak jelas di wajahnya yang mengendur. Bobby berkata lembut penuh penyesalan, “Ayah gagal menjadi pemimpin bagi kalian.”Lionny menyeka air mata di pipinya, lalu berkata, “Lupakan semua kesedihan, Ayah. Sekarang Ayah harus berbenah. Lanjutkan perjuangan mendiang kakek Sanjaya.”Stefan memotong segera, “Cukup. Kita tidak banyak waktu. Sekarang, mulai lagi!” titahnya tegas.Robert mendekat ke meja Stefan. Dia menunduk hormat dan berkata, “Aku salah. Maafkan aku.” Diteruskan pula oleh Luchy dan Chyntia.Lalu giliran Bobby. Sembari membungkuk sedikit Bobby berkata lirih, “Stefan, maafkan semua kesalahanku. Maafkan aku dan keluargaku.”Lionny tertegun. Melihat kedua orang tua beserta adiknya sangat merendah di hadapan Stefan seperti tidak ada harga diri, Lionny sangat tidak tega. Namun, langkah Stefan sudah tepat, dengan itu semoga mereka berempat sangat jera.Tuan Stone me
“Kau tahu apa konsekuensi jika menolak, Tuan Stone?” ancam Stefan.Tuan Stone sedikit mendongakkan kepala dan menjawab lirih, “Bagaimana kalau dikurangi separuh, Tuan CEO? Cukup lima belas juta saja. Saya masih bisa kalau segitu.” Tetap ada keraguan terpancar di raut wajah Tuan Stone. Bibirnya bergetar tatkala mengucapkannya karena di dalam kepalanya sedang bertengkar sendiri, lebih baik menolak jika bisa.Stefan mengalihkan pandangnya ke Bobby. “Cukup untuk satu perusahaan Sanjaya Group saja. Atau mungkin nanti suatu saat Tuan Stone akan kembali memberikan penawaran. Kita tahu bahwa Tuan Stone bukanlah orang asal-asalan yang gampang memberikan keputusan.”Lima belas juta dollar? Sebuah perjudian besar bagi Tuan Stone, jika judi 50:50, tidak untuk investasi nanti, baginya kemungkinan profit hanya dua puluh persen. Tuan Stone siap rugi.Tuan Stone ketar-ketir dan berharap agar kiranya Stefan tidak berbicara panjang lagi terkait investasi. Dia tidak mau hari-harinya makin buruk. Jika bi
Sanjaya Group saat ini memang sedang sangat terpuruk. Salah satu cara untuk mengembalikan keadaan seperti dahulu meskipun dalam waktu yang tidak sebentar adalah dengan menerima suntikan dana dari investor.Pasca perseteruan antara Sanjaya Group dan Stefan tempo lalu, jelas berdampak sangat serius bagi perusahaan milik Bobby. Jika Sanjaya Group ingin kembali bangkit, jelas mereka harus segera melakukan sesuatu.Namun, sejauh tidak ada ada satu pun investor yang datang serta tidak ada juga satu pun bank yang mau meminjamkan uang kepada mereka. Alasannya, karena Sanjaya Group diprediksi sulit akan kembali membaik. Sudah separah itu.Stefan punya ide. Penawaran gila yang biasanya diberikan oleh Tuan Stone, coba Stefan berikan kepada Bobby, kira-kira, apa reaksi Bobby ketika mendengar tawaran tersebut? Jika Tuan Stone memberikan penawaran kepada Luchy atau bahkan Chyntia, demi memperbaiki perusahaan, apakah Bobby merelakannya? Lihat nanti, apa Bobby masih waras?Bobby, Chyntia, Robert, dan
“Martin, kunci pintunya!” titah Stefan. Lalu, Stefan beranjak dan langsung mencekik leher Tuan Stone. Saking kuatnya, Tuan Stone sampai berdiri dari duduknya. “Kita bertemu lagi ha?! Kau pikir, aku dan calon istriku bakal lupa dengan dirimu?!” Stefan sangat marah.Stefan dengan sangat tegas tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone. Dia juga akan memberi tahu kepada perusahaan-perusahaan di Jakarta dan lainnya untuk tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone.Martin sudah siap seandainya Tuan Stone memberikan perlawanan kepada Stefan. Sedikit saja Tuan Stone menyenggol, pecah kepala Tuan Stone, biar otak busuknya keluar.Stefan memberi kode kepada Lionny agar segera beranjak. Setelah Stefan melepaskan cekikannya, Lionny langsung melepaskan sebuah tamparan keras.PLAK!“Sebuah balasan dari Lionny Fransisca Sanjaya!” Lionny menyeringai marah. Meski emosi, tetap cantik.Terasa pedas di pipi Tuan Stone. Dia mengerang. Lalu ada darah segar mengalir di bibirnya. Saat ini, Tuan
Tuan Stone gelagapan. “Stefan? Kau?” Seketika wajahnya memucat pasi. Bergidik badannya begitu yakin bahwa CEO Nano-ID saat ini yang dilihatnya merupakan pria yang kemarin di taman itu.Di dalam ruangan hanya ada Tuan Stone, Stefan, Martin, dan Lionny. Sementara Mike berada di luar. Dia sibuk memperhatikan para wanita dan mulai menyeleksi.Stefan menegakkan bahu, tersenyum, dan berkata ramah, “Silakan duduk, Tuan Stone. Bukankah Anda ke datang ke mari untuk membicarakan soal bisnis? Ayo kita mulai!”Lionny juga tersenyum ramah seolah-olah kemarin sore tidak terjadi apa-apa. Padahal di hatinya, Lionny sangat benci dengan orang tua tidak tahu diri ini. Jika mencongkel biji mata orang tidak berdosa dan tidak kena hukum pidana, sudah dari tadi dia akan mencocol kedua biji mata Tuan Stone agar segera berhenti memilih-milih wanita yang bakal ditidurinya.Stefan tidak gegabah dan seolah-olah dia dan Tuan Stone belum pernah bertemu sebelumnya. Stefan menyambut kedatangan Tuan Stone dengan begi
Nama perusahaan milik Tuan Stone adalah SG9 Enterprise. Setelah dilakukan pendalaman tentang profil SG9 Enterprise beserta Dave Stone sendiri, ternyata bermasalah. Sejumlah perusahaan di dalam negeri sempat membatalkan sejumlah tawaran dari Tuan Stone karena syarat yang dia beri terbilang aneh.Contoh kasus, Tuan Stone akan memberikan dana investasi apabila wanita yang disukainya, misalkan sekretaris ataupun staf biasa yang menarik perhatiannya, mau diajaknya tidur satu malam. Jika bos perusahaan tersebut bersedia, barulah Tuan Stone akan memberikan suntikan dana investasi. Tuan Stone licik. Dia sengaja mencari perusahaan yang baru didirikan atau yang baru saja berkembang, terutama perusahaan yang memang sedang kekurangan dana, dengan alasan investasi yang dia tawarkan akan lebih cepat diterima. Namun, tidak semua bos perusahaan setuju dengan syarat gila yang ditawarkan oleh Tuan Stone.Pernah suatu ketika, ada sebuah start up di Thailand yang sedang membutuhkan dana sebanyak 10 jut
Dada Tuan Dave Stone tiba-tiba berdebar. “Stefan, apa profesimu?”Stefan segera beranjak meninggalkan tempat ini. “Sebentar lagi akan malam. Awas, kami mau pulang,” Stefan menatap Tuan Stone cukup lama.Tatapan itu semakin membuat Tuan Stone bertanya-tanya. “Hm. Aku menarik lagi omonganku barusan, Stefan. Maafkan aku,” tiba-tiba Tuan Stone melempem seperti kerupuk kena air. “Kami tadi hanya bercanda.Stefan memasukkan dua kartu sakti miliknya ke dalam dompet kembali. “Minta maaflah pada calon istriku!” berang Stefan. Melihat adanya perubahan ekspresi dan sikap dari lawan bicaranya, Stefan bisa menguasai panggung. “Cepat!”Tuan Stone tidak berani menatap Lionny karena saking kikuk. “M-maafkan aku, Nona Lionny. Tadi aku cuma berpura-pura. Maafkan aku dan anak buahku.”Lionny menatap heran. Ada apa dengan Tuan Stone? Dia menjawab ragu, “Ya sudah, aku maafkan. Pergilah dari sini!”Terus Stefan membaca ratu wajah Tuan Stone. Sepertinya ada yang aneh setelah Tuan Stone tahu namanya. Karena
Tuan Stone merupakan pria dominan sejati. Asal orang lain tahu, Bugatti miliknya tersebut baru dibeli beberapa hari yang lalu di Jakarta hanya untuk berkeliling kota, bersenang-senang mencari wanita, dan terakhir mengurus beberapa bisnisnya.Meski bisnisnya merupakan prioritas, wanita baginya tetap nomor satu. Itulah uniknya orang kaya. Dia menatap sangar ke arah Stefan dan berkata, “Jika kau punya penawaran, silakan katakan. Mari kita bicarakan dan akan aku pertimbangkan dengan bijak.” Kemudian, Tuan Stone menyombongkan kekayaannya. Dia bercerita panjang soal bisnis investasinya yang cukup mengagumkan. Katanya, dia akan memperluas bisnisnya tersebut di Jakarta. “Aku akan berinvestasi di dua perusahaan besar di Indonesia. Aku orang kaya. Ha-ha.”Asap cerutu pun mengepul dan membumbung ke langit. Lalu Tuan Stone tersenyum sangat lebar hingga tampaklah emas di giginya yang berkilau. Dia merupakan orang yang tipikal, jika di letakkan di kerumuan orang, semua orang pasti akan memusatkan