Theo pergi ke Kota Haban untuk melarikan diri dari kenyataan.Setiap mengingat pengorbanan Thea, hati Theo terasa seperti ditikam.Theo membuka foto yang dikirimkan Bibi Wina. Seketika, Theo pun mematung sambil menatap foto Wilson. Jantung Theo terasa berdegup sangat kencang.Setelah menatap selama beberapa menit, Theo terbangun dari lamunan dan langsung membalikkan ponselnya.Akal sehat memberitahunya kalau Wilson yang menyebabkan Thea meninggal. Theo tidak bisa menerima kenyataan ini.Setiap memikirkan Thea yang menghilang dari hidupnya, Theo merasakan sakit yang menjalar di sekujur tubuh. Pada malam hari, di Vila Starbay.Mike mengundang Eden dan Sabai untuk merayakan kepulangan Wilson.Bayi seusia Wilson sering tidur. Ketika Eden dan yang lainnya datang, Wilson sedang tidur.Ketika semua orang mengatakan bahwa Wilson mirip dengan Theo, Anisa bergumam di dalam hatinya, 'Wilson tidak semirip itu dengan Theo."Beberapa waktu lalu, Anisa sudah melihat foto masa kecil Theo. Saat masih
Anisa menunggu sampai jam 11 malam, tetapi Theo tak kunjung datang.Jika Theo ingin menemui Wilson, malam ini dia pasti datang."Anisa, sebaiknya kamu istirahat." Bibi Wina melihat hari yang sudah larut. "Wilson anak yang pintar, dia jarang nangis. Kalau dia minta susu, biar aku yang menyiapkan.""Em, terima kasih. Besok pagi biar aku yang menjaganya. Bibi juga perlu istirahat," jawab Anisa.Perasaan Anisa terasa jauh lebih tenang. Sekarang dia memiliki 3 orang anak yang perlu dilindungi. Dia tidak berharap banyak, dia hanya ingin ketiga anaknya sehat dan bahagia.Setelah menerima keadaan ini, beban di kepala Anisa terasa lebih ringan.Ketika berbaring, tiba-tiba Anisa teringat dengan pekerjaan yang diterimanya saat mengandung. Berbulan-bulan telah berlalu, Anisa bangkit dari tempat tidur dan mengeluarkan data pasien tersebut.Waktu berlalu sangat cepat, Anisa hampir melupakan pasien ini. Karena sudah lupa, Anisa terpaksa membaca kembali semua data serta catatan medis pasien.Pasien in
"Dia tidak mencari aku, tapi waktunya sudah tidak banyak. Nial, apakah belum ada petunjuk? Sekarang kita berada di posisi yang sama. Kalau kamu tidak menolongku, aku akan menyeretmu hancur bersamaku." Malia mengancam Nial."Malia, kamu tidak takut aku bunuh? Beraninya mengancam aku," Nial berdecak kecil."Nial, aku berusaha keras untuk bisa berada di posisi sekarang!" Suara Malia terdengar kesal. "Aku bisa saja menyerah dan mundur, tapi aku tidak mau bersikap seperti pengecut. Aku ingin bekerja sama denganmu untuk menghancurkan Theo. Kita hanya bisa menghabisi Anisa setelah menyingkirkan Theo."Nial terdiam selama beberapa saat, dia juga ingin menghancurkan Theo. Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bermusuhan dengan Malia."Aku sudah menemukan petunjuk mengenai kotak itu," kata Nial. Sebenarnya dia tidak ingin membahas masalah ini, tapi Malia malah mengungkitnya."Petunjuk apa?" Malia bertanya dengan gugup."Aku akan memberitahumu setelah aku menemukan kotak itu. Kalau aku memberi
Walaupun masih kecil, William jauh lebih pintar dibanding anak seumurannya.Berbeda dengan Wilona, dia adalah gadis kecil yang polos dan lugu. Jadi, lebih baik mereka mendekati Wilona daripada mencari masalah dengan William.Nial merenungkan saran Clara. Kalau tidak benar-benar yakin, Nial tidak berani turun tangan.Keesokan hari, pukul 7 pagi. Anisa masuk ke kamar anak-anak."Bibi Wina, terima kasih telah membantuku. Sini, biar aku yang jaga. Kamu istirahat saja," kata Anisa."Tadi malam Wilson lahap banget minum susunya. Semoga Wilson cepat besar, dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang kuat dan pintar." Bibi Wina tersenyum haru."Dulu William juga tenang dan jarang menangis. Berbeda dengan Wilona, dia lebih sering minta digendong," jawab Anisa.Bibi Wina tertegun. "Anisa, William dan Wilona adalah anaknya Tuan? Walaupun kamu tidak pernah membahas masalah ini, semua orang pasti sudah menduganya.""Hmm, bukannya tidak mau bahas, tapi Theo pernah hampir membunuh William. Kalau William
TIba-tiba terdengar suara tangisan yang membuat Anisa terkejut.Wilson terbangun karena suara di halaman terlalu ribut.Anisa menggendong Wilson dan bergegas menenangkannya. Begitu Anisa menggendongnya, Wilson langsung berhenti menangis."Wilson, Kak William dan Kak Wilona lagi main salju. Sekarang kamu masih kecil. Tunggu kamu agak besar baru bermain bersama mereka, ya?" Anisa menggendong Wilson sambil berdiri di jendela.Wilson menatap Anisa dengan sangat serius."Sayang, kamu lapar? Sudah dua jam sejak terakhir kamu minum susu. Sebentar, Ibu buatkan susu, ya?" Anisa menaruh Wilson ke dalam kereta bayi.Pelayan ingin membantu Anisa, tetapi sebenarnya Anisa bisa melakukan semuanya sendiri. Dia tidak membutuhkan bantuan yang terlalu berlebihan."Anisa, kamu benar-benar hebat. Tidak hanya bisa bekerja, tapi juga merawat anak." Pelayan memuji Anisa."Kamu kapan mau pulang kampung?" tanya Anisa."Tanggal 29. Wilson masih kecil, aku khawatir kamu dan Bibi Wina kewalahan mengasuhnya. Setida
Anisa merasa merasa tegang.Jika Theo tidak bersedia membuka hatinya, tak ada seorang pun yang bisa memaksanya.Begitu memasuki ruang tamu, Anisa merasa sangat menyesal. Namun Bibi Nini sangat senang bisa bertemu dengan Wilson.Bibi Nini menggendong Wilson dan mengajaknya bercanda selama beberapa saat."Anisa, Tuan ada di atas. Tuan hanya mau makan bubur, dia tidak mau makan yang lain. Sepertinya Tuan lagi di ruang kerja." Bibi Nini mengembalikan Wilson ke dalam pelukan Anisa. "Tuan pasti senang bertemu anaknya."Sejujurnya Anisa merasa agak ragu. "Bibi, aku tidak enak mengganggunya. Aku takut dia makin stres setelah bertemu Wilson."Bibi Nini tertegun selama beberapa saat."Tapi hanya Wilson yang bisa menyembuhkan Tuan. Dia adalah ayahnya Wilson. Bagaimanapun, dia harus bertemu dengan anaknya. Apakah kamu mau membiarkan Tuan begini terus?" Bibi Nini tampak cemas.Bibi Nini kasihan melihat Theo yang kesepian, makanya dia meminta Anisa untuk membawa Wilson ke sini.Sabrina telah tiada,
Ketika membalikkan badan dan hendak pergi, Anisa mendengar suara batuk yang berasal dari belakang.Anisa menghentikan langkah kakinya. Seingat Anisa, Theo jarang batuk-batuk, kecuali saat demam.Anisa berjalan ke arah Bibi Nini yang berdiri di tangga, lalu menitipkan Wilson kepadanya. Kemudian Anisa kembali ke ruang tamu untuk memeriksa keadaan Theo.Batuk Theo lumayan parah, wajahnya sampai memerah."Kamu sakit?" Anisa mengusap kening Theo.Theo refleks melangkah mundur. "Tidak, hanya pilek."Anisa mendesak Theo dan bertanya, "Kamu mengusir kami karena kamu tidak ingin menularkan sakitmu kepada Wilson? Kamu mengusir kami bukan karena tidak ingin bertemu dengan anakmu sendiri, 'kan?"Theo menatap Anisa dan menjawab dengan jujur, "Aku tidak ingin bertemu dengannya, aku juga tidak ingin menularkan penyakitku. Siapa yang menyuruhmu ke sini?""Tidak ada, aku sendiri yang mau datang." Anisa masuk ke ruangan Theo, lalu menutup laptopnya dan menarik lengan Theo. "Kamu harus istirahat, jangan
Setelah Anisa pergi, Theo kembali menelepon dokternya. "Aku tidak apa-apa, kamu tidak perlu datang."Dokter merasa agak bingung. "Pak, aku sudah di jalan."Theo menutup teleponnya, lalu mengangkat tangan dan memegang keningnya sendiri. Badannya memang agak panas.Sebelum Anisa datang, Theo tidak begitu memedulikan kondisinya sendiri. Demam tak akan menjadi penghalang Theo untuk bekerja, tetapi setelah bertemu Anisa, seluruh energi Theo terasa terkuras habis.Theo berbaring dan berusaha menenangkan diri. Sayangnya Theo gagal, wajah Wilson terus melintas di benaknya.Wajah mungil Wilson serta kedua matanya yang cerah bagaikan cahaya yang menerangi hati Theo....Ketika dokter tiba, Theo sudah tertidur pulas. Dokter memegang kening Theo dan mengecek suhu tubuhnya.Termometer menunjukkan angka 38.9 derajat celcius, Theo demam.Selagi Theo tidur, dokter pun menginfusnya.Keesokan hari, Theo bangun dalam keadaan yang lebih segar dan demamnya sudah reda.Semenjak meninggalnya Thea, setiap har
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."