Mike menangis sambil menutup wajahnya. "Aku menyesal, aku menyesali ucapanku semalam."Begitu mengingat kejadian semalam, Theo pun ikut meneteskan air mata."Waktu itu Anisa tidak berdaya. Kalaupun tidak bisa menyelamatkannya, harusnya aku tidak boleh berbicara seperti itu. Kalau dia mendengarnya, dia pasti kecewa dan putus asa." Mike tak dapat mengontrol emosinya yang meluap-luap."Jangan menangis lagi. Kapan kamu bisa selesai meretas sistem keamanan mereka?" tanya Theo.Mike menyeka air matanya, lalu mengangkat kepala dan kembali menatap layar laptopnya. "Sebentar lagi, pasti selesai sebelum siang ini. Rasanya aku bisa gila. Kalau Anisa tidak ada, bagaimana dengan nasibku?"Theo tak berani membayangkannya karena dia sendiri pun tidak bisa hidup tanpa Anisa."Sebaiknya kamu pulang dan mandi dulu." Melihat penampilan Theo yang berantakan, Mike bisa merasakan betapa tersiksanya Theo.Anisa tak hanya seorang diri, dia juga tengah mengandung anaknya Theo.Theo berdiri di tempat, dia sama
"Tuan, Anda pasti belum makan. Aku akan segera menyiapkan makan siang." Bibi Nini bergegas pergi ke dapur.Theo mengamati rumah Anisa. Rumah ini memiliki dekorasi yang sederhana, tetapi elegan.Ketika melihat Theo mengamati sekeliling, Wilona mengira kalau Theo sedang mencari kamarnya. Oleh sebab itu, Wilona berlari ke arah kamar tamu dan menunjukkan jalan. "Ini kamarmu."Theo mengangguk, tetapi saat hendak melangkah, pandangannya tertarik pada foto yang berada di atas lemari ruang tamu.Di dalam foto tersebut ada Maya dan Anisa yang masing-masing menggendong seorang bayi. Theo berjalan ke arah lemari itu. Di sudut kanan bawah foto, tertulis sebuah kalimat, "Kami sudah berusia 1 minggu."Foto ini pasti diambil saat kedua bayi berusia 1 minggu. Satu bayi mengenakan setelan jas yang rapi, sedangkan bayi yang satu lagi mengenakan gaun dan mahkota yang lucu. Jelas, kedua bayi ini adalah William dan Wilona."Cepat, sini!" Wilona berdiri di depan kamar tamu sambil berteriak, "Ayo, lihat kama
Menit dan detik berlalu, matahari perlahan-lahan tenggelam dan digantikan oleh sinar cahaya bulan. Tiba-tiba, di luar hujan lebat. Hujannya benar-benar sangat lebat."Nona, ramuannya sudah siap," kata seorang pelayan.Anisa terbangun dari lamunannya, dia berjalan ke sebelah bak mandi untuk memeriksa suhu air. "Masukkan jasadnya.""Oh .... Hmm, apakah jasadnya tidak akan hancur?" tanya pelayannya Mort. "Nona, apakah kamu benar-benar bisa membangkitkan orang mati?"Anisa menatapnya dengan dingin. "Kamu mempertanyakan kemampuanku?""Aku hanya penasaran."Anisa menjawab dengan tenang, "Ini adalah ramuan rahasia, tubuhnya tidak akan hancur."Melihat Anisa yang tampak serius, pelayan pun berhenti mencurigai Anisa. Kemudian beberapa pengawal mengangkat jasad tersebut dan memasukkannya ke dalam bak mandi.Anisa melihat jelas ketakutan di wajah para pengawalnya Mort. Mereka merasa membangkitkan orang mati adalah sesuatu yang mustahil dilakukan."Nona, bagaimana selanjutnya?" tanya pelayan."Tun
"Anisa, di mana Anisa?" Mort meraung marah. "Dasar, sekumpulan orang goblok! Cepat, cari dia!"Para pengawal bergegas mencari Anisa. Bukankah Anisa berdiri di samping bak mandi? Bagaimana dia bisa menghilang secara tiba-tiba?Tanpa sengaja, asistennya Mort mengarahkan senter yang menyala ke dalam bak mandi."Prang!" Senter yang dipegang terjatuh."Ada hantu, ada hantu!" teriak asistennya Mort.Terdapat bekas darah di sudut mata dan bibir mayat itu. Tampaknya mayat ini telah berubah wujud, perawakannya terlihat sangat mengerikan.Asisten tersebut ketakutan melihat jasad putrinya Mort.Beberapa pengawal sontak mengarahkan senternya setelah mendengar teriakan asisten Mort. Mereka juga terkejut dan langsung menjauh. "Ah, mengerikan!""Tuan, di luar ada banyak helikopter yang menuju kemari." Suasana di luar tak kalah mencekam.Mort mengangkat pistolnya, lalu menembak kepala jasad putrinya. "Dor, dor!"Gadis ini bukan lagi putri kesayangannya. Putrinya adalah seorang gadis yang cantik memuka
Tatapan Theo memancarkan niat membunuh.Melihat Theo yang tampak mengerikan, dokter langsung menjelaskan, "Maaf, dia tidak mati. Maksudku, dia seperti tidak bernapas, makanya aku mengecek denyut nadinya. Dia kehilangan banyak darah dan pingsan karena syok berlebihan."Theo memeluk Anisa dengan erat, napasnya terdengar sangat berat. Tak berapa lama, mereka pun sampai di sebuah rumah sakit dan Anisa bergegas dibawa ke ruang unit gawat darurat.Theo menunggu di lorong rumah sakit, jantungnya berdegup sangat kencang. Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada Anisa?Di saat Theo melamun, tiba-tiba ponselnya berdering. Theo mengeluarkan ponselnya dan menjawab panggilan tersebut."Bagaimana kondisi Anisa? Aku sudah membereskan Mort." Mike berbicara dengan bangga, "Aku sudah tebak, bajingan itu pasti bakal melarikan diri dari pintu belakang. Begitu dia mau kabur, aku langsung menghentikannya."Tenggorokan Theo bergulir tegang. "Lengannya tertembak, sekarang sedang di rumah sakit.""Kalian ada di
Tentu saja Theo lebih memilih Anisa. Meskipun Theo tidak ingin kehilangan anaknya, dia tidak memiliki pilihan lain.Sebentar lagi kandungan Anisa akan memasuki usia 4 bulan. Kalau semuanya lancar, mereka bisa melihat wajah bayinya saat melakukan pemeriksaan selanjutnya."Baiklah, tolong tandatangani surat pernyataan ini." Dokter memberikan sebuah dokumen kepada Theo. "Apakah Anda mengizinkan kami untuk membius pasien saat dilakukan pengangkatan peluru? Obat bius memberikan dampak yang besar terhadap kesehatan janin. Kalau Anda ingin mempertahankan anak itu, kami akan menjalani operasi tanpa membius pasien.""Mengoperasi tanpa membius? Bukankah akan sangat sakit?" Theo ingin mempertahan anaknya, tetapi dia juga tidak tega mengetahui Anisa yang harus menjalani operasi tanpa dibius."Benar, akan sangat sakit. Paling pasien harus menahannya," jawab dokter."Sekarang Anisa sangat lemah, aku tidak mau dia semakin menderita." Bahkan untuk bernapas pun dada Theo terasa sangat sakit. "Bius saja
Anisa merasa sangat terpukul!Kalau lengannya tidak terluka, mungkin Anisa sudah melompat dari tempat tidur."Suamiku? Aku belum menikah. Siapa pun tidak berhak merenggut nyawa anakku!" bentak Anisa.Begitu melihat Anisa yang emosi, dokter pun buru-buru meminta maaf, "Maaf, maafkan aku. Pak Theo memang tidak mengatakan bahwa Beliau adalah suamimu. Pak Theo hanya mengatakan bahwa Beliau adalah ayah dari anak yang dikandungmu.""Walaupun dia adalah ayah dari anakku, dia tidak punya hak untuk merenggut nyawa anakku!" Anisa emosi sampai menangis.Theo menjaga Anisa semalaman. Pagi ini Bibi Nini datang untuk menggantikan Theo agar Theo bisa pulang untuk beristirahat.Awalnya Bibi Nini tidak mau mengganggu istirahat Theo, tetapi Bibi Nini terpaksa harus memberi tahu Theo mengenai keadaan Anisa.Setelah Bibi Nini menelepon Theo, Mike masuk ke dalam ruangan Anisa."Anisa, akhirnya kamu bangun!" Mike mengambil selembar tisu untuk menyeka air mata Anisa. "Jangan menangis lagi. Aku sependapat den
"Aku mau pulang," kata Anisa sambil terisak.Theo tidak ingin melihat Anisa emosi. Jadi Theo segera bangkit berdiri dan pergi menemui dokter yang merawat Anisa."Anisa, sebelum pulang, sebaiknya kamu melakukan pemeriksaan sekali lagi. Kalau hasilnya bagus, aku akan segera mengurus prosedur agar kamu bisa pulang," kata dokter.Tak berapa, hasil pemeriksaan keluar dan Anisa diizinkan pulang.Sesampainya di rumah, Anisa langsung mengurung diri di kamar. Sebelum pulang dari rumah sakit, Anisa sempat menjalani pemeriksaan USG. Hasil USG menunjukkan bahwa janin Anisa tidak mengalami perkembangan, ini bukanlah pertanda yang baik.Dokter menyarankan untuk mengaborsi kandungan, tetapi Anisa menolaknya."Bagaimana kalau kita mencarikannya psikolog?" Mike dan Theo sedang berdiskusi di ruang tamu. "Kata dokter, Anisa sangat sangat terpukul. Bukan hanya karena anak yang dikandung, tapi juga karena semua yang dialaminya sejak diculik Mort."Theo melirik ke arah kamar Anisa dan berkata, "Berikan dia
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."