Theo menggenggam erat ponselnya.Setengah jam kemudian, Theo pun tiba di rumah sakit."Pak Theo, maaf, anak Anda tidak bisa diselamatkan. Bu Nara masih lemah, dia belum sadarkan diri," kata dokter.Sabrina sangat terpukul setelah mendengar ucapan dokter. Tak berapa lama, Resha selaku ayahnya Nara pun keluar sambil membawa sebuah kantong hitam. Raut wajah Resha terlihat sangat murung.Kantong tersebut berisi janin Nara yang keguguran."Theo, kamu tidak mau bertanggung jawab kepada putri. Sekarang, kamu juga membunuh cucuku! Kamu benar-benar keterlaluan!" teriak Resha."Berikan anak itu," kata Theo sambil melirik kantong yang dipegang Resha.Perasaan Theo terasa campur aduk, dia tidak bisa menjelaskan sakit yang dirasakan. Namun setiap mengingat Anisa yang membunuh anak ini, seluruh amarah Theo terasa berkobar."Hem, untuk apa? Kamu bisa menghidupkannya kembali?" Resha menggenggam erat kantong yang dipegangnya. "Kamu tidak pantas menjadi ayah! Putriku memang bodoh, bisa-bisanya dia menci
Theo terdiam mendengar jawaban Anisa. Dia tidak menyangka Anisa berani bersikap searogan ini."Anisa, yang kamu bunuh adalah nyawa manusia, bukan mainan! Kenapa kamu tega?""Anakmu meninggal?" Anisa menarik napas panjang, dia benar-benar mengagumi kelicikan Nara. "Sekarang Nara lagi mentertawakanku, ya? Bisa-bisanya dia menggunakan nyawa anaknya sendiri untuk menjebakku. Pantas saja kalian cocok."Anisa tak hanya menyindir Nara, tetapi juga Theo. Maksud Anisa, Nara adalah wanita yang kejam, sedangkan Theo juga tidak ada bedanya."Dia mengalami pendarahan. Kalau ini semua jebakan, dia tidak hanya mengorbankan anaknya, tapi juga nyawanya. Kamu pikir, tebakanmu itu masuk akal?" tanya Theo.Bibi Anisa bergetar, tetapi dia tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun."Anisa, kali ini aku tidak akan berbelas kasihan kepadamu!" Setelah berbicara, Theo langsung menutup panggilannya.Wajah Anisa terlihat sangat pucat, sekujur tubuhnya pun terasa lemas."Anisa, ada apa?" Mike khawatir melihat Ani
Di Vila Starbay.Akhirnya Sania merekrut seorang pengawal yang dianggap paling cocok untuk menjaga William dan Wilona. Hari ini adalah hari pertama pengawal tersebut bekerja.Pengawal menjemput William dan Wilona pulang ke rumah."Paman, aku dan Kakak boleh main di luar, nggak?" Wilona bertanya kepada pengawal.Pengawal menjawab dengan tegas, "Boleh. Setelah makan, aku akan mengajak kalian keluar.""Oh. Kita makan apa? Pesan di luar? Atau paman yang masak? Paman, kamu jam berapa pulang?" tanya Wilona."Setelah Ibu atau pamanmu pulang. Kalau kalian berdua tidak keberatan, aku bersedia memasak untuk kalian.""Berarti kita harus ke supermarket? Kalau kamu memasak, berarti Ibu harus memberikanmu 2 kali gaji dong? Tapi kalau masakanmu nggak enak, Ibu nggak perlu bayar, 'kan?" Wilona bergumam.Pengawal tertawa kecil. "Dengan gaji yang ibumu berikan, aku sanggup memberi kalian makan 10 kali sehari."Sembari berbicara, pengawal mengajak William dan Wilona ke supermarket.Sekitar pukul 7 malam,
Menebusnya?Apakah Anisa tidak salah dengar? Anak bukanlah barang, bagaimana bisa ditebus?Sesaat melihat kebingungan yang tersirat di wajah Anisa, Theo lanjut menjelaskan, "Kamu harus melahirkan anak untukku. Aku tidak peduli hidup atau mati, yang penting harus benihku."Sekujur tubuh Anisa bergetar, dia kehilangan akal sehatnya dan berteriak, "Theo, kamu sudah gila? Hah?"Sewaktu Anisa mengandung William dan Wilona, Theo malah bersikeras ingin menggugurkan kandungannya. Sekarang, Theo tiba-tiba berubah pikiran dan memaksa Anisa untuk melahirkan anaknya? Apakah Theo sudah melupakan semua tindakannya dulu?Theo anggap apa Anisa? Mainan?Jika Theo tidak suka, Anisa harus menggugurkan kandungannya. Jika Theo suka, Anisa harus melahirkan anak untuknya? Hem, konyol!"Iya, aku sudah gila." Kedua mata Theo terlihat memerah. "Anisa, kamu yang membuatku gila! Kamu adalah wanita yang penuh kebohongan! Kamu terus-terusan memprovokasi aku. Kesabaranku ada batasnya."Seketika Anisa pun merasa sesa
Mike merasa kalau cara yang digunakannya sangatlah hebat. Saking bangganya, Mike menelepon Eden dan menceritakan semuanya."Kamu nggak bisa mengancam bosku dengan cara seperti itu. Pelayan dan pengawal selalu menemani Thea ke mana-mana. Sekarang, Thea hanya pindah rumah, nyawa dan keselamatannya nggak terancam," jawab Eden.Mike sontak terdiam ...."Pak Theo nggak mungkin menyakiti Anisa," jawab Eden."Kamu yakin banget?" sindir Mike."Terserah kalau kamu nggak percaya. Sekarang aku lagi di rumah sakit, Nara belum sadar," kata Eden.Mike berusaha menenangkan dirinya, lalu bertanya, "Bagaimana keadaannya?""Dia kehabisan banyak darah, masih tidur.""Oh .... Kata Anisa, dia nggak mendorong Nara. Aku curiga, jangan-jangan anak yang dikandung Nara bukan anaknya Theo," kata Mike sambil berbisik."Aku maklum, kamu pasti membela Anisa. Tapi kita tidak berada di lokasi kejadian, aku nggak bisa mengomentarinya." Eden berusaha untuk bersikap netral.Tiba-tiba Mike tertawa terbahak-bahak. "Hahaha
"Itu urusanku, kamu nggak berhak ikut campur! Jangan keterlaluan! Yang ada, nanti kamu malah kehilangan semuanya." Anisa menggenggam piyama Theo sambil menatapnya dengan tajam.Di tengah suasana yang sunyi, suara Anisa terdengar lantang dan dingin.Theo terdiam mendengar ucapan Anisa."Kembalikan ponselku!" kata Anisa sambil membidik leher Theo.Jika Theo tidak mengembalikan ponselnya, Anisa akan menggigit leher Theo."Anisa, aku tidak bercanda." Theo menatap Anisa dengan tajam. "Kalau kamu berani minum obat kontrasepsi, kamu harus menemaniku selamanya."Setelah berbicara, Theo mengembalikan ponsel Anisa. Begitu mendapatkan ponselnya, Anisa bergegas mengenakan pakaiannya dan pergi meninggalkan hotel.Sekitar pukul 2 subuh, Anisa berjalan sendirian di tepi jalanan yang sunyi. Angin sepoi-sepoi berembus menyeka tubuhnya yang kelelahan.Setelah menyalakan ponselnya, Anisa melihat puluhan panggilan tak terjawab. Hampir semua panggilan berasal dari Mike.Anisa ingin menelepon Mike, tetapi b
"Tidak apa-apa." Theo kasihan menatap wajah Nara yang pucat. "Kamu tidur dan istirahat dulu.""Baik."Setelah keluar dari rumah sakit, Theo bertanya kepada pengawal, "Di mana jasad bayinya?""Ayahnya Nona Nara membawa jasad bayi ke rumah duka untuk dikremasi," jawab pengawal.Theo mengerutkan alis, tampaknya dia tidak bisa melakukan tes DNA."Tadi aku ingin membantu, tapi ayahnya Nona Nara mengira aku mau merebut cucunya. Kami sempat berantem dan akhirnya aku mengalah," pengawal menjelaskan.Theo hanya mengangguk dan masuk ke dalam mobil.Keesokan pagi.Dokter Keluarga Pratama bergegas datang setelah mendapatkan panggilan dari Theo.Theo tidak tidur semalaman, kedua matanya memerah dan tampak menyeramkan."Pak Theo, aku dengar Nona Nara keguguran? Aku turut berdukacita," dokter mengucapkan bela sungkawa."Aku memanggilmu bukan untuk membicarakan masalah ini." Theo menyeruput kopinya dan berkata, "Anisa yang mengoperasi Evan."Dokter Subandi merupakan salah satu dokter Keluarga Pratama.
"Pak Theo, seingatku, kamu pernah memaksanya untuk menggugurkan kandungan, 'kan?" tanya Dokter Subandi."Em. Pengawalku sendiri yang membawanya ke rumah sakit." Beberapa waktu lalu, Theo masih memastikannya kepada pengawal tersebut. "Setelah operasi, dokter yang mengaborsi kandungan Anisa bahkan menjelaskan kepada para pengawal mengenai beberapa hal yang harus diperhatikan.""Kalau begitu, anaknya benar-benar keguguran. Mungkin Anisa merindukan anak yang diaborsi itu, makanya dia mengadopsi anak yang mirip denganmu."Jangan-jangan, Anisa masih membenci Theo karena masalah itu?....Di Vila Starbay.Kamar utama.Mike, William, dan Wilona menatap Anisa yang sedang tidur.Sekitar pukul 1 subuh, Mike masih sempat menelepon Anisa, tetapi ponselnya tidak aktif. Sekarang tiba-tiba Anisa malah sudah ada di rumah. Kapan dia pulang?"Di rumah ada nyamuk, ya?" tanya Wilona dengan suara yang menggemaskan."Nggak ada, kok. Kenapa?" Mike mengamati seisi kamar."Ibu digigit nyamuk," jawab Wilona samb
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."