Ketika Anisa keluar dari kamar, semua mata tertuju ke arahnya.Tidak ada yang berani berbicara, suasana terasa agak canggung."Tadi aku kelewatan, ya?" Anida duduk di sofa dan menyalahkan diri sendiri. "Harusnya aku nggak boleh merendahkan Thea.""Sama sekali nggak kelewatan, kok! Theo yang mulai duluan. Waktu kamu mau bicara, dia malah menyuruhmu diam. Kamu sama sekali nggak kelewatan, malah harusnya lebih galak. Kalau aku jadi kamu, aku bahkan akan memakinya. Nggak cuma Thea, semua anggota keluarganya bodoh!" Mike berusaha menghibur Anisa.Anisa tercengang mendengar ucapan Mike. Ternyata ada orang yang menghibur orang lain dengan cara seperti ini?"Anisa ...." Maya mengusap bahu Anisa. "Kamu lagi emosi, makanya berbicara seperti itu. Ibu tahu, kamu tidak bermaksud merendahkan Thea.""Aku khawatir Thea sedih." Anisa menghela napas. Dia tidak peduli bagaimana pandangan Theo, yang Anisa cemaskan adalah perasaan Thea. Anisa tidak tega menyakiti hati Thea."Thea nggak marah. Dia yang bila
"Thea, kamu punya keponakan!" Pelayan tersenyum, tetapi tiba-tiba malah menghela napas. "Kayaknya Tuan Theo belum tahu. Aku juga tidak yakin apakah William adalah anaknya Tuan.""William nggak suka kakakku." Thea cemberut.Pelayan mengangguk. "Itu karena Tuan sudah punya pacar. Aduh, urusan mereka terlalu rumit. Aku tidak mau ikut campur."Thea juga tidak bisa memikirkan hal yang rumit, dia lanjut memandangi gambar yang diberikan William.Pada akhir pekan.Sania dan Anisa sedang berbelanja."Aku berencana mengunjungi rumah Vanzoe saat perayaan Festival Musim Semi." Sania terdengar agak gugup. "Diam-diam, orang tua kami sempat membicarakan pernikahan aku dan Vanzoe."Anisa tersenyum dan menjawab, "Bukannya bagus? Kalian sudah lama pacaran, memang sudah waktunya menikah.""Tapi kami masih muda, masih ingin bersenang-senang." Sania menarik Anisa masuk ke sebuah toko busana pria."Memang apa bedanya menikah dengan nggak menikah? Masih ingin bersenang-senang hanya diucapkan orang yang nggak
Anisa membaca majalahnya dengan tenang, tetapi tiba-tiba Sania datang dan merebutnya."Kamu nggak risih?" Sania menarik Anisa berdiri. "Sial banget, belanja pun masih ketemu dia."Sania sengaja berbicara dengan suara lantang agar Nara mendengarnya."Siapa pun boleh masuk ke toko ini, nggak ada larangan," jawab Anisa."Makanya aku bilang sial. Sudah, nggak jadi beli. Ayo, kita pergi." Sania menarik tangan Anisa dan hendak pergi."Kamu takut?" tanya Anisa.Pertanyaan Anisa sontak membuat Sania tercengang. Benar juga! Kenapa Sania harus takut?Kalaupun ada yang harus angkat kaki, seharusnya Nara yang pergi.Sania mengambil beberapa helai pakaian, lalu mengajak Anisa ke kasir."Apa hebatnya menggesek kartu orang lain? Sudah menumpang hidup sama orang lain, bangga pula? Mana suaranya keras banget, mau umumin ke seluruh dunia biar orang-orang tahu?" Sania menyindir sambil tersenyum dingin. "Kalau hebat, pakai uang sendiri!"Walaupun Sania tidak menyebut nama, Nara menoleh saat mendengar sind
"Senang-senang saja. Aku dan mantan-mantanku masih berteman baik," Sania menjawab dengan santai.Anisa kehabisan kata-kata."Anisa, tidak menutup kemungkinan mereka bakal menikah." Sania masih lanjut membahas topik ini. "Tante Sabrina sangat menyukai Nara. Kayaknya Theo juga sudah membuat keputusan. Begitu operasi kedua Thea berhasil, Theo mungkin akan menikahi Nara."Anisa menjawab dengan tenang, "Semoga mereka bahagia.""Kamu harus melanjutkan hidup dengan baik. Kamu masih muda, ada ibumu yang merawat Willi dan Wilo. Mereka juga sudah sekolah, kamu nggak perlu mencemaskan mereka. Nikmati saja hidupmu." Sania khawatir melihat Anisa yang masih melajang."Aku sangat menikmati hidupku, kok." Anisa tersenyum lembut. "Sania, jangan menatapku dengan tatapan kasihan. Melajang nggak sesedih yang kamu pikirkan.""Aku merasa kamu nggak bahagia," Sania berkata dengan lesu."Kamu nggak ada kerjaan, ya? Kalau kamu bosan, aku rasa kamu sudah bisa mulai merencanakan pernikahanmu dengan Vanzoe." Anis
Anisa melihat foto tersebut hingga melamun.Anisa memang kelihatan cuek, tetapi mana mungkin dia sepenuhnya melupakan Theo?Ketika membaca berita ini, hati Anisa terasa agak sakit.Anisa tidak akan merestui mereka, tidak akan!"Anisa, kok melamun? Anak-anakmu menyiksa aku! Cepat, bantu aku!" Mike menarik Anisa dan bersembunyi di belakangnya.Anisa sontak tersadar dari lamunannya, lalu bertanya kepada William, "William, kamu mau pindah sekolah?"Pertanyaan Anisa sontak membuat suasana ruang tamu menjadi hening."Ibu, aku mau satu sekolah sama Kak Willi," Wilona berkata dengan tegas."Kamu masih TK. Kakakmu mau langsung masuk SD," jawab Anisa.Setelah mendengar jawaban Anisa, William langsung mengangguk setuju.Walaupun William tidak begitu membenci Thea, Thea adalah salah satu orang terdekatnya Theo. William tidak menyukai Theo. Oleh sebab itu William harus meninggalkan Akademi Akila dan menjauhi Thea."Umurku dan Kak William sama. Kenapa Kak William SD, tapi aku masih TK? Aku juga mau
Jika Nara bisa menyembuhkan Thea, Theo akan menikahi Nara.Keesokan pagi.Maya menerima sebuah paket yang dikirimkan ke rumah, lalu meletakkannya ke atas meja.Melihat salju lebat di luar, William dan Wilona sudah tidak sabar bermain salju. Mereka bergegas mengenakan jaket dan berlari ke luar.Maya sengaja membuka pintu agar bisa sambil mengawasi kedua anak yang bermain di luar.Seiring hawa dingin yang berembus masuk, suhu di dalam rumah pun turun.Anisa keluar dari kamar dengan mengenakan baju tidur. Sesaat merasakan hawa dingin, dia langsung masuk ke dalam kamar dan mengenakan jaket."Anisa, ada paket untukmu," Maya berteriak dari dapur."Aku tidak membeli apa-apa," Anisa bergumam sambil berjalan ke meja. "Apa ini?""Kayaknya jaket rajut," jawab Maya.Setelah membuka kotak tersebut, ternyata memang benar, isinya jaket rajut. Sesaat melihat jaket ini, Anisa langsung mengenalinya.Jaket ini adalah hadiah yang diberikan Anisa kepada Theo.Tidak disangka, Theo mengembalikan jaket ini ke
Anisa mengambil ponsel yang diberikan Wilona. Sesaat melihat Grey yang menelepon, Anisa langsung menjawab panggilannya."Anisa, selamat merayakan Festival Musim Semi!" Suara Grey terdengar bersemangat."Sama-sama, kamu juga," jawab Anisa."Hahaha! Kalian sudah makan? Awalnya aku mau menghubungimu agak malam, tapi aku baru saja mendapatkan kabar baik. Aku nggak sabar ingin memberitahumu." Grey terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Evan sudah bisa duduk. Kesadarannya juga mulai pulih.""Wah, baguslah!" jawab Anisa."Anisa, dia dan keluarganya sangat berterima kasih kepadamu. Katanya mereka ingin menemui secara langsung," kata Grey."Nggak perlu repot-repot. Aku akan menemuinya setelah perayaan festival berakhir. Sekarang Evan harus fokus istirahat, jangan melakukan apa-apa.""Mereka ingin membayarmu, aku tidak tahu harus menjawab apa. Makanya mereka mengajakmu bertemu," kata Grey.Anisa terdiam selama beberapa detik. "Aku membantu Profesor Carmen untuk menyelesaikan tugasnya. Kalau mereka
Hari ini sangat ramai."Di mana istananya?" Anisa bertanya kepada Grey.Di sini terlalu banyak orang, Anisa mengkhawatirkan keamanan kedua anaknya."Di belakang sana." Grey menunjuk ke sebuah arah.Salah satu pengunjung mendengar percakapan Grey dan Anisa. "Kalian mau ke istana? Hari ini tidak buka. Aku dengar lagi ada yang sewa.""Hah? Disewa?" Grey agak terkejut."Iya, pasti orang kaya. Ah, padahal ada hari-hari lain, kenapa harus disewa saat Festival Musim Semi? Menyebalkan! Di sini jadi ramai gara-gara istananya disewa." Salah seorang pengunjung mengomel.Grey berkata dengan canggung, "Bagaimana kalau kita lihat dulu? Siapa tahu penyewanya membiarkan kita masuk?"Grey tidak ingin mengecewakan kedua anak Anisa. Mereka sudah jauh-jauh ke sini.Anisa mengangguk sambil tersenyum. "Nggak apa-apa. Kita main di luar saja, pemandangan di sini juga cantik. Lihat, ada banyak tempat buat foto.""Anisa, maaf. Sebelum ke sini aku nggak mengecek dulu." Grey merasa bersalah."Bukan masalah besar,
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."