Anisa melihat foto tersebut hingga melamun.Anisa memang kelihatan cuek, tetapi mana mungkin dia sepenuhnya melupakan Theo?Ketika membaca berita ini, hati Anisa terasa agak sakit.Anisa tidak akan merestui mereka, tidak akan!"Anisa, kok melamun? Anak-anakmu menyiksa aku! Cepat, bantu aku!" Mike menarik Anisa dan bersembunyi di belakangnya.Anisa sontak tersadar dari lamunannya, lalu bertanya kepada William, "William, kamu mau pindah sekolah?"Pertanyaan Anisa sontak membuat suasana ruang tamu menjadi hening."Ibu, aku mau satu sekolah sama Kak Willi," Wilona berkata dengan tegas."Kamu masih TK. Kakakmu mau langsung masuk SD," jawab Anisa.Setelah mendengar jawaban Anisa, William langsung mengangguk setuju.Walaupun William tidak begitu membenci Thea, Thea adalah salah satu orang terdekatnya Theo. William tidak menyukai Theo. Oleh sebab itu William harus meninggalkan Akademi Akila dan menjauhi Thea."Umurku dan Kak William sama. Kenapa Kak William SD, tapi aku masih TK? Aku juga mau
Jika Nara bisa menyembuhkan Thea, Theo akan menikahi Nara.Keesokan pagi.Maya menerima sebuah paket yang dikirimkan ke rumah, lalu meletakkannya ke atas meja.Melihat salju lebat di luar, William dan Wilona sudah tidak sabar bermain salju. Mereka bergegas mengenakan jaket dan berlari ke luar.Maya sengaja membuka pintu agar bisa sambil mengawasi kedua anak yang bermain di luar.Seiring hawa dingin yang berembus masuk, suhu di dalam rumah pun turun.Anisa keluar dari kamar dengan mengenakan baju tidur. Sesaat merasakan hawa dingin, dia langsung masuk ke dalam kamar dan mengenakan jaket."Anisa, ada paket untukmu," Maya berteriak dari dapur."Aku tidak membeli apa-apa," Anisa bergumam sambil berjalan ke meja. "Apa ini?""Kayaknya jaket rajut," jawab Maya.Setelah membuka kotak tersebut, ternyata memang benar, isinya jaket rajut. Sesaat melihat jaket ini, Anisa langsung mengenalinya.Jaket ini adalah hadiah yang diberikan Anisa kepada Theo.Tidak disangka, Theo mengembalikan jaket ini ke
Anisa mengambil ponsel yang diberikan Wilona. Sesaat melihat Grey yang menelepon, Anisa langsung menjawab panggilannya."Anisa, selamat merayakan Festival Musim Semi!" Suara Grey terdengar bersemangat."Sama-sama, kamu juga," jawab Anisa."Hahaha! Kalian sudah makan? Awalnya aku mau menghubungimu agak malam, tapi aku baru saja mendapatkan kabar baik. Aku nggak sabar ingin memberitahumu." Grey terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Evan sudah bisa duduk. Kesadarannya juga mulai pulih.""Wah, baguslah!" jawab Anisa."Anisa, dia dan keluarganya sangat berterima kasih kepadamu. Katanya mereka ingin menemui secara langsung," kata Grey."Nggak perlu repot-repot. Aku akan menemuinya setelah perayaan festival berakhir. Sekarang Evan harus fokus istirahat, jangan melakukan apa-apa.""Mereka ingin membayarmu, aku tidak tahu harus menjawab apa. Makanya mereka mengajakmu bertemu," kata Grey.Anisa terdiam selama beberapa detik. "Aku membantu Profesor Carmen untuk menyelesaikan tugasnya. Kalau mereka
Hari ini sangat ramai."Di mana istananya?" Anisa bertanya kepada Grey.Di sini terlalu banyak orang, Anisa mengkhawatirkan keamanan kedua anaknya."Di belakang sana." Grey menunjuk ke sebuah arah.Salah satu pengunjung mendengar percakapan Grey dan Anisa. "Kalian mau ke istana? Hari ini tidak buka. Aku dengar lagi ada yang sewa.""Hah? Disewa?" Grey agak terkejut."Iya, pasti orang kaya. Ah, padahal ada hari-hari lain, kenapa harus disewa saat Festival Musim Semi? Menyebalkan! Di sini jadi ramai gara-gara istananya disewa." Salah seorang pengunjung mengomel.Grey berkata dengan canggung, "Bagaimana kalau kita lihat dulu? Siapa tahu penyewanya membiarkan kita masuk?"Grey tidak ingin mengecewakan kedua anak Anisa. Mereka sudah jauh-jauh ke sini.Anisa mengangguk sambil tersenyum. "Nggak apa-apa. Kita main di luar saja, pemandangan di sini juga cantik. Lihat, ada banyak tempat buat foto.""Anisa, maaf. Sebelum ke sini aku nggak mengecek dulu." Grey merasa bersalah."Bukan masalah besar,
Theo menunduk dan menatap wajah Wilona yang tampak kesakitan.Seketika Theo pun merasa gugup. Wilona tidak mungkin datang sendirian, 'kan?A-apakah Anisa juga berada di sini?Ketika memandang ke depan, Theo melihat William yang berlari ke arah Wilona dan bergegas memeluknya. Kemudian William mengusap wajah Wilona dan memeriksa apakah adiknya terluka."Kak, aku nggak apa-apa. Cuma hidungku agak sakit." Mata Wilona tampak memerah.William mengepalkan tangan, lalu mengangkat kepala dan menatap wajah Theo yang dingin.Aura permusuhan terpancar jelas di diri Theo dan William.Berbeda dengan Theo, Thea malah berteriak kegirangan saat melihat William dan Wilona."Kalian .... William! Wilona!" Thea menghampiri mereka.Melihat Thea yang mendekatinya, William langsung menarik tangan Wilona dan pergi.Wilona berlari sambil menoleh ke belakang, dia tidak rela meninggalkan istana ini. Namun begitu menatap wajah Theo, Wilona menjulurkan lidah dan mengejeknya.Theo mengabaikan Wilona, lalu menarik ta
Anisa mengangguk.Ketika membalikkan badan, Anisa melihat Theo dan Nara yang berada tidak jauh dari sana.Tiba-tiba sekujur tubuh Nara terasa lemas dan jatuh. Untungnya Theo gesit, dia langsung menahan tubuh Nara.Bulu mata Anisa terasa bergetar saat menyaksikan adegan tersebut. Seketika udara di sekitar terasa dingin dan waktu berhenti berputar."Nara, kamu kenapa?" Theo memeluk Nara sambil menatap wajahnya yang pucat.Melihat Theo yang tampak cemas, Nara tersenyum lembut dan menjawab, "Theo, maaf! Semalam aku terlalu senang sampai tidak tidur. Barusan kepalaku hanya agak pusing, aku tidak apa-apa."Theo menghela napas lega, untung Nara baik-baik saja. Nara masih harus mengobati Thea."Ayo, kita pulang." Theo menggendong Nara ke tempat parkir.Theo dan Nara sudah pergi, tetapi Anisa masih melamun di tempat.Setelah melaporkan kepada atasannya, petugas tersebut kembali menemui Anisa dan berkata, "Nona, atasanku setuju, tapi kamu diminta untuk meninggalkan nomor telepon. Takutnya nanti
"Cit!" Anisa mengerem secara mendadak di pinggir jalan.Kecelakaan? Tewas?Kepala Anisa terasa berdengung, lalu meneteskan air mata ...."Bu? Kenapa tiba-tiba berhenti?" Wilona berteriak."Bu, kenapa nangis?" William terlihat cemas."Bu, Ibu kenapa? Jangan nangis." Wilona juga ikut nangis saat melihat Anisa yang menangis.Anisa menarik napas panjang setelah mendengar suara kedua anaknya. Kemudian dia mengusap wajahnya yang berlinang air mata dan menjawab dengan sesegukan, "Ibu antar kalian ke rumah. Kalian tunggu di rumah, ya! Ibu ada urusan."Mobil kembali melaju di jalan raya. Wilona dan William terlihat sangat khawatir."Bu? Apa yang terjadi? Kenapa Ibu kelihatan sedih?" tanya Wilona.Anisa tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan anaknya."Temannya Ibu kecelakaan. Kalian jangan nakal di rumah, Ibu bakalan pulang malam. Kalau Paman Mike nggak di rumah, nanti Ibu akan meneleponnya," jawab Anisa."Oh. Ibu, jangan nangis. Teman Ibu pasti baik-baik saja." Wilona berusaha menghibur ibuny
Di bawah sorotan lampu jalan, Anisa menatap wajah ibunya yang berlumuran darah. Kemudian Anisa mengulurkan jari-jarinya yang gemetaran dan meletakkannya di bawah hidung Maya.Ketika angin berembus, tangisan Anisa pun pecah. "Ibu! Ibu jangan pergi, Ibu berjanji akan menemani aku. Ibu, aku antar ke rumah sakit, ya! jangan takut, aku akan menemani Ibu. Aku akan selalu menemani Ibu."....Setelah mengetahui Maya yang mengalami kecelakaan, Eden ragu-ragu untuk menghubungi Theo. Namun akhirnya dia mengeluarkan ponsel dan memberi tahu Theo."Pak, ibunya Anisa baru mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Anisa tidak bisa menerima kenyataan ini, dia membawa ibunya ke rumah sakit. Sekarang Mike menjaga anak-anaknya di rumah. Anisa pasti terpukul, tidak ada seorang pun yang menemaninya. Aku ....""Di rumah sakit mana?" Suara Theo terdengar gemetar. "Dia ada di rumah sakit mana?"Thea terkejut mendengar teriakan Theo serta raut wajahnya yang dingin.Nara tidak pernah melihat Theo bersikap se
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."