"Ini aku, Theo."Anisa membelalak, dia menelepon Maya?"Bu, begini .... Anisa rindu masakanmu, tapi kami tidak bisa ke sana karena kakiku susah jalan. Jadi aku berencana mencari restoran di luar, Ibu bisa datang untuk memasak?" Suara Theo terdengar lembut.Maya menjawab dengan antusias, "Baik, baik. Kirimkan alamatnya, aku langsung ke sana.""Maaf merepotkan." Theo mematikan ponselnya, lalu mengirimkan restoran kepada Maya.Anisa terkejut melihat tindakan Theo. Anisa cuma asal bicara, dia tidak menyangka Theo akan menanggapinya seserius ini."Theo, kamu sudah gila? Kamu menelepon ibuku? Sejak kapan kamu jadi kayak gini?" Anisa tampak berapi-api."Aku tidak pernah menganggap ucapanmu main-main," Theo menjawab dengan serius.Wajah Anisa tampak memerah, dia bahkan bisa mendengar denyut jantungnya sendiri."Terus kalau waktu kita berantem dan aku menyuruhmu melompat, kamu juga mau melompat?" Anisa meninggikan suaranya."Anisa, kenapa kamu selalu berpikir ingin bertengkar denganku?" tanya T
Di restoran.Maya menyajikan semua hidangan yang telah disiapkan."Anisa, ke sini bentar." Maya memanggil putrinya.Anisa bangkit berdiri dan menyusul Maya ke toilet."Anisa, kamu bertengkar sama Theo?" tanya Maya."Kok Ibu tahu?" Anisa mengerutkan alis."Ekspresi kalian berdua seperti suami istri yang mau bercerai. Waktu aku dan ayahmu pergi ke kantor catatan sipil, raut wajah kami juga seperti itu." Maya memberikan contoh.Anisa menjawab, "Bukan malah cerai, tapi masalah anak ....""Dia masih ngotot tidak mau punya anak? Alasannya?" tanya Maya."Mungkin karena depresi yang diidapnya. Aku hanya berusaha memberikan pengertian." Anisa menggelengkan kepala."Kasihan ...." Maya menghela napas. "Apa gunanya banyak uang kalau sakit-sakitan. Aku jadi bersyukur dengan kehidupan kita.""Ibu ngomong begini karena nggak tahu berapa banyak uang yang dimiliki." Anisa mendengus dingin, lalu menarik tangan Maya dan berkata, "Bu, terima kasih sudah capek-capek masak.""Sama sekali tidak capek. Seanda
Kondisi kaki Theo semakin membaik. Dia sudah bisa berjalan dengan menggunakan tongkat.Theo bangkit dari tempat tidur, lalu pergi ke ruang ganti dan memilih pakaian yang hendak dikenakan. Hampir semua pakaiannya berwarna gelap.Theo mengerutkan alis, dia merasa semua busananya terlalu suram. Theo tidak menemukan pakaian yang cocok dan menghubungi Eden."Eden, bawakan pakaian yang berwarna terang," Theo memerintahkan."Baik. Pakaian kasual atau formal?" tanya Eden."Kasual," jawab Theo."Baik, Pak. Akan segera kuantarkan. Oh iya, pihak desainer sudah menyelesaikan gambarnya. Aku akan mengirimkannya ke email Anda. Setelah Anda setuju, mereka akan mulai membuatnya.""Baik," jawab Theo.Setelah menutup telepon Eden, Theo beranjak ke ruang kerja dan membuka laptopnya.Theo sedang mempersiapkan hadiah untuk Anisa.Sesaat membuka email, sebuah gambar desain muncul di layar laptopnya. Desainer merancang sesuai permintaan Theo.Theo merasa Anisa adalah wanita yang polos dan bersih, makanya cinc
Anisa tidak membantah. Hubungannya dan Theo memang tidak romantis.Selama satu minggu kemarin, Theo dan Anisa hanya berdiam diri di rumah. Mereka tidak jalan-jalan atau melakukan aktivitas di luar.Theo bekerja dan membaca buku, sedangkan Anisa mengerjakan skripsi atau sesekali menemani Theo baca buku.Anisa tidak mengerti buku-buku yang dibaca Theo, Theo juga tidak memahami buku-buku yang dibaca Anisa. Mereka punya dunia masing-masing."Anisa, coba lihat. Kalungku cantik, nggak?" Tiba-tiba Sania menunjukkan kalung yang dikenakan."Bagus. Vanzoe yang kasih?" tanya Anisa."Iya, hadiah tahun baru. Ada namaku ...." Sania menunjuk liontinnya."Sania, kalung kayak gitu bisa dibeli di internet, paling cuma beberapa ratus ribu." Anisa terlihat serius. "Sania, pakai akal sehatmu, jangan mau tertipu."Sania tidak memedulikan nasehat Anisa. "Aku tidak peduli sama harganya. Aku senang selama Vanzoe yang kasih. Kalau dia tidak membuatku berbunga-bunga, aku akan mencampakkannya."Anisa tidak bergem
Anisa mengikat rambutnya ke belakang. Malam ini dia mengenakan rompi berwarna biru muda yang dipadukan dengan celana jeans panjang.Dia naik ke atas panggung sambil membawa sebuah gitar. Setelah duduk, Anisa mengatur tinggi mikrofon dan kunci nada gitar.Dengan diiringi lampu yang menyorot ke atas panggung, Anisa memainkan gitarnya sambil menyanyi. Suara Anisa terdengar sangat merdu.Anisa sengaja tidak mau menatap ke arah Theo, tetapi dia bisa merasakan tatapan tajam yang tertuju ke arahnya.Agar lebih menghayati, Anisa bernyanyi sambil memejamkan mata.Tiba-tiba lampu di atas panggung menyala dan kelopak bunga yang berwarna-warni turun memenuhi aula.Semua mahasiswa langsung bersorak. Anisa terkejut mendengar teriakan yang memenuhi ruangan, dia pun membuka matanya secara perlahan-lahan.Anisa tercengang melihat kelopak bunga yang berjatuhan. Pihak panitia tidak memberitahunya akan menebarkan kelopak bunga saat pertunjukan berlangsung.Meskipun gugup, Anisa tetap lanjut bernyanyi.Tib
Anisa pun tegang melihat Theo yang berdiri di sampingnya.Sebenarnya penampilan hari ini membuat Theo tampak lebih muda. Theo pasti kesal karena dikira orang tuanya Anisa."Aku ...." Theo membuka mulutnya."Aku nggak kenal cowok ini." Anisa merangkul lengan Theo dan berkata, "Di luar dingin. Ayo, masuk ke mobil."Di saat bersamaan, Sania juga menarik pergi pria yang menghalangi jalan Anisa.Anisa melirik Sania, tatapannya tampak sangat berterima kasih."Theo, kakimu masih belum sembuh. Jangan kebanyakan jalan," kata Anisa dengan khawatir."Sudah tidak sakit." Theo menatap bunga yang dipegang Anisa, cara bicaranya terdengar canggung. "Hadiahnya ada di dalam.""Hah?" Anisa menatap Theo sampai tertegun. "Kamu kasih aku hadiah? Ta-tapi aku nggak ada menyiapkan hadiah untuk kamu ...."Seketika suasana pun terasa canggung.Theo menyetel sandaran kursi sambil menjawab, "Aku tidak membutuhkan balasan."Suara Theo yang seksi sontak membuat jantung Anisa berdegup kencang. Anisa mengulurkan tanga
Sabai mengirimkan pesan.[ Suara istrimu sangat bagus. Sayang kalau tidak jadi artis. ]Anisa tidak sengaja membuka dan membaca pesan yang dikirimkan Sabai. Anisa kira ponselnya Theo dikunci, tetapi ternyata tidak.Selain mengirimkan pesan, Sabai juga mengirimkan sebuah video pendek.Video tersebut adalah rekaman penampilan Anisa di acara kampus. Tadi Sania juga mengirimkan rekaman tersebut kepada Anisa. Katanya penampilan Anisa sedang ramai dibicarakan.Anisa menutup pesan tersebut dan bergegas meletakkan ponsel ke tempat semula.Ketika meletakkan ponsel, jari Anisa tidak sengaja menekan folder galeri. Semua foto di dalam galeri pun terpampang di depan matanya.....Ketika Theo keluar dari kamar mandi, Anisa melambaikan tangan dan memanggilnya.Theo meletakkan handuk dan beranjak ke tempat tidur."Tiba-tiba aku jadi tertarik belajar masak. Bagaimana kalau mulai besok biar aku yang menyiapkan makanan untukmu?" tanya Anisa.Theo menatap Anisa dengan keheranan. "Kamu serius?""Em! Tapi a
Pada sore hari, Theo dan Anisa kembali ke rumah untuk beristirahat.Hari ini Anisa mengajak Theo untuk bergadang, mereka mau melihat kembang api.Theo sudah tidur, sedangkan Anisa masih membuka mata. Anisa memperhatikan wajah Theo, seandainya waktu bisa berhenti sejenak ....Theo bangun sekitar pukul 4, dia tidak menemukan Anisa di sampingnya. Theo bangkit dari tempat tidur, lalu turun untuk mencari Anisa."Kamu sudah bangun?" Anisa sedang menyiapkan makan malam. "Aku mau masak pasta. Kamu suka?"Theo merasa damai setiap melihat Anisa memasak di dapur."Malam ini biar aku yang masak," jawab Theo."Kamu bisa? Boleh, sih. Aku belum pernah mencicipi masakanmu." Anisa tersenyum lebar."Aku tidak pernah masak, tapi aku bisa lihat resep." Theo mengambil celemek dan mengenakannya. "Kamu istirahat saja.""Aku boleh lihat kamu masak?" Kedua mata Anisa tampak berbinar-binar.Theo tidak menolak. Dia mengambil sebuah bangku dan mempersilahkan Anisa duduk.Anisa duduk sambil mengamati Theo yang mem
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."