"Hah ... ini benar-benar menggelikan! Dia bilang punya vila di sini? Omong kosong besar!" Freya tertawa terbahak-bahak."Pantas saja bisa nipu banyak wanita cantik. Nggak tahu malu sekali berani ngomong besar seperti ini!" timpal Rafai sambil tertawa terpingkal-pingkal.Anita menggoyangkan gelang emas di tangannya, lalu menunjuk Afkar sambil bertanya, "Kalau begitu, kamu bilang saja vila mana yang punyamu?""Iya nih, bawa kami bertamu dong?" sahut Gordon dengan tatapan menghina.Afkar menyahut dengan nada dingin, "Memangnya kalian pantas?""Apa katamu? Dasar miskin. Kedokmu sudah terbongkar, tapi masih berani mengeyel? Kalau berani, coba bilang saja vila mana milikmu?" maki Freya."Iya, Pak. Vila mana milikmu? Aku kenal dengan semua pemilik vila di sini, tapi aku benar-benar nggak pernah melihatmu," ejek staf penjualan."Afkar, bilang sama sama mereka supaya mereka diam!" Karen tentu percaya pada Afkar. Mendengar penghinaan beberapa orang ini padanya, dia juga ikut merasa kesal.Afkar
"Aku nggak apa-apa, kok. Kamu ini ...." Afkar melambaikan tangannya, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja, lalu bertanya dengan sopan.Pria yang berseragam militer itu memberi hormat pada Afkar. "Aku wakil panglima Pak Daru. Pak Afkar bisa panggil aku Gian!""Ternyata Pak Gian, maaf sudah merepotkan!" ucap Afkar sambil tersenyum.Gian hanya berkata tidak apa-apa, lalu mengajak Afkar dengan ramah, "Ayo, aku bawa Pak Afkar untuk lihat-lihat vilanya."Setelah vila ini diberikan kepada Daru, segala hal terkait pengelolaannya diurus oleh Gian yang sudah sangat terbiasa menangani hal semacam ini. Dia menatap dingin ke arah para satpam yang tadi hampir menyerang Afkar, lalu mengisyaratkan kepada anak buahnya, "Biarkan saja. Mereka cuma orang-orang yang tahunya menilai penampilan orang."Setelah itu, Gian memimpin Afkar dan Karen masuk dan berjalan menuju vila nomor 001 blok A. Vila ini terletak di titik tertinggi dari seluruh kompleks perumahan, sehingga bisa memandang seluruh kawasan
"Oke, kalau begitu kita masuk untuk lihat-lihat, sekalian survei vila!" jawab Rafai dengan mata berbinar.Mereka semua mengikuti Afkar dari kejauhan dan menyaksikan dia benar-benar masuk ke vila mewah nomor 001 blok A. "Ini ... benar-benar vila di A-001! Pak Daru benar-benar memberikan vila ini pada Pak Afkar?" seru staf penjualan itu yang tampak terkejut.Mendengar hal ini, wajah Freya dan keluarganya tampak penuh dengan perasaan yang campur aduk antara tidak percaya, bingung, dan iri."Apa bocah miskin ini sudah kaya sekarang?" gumam Anita dengan nada tak percaya.Freya yang wajahnya semakin muram, menatap vila mewah itu cukup lama, kemudian memandang Rafai dengan penuh harap. "Sayang, aku juga mau vila! Aku juga mau vila di sini! Belikan untukku ...," pintanya dengan manja."Benar! Apa hebatnya dapat vila dari orang lain? Lebih hebat kalau bisa beli sendiri!!" Gordon menimpali dengan nada sombong, meski jelas merasa iri.Staf penjualan yang matanya berbinar, kini beralih fokus pada
Begitu ucapan Gordon ini dilontarkan, Freya dan ibunya juga mulai menatap Rafai dengan curiga. Wajah Rafai langsung tampak merasa bersalah.Alasan mengapa Rafai tadi "mengingatkan" Karen untuk tidak tertipu oleh Afkar adalah karena dia sendiri melakukan hal yang sama. Hari ini, membawa Freya dan orang tuanya untuk melihat vila hanya sebagai akal-akalan untuk memuaskan ego Freya dan keluarganya yang senang pamer. Rafai tahu bahwa Freya dan keluarganya sangat peduli pada penampilan, jadi dia berpura-pura seolah-olah mereka serius membeli vila.Jika tidak ada Afkar, mungkin semuanya bisa berjalan sesuai rencana. Setelah melihat-lihat vila, Rafai hanya akan mengatakan bahwa mereka perlu "membahasnya" di rumah dan akhirnya semua akan dilupakan begitu saja.Meskipun Rafai adalah anak orang kaya, kekayaan ayahnya ratusan miliar dan dia sendiri tidak memiliki banyak uang. Vila seharga puluhan miliar jelas berada di luar jangkauannya.Namun, setelah diprovokasi oleh keberadaan Afkar, Freya dan
Jika putrinya tidak bercerai dengan Afkar, apakah sekarang mereka sudah tinggal di vila mewah itu?....Afkar tidak tahu dengan apa yang terjadi antara Freya dan keluarganya. Jika mengetahui hal itu, mungkin dia hanya akan tertawa kecil dan tidak peduli. Melihat waktu sudah sore, Afkar pun meninggalkan Vila Emperor.Pertama-tama, dia mengantar Karen kembali ke rumah Keluarga Subroto, lalu menuju ke taman kanak-kanak untuk menjemput Shafa. Felicia sangat berdedikasi pada pekerjaannya dan tidak pernah pulang sebelum pukul enam, jadi Afkar memanfaatkan waktu itu untuk membawa Shafa kembali ke apartemen lama mereka. Dia mulai mengemas beberapa barang untuk dibawa ke rumah baru."Papa, kita mau pindah rumah ya?" tanya Shafa dengan suara lembutnya. Matanya yang bundar mengerjap sambil memandangi apartemen kecil mereka. Dia tampak sedikit enggan meninggalkan tempat itu. Meskipun sangat sederhana, bagi Shafa, ini adalah rumahnya."Benar, Papa akan bawa Shafa ke rumah yang lebih besar. Gimana?
Wanita terkadang memiliki indra penciuman yang sangat tajam, seolah-olah memiliki radar khusus. Felicia langsung bisa mencium bekas aroma parfum Karen yang sebelumnya duduk di kursi penumpang depan.Afkar merasa agak canggung dan hanya bisa menggumam. Namun, dia tetap jujur dan berkata, "Ada teman yang duduk di sini sebelumnya."Felicia mendengus. Entah mengapa, muncul perasaan tidak nyaman di hatinya. Namun, reaksi Afkar yang tenang ini malah membuatnya semakin jengkel. Felicia sendiri merasa heran kenapa dia harus merasa kesal? Apakah mungkin dia mulai merasakan sesuatu terhadap pria ini?Tidak mungkin .... Ini pasti karena dia menggunakan mobilku tanpa izin, itu saja! Lagi pula, mereka hanya pasangan suami istri secara hukum dan dia tidak berhak mencampuri urusan pribadi Afkar.Felicia melirik Shafa yang duduk di belakang sekilas. Dia tidak ingin menimbulkan keributan di hadapan anak kecil. Jadi, dia hanya mendengus dan berkata, "Ini mobilku. Apa hakmu membiarkan orang lain duduk di
Afkar sampai terpana melihat wajah Felicia sehingga wajahnya tampak mesum ...."Hei, sudah cukup belum lihatnya? Kalau sudah, cepat jalankan mobilnya." Felicia yang merasa malu ditatap oleh Afkar, langsung memelototinya."Hehehe ... Bibi cantik sekali! Papa itu buaya. Buaya ... hehehe ...," timpal Shafa yang duduk di belakang sambil bertepuk tangan.Afkar langsung tersadar dan merasa canggung. "Apanya yang buaya? Kamu belajar dari mana itu?""Kak Lyra! Katanya, Papa buaya!" jawab gadis kecil itu dengan polos.Afkar mengumpat dalam hati saat mengingat cicit Bayu yang jahil itu. Karena bersekolah di taman kanak-kanak yang sama dengan Shafa, Lyra malah memberi pengaruh buruk pada anaknya!....Dalam sekejap mata, beberapa hari telah berlalu. Selama rentang waktu itu, Afkar dan Shafa telah pindah ke Vila Emperor dan Afkar mempekerjakan seorang pengasuh untuk menjaga Shafa. Pada akhir pekan, Shafa tidak bersekolah dan Afkar ingin memastikan ada seseorang yang bisa merawatnya selama Afkar ti
"Pak Sutopo, ada apa sebenarnya? Syarat apa yang diajukannya? Aku juga bisa berikan syarat yang sama!" tanya Felicia sambil menggertakkan gigi.Sutopo menggelengkan kepala sambil tersenyum getir. "Bu Felicia, sebaiknya jangan persulit aku.""Bu Felicia, kamu nggak akan bisa ajuin syarat yang sama! Hehe!" ejek David, pengacara Noah."Syarat apa? Coba kamu bilang?" tanya Felicia dengan kesal.David menepuk bahu Sutopo dan berkata, "Anak Pak Sutopo menderita leukemia mielositik kronis dan sekarang sudah memasuki fase akut! Rumah sakit swasta nggak bisa melakukan apa-apa lagi! Tapi, Pak Noah bisa menyelamatkan nyawa anak itu! Menurutmu, siapa yang akan dituruti Pak Sutopo?"Sutopo menghela napas panjang, lalu berkata pada Felicia sambil tersenyum, "Maafkan aku, Bu Felicia! Saat anakku keracunan waktu itu, meskipun dia berhasil diselamatkan, penyakitnya tiba-tiba memburuk dan masuk ke fase akut dengan mendadak.""Aku nggak bisa membiarkan anakku mati. David menghubungkanku dengan seorang ah
"Aku nggak percaya ini! Ah! Ah!" Scorpion berteriak dengan tidak puas, lalu menggunakan belati di tangannya untuk menusuk bagian perut dan area lemah lainnya secara gila-gilaan.Bahkan sampai akhirnya, belati di tangannya sudah melengkung dan tumpul, tetapi tetap tidak berhasil membuat Afkar berdarah."Membunuhku saja nggak bisa, masih mau jadi penjahat?" tanya Afkar dengan nada mengejek.Saat ini, Scorpion benar-benar tercengang! Wira dan Denny juga menunjukkan ekspresi seperti melihat hantu! Bahkan, Wulan menatap Afkar seperti sedang melihat makhluk aneh!Rasa khawatir dan bersalah yang sebelumnya terlihat di wajahnya perlahan menghilang. Wulan merasa lega di dalam hati."Bocah, sebenarnya siapa kamu ini?" Denny menggerakkan wajahnya yang agak kaku, bertanya dengan penuh keraguan."Aku akan bilang sekali lagi, lepaskan Wulan, maka aku akan mengampuni kalian. Kalau nggak, hari akan menjadi hari kematian kalian!" seru Afkar dengan suara dingin dan menakutkan.Mendengar ini, Denny mence
"Haha ... memuaskan sekali!" Saat ini, Wira tertawa puas.Denny yang masih memegang Wulan pun tersenyum dingin dan berkata, "Lebih baik kamu nggak bergerak atau aku akan langsung bunuh gadis ini!"Afkar menarik napas panjang dengan tatapan dingin. Sejujurnya, tamparan yang diberikan oleh Scorpion tadi sama sekali tidak terasa sakit.Scorpion hanya ahli tingkat eksplisit tahap akhir, mana mungkin bisa membuat Afkar kesakitan! Namun, masalahnya bukan tentang rasa sakit, melainkan penghinaan!Namun, karena Wulan sedang berada di tangan Keluarga Widjaja, bahkan dengan pistol yang diarahkan ke kepalanya, Afkar tidak berani bergerak sembarangan saat ini.Meskipun merasa kesal karena ditampar, itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keselamatan Wulan!Plak! Plak! Tidak lama kemudian, Scorpion melayangkan dua tamparan keras lagi ke wajah Afkar dengan ekspresi penuh kebencian dan kepuasan.Tadi dia dipukul sampai terlempar oleh Afkar hingga memuntahkan darah, kini dia merasa puas kare
Wajah Scorpion menampilkan senyuman bengis.Klang! Saat berikutnya, Afkar menggerakkan tangannya dengan ringan, membuat pisau yang berada di tangan Scorpion terlempar dan terjatuh!Telapak tangan Scorpion yang menggenggam pisau langsung robek dan berdarah. Dia merasakan kekuatan yang mengerikan mengalir melalui tangannya, membuatnya mati rasa seketika!Wajah Scorpion sontak berubah drastis, menampilkan ekspresi penuh ketakutan. Dalam situasi itu, tidak ada waktu baginya untuk mundur. Segera, dia mengerahkan Teknik Jubah Besi.Bam! Suara dentuman terdengar, lalu tubuh Scorpion terlempar akibat tendangan Afkar. Setelah jatuh ke tanah, dia memuntahkan darah dan berdiri dengan goyah!Afkar mengangkat alis, matanya memancarkan keterkejutan. Meskipun tendangan tadi dilakukan dengan santai, kekuatannya cukup besar. Seharusnya, lawannya setidaknya mengalami luka parah atau bahkan kehilangan nyawa. Namun, orang ini masih mampu berdiri?Sepertinya, pria ini adalah seorang petarung yang berfokus
Tentu saja, Arwan tidak akan memberi tahu Denny terlalu banyak, apalagi mengatakan dia datang untuk meminta maaf kepada seseorang. Hal itu hanya akan merendahkan martabatnya. Dia hanya memberi tahu Denny, dia datang untuk memberikan hadiah kepada seseorang!"Oh? Mau kasih orang hadiah ya? Laki-laki atau perempuan, Pak?" tanya Denny yang cukup terkejut."Laki-laki, kenapa? Apa aku perlu melaporkan siapa orangnya kepadamu?" balas Arwan dengan nada tidak ramah."Bukan, bukan begitu! Hehe!" Denny terkekeh-kekeh dengan canggung. Setelah mengakhiri panggilan, ekspresi terkejut tebersit di wajahnya, lalu berubah menjadi bersemangat."Ayah, ada apa?" Wira yang melihat ekspresi ayahnya yang berubah-ubah lantas bertanya dengan bingung.Denny tersenyum dan menyahut, "Kamu tahu nggak, ternyata Pak Arwan datang untuk memberi hadiah kepada seseorang!""Kamu percaya itu? Dengan status Pak Arwan, dia sampai repot-repot datang ke sini hanya untuk memberi seseorang hadiah. Orang itu ... pasti tokoh yang
Orang ini merupakan seorang ahli tingkat eksplisit tahap akhir. Setelah diselamatkan oleh Denny, dia mengabdikan diri untuknya, khususnya membantu mereka melakukan pekerjaan kotor.Seperti menculik orang, bagi Scorpion, ini sudah seperti pekerjaan rutin yang mudah dilakukan!"Wira, seleramu memang bagus. Hahaha ...." Denny tertawa sinis."Tentu saja! Gimana, Ayah? Kalau kita kasih gadis ini kepada Pak Arwan, dia pasti puas, 'kan?" Wira menyeringai."Puas! Pasti puas! Mana ada pria yang bisa menolak wanita secantik ini! Luar biasa ...," sahut Denny sambil tersenyum lebar.Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Arwan. Karena akan datang ke Kota Nubes, Arwan sebelumnya telah menghubungi Denny dan meminta bantuannya untuk mengatur tempat tinggal.Makanya, Denny merasa inilah kesempatan emasnya untuk mendekati tokoh inti Keluarga Sanjaya. Dengan segala cara, dia akan berusaha menyenangkan Arwan agar dapat meraih dukungan darinya."Pak Arwan, sudah sampai mana? Aku sudah meny
Wira terdiam sejenak, lalu bertanya dengan ragu, "Afkar?""Ya, ini aku! Bukankah kamu bilang mau beli lagi kalau aku punya lebih banyak Pil Rejuvenasi?" tanya Afkar.Mendengar ini, Wira ragu sejenak, lalu menjawab dengan asal, "Malam ini aku sibuk! Nggak sempat, lain kali saja. Nanti aku beli dengan harga tinggi!"Setelah berkata demikian, dia langsung memutuskan panggilan.Denny yang duduk di sebelah langsung bertanya, "Nak, siapa itu?"Mata Wira menyiratkan kecurigaan saat dia menjawab, "Teman lama Wulan. Waktu itu ...." Dia pun menceritakan kejadian sebelumnya kepada ayahnya.Setelah selesai bercerita, Wira mendengus dingin. "Aneh sekali! Kenapa nggak menghubungiku dari tadi atau besok? Kenapa malah sekarang? Kebetulan sekali, 'kan? Aku nggak peduli padanya deh!"Denny mengangguk. "Teman lama Wulan? Huh!"Dia menunjukkan tatapan puas kepada anaknya, "Kamu melakukan hal yang benar! Memang patut dicurigai. Lebih baik berhati-hati dan tunggu sampai besok saja."Di sisi lain, Afkar mena
"Afkar, aku ibu Wulan! Kamu masih ingat, 'kan?"Afkar tertegun sejenak, lalu buru-buru membalas, "Bibi? Ingat! Tentu saja aku masih ingat! Ada apa, Bibi?"Meskipun Sumi sebelumnya sempat terlihat agak materialistis, Afkar tetap berbicara dengan sopan karena dia adalah ibu Wulan.Sumi ragu sejenak, lalu bertanya dengan nada hati-hati, "Afkar, apa Wulan sedang bersamamu?""Hah?" Afkar keheranan untuk sesaat, lalu menyahut dengan gugup, "Nggak ada, Bibi! Hari ini aku sama sekali nggak bertemu Wulan.""Ke mana Wulan pergi ya? Biasanya jam segini dia sudah pulang. Dia nggak pernah pulang terlalu malam. Tadi aku pikir dia sama kamu! Teleponnya nggak bisa dihubungi lagi. Apa mungkin terjadi sesuatu padanya?"Nada bicara Sumi menjadi semakin khawatir."Nggak bisa dihubungi ya?" Afkar mengernyit, hatinya juga mulai merasa cemas."Ya! Kamu tahu sendiri kondisi kesehatanku sebelumnya kurang baik, jadi semua pekerjaan rumah dikerjakan Wulan. Setelah pulang kerja, dia selalu langsung pulang. Kalaup
"Pak Arwan? Pak Arwan yang mana?" Wira termangu sejenak, lalu segera menyadari sesuatu, "Jangan-jangan yang dari Keluarga Sanjaya itu?"Keluarga Sanjaya adalah salah satu dari empat keluarga besar di ibu kota provinsi. Di Provinsi Jimbo, mereka memiliki pengaruh yang besar.Sementara itu, keluarga mereka, Keluarga Widjaja, hanya keluarga kelas dua di Kota Nubes. Mereka berada di bawah perlindungan Keluarga Sanjaya selama ini.Tentu saja, bagi Keluarga Sanjaya, Keluarga Widjaja tak ada bedanya dengan bawahan kecil mereka. Selama ini, segala urusan bisnis yang mereka jalani hanya melibatkan orang-orang di sekitar Keluarga Sanjaya."Benar, Pak Arwan dari Keluarga Sanjaya di ibu kota provinsi! Dia putra sulung Keluarga Sanjaya! Biasanya kita nggak punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan anggota inti keluarga mereka. Kali ini adalah kesempatan besar!""Kalau kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan membangun hubungan dengan Pak Arwan, masa depan kita akan semakin terjamin!" ujar Den
Mengenai kedua anggota Keluarga Samoa yang terluka, Afkar tidak terlalu khawatir. Tentu saja, bukan karena dia benar-benar merasa dirinya bisa menggertak mereka, tetapi karena memiliki kepercayaan diri lain di dalam hatinya.Seperti kata pepatah, dunia dipenuhi oleh orang-orang yang mencari keuntungan. Seperti para agen besar farmasi yang sebelumnya bekerja sama dengan Fajar, hanya karena Afkar meluncurkan obat baru dan mereka melihat potensi dari Afkar, mereka akhirnya bekerja sama dengannya.Kali ini juga sama! Selama dia bisa memberikan keuntungan yang cukup besar bagi Keluarga Samoa, mereka tentu tidak akan mempermasalahkan insiden hari ini, bahkan mungkin mereka akan duduk bersama dan berbicara dengannya dengan baik-baik.....Di King's Brew."Pak Wira!""Pak Wira sudah datang!"Para karyawan di departemen penjualan langsung menyapa Wira dengan nada menyanjung saat melihatnya datang.Wira mengangguk dengan gaya yang sangat berwibawa, lalu menatap Wulan. "Wulan, gimana pekerjaan se