Aruna mencoba menarik tangannya kembali, tetapi tidak berhasil. Afkar menggenggamnya begitu erat sampai-sampai dia sama sekali tidak bisa melepaskan diri.Pada saat yang sama, tiba-tiba Aruna merasakan aliran panas aneh yang mengalir dari tangan Afkar ke dalam tubuhnya, lalu menyebar ke seluruh tubuhnya.Aruna tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia hanya mengira ini adalah reaksi alami karena seorang pria sedang menyentuhnya. Wajahnya yang cantik langsung memerah.Aliran panas itu berputar-putar di dalam tubuhnya dan menciptakan sensasi yang aneh. Itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tetapi rasanya begitu nyaman.Bagaimana bisa Aruna malah merasa nyaman? Dia langsung memaki dirinya sendiri dalam hati, lalu menatap Afkar dengan marah. "Dasar mesum! Sebenarnya kamu sedang apa? Padahal aku mengira kamu pria yang baik!"Afkar menunjukkan ekspresi kehabisan kata-kata, lalu mengerucutkan bibir ketika menjelaskan, "Kamu keracunan. Aku lagi menetralkannya. Satu hal lagi, aku nggak pern
Raijin mengeluarkan sebuah botol kaca kecil dari sakunya. Dia menatap bubuk putih di dalamnya dengan ekspresi frustrasi dan kesal."Pak, jangan-jangan kamu kena tipu? Bisa jadi ini barang palsu!" ucap Oloan yang menatap botol itu dengan ragu.Ekspresi Raijin makin tak menentu. Setelah melihat Afkar dan Aruna yang masih baik-baik saja, dia pun menuangkan sedikit bubuk putih itu ke tangannya. Beberapa saat kemudian, Raijin ragu-ragu tetapi akhirnya menjulurkan lidah dan menjilat bubuk itu sedikit."Pak, hati-hati! Nanti, kamu malah keracunan!" seru Oloan dengan khawatir."Sial! Racun apanya!" Raijin mengernyit dan berdecak, lalu ekspresinya langsung berubah marah.Kemudian, Raijin memaki, "Kenapa ini rasanya manis? Berengsek! Aku ditipu! Aku beli ini di web gelap dan ternyata palsu. Sialan! Jangan-jangan ini cuma susu bubuk? Mana mungkin ini bisa membunuh orang?"Berhubung tidak percaya, Raijin menjilat bubuk itu lagi beberapa kali lalu menuangkan sedikit ke tangan Oloan. Dia berucap, "
"Aaaarrggh!""Ada orang sekarat!""Cepat! Ada orang yang sekarat di sini!"Teriakan panik terdengar dari luar restoran diikuti dengan kegaduhan. Suara orang-orang yang heboh berdiskusi dan berteriak bersahutan.Mendengar keributan itu, tatapan Afkar langsung berubah tajam. Dia seketika menyadari sesuatu dan segera menarik tangan Shafa untuk cepat keluar dari restoran. Aruna dan Lyra juga mengikuti dari belakang. Wajah mereka penuh kebingungan dan rasa penasaran.Begitu sampai di lokasi kejadian, Afkar melihat Oloan dan Raijin yang tergeletak di jalan. Tubuh mereka kejang hebat. Darah juga mengalir dari mata, hidung, mulut, dan telinga mereka.Afkar tertegun sejenak, lalu tak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak. Sekali lihat saja, dia sudah tahu bahwa dua orang ini terkena racun. Jadi ... mereka meracuni diri mereka sendiri?Barusan mereka mencoba membunuhnya. Sekarang, mereka malah mencicipi racun itu sendiri karena heran kenapa Afkar baik-baik saja? Sungguh dua orang bodoh."
Saat berikutnya, Afkar menampar masing-masing dari mereka sekali lalu menyeringai dingin dengan tatapan penuh hina."Kali ini, aku akan mengampuni nyawa kalian. Tapi lain kali, kalian nggak akan seberuntung ini lagi! Sana pergi!" seru Afkar.Membunuh mereka di depan banyak orang seperti ini memang kurang bijak. Selain itu, entah kenapa Afkar sendiri merasa tidak benar-benar ingin menghabisi dua orang bodoh ini.Mendengar kata-kata itu, Raijin dan Oloan tertegun. Mereka menatap Afkar dengan ekspresi tak percaya, seakan-akan tak menyangka bahwa dia benar-benar membiarkan mereka hidup.Namun saat berikutnya, Raijin yang masih tergeletak di jalan tiba-tiba meraih ujung celana Afkar dan bertanya dengan suara gemetar, "Kenapa? Kenapa kamu baik-baik saja? Aku jelas-jelas sudah meracunimu! Racun itu ... aku dan Oloan baru sedikit saja mencicipinya. Kami bahkan hampir mati! Tapi ka ... kamu baik-baik saja?"Afkar mengerucutkan bibir, lalu menendang Raijin hingga berguling ke samping. Dia memaki
Setelah berpamitan dengan Aruna dan Lyra, Afkar dan putrinya pun meninggalkan taman hiburan lebih dulu. Setelah kembali ke rumah, Afkar beres-beres sejenak. Dia mengenakan setelan kasual yang sebelumnya dibelikan oleh Felicia, lalu mendandani Shafa seperti seorang putri kecil.Tak lama kemudian, Fadly datang bersama beberapa bawahannya. Mereka bantu memindahkan kotak-kotak berisi uang tunai, emas, perhiasan, serta barang antik ke dalam mobil. Setelah semua siap, mereka pun berangkat menuju kompleks perumahan tempat tinggal mertuanya.Kompleks perumahan itu bernama Kompleks Goldera. Itu adalah salah satu kawasan perumahan elite di Kota Nubes, tempat Harun dan Gauri menetap.Malam ini, mereka sudah tahu bahwa putri dan menantu mereka akan datang berkunjung. Oleh karena itu, mereka telah bersiap sejak awal dan terus memperhatikan keadaan di luar rumah.Saat itu, Gauri sedang menyiapkan bahan masakan di dapur. Dia bertanya kepada Harun, "Sayang, aku dengar ada suara di lorong luar. Apakah
Namun pada saat itu, Gauri berujar dengan antusias, "Tapi mereka akan pulang untuk makan malam malam ini. Taksa, gimana kalau kalian juga makan di sini?"Begitu mendengar itu, Vincent kembali bersemangat. Bahkan sebelum orang tuanya sempat berbicara, dia sudah buru-buru mengangguk dan menjawab dengan penuh antusias, "Tentu saja, Bibi Gauri! Kita sudah bertetangga selama bertahun-tahun, jadi nggak perlu sungkan lagi!"Melihat reaksi putranya, Taksa dan Rabita saling bertukar pandang lalu mengangguk setuju. Sebagai orang tua, mereka tentu saja mengerti apa yang ada di dalam hati putra mereka.Di sisi lain, Harun melirik Vincent dengan penuh arti. Dia bertanya sambil tersenyum, "Vincent, kamu sudah tumbuh begitu ganteng. Masa nggak bawa pulang istri bule dari luar negeri?"Mendengar itu, Vincent buru-buru melambaikan tangan. Dia menjawab, "Nggak ada, Paman Harun. Dulu aku masih terlalu muda dan nggak berani mengatakannya, tapi sekarang kami sudah dewasa, jadi aku juga nggak malu lagi untu
"Papa, Shafa sakit sekali! Rasanya sudah mau mati .... Shafa sudah nggak bisa sembuh lagi ya? Shafa nggak mau sesakit ini lagi, nggak mau Papa habisin uang demi Shafa lagi.""Papa bawa Shafa pulang saja ya? Shafa ingin pulang .... Shafa rindu rumah ...."Di dalam ruangan ICU, terbaring seorang anak kecil. Wajah yang awalnya imut itu kini tampak pucat pasi. Hidung dan mulutnya terus meneteskan darah, dengan bercak-bercak yang memenuhi seluruh tubuhnya!Dengan sisa kekuatannya, tangan kecil anak itu meraih tangan Afkar Rajendra. Sepasang matanya yang bundar sarat akan kerinduan yang mendalam terhadap ayahnya.Afkar menatap anak itu dengan mata yang memerah. Hatinya terasa begitu sakit bagaikan ditusuk ribuan jarum. Rasa sakit itu bahkan puluhan ribu kali lipat melebih rasa sakit pada bekas luka di bagian ginjal kirinya."Shafa anak baik, Papa pasti akan cari cara untuk nyembuhin kamu. Setelah kamu sembuh nanti, Papa akan bawa Shafa pulang dan masakkin ayam goreng untuk Shafa ya?" ucap Af
"Apa? Orangnya sudah siuman? Dia baik-baik saja?" Di rumah sakit kota, sopir Felicia Safira berseru dengan takjub."Pasien nggak terluka parah. Dilihat dari kondisinya sekarang, mungkin cuma luka luar," jawab dokter berjubah putih."Mana mungkin? Setelah tertabrak, jelas-jelas lukanya kelihatan parah sekali. Darahnya juga banyak sekali," balas sopir itu dengan ekspresi tidak percaya."Kamu sendiri juga sudah bilang cuma kelihatannya, 'kan?" balas dokter.Tebersit kecurigaan di mata Felicia yang indah. Setelah memastikan bahwa dokter itu tidak sedang bercanda, dia baru berkata dengan tenang, "Kalau begitu coba kulihat kondisinya."Saat membuka pintu ruang pasien, Felicia melihat seorang pria yang duduk termenung di atas ranjang. Bahkan Afkar sendiri juga tidak percaya bahwa dia tidak meninggal. Selain itu, sepertinya kondisi tubuhnya terasa agak aneh!Dalam benaknya, tiba-tiba muncul serangkaian informasi yang berantakan. Mantra Roh Naga? Kitab Kaisar Naga? Jurus Mata Naga? Apa sebenarn
Namun pada saat itu, Gauri berujar dengan antusias, "Tapi mereka akan pulang untuk makan malam malam ini. Taksa, gimana kalau kalian juga makan di sini?"Begitu mendengar itu, Vincent kembali bersemangat. Bahkan sebelum orang tuanya sempat berbicara, dia sudah buru-buru mengangguk dan menjawab dengan penuh antusias, "Tentu saja, Bibi Gauri! Kita sudah bertetangga selama bertahun-tahun, jadi nggak perlu sungkan lagi!"Melihat reaksi putranya, Taksa dan Rabita saling bertukar pandang lalu mengangguk setuju. Sebagai orang tua, mereka tentu saja mengerti apa yang ada di dalam hati putra mereka.Di sisi lain, Harun melirik Vincent dengan penuh arti. Dia bertanya sambil tersenyum, "Vincent, kamu sudah tumbuh begitu ganteng. Masa nggak bawa pulang istri bule dari luar negeri?"Mendengar itu, Vincent buru-buru melambaikan tangan. Dia menjawab, "Nggak ada, Paman Harun. Dulu aku masih terlalu muda dan nggak berani mengatakannya, tapi sekarang kami sudah dewasa, jadi aku juga nggak malu lagi untu
Setelah berpamitan dengan Aruna dan Lyra, Afkar dan putrinya pun meninggalkan taman hiburan lebih dulu. Setelah kembali ke rumah, Afkar beres-beres sejenak. Dia mengenakan setelan kasual yang sebelumnya dibelikan oleh Felicia, lalu mendandani Shafa seperti seorang putri kecil.Tak lama kemudian, Fadly datang bersama beberapa bawahannya. Mereka bantu memindahkan kotak-kotak berisi uang tunai, emas, perhiasan, serta barang antik ke dalam mobil. Setelah semua siap, mereka pun berangkat menuju kompleks perumahan tempat tinggal mertuanya.Kompleks perumahan itu bernama Kompleks Goldera. Itu adalah salah satu kawasan perumahan elite di Kota Nubes, tempat Harun dan Gauri menetap.Malam ini, mereka sudah tahu bahwa putri dan menantu mereka akan datang berkunjung. Oleh karena itu, mereka telah bersiap sejak awal dan terus memperhatikan keadaan di luar rumah.Saat itu, Gauri sedang menyiapkan bahan masakan di dapur. Dia bertanya kepada Harun, "Sayang, aku dengar ada suara di lorong luar. Apakah
Saat berikutnya, Afkar menampar masing-masing dari mereka sekali lalu menyeringai dingin dengan tatapan penuh hina."Kali ini, aku akan mengampuni nyawa kalian. Tapi lain kali, kalian nggak akan seberuntung ini lagi! Sana pergi!" seru Afkar.Membunuh mereka di depan banyak orang seperti ini memang kurang bijak. Selain itu, entah kenapa Afkar sendiri merasa tidak benar-benar ingin menghabisi dua orang bodoh ini.Mendengar kata-kata itu, Raijin dan Oloan tertegun. Mereka menatap Afkar dengan ekspresi tak percaya, seakan-akan tak menyangka bahwa dia benar-benar membiarkan mereka hidup.Namun saat berikutnya, Raijin yang masih tergeletak di jalan tiba-tiba meraih ujung celana Afkar dan bertanya dengan suara gemetar, "Kenapa? Kenapa kamu baik-baik saja? Aku jelas-jelas sudah meracunimu! Racun itu ... aku dan Oloan baru sedikit saja mencicipinya. Kami bahkan hampir mati! Tapi ka ... kamu baik-baik saja?"Afkar mengerucutkan bibir, lalu menendang Raijin hingga berguling ke samping. Dia memaki
"Aaaarrggh!""Ada orang sekarat!""Cepat! Ada orang yang sekarat di sini!"Teriakan panik terdengar dari luar restoran diikuti dengan kegaduhan. Suara orang-orang yang heboh berdiskusi dan berteriak bersahutan.Mendengar keributan itu, tatapan Afkar langsung berubah tajam. Dia seketika menyadari sesuatu dan segera menarik tangan Shafa untuk cepat keluar dari restoran. Aruna dan Lyra juga mengikuti dari belakang. Wajah mereka penuh kebingungan dan rasa penasaran.Begitu sampai di lokasi kejadian, Afkar melihat Oloan dan Raijin yang tergeletak di jalan. Tubuh mereka kejang hebat. Darah juga mengalir dari mata, hidung, mulut, dan telinga mereka.Afkar tertegun sejenak, lalu tak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak. Sekali lihat saja, dia sudah tahu bahwa dua orang ini terkena racun. Jadi ... mereka meracuni diri mereka sendiri?Barusan mereka mencoba membunuhnya. Sekarang, mereka malah mencicipi racun itu sendiri karena heran kenapa Afkar baik-baik saja? Sungguh dua orang bodoh."
Raijin mengeluarkan sebuah botol kaca kecil dari sakunya. Dia menatap bubuk putih di dalamnya dengan ekspresi frustrasi dan kesal."Pak, jangan-jangan kamu kena tipu? Bisa jadi ini barang palsu!" ucap Oloan yang menatap botol itu dengan ragu.Ekspresi Raijin makin tak menentu. Setelah melihat Afkar dan Aruna yang masih baik-baik saja, dia pun menuangkan sedikit bubuk putih itu ke tangannya. Beberapa saat kemudian, Raijin ragu-ragu tetapi akhirnya menjulurkan lidah dan menjilat bubuk itu sedikit."Pak, hati-hati! Nanti, kamu malah keracunan!" seru Oloan dengan khawatir."Sial! Racun apanya!" Raijin mengernyit dan berdecak, lalu ekspresinya langsung berubah marah.Kemudian, Raijin memaki, "Kenapa ini rasanya manis? Berengsek! Aku ditipu! Aku beli ini di web gelap dan ternyata palsu. Sialan! Jangan-jangan ini cuma susu bubuk? Mana mungkin ini bisa membunuh orang?"Berhubung tidak percaya, Raijin menjilat bubuk itu lagi beberapa kali lalu menuangkan sedikit ke tangan Oloan. Dia berucap, "
Aruna mencoba menarik tangannya kembali, tetapi tidak berhasil. Afkar menggenggamnya begitu erat sampai-sampai dia sama sekali tidak bisa melepaskan diri.Pada saat yang sama, tiba-tiba Aruna merasakan aliran panas aneh yang mengalir dari tangan Afkar ke dalam tubuhnya, lalu menyebar ke seluruh tubuhnya.Aruna tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia hanya mengira ini adalah reaksi alami karena seorang pria sedang menyentuhnya. Wajahnya yang cantik langsung memerah.Aliran panas itu berputar-putar di dalam tubuhnya dan menciptakan sensasi yang aneh. Itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tetapi rasanya begitu nyaman.Bagaimana bisa Aruna malah merasa nyaman? Dia langsung memaki dirinya sendiri dalam hati, lalu menatap Afkar dengan marah. "Dasar mesum! Sebenarnya kamu sedang apa? Padahal aku mengira kamu pria yang baik!"Afkar menunjukkan ekspresi kehabisan kata-kata, lalu mengerucutkan bibir ketika menjelaskan, "Kamu keracunan. Aku lagi menetralkannya. Satu hal lagi, aku nggak pern
Bubuk putih itu langsung larut saat bercampur dengan air. Sup pangsit seafood itu terlihat sama sekali tidak berubah. Raijin menyeringai dingin, lalu segera berbaur kembali ke dalam kerumunan dan pergi dari sana.Sekitar satu menit kemudian, Afkar dan Aruna kembali ke meja sambil membawa beberapa piring makanan tambahan. Di sisi lain, Shafa dan Lyra juga membawa masing-masing dua mangkuk nasi di tangan mereka.Akhirnya, keempat orang itu duduk dan bersiap untuk makan. Mungkin karena lebih praktis, Aruna langsung duduk di kursi tempat kunci mobil Bentley diletakkan sebelumnya.Afkar tidak mempermasalahkannya. Dia hanya mengambil kembali kunci mobilnya dan duduk di kursi di hadapan Aruna. Lagian, semua makanan masih baru dan belum disentuh siapa pun. Jadi, duduk di mana saja tidak ada bedanya.Beberapa saat kemudian sebelum mulai makan, Aruna mengangkat mangkuk sup pangsit seafood dan menyeruputnya beberapa kali.Dari kejauhan, Raijin yang masih mengawasi mereka tiba-tiba mengubah ekspre
Melihat Afkar mengambil kembali kelereng itu dari tangannya, ekspresi Aruna langsung membeku. Sesaat kemudian, wajahnya berubah dingin lalu dia mendengus pelan. Entah kenapa, tiba-tiba saja dia merasa agak kesal.Saat itu, Shafa menatap Afkar dengan penuh harapan dan bertanya dengan manja, "Ayah, siang ini kita jadi main bareng Kak Lyra dan Bibi Aruna, 'kan?"Afkar melirik Aruna yang masih berekspresi dingin, lalu berdeham sebelum berucap dengan canggung, "Nona Aruna, kebetulan kita bertemu di sini. Gimana kalau kita makan bersama dulu? Lagian, anak-anak bisa main bareng nanti siang.""Bibi ...." Lyra yang berdiri di samping, menarik tangan Aruna sambil menatapnya dengan penuh harapan. Gadis kecil itu memang terkadang sedikit manja, tetapi hatinya sangat polos.Baru saja, Lyra bermain sebentar dengan Shafa dan kini dia sudah melupakan kejadian tidak menyenangkan sebelumnya. Sekarang, dia hanya ingin punya teman bermain lagi.Melihat dua anak kecil dengan wajah penuh harap, Aruna menata
"Bisa dikatakan, berlian langka ini sudah punya spiritualitasnya sendiri!" tambah Afkar. Dia berdiri di sana dengan ekspresi serius saat mengucapkan kata-kata ini.Padahal, Afkar sebenarnya hanya menyuntikkan sedikit energi murninya ke dalam kelereng. Bagi dia yang sudah melampaui tingkat master, hal seperti ini adalah sesuatu yang sangat mudah dilakukan.Begitu Afkar selesai berbicara, kelereng itu tiba-tiba melayang dan terbang ke arah Aruna. Melihat kejadian ini, para wanita yang ada di lokasi langsung menjerit kecil, bahkan ada yang berteriak kaget."Wah! Kelerengnya benar-benar punya spiritualitas!""Indah sekali!""Sungguh romantis!""Berlian ini pasti setidaknya bernilai ratusan miliaran, 'kan?""Mungkin jauh lebih mahal dari itu!"Aruna sendiri terpesona. Matanya yang indah dipenuhi dengan keterkejutan ketika refleks mengulurkan tangan untuk menangkap kelereng tersebut.Pada titik ini, bahkan Aruna mulai percaya bahwa benda yang terlihat seperti kelereng ini benar-benar berlian