"Oke. Aku juga ingin tahu apa yang ingin kamu bicarakan," sahut Afkar.Freya memandang Afkar dengan tatapan agak rumit. Kemudian, dia berjalan di depan.Afkar mendengus, lalu membawa Shafa dengannya. Dia ingin tahu apa yang ingin dilakukan wanita ini.Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sekitar TK Asri, di sebuah kompleks perumahan tua berlantai enam.Entah Freya sengaja menjauh agar tidak menjadi bahan gosip atau karena ada alasan lain."Mau bilang apa? Langsung saja ke intinya," ucap Afkar dengan ekspresi datar. Dia menggenggam tangan Shafa dan berdiri bersama Freya di depan gedung."Afkar, tolong beri aku satu kesempatan lagi ya? Beberapa hari lalu, aku baru sadar aku nggak bisa hidup tanpamu dan Shafa. Aku selalu memikirkan kalian di siang hari dan memimpikan kalian di malam hari."Freya terisak-isak. Matanya berkaca-kaca. Kemudian, dia berjongkok dan hendak meraih tangan Shafa. "Shafa, apa kamu rindu Mama?"Afkar langsung menarik Shafa ke belakangnya dan menegur dengan dingin,
Afkar tampak muram menatap Shafa yang berlari mendekati Freya. Dia ragu sejenak, tetapi akhirnya tidak menghalanginya. Saat ini, mencegah Shafa agar tidak berinteraksi dengan Freya hanya akan memperburuk keadaan!"Shafa, anak baik! Kamu rindu Mama, nggak?" tanya Freya sambil membuka tangannya dan menatap Shafa.Swush!Saat itu juga, sebuah pot bunga tiba-tiba jatuh dari langit! Dari kecepatan dan lintasan jatuhnya, kemungkinan besar pot itu akan mengenai Shafa.Ekspresi Afkar berubah dan dia langsung ingin melindungi putrinya. Namun, reaksi Freya ternyata lebih cepat daripada Afkar. Dia buru-buru berlari ke arah Shafa, meraih dan memeluk anak itu untuk melindunginya.Swush!Disertai suara angin yang menderu, pot bunga itu hampir saja menghantam kepala Freya.Saat itu, Freya memejamkan matanya. Batinnya diliputi pergolakan, tetapi akhirnya dia menggertakkan gigi dan tetap tidak bergerak. Dia tahu, ini hanyalah pot bunga kosong!Jika pot itu menghantamnya, paling parah dia hanya akan men
Pada saat itu, ponsel David berdering. "Pak Noah!" David segera mengangkatnya dan menyapa dengan hormat."Kamu sudah singkirkan Afkar belum?" Suara Noah terdengar dingin di seberang telepon.Mendengar hal itu, David menjawab dengan nada gugup, "Belum ... belum, Pak Noah.""Nggak berguna! Benar-benar nggak berguna! Bukannya kamu sudah dapatkan Jimat Pencabut Nyawa itu? Kenapa sampai sekarang masih belum bunuh si berengsek itu?" Noah mengumpat dengan nada penuh amarah."Pak Noah ... aku ... aku nggak yakin apakah jimat itu asli atau nggak! Kalau ternyata palsu, aku ...." David menjawab dengan wajah penuh kesulitan.Meskipun dia sudah memastikan dari Keluarga Samoa bahwa jimat itu memang memiliki gelombang energi dan dia juga sudah bertanya pada Sahira, David yang pengecut ini tetap tidak berani mengambil risiko."Kamu mati saja! Dasar nggak berguna! Aku sekarang curiga, jangan-jangan kamu menelan uangku dan sebenarnya nggak pernah memenangkan jimat itu!" tuding Noah dengan suara penuh k
Menjelang sore, Afkar membawa Shafa ke perusahaan farmasi untuk menjemput Felicia pulang kerja. Melihat gadis kecil itu, Felicia langsung mengerutkan alisnya. "Afkar, Shafa kenapa ini? Siapa yang buat dia sedih?"Wajah mungil Shafa terlihat jelas baru saja menangis."Bibi ...." Meskipun Shafa masih agak marah pada Afkar, dia tetap mengatupkan bibirnya dan menyapa dengan sopan ketika melihat Felicia."Shafa yang manis! Ceritakan sama Bibi, apa yang terjadi?" Felicia mendekat, mengangkat Shafa, dan bertanya dengan nada penuh kasih sayang.Melihat wajah mungil Shafa yang berlinang air mata dan bibir cemberut saat menyapa, hati Felicia hampir meleleh. Dia merasa Shafa sangat menggemaskan dan membuat Felicia merasa ingin melindunginya."Jangan pedulikan dia, anak kecil ini lagi ngambek." Afkar melambaikan tangannya dengan nada sedikit kesal."Shafa seimut ini, mana mungkin dia ngambek? Afkar, mengurus anak itu perlu kesabaran! Kalau kamu nggak sabar, biar Shafa tinggal sama aku saja!"Felic
"Tuan Harun, Nona Felicia, apa yang kalian lakukan?" tanya seorang pngawal kepada Harun dan Felicia."Aku datang untuk menjenguk ibuku, memangnya mau ngapain lagi? Minggir!" bentak Harun yang kesal setelah dihalangi penjaga."Maaf, Tuan Harun, Nyonya Tua sudah berpesan nggak boleh biarkan keluarga kalian masuk," balas penjaga itu dengan nada dingin. Mendengar ucapannya, ekspresi Harun dan Felicia jadi muram."Kami cuma mau jenguk Nenek, memangnya nggak boleh?" tanya Felicia sambil mengernyit.Harun semakin kesal, "Kalau kalian kenal aku, minggir sana! Aku datang untuk jenguk ibuku!""Maaf, Nyonya Tua berpesan bahwa kalian bukan lagi bagian dari Keluarga Safira! Sesuai aturan, kalian nggak boleh masuk rumah ini." Penjaga itu menggelengkan kepala dan tidak berniat untuk pergi.Meskipun Harun dan Felicia berusaha membujuk dengan berbagai cara, kedua penjaga itu tetap berdiri tanpa bergerak. Harun dan Felicia kesal setengah mati. Padahal para penjaga ini tahu identitas mereka, tetapi tetap
Renhad kali ini tidak ada di tempat. Bagaimanapun, dia tidak mungkin terus-menerus berada di sisi Erlin. Namun, akhir-akhir ini situasi cukup krusial, sehingga seluruh keluarga selalu memantau kondisi Erlin.Terus terang saja, mereka hanya menunggu kematian Erlin! Oleh karena itu, Jesslyn dan Viola, setidaknya salah satu dari mereka harus selalu berada di dekat Erlin.Ketika Erlin yang sedang berjemur melihat kedatangan Afkar, Felicia, dan Harun, dia tertegun sejenak. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram."Untuk apa kalian datang ke sini? Siapa yang suruh kalian datang? Pergi sana!" Dengan nada penuh kebencian, Erlin langsung mengusir keluarga putra sulungnya dengan kasar.Tatapan Erlin tertuju pada Afkar dengan dipenuhi rasa benci yang mendalam. Semua ahli Keluarga Safira terluka parah karena Afkar dan menyebabkan kerugian besar bagi keluarga mereka.Rencana mereka untuk melemahkan Felicia sepenuhnya hancur! Sejak Felicia membawa Afkar sebagai menantu pecundang, otoritas Erlin d
"Benar, kami sudah cari Dokter Jovian untuk merawat Nenek. Nggak butuh kamu pura-pura jadi orang baik! Lagian, siapa tahu niatmu sebenarnya?" Mendengar Afkar hendak mengobati Erlin, Jesslyn langsung panik. Dia berdiri di depan Erlin dan menghardiknya sambil tertawa sinis.Viola juga ikut mencibir. "Kamu bisa obati dia? Menurutku, kamu lebih mungkin mau celakai Nenek!""Nenek, biarkan Afkar coba. Dia benar-benar bisa ilmu kedokteran. Semua obat di perusahaanku adalah racikan Afkar. Selain itu, dia juga pernah ngobatin Pak Bayu. Afkar nggak akan mencelakaimu!"Felicia yang melihat kondisi Erlin semakin lemah, merasa sangat cemas dan tidak tega. Dia pun mencoba membujuknya."Iya, Bu! Kesehatanmu lebih penting. Jangan keras kepala," ujar Harun sambil menepuk punggung tangannya."Kak, kalian nggak ngerti bahasa manusia ya? Kami sudah undang Dokter Jovian, dia itu tokoh besar di dunia kedokteran negara ini. Dia bisa bantu merawat kesehatan Ibu, Afkar yang nggak becus ini sebaiknya pergi sek
Reaksi Jovian setelah melihat Afkar benar-benar membuat semua orang terkejut!Selanjutnya, dia meminta Viola untuk membantu Erlin kembali ke kamar, seolah-olah ada hal yang ingin dia sampaikan yang tidak pantas dibicarakan di depan Erlin. Dengan penuh kecurigaan, Erlin akhirnya menurut dan masuk ke rumah."Pak Jovian, apa maksud Anda? Apakah si amatir ini punya kemampuan yang lebih hebat dari Anda?" Begitu Erlin masuk, Jesslyn langsung bertanya dengan nada tidak percaya.Jovian memalingkan pandangannya beberapa kali, lalu tertawa lebar, "Kemampuan Afkar mungkin nggak lebih hebat dariku, tetapi dalam beberapa kasus penyakit yang sulit, dia mungkin punya solusi!"Sambil berkata demikian, dia tersenyum kepada Afkar, "Pak Afkar, kesehatan Nyonya Erlin semakin memburuk dan aku benar-benar nggak punya solusi yang baik. Karena Anda sudah datang untuk memeriksanya, aku serahkan Nyonya Erlin kepada Anda."Mendengar hal itu, Jesslyn langsung panik! Apa? Jovian tidak lagi menangani Erlin dan mala
"Aku nggak percaya ini! Ah! Ah!" Scorpion berteriak dengan tidak puas, lalu menggunakan belati di tangannya untuk menusuk bagian perut dan area lemah lainnya secara gila-gilaan.Bahkan sampai akhirnya, belati di tangannya sudah melengkung dan tumpul, tetapi tetap tidak berhasil membuat Afkar berdarah."Membunuhku saja nggak bisa, masih mau jadi penjahat?" tanya Afkar dengan nada mengejek.Saat ini, Scorpion benar-benar tercengang! Wira dan Denny juga menunjukkan ekspresi seperti melihat hantu! Bahkan, Wulan menatap Afkar seperti sedang melihat makhluk aneh!Rasa khawatir dan bersalah yang sebelumnya terlihat di wajahnya perlahan menghilang. Wulan merasa lega di dalam hati."Bocah, sebenarnya siapa kamu ini?" Denny menggerakkan wajahnya yang agak kaku, bertanya dengan penuh keraguan."Aku akan bilang sekali lagi, lepaskan Wulan, maka aku akan mengampuni kalian. Kalau nggak, hari akan menjadi hari kematian kalian!" seru Afkar dengan suara dingin dan menakutkan.Mendengar ini, Denny mence
"Haha ... memuaskan sekali!" Saat ini, Wira tertawa puas.Denny yang masih memegang Wulan pun tersenyum dingin dan berkata, "Lebih baik kamu nggak bergerak atau aku akan langsung bunuh gadis ini!"Afkar menarik napas panjang dengan tatapan dingin. Sejujurnya, tamparan yang diberikan oleh Scorpion tadi sama sekali tidak terasa sakit.Scorpion hanya ahli tingkat eksplisit tahap akhir, mana mungkin bisa membuat Afkar kesakitan! Namun, masalahnya bukan tentang rasa sakit, melainkan penghinaan!Namun, karena Wulan sedang berada di tangan Keluarga Widjaja, bahkan dengan pistol yang diarahkan ke kepalanya, Afkar tidak berani bergerak sembarangan saat ini.Meskipun merasa kesal karena ditampar, itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keselamatan Wulan!Plak! Plak! Tidak lama kemudian, Scorpion melayangkan dua tamparan keras lagi ke wajah Afkar dengan ekspresi penuh kebencian dan kepuasan.Tadi dia dipukul sampai terlempar oleh Afkar hingga memuntahkan darah, kini dia merasa puas kare
Wajah Scorpion menampilkan senyuman bengis.Klang! Saat berikutnya, Afkar menggerakkan tangannya dengan ringan, membuat pisau yang berada di tangan Scorpion terlempar dan terjatuh!Telapak tangan Scorpion yang menggenggam pisau langsung robek dan berdarah. Dia merasakan kekuatan yang mengerikan mengalir melalui tangannya, membuatnya mati rasa seketika!Wajah Scorpion sontak berubah drastis, menampilkan ekspresi penuh ketakutan. Dalam situasi itu, tidak ada waktu baginya untuk mundur. Segera, dia mengerahkan Teknik Jubah Besi.Bam! Suara dentuman terdengar, lalu tubuh Scorpion terlempar akibat tendangan Afkar. Setelah jatuh ke tanah, dia memuntahkan darah dan berdiri dengan goyah!Afkar mengangkat alis, matanya memancarkan keterkejutan. Meskipun tendangan tadi dilakukan dengan santai, kekuatannya cukup besar. Seharusnya, lawannya setidaknya mengalami luka parah atau bahkan kehilangan nyawa. Namun, orang ini masih mampu berdiri?Sepertinya, pria ini adalah seorang petarung yang berfokus
Tentu saja, Arwan tidak akan memberi tahu Denny terlalu banyak, apalagi mengatakan dia datang untuk meminta maaf kepada seseorang. Hal itu hanya akan merendahkan martabatnya. Dia hanya memberi tahu Denny, dia datang untuk memberikan hadiah kepada seseorang!"Oh? Mau kasih orang hadiah ya? Laki-laki atau perempuan, Pak?" tanya Denny yang cukup terkejut."Laki-laki, kenapa? Apa aku perlu melaporkan siapa orangnya kepadamu?" balas Arwan dengan nada tidak ramah."Bukan, bukan begitu! Hehe!" Denny terkekeh-kekeh dengan canggung. Setelah mengakhiri panggilan, ekspresi terkejut tebersit di wajahnya, lalu berubah menjadi bersemangat."Ayah, ada apa?" Wira yang melihat ekspresi ayahnya yang berubah-ubah lantas bertanya dengan bingung.Denny tersenyum dan menyahut, "Kamu tahu nggak, ternyata Pak Arwan datang untuk memberi hadiah kepada seseorang!""Kamu percaya itu? Dengan status Pak Arwan, dia sampai repot-repot datang ke sini hanya untuk memberi seseorang hadiah. Orang itu ... pasti tokoh yang
Orang ini merupakan seorang ahli tingkat eksplisit tahap akhir. Setelah diselamatkan oleh Denny, dia mengabdikan diri untuknya, khususnya membantu mereka melakukan pekerjaan kotor.Seperti menculik orang, bagi Scorpion, ini sudah seperti pekerjaan rutin yang mudah dilakukan!"Wira, seleramu memang bagus. Hahaha ...." Denny tertawa sinis."Tentu saja! Gimana, Ayah? Kalau kita kasih gadis ini kepada Pak Arwan, dia pasti puas, 'kan?" Wira menyeringai."Puas! Pasti puas! Mana ada pria yang bisa menolak wanita secantik ini! Luar biasa ...," sahut Denny sambil tersenyum lebar.Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Arwan. Karena akan datang ke Kota Nubes, Arwan sebelumnya telah menghubungi Denny dan meminta bantuannya untuk mengatur tempat tinggal.Makanya, Denny merasa inilah kesempatan emasnya untuk mendekati tokoh inti Keluarga Sanjaya. Dengan segala cara, dia akan berusaha menyenangkan Arwan agar dapat meraih dukungan darinya."Pak Arwan, sudah sampai mana? Aku sudah meny
Wira terdiam sejenak, lalu bertanya dengan ragu, "Afkar?""Ya, ini aku! Bukankah kamu bilang mau beli lagi kalau aku punya lebih banyak Pil Rejuvenasi?" tanya Afkar.Mendengar ini, Wira ragu sejenak, lalu menjawab dengan asal, "Malam ini aku sibuk! Nggak sempat, lain kali saja. Nanti aku beli dengan harga tinggi!"Setelah berkata demikian, dia langsung memutuskan panggilan.Denny yang duduk di sebelah langsung bertanya, "Nak, siapa itu?"Mata Wira menyiratkan kecurigaan saat dia menjawab, "Teman lama Wulan. Waktu itu ...." Dia pun menceritakan kejadian sebelumnya kepada ayahnya.Setelah selesai bercerita, Wira mendengus dingin. "Aneh sekali! Kenapa nggak menghubungiku dari tadi atau besok? Kenapa malah sekarang? Kebetulan sekali, 'kan? Aku nggak peduli padanya deh!"Denny mengangguk. "Teman lama Wulan? Huh!"Dia menunjukkan tatapan puas kepada anaknya, "Kamu melakukan hal yang benar! Memang patut dicurigai. Lebih baik berhati-hati dan tunggu sampai besok saja."Di sisi lain, Afkar mena
"Afkar, aku ibu Wulan! Kamu masih ingat, 'kan?"Afkar tertegun sejenak, lalu buru-buru membalas, "Bibi? Ingat! Tentu saja aku masih ingat! Ada apa, Bibi?"Meskipun Sumi sebelumnya sempat terlihat agak materialistis, Afkar tetap berbicara dengan sopan karena dia adalah ibu Wulan.Sumi ragu sejenak, lalu bertanya dengan nada hati-hati, "Afkar, apa Wulan sedang bersamamu?""Hah?" Afkar keheranan untuk sesaat, lalu menyahut dengan gugup, "Nggak ada, Bibi! Hari ini aku sama sekali nggak bertemu Wulan.""Ke mana Wulan pergi ya? Biasanya jam segini dia sudah pulang. Dia nggak pernah pulang terlalu malam. Tadi aku pikir dia sama kamu! Teleponnya nggak bisa dihubungi lagi. Apa mungkin terjadi sesuatu padanya?"Nada bicara Sumi menjadi semakin khawatir."Nggak bisa dihubungi ya?" Afkar mengernyit, hatinya juga mulai merasa cemas."Ya! Kamu tahu sendiri kondisi kesehatanku sebelumnya kurang baik, jadi semua pekerjaan rumah dikerjakan Wulan. Setelah pulang kerja, dia selalu langsung pulang. Kalaup
"Pak Arwan? Pak Arwan yang mana?" Wira termangu sejenak, lalu segera menyadari sesuatu, "Jangan-jangan yang dari Keluarga Sanjaya itu?"Keluarga Sanjaya adalah salah satu dari empat keluarga besar di ibu kota provinsi. Di Provinsi Jimbo, mereka memiliki pengaruh yang besar.Sementara itu, keluarga mereka, Keluarga Widjaja, hanya keluarga kelas dua di Kota Nubes. Mereka berada di bawah perlindungan Keluarga Sanjaya selama ini.Tentu saja, bagi Keluarga Sanjaya, Keluarga Widjaja tak ada bedanya dengan bawahan kecil mereka. Selama ini, segala urusan bisnis yang mereka jalani hanya melibatkan orang-orang di sekitar Keluarga Sanjaya."Benar, Pak Arwan dari Keluarga Sanjaya di ibu kota provinsi! Dia putra sulung Keluarga Sanjaya! Biasanya kita nggak punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan anggota inti keluarga mereka. Kali ini adalah kesempatan besar!""Kalau kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan membangun hubungan dengan Pak Arwan, masa depan kita akan semakin terjamin!" ujar Den
Mengenai kedua anggota Keluarga Samoa yang terluka, Afkar tidak terlalu khawatir. Tentu saja, bukan karena dia benar-benar merasa dirinya bisa menggertak mereka, tetapi karena memiliki kepercayaan diri lain di dalam hatinya.Seperti kata pepatah, dunia dipenuhi oleh orang-orang yang mencari keuntungan. Seperti para agen besar farmasi yang sebelumnya bekerja sama dengan Fajar, hanya karena Afkar meluncurkan obat baru dan mereka melihat potensi dari Afkar, mereka akhirnya bekerja sama dengannya.Kali ini juga sama! Selama dia bisa memberikan keuntungan yang cukup besar bagi Keluarga Samoa, mereka tentu tidak akan mempermasalahkan insiden hari ini, bahkan mungkin mereka akan duduk bersama dan berbicara dengannya dengan baik-baik.....Di King's Brew."Pak Wira!""Pak Wira sudah datang!"Para karyawan di departemen penjualan langsung menyapa Wira dengan nada menyanjung saat melihatnya datang.Wira mengangguk dengan gaya yang sangat berwibawa, lalu menatap Wulan. "Wulan, gimana pekerjaan se