Pada saat itu, ponsel David berdering. "Pak Noah!" David segera mengangkatnya dan menyapa dengan hormat."Kamu sudah singkirkan Afkar belum?" Suara Noah terdengar dingin di seberang telepon.Mendengar hal itu, David menjawab dengan nada gugup, "Belum ... belum, Pak Noah.""Nggak berguna! Benar-benar nggak berguna! Bukannya kamu sudah dapatkan Jimat Pencabut Nyawa itu? Kenapa sampai sekarang masih belum bunuh si berengsek itu?" Noah mengumpat dengan nada penuh amarah."Pak Noah ... aku ... aku nggak yakin apakah jimat itu asli atau nggak! Kalau ternyata palsu, aku ...." David menjawab dengan wajah penuh kesulitan.Meskipun dia sudah memastikan dari Keluarga Samoa bahwa jimat itu memang memiliki gelombang energi dan dia juga sudah bertanya pada Sahira, David yang pengecut ini tetap tidak berani mengambil risiko."Kamu mati saja! Dasar nggak berguna! Aku sekarang curiga, jangan-jangan kamu menelan uangku dan sebenarnya nggak pernah memenangkan jimat itu!" tuding Noah dengan suara penuh k
Menjelang sore, Afkar membawa Shafa ke perusahaan farmasi untuk menjemput Felicia pulang kerja. Melihat gadis kecil itu, Felicia langsung mengerutkan alisnya. "Afkar, Shafa kenapa ini? Siapa yang buat dia sedih?"Wajah mungil Shafa terlihat jelas baru saja menangis."Bibi ...." Meskipun Shafa masih agak marah pada Afkar, dia tetap mengatupkan bibirnya dan menyapa dengan sopan ketika melihat Felicia."Shafa yang manis! Ceritakan sama Bibi, apa yang terjadi?" Felicia mendekat, mengangkat Shafa, dan bertanya dengan nada penuh kasih sayang.Melihat wajah mungil Shafa yang berlinang air mata dan bibir cemberut saat menyapa, hati Felicia hampir meleleh. Dia merasa Shafa sangat menggemaskan dan membuat Felicia merasa ingin melindunginya."Jangan pedulikan dia, anak kecil ini lagi ngambek." Afkar melambaikan tangannya dengan nada sedikit kesal."Shafa seimut ini, mana mungkin dia ngambek? Afkar, mengurus anak itu perlu kesabaran! Kalau kamu nggak sabar, biar Shafa tinggal sama aku saja!"Felic
"Tuan Harun, Nona Felicia, apa yang kalian lakukan?" tanya seorang pngawal kepada Harun dan Felicia."Aku datang untuk menjenguk ibuku, memangnya mau ngapain lagi? Minggir!" bentak Harun yang kesal setelah dihalangi penjaga."Maaf, Tuan Harun, Nyonya Tua sudah berpesan nggak boleh biarkan keluarga kalian masuk," balas penjaga itu dengan nada dingin. Mendengar ucapannya, ekspresi Harun dan Felicia jadi muram."Kami cuma mau jenguk Nenek, memangnya nggak boleh?" tanya Felicia sambil mengernyit.Harun semakin kesal, "Kalau kalian kenal aku, minggir sana! Aku datang untuk jenguk ibuku!""Maaf, Nyonya Tua berpesan bahwa kalian bukan lagi bagian dari Keluarga Safira! Sesuai aturan, kalian nggak boleh masuk rumah ini." Penjaga itu menggelengkan kepala dan tidak berniat untuk pergi.Meskipun Harun dan Felicia berusaha membujuk dengan berbagai cara, kedua penjaga itu tetap berdiri tanpa bergerak. Harun dan Felicia kesal setengah mati. Padahal para penjaga ini tahu identitas mereka, tetapi tetap
Renhad kali ini tidak ada di tempat. Bagaimanapun, dia tidak mungkin terus-menerus berada di sisi Erlin. Namun, akhir-akhir ini situasi cukup krusial, sehingga seluruh keluarga selalu memantau kondisi Erlin.Terus terang saja, mereka hanya menunggu kematian Erlin! Oleh karena itu, Jesslyn dan Viola, setidaknya salah satu dari mereka harus selalu berada di dekat Erlin.Ketika Erlin yang sedang berjemur melihat kedatangan Afkar, Felicia, dan Harun, dia tertegun sejenak. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram."Untuk apa kalian datang ke sini? Siapa yang suruh kalian datang? Pergi sana!" Dengan nada penuh kebencian, Erlin langsung mengusir keluarga putra sulungnya dengan kasar.Tatapan Erlin tertuju pada Afkar dengan dipenuhi rasa benci yang mendalam. Semua ahli Keluarga Safira terluka parah karena Afkar dan menyebabkan kerugian besar bagi keluarga mereka.Rencana mereka untuk melemahkan Felicia sepenuhnya hancur! Sejak Felicia membawa Afkar sebagai menantu pecundang, otoritas Erlin d
"Benar, kami sudah cari Dokter Jovian untuk merawat Nenek. Nggak butuh kamu pura-pura jadi orang baik! Lagian, siapa tahu niatmu sebenarnya?" Mendengar Afkar hendak mengobati Erlin, Jesslyn langsung panik. Dia berdiri di depan Erlin dan menghardiknya sambil tertawa sinis.Viola juga ikut mencibir. "Kamu bisa obati dia? Menurutku, kamu lebih mungkin mau celakai Nenek!""Nenek, biarkan Afkar coba. Dia benar-benar bisa ilmu kedokteran. Semua obat di perusahaanku adalah racikan Afkar. Selain itu, dia juga pernah ngobatin Pak Bayu. Afkar nggak akan mencelakaimu!"Felicia yang melihat kondisi Erlin semakin lemah, merasa sangat cemas dan tidak tega. Dia pun mencoba membujuknya."Iya, Bu! Kesehatanmu lebih penting. Jangan keras kepala," ujar Harun sambil menepuk punggung tangannya."Kak, kalian nggak ngerti bahasa manusia ya? Kami sudah undang Dokter Jovian, dia itu tokoh besar di dunia kedokteran negara ini. Dia bisa bantu merawat kesehatan Ibu, Afkar yang nggak becus ini sebaiknya pergi sek
Reaksi Jovian setelah melihat Afkar benar-benar membuat semua orang terkejut!Selanjutnya, dia meminta Viola untuk membantu Erlin kembali ke kamar, seolah-olah ada hal yang ingin dia sampaikan yang tidak pantas dibicarakan di depan Erlin. Dengan penuh kecurigaan, Erlin akhirnya menurut dan masuk ke rumah."Pak Jovian, apa maksud Anda? Apakah si amatir ini punya kemampuan yang lebih hebat dari Anda?" Begitu Erlin masuk, Jesslyn langsung bertanya dengan nada tidak percaya.Jovian memalingkan pandangannya beberapa kali, lalu tertawa lebar, "Kemampuan Afkar mungkin nggak lebih hebat dariku, tetapi dalam beberapa kasus penyakit yang sulit, dia mungkin punya solusi!"Sambil berkata demikian, dia tersenyum kepada Afkar, "Pak Afkar, kesehatan Nyonya Erlin semakin memburuk dan aku benar-benar nggak punya solusi yang baik. Karena Anda sudah datang untuk memeriksanya, aku serahkan Nyonya Erlin kepada Anda."Mendengar hal itu, Jesslyn langsung panik! Apa? Jovian tidak lagi menangani Erlin dan mala
"Hehehe .... Begitu Afkar melakukan perawatan, dia hanya akan mempercepat kematian Nyonya Erlin. Pada hari ketujuh, Nyonya Erlin pasti akan meninggal! Saat itu, bukan lagi soal Afkar dan Felicia yang membuat Nyonya Erlin marah sampai meninggal, tapi Afkar yang secara langsung menyebabkan kematiannya!""Kalau kalian mengatur ini dengan baik, kalian bahkan mungkin bisa membuatnya masuk penjara! Hahaha ...."Awalnya, Jovian tidak ingin menerima pekerjaan ini. Namun, setelah mengetahui bahwa keluarga Renhad ingin menjebak Afkar dan Felicia, dia setuju. Kejadian saat dia gagal menyembuhkan penyakit aneh Randy di Keluarga Suryo dan bahkan harus berlutut memohon bantuan Afkar, menjadi aib besar baginya.Jovian bersumpah untuk membalas dendam atas penghinaan tersebut.Mendengar hal ini, Jesslyn yang tadinya cemas dan marah, langsung merasa lega. Wajahnya menunjukkan ekspresi kejam dan penuh ejekan."Ternyata begitu! Jovian memang luar biasa! Kali ini, kita harus memastikan bocah itu dapat gan
Saat Afkar, Felicia, dan Harun keluar dari kediaman lama keluarga, mereka melihat Jesslyn berjalan masuk bersama paman ketiga, paman keempat, dan bibi Felicia."Kak Harun, Felicia? Untuk apa kalian datang ke sini?" tanya bibi Felicia begitu melihat mereka.Sebelum Harun dan Felicia sempat menjawab, Jesslyn sudah mendengus dingin dan berkata, "Kalian nggak tahu, ya? Mereka bawa Afkar untuk mengobati Ibu. Apa ini bukan berniat buruk namanya?""Aku dan suamiku sudah panggil Dokter Jovian yang terkenal itu, tapi apa yang terjadi? Afkar bilang dia bisa mengobati, lalu Dokter Jovian pergi karena marah dan menyerahkan Ibu untuk diobati sama Afkar.""Hari ini semua sudah lihat sendiri, 'kan? Kalau nanti terjadi sesuatu sama Ibu, itu pasti karena Afkar yang mengobatinya. Hmph!"Mendengar hal ini, paman ketiga, paman keempat, dan bibi Felicia langsung mengerutkan alis mereka"Dokter Jovian? Maksudmu Dokter Jovian, ahli pengobatan tradisional yang terkenal itu? Afkar bisa lebih hebat daripada Dok
"Pak Fadly, gimana? Hehehe .... Masih belum mau menyerah? Organisasi NC paling menjunjung tinggi kepercayaan, kamu tenang saja.""Kalau kami sudah janji nggak bakal bunuh ayahmu sebelum malam ini, berarti dia tetap akan hidup sampai malam ini. Tapi ya ... kasih dia sedikit hiburan nggak apa-apa, 'kan?""Sebenarnya, kamu nunda-nunda buat apa sih? Hasilnya juga sama saja, 'kan? Kamu harus tunggu sampai akhir banget baru mau kompromi? Biar ayahmu makin menderita?" Suara Kobra di telepon terdengar sinis."Oke! Oke! Aku setuju! Aku setuju bawa semua anggotaku gabung ke Organisasi NC! Jangan sentuh ayahku lagi, paham?" Fadly akhirnya tidak tahan melihat Harun terus disiksa. Dia berteriak keras di telepon.Mendengar itu, Gauri yang ada di samping hanya bisa terus menghapus air matanya, tidak sanggup berkata-kata. Felicia pun tidak lagi menahan Fadly."Hehe, begitu dong dari tadi. Kapan kamu mau adakan pertemuan bawah tanah? Cepat kasih tahu!" Kobra terkekeh-kekeh, suaranya penuh kepuasan.Fa
Saat mobil berhenti untuk istirahat, Orion menghubungi Guntur."Guntur, selama aku nggak ada di tempat, apa ada masalah?" tanya Orion dengan suara berat.Saat ini, Guntur sedang berada di markas Organisasi NC Provinsi Jimbo, menunggu kabar dari Fadly apakah akan menyerah atau tidak. Siapa sangka, dia malah mendapat telepon dari Orion.Ekspresi Guntur sedikit berubah, tetapi dia tetap berkata, "Nggak ada apa-apa. Tenang saja, Pak!""Bagus kalau nggak ada apa-apa. Tapi, rencana ekspansi ke Kota Nubes yang sudah kita susun itu batal. Paham?" jelas Orion."Hah? Kenapa?" Nada suara Guntur berubah berat, penuh dengan rasa heran dan tidak puas."Karena di Kota Nubes ada orang yang nggak bisa kita usik! Pokoknya kamu cukup ikuti instruksi dariku!" jawab Orion dengan dingin. Dalam hati, dia sebenarnya merasa kesal karena Guntur mempertanyakan keputusannya.Guntur mendengus, menggertakkan giginya, dan berkata, "Ya, aku sudah paham. Omong-omong, kapan kamu kembali?"Orion berpikir sejenak. "Palin
Detik berikutnya, si kakek melambaikan tangan sambil berkata pelan, "Naik mobil dulu, kita bicara di dalam."Afkar mengangguk cepat, lalu segera membukakan pintu mobil untuk si kakek, mempersilakannya duduk di kursi penumpang depan.Setelah Afkar duduk di kursi pengemudi, dia tak bisa menahan diri untuk kembali memandang pria tua itu dengan lebih saksama.Penampilannya benar-benar berantakan. Rambut kusut, wajah kotor, dan tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap, bahkan lebih parah dari gelandangan di jalanan.Namun, orang seperti inilah yang memukul mati seorang kultivator tingkat inti emas hanya dengan satu pukulan."Senior, kamu ini siapa? Kenapa kamu menolongku?" tanya Afkar dengan hati-hati, tak mampu lagi menahan rasa penasarannya yang membuncah.Kakek gila itu tampak cukup waras untuk sekarang. Tatapannya saat menatap Afkar mengandung semacam emosi rumit yang sulit dijelaskan.Detik berikutnya, bukannya menjawab, dia malah bertanya balik, "Ayahmu di mana?"Begitu pertanyaan itu kelu
Afkar awalnya sudah bersiap untuk bertarung habis-habisan melawan Safwan. Namun, orang itu malah terpental begitu saja?Tampak sesosok pria tua berjubah compang-camping dan lusuh. Pria tua itu berdiri tepat di jalur di mana Safwan melesat tadi.Meskipun penampilannya acak-acakan, aura yang terpancar dari tubuhnya justru dalam hingga tak terprediksi, seperti jurang tanpa dasar.Afkar hanya bisa melongo, menatapnya dengan penuh kebingungan. 'Buset, bukannya ini kakek gila yang nabrak aku sampai jatuh ke kawah di Lembah Obat?'Sekarang, pria tua itu sama sekali tidak tampak gila. Justru ada aura agung dan tak terjangkau yang mengelilinginya, seperti dewa yang membuat orang ingin menunduk hormat.Safwan diserang olehnya hanya dengan satu telapak tangan, lalu tubuhnya terpental keras ke tanah. Badannya sempat mengejang beberapa kali, lalu langsung tewas di tempat!Darah dan cairan tubuh lainnya menyebar membentuk genangan yang menjijikkan. Pemandangan yang sungguh mengenaskan. Orang yang ti
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs
Afkar melajukan mobil off-road dengan kecepatan paling tinggi, melintasi jalanan di antara kaki pegunungan.Felicia sudah mengatakan, kalau Afkar tidak sempat kembali, paling-paling Fadly akan menyerahkan kekuasaannya. Namun, Afkar tetap memilih untuk mengambil risiko dengan meninggalkan Desa Langga.Dia tahu ini keputusan berisiko. Namun, yang lebih menakutkan adalah kemungkinan kecil yang bisa berakibat fatal.Afkar tidak bisa memastikan, jika benar Fadly mengadakan pertemuan dunia mafia dan secara resmi bergabung dengan Organisasi NC, apakah pihak lawan akan menepati janji atau justru berbalik menghancurkan setelah mendapatkan apa yang mereka mau.Jadi, jika memang harus ada yang mengambil risiko, Afkar lebih rela itu dirinya sendiri, bukan orang-orang yang dia sayangi.Mungkin memang begitu watak Afkar sejak dulu, seseorang yang lebih dikendalikan oleh perasaan daripada logika. Sejak dia rela menjual ginjal demi menyelamatkan putrinya, bahkan menabrakkan diri demi uang kompensasi,
Setelah mendengar ucapan itu, Afkar tidak bisa membantah dan hanya bisa mengangguk pelan sambil berkata, "Baiklah."Saat itu juga, tiba-tiba dia teringat sesuatu dan matanya langsung berbinar. "Kalau begitu, kita nggak perlu terburu-buru. Aku mau telepon orang dulu."Menghadapi kemungkinan penyergapan yang akan datang, Afkar tiba-tiba teringat akan seorang penolong, Murad.Putra Keluarga Hasyim yang seluruh tubuhnya seperti dilapisi kulit pohon itu punya latar belakang yang luar biasa kuat. Bahkan, pengikut yang selalu ada di sekelilingnya pun punya kekuatan yang tidak bisa diprediksi.Apalagi, Murad masih mengandalkan Afkar untuk menyembuhkannya. Pria itu tidak mungkin ingin melihat Afkar mati.Sekarang ada yang ingin menyergapnya, bukankah kekuatan Murad akan sangat berguna? Namun, kemungkinan butuh beberapa hari agar bala bantuan bisa tiba.Bagaimanapun, nyawa adalah hal yang utama. Afkar dan Rose bisa tinggal di Desa Langga beberapa hari, paling-paling keluar uang sedikit.Lagi pul
Semalam pun berlalu dengan tenang.Setelah beristirahat semalaman, Afkar bersama dua rekannya meninggalkan wilayah Sekte Langga. Rose telah mendapatkan kualifikasi untuk menjadi murid Sekte Langga, tetapi dia belum langsung menetap di sana, karena masih harus pulang untuk mengurus beberapa hal.Saat itu, Afkar belum tahu bahwa Felicia dan yang lainnya sudah hampir gila karena tidak bisa menghubunginya sama sekali.Tentu saja, yang pergi bukan hanya mereka bertiga. Setelah uji coba peringkat individu selesai, keluarga-keluarga dan sekte-sekte juga turut kembali ke Desa Langga di luar.Ketika Afkar dan dua rekannya kembali ke penginapan di ujung desa itu, mereka langsung melihat rombongan Keluarga Darmadi di sana.Setelah Logan tewas, kini yang memimpin adalah seorang pria paruh baya dengan kekuatan tingkat pembentukan inti tahap awal. Namanya Rudy, paman Logan."Afkar, berani sekali kamu membunuh Logan! Menurutmu musuh Keluarga Samoa masih kurang banyak ya?" Begitu melihat Afkar, Rudy l
Rose merasa dirinya yang mengambil alih kendali. Entah kenapa, di dalam hatinya, dia merasa Afkar ini ... agak menggemaskan.Saat sedang sombong, Afkar seolah-olah akan terbang ke langit. Namun, baru dicium sekali, dia langsung malu?Rose menutup mulutnya sambil tersenyum geli, lalu berdiri dan berkata, "Afkar, kamu memang nggak bisa menerimaku jadi wanitamu, tapi kita sudah pernah melewati hidup dan mati bersama. Nggak masalah kalau aku jadi sahabatmu, 'kan?""Pokoknya, aku sangat berterima kasih atas semua kebaikanmu terhadapku dan Keluarga Samoa. Aku sampai nggak tahu harus membalasnya dengan apa. Kelak kalau kamu butuh bantuan, aku pasti akan siap bertaruh nyawa untukmu."Setelah mengucapkan itu, dia sekali lagi menatap Afkar dengan dalam, lalu akhirnya membuka pintu dan pergi."Fiuh ...." Afkar akhirnya mengembuskan napas panjang. Dia merasa lebih lega.Dia menyentuh pipinya. Rasanya masih ada sisa kehangatan dan aroma lembut dari Rose. Sebuah senyuman getir pun muncul di wajahnya