"Ini adalah obat yang baru diproduksi Safira Farma?" tanya Afkar dengan suara rendah dan serius."Betul! Begitu barang sampai, langsung aku kirim ke Pak Rido! Kenapa? Ada urusan apa sama kamu?" jawab Harris dengan anggukan puas. Sambil tersenyum dingin, dia menyempatkan diri berbasa-basi dengan Rido sebelum kembali mengejek Afkar.Rido tersenyum sambil mengangguk kepada Harris, lalu menatap Afkar dengan ekspresi tidak ramah. "Pak, kalau mau beli obat, silakan beli dan pergi. Jangan terlalu banyak bertanya, bikin orang kesal. Huh ...."Empat jenis obat baru dari Safira Farma memang sedang laris di pasaran saat ini. Harris, yang bisa menyediakan stok tersebut, jelas mendapat perlakuan istimewa dari Rido. Melihat Harris dan Afkar tampaknya tidak akur, Rido langsung berpihak pada Harris dan ikut menyindir Afkar dengan sinis.Mendengar hal itu, Harris tertawa terbahak-bahak dengan wajah penuh kemenangan. "Pak Rido, kamau benar! Tenang saja, pengiriman berikutnya kukasih tambahan 20% untukmu
Melihat situasi itu, Afkar langsung maju dan berkata dengan tegas, "Tunggu dulu! Jangan pakai yang baru dikirim hari ini. Apa nggak ada stok yang lama? Kloter obat ini bermasalah!"Mendengar peringatan Afkar, wajah Rido langsung berubah suram. "Anak muda, kalau kamu nggak mau beli obat, sebaiknya cepat pergi dari sini! Kalau kamu terus ngomong sembarangan, aku bisa tuntut kamu karena menyebar fitnah!"Wanita paruh baya itu pun langsung menunjuk Afkar dengan penuh kemarahan, "Dari mana datangnya bocah sok tahu ini? Berani-beraninya menghalangi pengobatan anakku! Aku bisa habisi nyawamu!"Afkar menatapnya dengan dingin. "Aku mengerti kamu panik karena anakmu terluka, jadi aku nggak akan permasalahkan ucapanmu kali ini. Tapi, sebaiknya jaga mulutmu!""Oh, apa yang kudengar barusan? Ada yang berani mengancamku di Kota Nubes ini? Siapa kamu sebenarnya?" tanya wanita itu dengan alis terangkat."Memangnya bisa siapa lagi? Bu Lona pernah dengar tentang Nona Besar Keluarga Safira?" Harris menye
Melihat pendarahan anaknya yang tidak berhenti dan malah mulai membusuk, Lona benar-benar kehilangan akal sehatnya. Dia menangis sambil berteriak, memaki semua orang di apotek dan bersumpah akan menutup apotek itu serta menyeret Rido dan Tabib Taufan ke penjara."Anakku! Anakku, gimana keadaanmu? Bangun, Sayang!" teriak Lona sambil mengguncang tubuh anaknya yang tergeletak tak sadarkan diri.Dia lalu menuding Rido dengan penuh amarah. "Kalian ini pedagang obat nggak bermoral! Kalau terjadi sesuatu sama anakku, suamiku akan menghancurkan keluargamu!"Mendengar ancaman itu, wajah Rido langsung pucat pasi. Dengan ekspresi cemas, dia berbalik dan menunjuk Harris sambil memaki, "Harris, ini semua salahmu! Obat ini dari kamu! Apa yang dikatakan Afkar tadi benar, obat ini bermasalah!"Lemak di wajah Harris bergetar saat dia panik. Namun, dia tetap mencoba membela diri. "Omong kosong! Obatnya ... obatnya pasti nggak bermasalah! Pasti cara pemakaian kalian yang salah!"Meski Harris mencoba memb
"Hehe, apa ini caramu memohon padaku?" tanya Afkar sambil tertawa dingin."Aku ... iya! Anggap saja aku memohon padamu. Cepatlah selamatkan anakku! Kalau kamu berhasil menyelamatkannya, aku akan memberimu 2 miliar ... nggak, 20 miliar!" ujar Lona sambil menggertakkan giginya.Afkar menggeleng pelan, merasa heran sekaligus kesal. Kenapa ada orang sebodoh ini? Sikapnya masih saja sesombong ini saat meminta pertolongan dari orang. Apa dia pikir uang bisa menyelesaikan segalanya?Dengan tenang, Afkar duduk di kursi di dekatnya dengan ekspresi datar. Dia menatap Lona yang masih berdiri dengan arogan. "Aku punya masalah di tulang leher, jadi aku nggak suka mendongak melihat orang. Paham maksudku?"Ekspresi Lona berubah, matanya berkedip ragu. Lona teringat kata-kata Afkar sebelumnya, bahwa Afkar akan memaksanya berlutut. Apakah ini artinya dia harus benar-benar berlutut sekarang?"Anak muda, kamu tahu siapa aku? Berani-beraninya kamu memintaku berlutut?" kata Lona dengan suara keras, jari te
"Bu Lona, ada perintah apa? Katakan saja, pasti akan kubantu! Nggak perlu minta tolong segala!" kata Rido sambil tersenyum menjilat."Anak itu, dia datang untuk membeli obat, 'kan? Aku mau kamu menahannya sebentar. Jangan biarkan dia pergi terlalu cepat!" kata Lona dengan ekspresi penuh dendam."Nggak masalah! Serahkan padaku, Bu Lona. Akan kupastikan dia nggak bisa kabur!" jawab Rido sambil menepuk dadanya. Dalam hatinya, dia tertawa licik membayangkan Afkar yang akan segera tertimpa masalah.Setelah memberikan instruksi kepada Rido, Lona keluar dari apotek dan menelepon suaminya."Sayang, aku dipermalukan! Hiks ... hiks .... Orang itu memaksaku untuk berlutut! Aku nggak mau hidup lagi, aku nggak bisa tahan lagi! Cepat bawa orang-orangmu dan beri pelajaran padanya!"Sementara itu, Harris yang mulai menyadari bahwa obat dalam kloter baru ini memang bermasalah pun langsung bertindak. Dia memerintahkan bawahannya untuk menarik kembali obat-obatan yang baru saja dikirim ke apotek tersebut
"Patahkan kakinya dan buat dia berlutut di hadapanku sambil memohon ampun!" teriak Lona sambil menunjuk ke arah Afkar dengan tatapan penuh dendam.Melihat kejadian ini, Rido yang berdiri di samping mereka tampak gembira. Sementara itu, Harris yang baru saja selesai memerintahkan anak buahnya untuk memuat kembali obat ke truk, memutuskan untuk tidak pergi. Dia memilih untuk tetap tinggal dan menikmati "pertunjukan"."Dasar sombong! Berani-beraninya buat Bu Lona berlutut. Lihat sekarang, kamu akan dapat balasannya," ujar Rido dengan nada mengejek."Si Afkar ini akhirnya kena batunya, ya?" Harris juga menimpali dengan senyum sinis, tampak menikmati drama yang sedang berlangsung.Setelah mendengar keluhan istrinya, Godric menatap Afkar dengan mata penuh kemarahan. Dia menunjuk Afkar dengan tongkat bisbol yang dipegangnya sambil berkata, "Bocah, kamu berani maksa istriku untuk berlutut? Kamu ini benar-benar sudah bosan hidup!""Tapi karena kamu menyelamatkan nyawa anakku, kuberi kamu satu k
Godric dan Lona benar-benar tidak menyangka bahwa membawa sekelompok preman bersenjata ke apotek justru berakhir dengan semua anak buah mereka terkapar. Melihat kemampuan Afkar yang luar biasa, mereka berdua ketakutan setengah mati.Namun, ketika Godric berteriak memanggil bantuan, seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka besar yang mencolok di wajahnya masuk bersama beberapa anak buahnya yang tampak tangguh dan berpengalaman. Pria itu adalah si Codet, salah satu mantan tangan kanan Aldo.Sebagai salah satu orang kepercayaan Aldo yang terkenal kejam, si Codet memiliki tubuh berotot dan kekuatan yang eksplosif. Kemampuan bela dirinya berada di tingkat tinggi, setara dengan praktisi bela diri berpengalaman. Anak buahnya juga bukan sekadar preman jalanan, tetapi para petarung yang bisa menghadapi sepuluh orang sekaligus.Melihat si Codet masuk dengan anak buahnya, wajah Lona dan Godric seketika berubah penuh kegembiraan."Bocah, habislah kamu hari ini!"seru Godric dengan nada penuh d
"Kumohon belas kasihanmu. Orang yang nggak tahu nggak boleh disalahkan ....," kata Codet dengan suara penuh ketakutan sambil membenturkan kepalanya ke lantai.Meski Afkar belum mengatakan atau melakukan apa pun, Codet sudah memohon ampun dengan panik. Dalam hati Codet diliputi rasa takut yang luar biasa. Dia tidak bisa melupakan kejadian di restoran hotpot waktu itu, ketika dia masuk dan menemukan mayat-mayat bergelimpangan, sementara Afkar dengan santai membersihkan darah dari tangannya.Yang paling menyeramkan lagi adalah, bos besar mereka meninggal beberapa hari kemudian di penjara. Kematian mereka disebut akibat serangan jantung mendadak, tetapi tidak ada yang percaya itu murni kebetulan. Meski tanpa bukti, semua orang tahu apa penyebab sebenarnya."Lihat saja bagaimana penampilanmu," ujar Afkar dengan suara dingin sambil melirik sekilas ke arah Godric dan Lona.Dengan gemetar, Codet berbalik ke arah Godric dan Lona. Matanya memancarkan niat membunuh yang dingin. Godric dan Lona la
Apalagi, Keluarga Permono pernah bekerja sama dengan Keluarga Samoa. Mereka sangat memahami betapa kuatnya fondasi Keluarga Samoa.Jika tidak, Victor tidak akan merendahkan dirinya seperti ini di hadapan seorang pengurus Keluarga Samoa."Gulzar pasti baik-baik saja. Ya, pasti," ucap Victor berulang kali."Ya, ya, Gulzar pasti akan selamat!" Yola juga berdoa untuk keselamatan Gulzar.Namun, Gael hanya membalas, "Semoga begitu!"Saat ini, beberapa orang berjalan mendekat dengan santai. Begitu melihat mereka, Yola, Victor, Gael, serta para pengawal Keluarga Permono langsung menunjukkan ekspresi tidak ramah."Afkar, Felicia? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Yola dengan dingin.Gael menatap Afkar sambil bertanya, "Bocah, aku sedang sibuk dan nggak punya waktu untukmu. Kamu malah sengaja muncul di hadapanku ya?"Afkar tersenyum dingin. "Barusan aku dengar kalian berdoa agar pemuda di dalam sana selamat, 'kan? Heh, sayang sekali .... Aku harus memberitahumu, rumah sakit ini nggak akan
Afkar sebelumnya sempat melirik kondisi pemuda itu dan yakin bahwa rumah sakit tidak akan mampu menyelamatkannya.Dilihat dari sikap Yola dan ayahnya, Afkar merasa ini adalah kesempatan untuk memanfaatkan keadaan. 'Kalian ingin pemuda itu tetap hidup? Oke, mari kita lihat sejauh apa mereka akan bersandiwara!'Selanjutnya, Afkar melanjutkan proses penyembuhan Mateo. Dia terus menyalurkan energi naga ke tubuh Mateo, sekaligus menggunakan teknik akupunktur "Sembilan Vitalitas" dari Kitab Kaisar Naga.Mateo yang awalnya berada di ambang kematian menurut ilmu medis modern, perlahan-lahan menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang luar biasa.Entah berapa lama kemudian, Mateo akhirnya bangun dan turun dari ranjang. Meskipun wajahnya masih agak pucat, dia sudah mampu untuk berdiri dan berjalan."Sekarang kamu cuma perlu istirahat beberapa hari dan semuanya akan pulih sepenuhnya," ucap Afkar sambil tersenyum.Mata Mateo berkaca-kaca. Dia memandang Afkar dengan penuh rasa syukur. Sesaat kemudian, d
Melihat situasi itu, Felicia segera menarik Shafa ke samping. Tatapannya penuh kemarahan saat menatap pihak lawan. Dia tidak menyangka mereka begitu arogan, langsung menyerang tanpa peringatan.Afkar hanya mendengus dingin. Satu tangannya tetap fokus menyalurkan energi naga ke tubuh Mateo, sementara tangan lainnya diangkat untuk menangkis serangan.Bam! Suara benturan keras terdengar disertai dengan getaran udara. Lengan bawah Afkar sontak bertabrakan dengan tulang kering pria berbaju putih.Tap! Tap! Tap! Pria berbaju putih itu mundur tiga langkah sebelum akhirnya bisa berdiri dengan stabil. Sebaliknya, Afkar tetap duduk tegak seperti gunung yang tak tergoyahkan."Kalau mau bersikap sombong, setidaknya becermin dulu! Sudah kubilang, temanku masih butuh perawatan di sini. Pergi sana!" Suara Afkar dingin tetapi berwibawa, menunjukkan posisinya.Wajah pria berbaju putih berubah serius. Dia menatap Afkar dengan mata berkilat ragu. "Bocah, kamu tahu siapa yang sedang kamu lawan?""Tuan mud
Tampak direktur unit gawat darurat masuk dengan tergesa-gesa, ekspresinya penuh dengan ketidaksabaran dan kecemasan!Di belakangnya, beberapa tenaga medis mendorong ranjang rumah sakit darurat. Di atas ranjang itu, terbaring seseorang yang tubuhnya berlumuran darah dan terlihat dalam kondisi sangat kritis.Di samping dan belakangnya, ada banyak orang yang mengikuti. Masing-masing menunjukkan wajah penuh kekhawatiran."Cepat! Selamatkan tuan muda kami!" Seorang pria paruh baya yang berpakaian rapi terus berteriak dengan keras."Kenapa di ruang gawat darurat ini masih ada orang lain? Cepat usir mereka keluar!" Terdengar suara seorang wanita yang tajam, kasar, dan arogan."Siapa mereka? Suruh mereka pergi sekarang juga! Kalau sampai pengobatan tertunda, rumah sakit ini akan menerima akibatnya!" Pria paruh baya lainnya yang mengenakan setelan formal, juga berbicara dengan arogan.Mendengar keributan itu, Afkar yang sedang merawat Mateo pun perlahan-lahan menoleh dengan tatapan dingin. Mata
"Ya sudah, jangan nangis lagi. Papa akan masuk dan melihatnya. Papa nggak akan membiarkan Paman Mateo meninggal."Afkar menghapus air mata Shafa, lalu segera memasuki ruang gawat darurat. Felicia mengikuti di belakangnya.Saat itu, dokter yang baru saja keluar dari ruangan hanya bisa menggeleng mendengar perkataan Afkar. Mereka mengira Afkar hanya berusaha menenangkan anaknya."Kalau pasien masih bisa selamat dalam kondisi ini, berarti dia seorang dewa! Kami saja nggak bisa menyelamatkannya, apa yang bisa dia lakukan?" Kepala dokter itu mencibir, merasa tidak senang dengan pernyataan Afkar.....Di dalam ruang gawat darurat, Mateo terbaring di sana. Darah masih mengalir perlahan dari mulut dan hidungnya.Beberapa alat medis dan tabung telah dilepas, hanya selembar kain putih yang menutupi tubuhnya. Jelas, pihak rumah sakit telah menyerah untuk menyelamatkannya dan langkah berikutnya adalah mengurus jenazahnya.Namun, seolah-olah merasakan sesuatu atau mungkin itu adalah momen terakhirn
Beberapa SUV melaju di jalan menuju ibu kota provinsi dari Kota Nubes. Di salah satu mobil, Noah memegang wajahnya dengan ekspresi dipenuhi keengganan dan kebencian. Matanya tampak tajam dan menyeramkan."Dasar pria tua bangka! Kamu tega memukulku demi orang luar!" Noah menggeram dengan penuh kebencian.Kemudian, dia menatap tajam ke arah David yang duduk di sebelahnya sambil berkata dengan galak, "Kamu keluar dari mobil!"David terkejut dan bertanya dengan takut, "Pak ... ada apa?""Aku ingin kamu tetap tinggal di Kota Nubes. Manfaatkan mantan istri Afkar untuk memisahkan dia dari Felicia!" Tatapan Noah berkilat tajam.Mendengar ini, ekspresi David tampak cemas dan takut. "Tapi ... Afkar akan membunuhku kalau aku melakukan itu.""Diam! Aku nggak menyuruhmu bertarung dengannya! Kalau kamu menolak, akan kubunuh kamu sekarang juga! Jangan pikir Afkar akan mengampunimu meskipun kamu nggak membantuku!" maki Noah sambil mencengkeram rambut David.Dengan tubuh gemetaran, David akhirnya menga
Dengan wajah penuh rasa malu dan bersalah, Heru memohon dengan tulus, "Aku sudah menyuruhnya pergi. Aku tahu kalau kalian bertemu, kamu pasti akan membunuhnya! Tapi, dia cucuku!""Pak, aku sudah menghukumnya dengan keras dan Keluarga Sanjaya akan memberi kompensasi besar sebagai permintaan maaf. Karena Bu Felicia dan putrimu nggak terluka, apa kamu bisa mengampuni Noah demi aku? Aku rela kehilangan martabatku!"Karen menggigit bibirnya dan berkata kepada Afkar dengan suara lembut, "Afkar, kujamin Kak Noah nggak akan melakukannya lagi! Demi hubungan kita, apa kamu bisa mengampuni nyawanya? Kakek sebenarnya berniat ...."Karen memberi tahu rencana Heru kepada Afkar, "Kak Noah sebenarnya impoten, makanya mentalnya agak bermasalah. Dia sebenarnya agak kasihan! Dia pasti khilaf. Apa kamu ... bisa mengampuninya?"Mendengar ini, senyuman dingin muncul di wajah Afkar. Dengan gigi terkatup, dia berkata, "Dia kasihan? Lalu, gimana dengan korbannya? Bukankah mereka lebih kasihan? Penyakit bukan a
Saat melihat Noah diusir oleh kakeknya sendiri, Felicia awalnya terkejut. Namun, dia segera merasa bangga! Dia merasa bangga karena suaminya! Meskipun Afkar tidak datang, dia tetap melindungi Felicia dari kejauhan!Felicia tidak menyangka bahwa kakek dan adik Noah datang karena Afkar. Mereka memarahi Noah habis-habisan dan langsung menyuruhnya pergi sejauh mungkin.Di sisi lain, Afkar membawa Shafa mengendarai mobil menuju lokasi. Setelah menggeledah seluruh tempat, dia tidak menemukan jejak Noah. Wajahnya langsung berubah menjadi suram.Afkar tahu bahwa dirinya terlambat, Noah sudah memindahkan semua. Saat membayangkan Felicia berada di tangan orang sekejam Noah, Afkar merasa sangat khawatir.Jika Felicia terluka, Afkar tidak akan pernah memaafkan diri sendiri, bahkan Noah harus dihancurkan hingga berkeping-keping! Seluruh Keluarga Sanjaya harus binasa!Namun, tiba-tiba tiga sosok muncul di depannya. Heru dan Karen ternyata datang bersama Felicia!"Afkar ...." Felicia melihat Afkar ya
Hanya saja, wajah Heru yang telah pulih sepenuhnya ini membuat Noah tercengang!Sebelumnya di telepon, Heru pernah memberi tahu Noah bahwa dokter sakti telah menyembuhkan wajahnya yang hancur. Namun, Noah sama sekali tidak menyangka hasilnya bisa sedahsyat ini!Saat itu juga, Noah semakin tidak sabar untuk bertemu dengan dokter sakti itu!"Kakek, para anak buah mungkin nggak mengenalimu dan Karen. Kenapa kamu nggak mengabariku saja? Aku bisa turun untuk menyambut kalian! Untuk apa berkelahi dengan mereka?"Noah mengira anak buahnya telah menghalangi kakeknya dan Karen masuk, sehingga keduanya terpaksa menerobos.Noah tersenyum, lalu melirik ke belakang Heru. "Kakek, di mana dokter sakti yang kamu sebutkan itu?"Plak! Begitu Noah selesai bicara, Heru langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke wajahnya!Tubuh Noah sampai berputar satu kali akibat tamparan itu. Separuh wajahnya sontak bengkak. Dia pun menatap kakeknya dengan kaget dan bingung."Kakek, kenapa kamu menamparku?"Wajah Her