Beberapa hari berikutnya, keluarga Harun secara resmi mengundurkan diri dari posisi mereka di perusahaan keluarga masing-masing. Selain itu, mereka juga mengalihkan saham yang mereka miliki kepada Erlin.Namun, keputusan Erlin untuk mengusir keluarga Felicia dari keluarga besar bukanlah tindakan yang diambil secara impulsif.Erlin benar-benar telah memutuskan untuk memutus semua hubungan dengan Felicia demi melindungi kepentingan keluarga dari ancaman sanksi yang mungkin dijatuhkan oleh Keluarga Sanjaya.Perlu diakui, tindakan Erlin sangat kejam dan dingin. Demi kepentingan keluarga, dia mengorbankan hubungan darah tanpa rasa ragu sedikit pun.Harun yang sangat menghormati ibunya, memilih untuk menyerahkan sahamnya tanpa meminta imbalan apa pun.Berbeda dengan Felicia dan Gauri yang telah kecewa berat dengan sikap dingin Erlin. Mereka sama sekali tidak mau berkompromi. Mereka menjual saham mereka dengan harga pasar tanpa memberikan potongan sedikit pun.Tindakan ini membuat Erlin sanga
Mata Gwen sontak berbinar-binar melihat Afkar. Dia menghampiri untuk menyapa, tidak lagi bersikap dingin seperti sebelumnya.Gwen bekerja di institut riset di Kota Nubes. Pekerjaannya sering membutuhkan bahan obat langka. Makanya, dia punya hubungan kerja sama dengan Sutopo.Setiap kali Sutopo datang ke Kota Nubes, dia akan membawakan beberapa tanaman langka untuk mereka. Kali ini, Gwen datang untuk mengambil barangnya."Ternyata Nona Gwen." Afkar mengangguk sambil tersenyum.Seketika, senyuman di wajah Gwen menjadi agak canggung. Dia pun memelototi Afkar dengan kesal, lalu menuju ke gudang di samping. Dia sudah menghafal rute di sini.Karena masalah sebelumnya, Gwen berubah pikiran lagi terhadap Afkar. Kini, dia merasa kagum sekaligus merasa bersalah terhadap Afkar. Hanya saja, Gwen tidak mengatakan apa pun.Gwen ingin semuanya kembali seperti semula. Dia ingin dekat dengan Afkar. Namun, Afkar malah bersikap dingin. Sikapnya tadi memang terlihat sopan, tetapi nyatanya Afkar menjaga ja
Usai berbicara, Gwen memelototi Afkar dengan kesal dan menuju ke gudang. Afkar tidak mengatakan apa pun dan hanya mengikuti di belakang.Setelah Gwen menaruh barang-barangnya di mobil dan hendak pergi, Afkar menahannya. "Tunggu sebentar. Temani aku ngobrol dengan Pak Sutopo dulu. Kemudian, kita sama-sama pergi."Gwen seketika memasang ekspresi tidak berdaya dan tidak sabar. Dia mengempaskan tangan Afkar, lalu menegur, "Afkar, kamu gila ya? Kamu terus mengikutiku dan menyuruhku menemanimu? Kamu juga mau mengejarku?"Gwen bertanya-tanya dalam hati, apa sebenarnya maksud Afkar? Afkar semula bersikap tidak acuh, tetapi sekarang malah sok dekat begini."Jangan sembarangan! Ayahmu yang suruh aku melindungimu. Katanya ada orang yang mungkin berniat jahat padamu," jelas Afkar sambil mengernyit."Cih! Alasan aneh. Nggak pernah ada pria yang memberiku alasan seperti ini. Sok keren! Rendahan! Genit! Huh!" Gwen mencebik."Lagian, mana mungkin aku mengejarmu. Kamu pacar Fadly. Memang ayahmu yang bi
"Nggak apa-apa, aku tahu kamu sibuk." Afkar melambaikan tangannya.Sutopo tersenyum malu, lalu mempersilakan Afkar masuk. Luas ruangan ini sekitar 200 meter persegi. Sudah ada belasan orang di sini. Semuanya memakai pakaian bermerek.Setelah Gwen masuk, beberapa bos pun mengajaknya mengobrol. Putri panglima seperti Gwen akan selalu menjadi pusat perhatian.Masing-masing tamu memiliki meja teh di depan mereka. Di atasnya terdapat camilan dan peralatan teh.Karena tamu terlalu banyak, Sutopo mengadakan pesta teh supaya mereka bisa minum teh sambil membahas bisnis. Jika dibandingkan dengan pesta biasa, pesta teh lebih elegan dan tidak perlu takut ada yang mabuk."Eh, ini menantu Keluarga Safira, 'kan? Kenapa ada di sini?" Begitu Afkar masuk, terdengar ejekan seseorang.Afkar memandang ke arah sumber suara, lalu menemukan kenalannya. Ternyata orang itu adalah Yuvan, pacar Viola.Di sampingnya, duduk seorang pria paruh baya yang merupakan ayah Yuvan. Namanya Lukman, bos Grup Giok Dikara.Af
Begitu ucapan ini dilontarkan, para bos beserta Lukman dan Yuvan pun menatap Afkar dengan tatapan menghina. Jika ini bukan pesta teh, orang-orang tidak akan peduli bagaimana cara Afkar minum teh.Namun, kali ini berbeda karena yang hadir adalah para tokoh terkemuka. Pesta teh ini diadakan secara khusus. Ada banyak peralatan teh di depan. Afkar seharusnya mengikuti langkah khusus untuk menyeduh teh."Kalian ini kenapa sih? Minum teh saja banyak aturan," ucap Afkar sambil mengernyit dan menatap Gwen."Haha! Biarkan saja, Pak Afkar. Kamu boleh minum sesuka hatimu." Sutopo tertawa untuk mencairkan suasana.Namun, Gwen tidak ingin berhenti sampai di situ. Hari ini, dia harus membuat Afkar malu. "Yang kita minum adalah teh oolong berkualitas tinggi.""Air pertama yang digunakan untuk menyeduh teh oolong harus dibuang. Kamu malah langsung minum. Dasar kampungan!""Selain itu, kamu harus menghangatkan tekomu dulu sebelum memasukkan daun teh. Ini supaya aroma teh menyatu sepenuhnya dengan air.
Ryasa memberi tahu Lukman, hanya ahli bela diri yang bisa menyerap energi spiritual batu giok untuk dimanfaatkan.Beberapa hari ini, Lukman terus menyelidiki tentang "tamu Negara Sakura" hari itu. Begitu mendapat informasi, dia akan mengundang Ryasa untuk membantunya membalas dendam. Namun, mumpung ada Afkar di sini, Lukman pun tidak ingin melewatkan kesempatan untuk memberinya pelajaran.Setelah melihat isyarat mata itu, Ryasa mengangguk dan berkata kepada Afkar, "Anak Muda, dengar-dengar kamu bisa mendeteksi energi spiritual pada batu mentah? Kalau kamu bisa merasakan konsentrasi energi spiritual, seharusnya kamu seorang ahli bela diri, 'kan?""Gimana kalau kita berduel? Aku bisa memberimu sedikit bimbingan nanti. Kamu nggak bakal nyesal kok."Sebagai ahli bela diri nomor satu di Provinsi Jimbo, Ryasa tentu sangat dihormati. Dia merasa dirinya tak tertandingi. Itu sebabnya, dia berani mengatakan akan memberi Afkar bimbingan.Afkar termangu sesaat mendengarnya. Kemudian, dia menyahut
Kebetulan, Ryasa juga telah mengambil tindakan dengan menerjang ke arah Afkar. Namun, saat melihat perubahan situasi ini, dia langsung mengubah arah dan menyerang salah satu sosok itu.Bam! Telapak tangan Ryasa berbenturan dengan telapak tangan sosok itu. Udara seketika terdistorsi karena energi keduanya. Bisa dilihat bahwa keduanya sama-sama kuat.Sementara itu, sosok lainnya langsung mengeluarkan pistol untuk membidik orang-orang yang ada di ruangan."Jangan ada yang bergerak!" Suara ini mengandung aksen orang Negara Sakura.Yuvan, Lukman, dan lainnya pun ketakutan hingga bercucuran keringat. Mereka semua mengangkat tangan sebagai tanda menyerah.Sementara itu, tatapan Afkar tampak tajam. Dia tidak menduga orang-orang ini akan datang secepat ini.Adapun Gwen, dia ketakutan hingga wajahnya memucat. Dia lantas melirik Afkar. Jadi, yang dikatakan Afkar benar? Memang ada yang mengincarnya?Gwen tentu tahu bahwa target sosok itu adalah dirinya. Untungnya, ada Ryasa yang melindunginya. Seh
"Hahaha! Cuma begini kemampuan kalian?" Tiano tergelak. "Orang-orang bilang pesilat Negara Yanura sangat hebat, begitu juga pasukan militer kalian. Tapi, nyatanya cuma begini kemampuan kalian!"Begitu mendengarnya, wajah Ryasa memerah. Saking emosinya, dia lagi-lagi memuntahkan darah. Ryasa menyergah, "Jangan sombong dulu! Ada banyak ahli bela diri di Negara Yanura! Aku memang bukan lawanmu, tapi pasti ada yang bisa membunuhmu! Di atas langit masih ada langit!""Oh? Masa?" Tiano memandang ke sekeliling dengan angkuh. "Di mana ahli bela diri seperti itu? Kenapa aku nggak melihatnya? Negara Sakura jelas lebih hebat dari negara kalian!"Usai berbicara, tatapan Tiano tertuju pada Gwen. Hari ini, targetnya adalah putri panglima."Di sini!" Tiba-tiba, terdengar suara seorang pria yang tenang. Tampak Afkar yang sedang meneguk tehnya dengan santai."Hm?" Tiano termangu, lalu segera mengalihkan pandangannya. Para petarung Negara Sakura juga melontarkan tatapan mereka kepada Afkar.Sementara itu
Afkar tersenyum kecil. "Tentu saja kita harus menemui nenekmu!"Meskipun Felicia mungkin tidak menyadari makna dari perkataan Viola tadi, Afkar sudah menyadari ada sesuatu yang tidak beres.Hari itu baru pukul tiga sore dan Felicia masih harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah mengantarnya ke perusahaan, Afkar langsung menuju ke gerbang TK Asri untuk menjemput Shafa lebih awal.Begitu sekolah selesai, Afkar melihat segerombolan anak kecil berlarian keluar dengan penuh semangat. Dengan cepat, dia melihat sosok Shafa di antara kerumunan kecil itu."Papa!" Gadis kecil itu berlari ke arahnya dan menggenggam tangannya sambil tersenyum riang. Shafa tampak begitu bersemangat hari ini.Namun, Afkar langsung mengernyitkan dahi ketika melihat wajah Shafa. Dengan suara tegas tapi lembut, dia bertanya, "Sayang, kenapa wajahmu? Siapa yang mukul kamu?"Di pipi mungil Shafa, terlihat beberapa goresan, dan salah satu matanya tampak membiru. Luka itu membuat hati Afkar terasa
"Ayo, Felicia, kita masuk dan pilih gaun pengantin!" Afkar mencibir sedikit sambil mengajak Felicia.Felicia melirik Viola yang masih terduduk di lantai, tetapi dia tak lagi mempedulikannya. Dia langsung mengikuti Afkar menuju butik gaun pengantin. Felicia sama sekali tidak hormat lagi terhadap keluarga pamannya. Melihat Viola diputuskan begitu saja, dia juga tidak merasa simpati sedikit pun.Namun, di dalam hatinya, Felicia agak penasaran. Kenapa Yuvan bisa bersikap begitu hormat pada Afkar? Apa sebenarnya yang terjadi?"Afkar, tunggu saja! Aku pasti akan membuatmu membayar semuanya!" Viola menggertakkan giginya, wajahnya merah padam karena malu. Tatapan para pengunjung yang menatapnya membuatnya ingin segera menghilang dari sana. Kebencian terhadap Afkar semakin mendidih di hatinya."Baiklah! Tapi jangan lupa, kamu masih berutang memanggilku ayah!" Afkar tertawa dingin dan mengejeknya.Mendengar hal itu, wajah Viola memerah sampai ke telinganya. Dia sudah tidak tahan lagi dipermaluka
Namun begitu Yuvan datang, dia langsung bersikap sangat sopan kepada Afkar dan Felicia!Ketika Yuvan mengatakan bahwa dirinya dan Felicia adalah sekeluarga, Viola malah mengira Yuvan sedang berusaha menjaga harga diri Viola agar hubungan kerabat mereka tidak terlihat terlalu buruk. Karena itu, dia buru-buru menjauhkan diri dari Felicia dan Afkar."Kamu dengar itu? Keluarganya dan keluarga kami sudah saling bermusuhan!" Afkar tersenyum tipis sambil menatap Yuvan.Wajah Yuvan langsung berkedut beberapa kali. Sialan! Apa maksudnya ini? Viola bilang dia bermusuhan sama Afkar? Kalau begitu, jika dirinya terus bersama Viola, bukankah itu berarti dirinya juga ikut bermusuhan dengan Afkar? Itu benar-benar cari mati!Hubungannya dengan Viola dimulai ketika Viola mengajukan ide pertunangan. Viola berpikir bahwa kekayaan Lukman, ayah Yuvan, yang mencapai puluhan triliun, ditambah Yuvan sebagai anak tunggal, akan membuatnya mendapatkan setengah dari kekayaan itu setelah menikah. Bahkan jika Keluar
"Aku punya uang, tapi apa salahnya kalau istriku sendiri membelikan pakaian untukku?" jawab Afkar dengan kesal.Viola mendengus sinis. "Kamu punya uang? Kalau kamu punya uang, itu juga dari Felicia! Kamu nggak malu, ya? Hidup dari uang perempuan, tapi masih bisa membanggakan diri! Aku benar-benar nggak ngerti, kenapa perbedaan antara laki-laki bisa sejauh ini?"Setelah itu, dia melirik Felicia dengan seringai penuh kemenangan. "Kak Felicia, kamu mungkin belum tahu, tapi aku juga akan bertunangan! Yuvan melamarku kemarin.""Oh, siapa Yuvan?" kata Felicia dingin."Dia adalah putra pemilik Grup Giok Dikara, perusahaan batu giok terbesar di Provinsi Jimbo. Kekayaan keluarganya puluhan triliun. Biarpun perusahaan farmasi kecilmu itu sukses besar, butuh berapa tahun untuk mengejar Keluarga Gupita?" ucap Viola.Wajah Felicia tetap tenang. "Kalau butuh waktu lama, biarlah. Itu hasil usaha kami sendiri. Keluarga pacarmu bukan berarti kekayaan itu milikmu. Kenapa bangga sekali?""Haha! Ini pasti
Menikah ... dengan pria ini? Pada saat itu, hati Felicia terasa kacau. Namun, ketika dia menoleh ke arah Afkar yang berdiri di sampingnya, entah kenapa hatinya tiba-tiba menjadi tenang. Bayangan pangeran berkuda yang dulu dia impikan perlahan mulai menyatu dengan sosok pria di hadapannya ini."Nggak apa-apa! Ayo, kita masuk untuk milih gaun pengantin!" Dengan senyuman lembut di wajahnya, mata Felicia tampak sedikit merah dengan kilau yang hampir tak terlihat.Pada momen itu, hati Afkar terasa seperti tertusuk sesuatu. Dia terpana. Dalam sekejap, Felicia terlihat begitu memesona hingga membuatnya tenggelam dalam keindahan tersebut.Namun, momen hangat itu mendadak pecah oleh suara nyaring yang tak diundang. "Wah, kak Felicia? Bawa cowok ini untuk milih gaun pengantin, ya?"Mendengar suara itu, Felicia dan Afkar langsung mengernyitkan dahi. Ekspresi keduanya memancarkan kejengkelan."Ya. Kami akan menikah. Bukankah aku baru saja mendapatkan perusahaan farmasi? Ayah dan ibuku bilang ini s
Afkar langsung mengenali dokumen itu! Bukankah ini perjanjian pernikahan palsu yang pernah ditandatangani Felicia bersamanya? Namun kenapa sekarang ... dia malah merobeknya?"Eh, maksudmu apa? Apa kamu merasa aku melayanimu kurang baik dan ingin mengakhiri ini semua?" Afkar mengernyitkan dahi. Wajahnya tampak rumit, tidak mengerti kenapa mendadak perjanjian itu disobek."Dasar bodoh!" Felicia mendelik sebal, lalu berkata dengan nada dingin, "Luangkan waktumu sore ini. Kita pergi beli pakaian pernikahan dan perhiasan.""Eh ...." Afkar terpana lagi. Namun setelah menyadari maksudnya, senyum tipis langsung muncul di wajahnya. "Oh, jadi maksudnya mau meresmikan aku, ya?"Wajah Felicia yang cantik memerah seketika, rona merah merayap hingga ke pipinya. "Jangan sok tahu! Siapa juga yang mau meresmikanmu?! Itu cuma kemauan ayah dan ibuku. Ini cuma untuk membuat mereka senang!"Afkar tertawa kecil, lalu berkata santai, "Oke, oke. Kalau begitu, kita harus melakukannya dengan serius, 'kan?""Ber
Sahira akhirnya melepaskan tangannya dari leher Afkar, kemudian langsung naik ke mobil dan meninggalkan tempat itu. Afkar berdiri di sana, tampak seperti pria yang terbuai sambil menatap mobil Sahira yang menghilang di kejauhan.Namun, begitu dia berbalik, ekspresinya langsung berubah dingin.Pada saat ini, Sahira mengira Afkar sudah sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, dia tidak menyadari bahwa racun pengikat jiwa yang dimasukkannya telah terblokir oleh energi naga dalam tubuh Afkar.Afkar sebenarnya bisa memusnahkan racun itu, tetapi dia ragu sejenak. "Sahira, kuharap kamu benar-benar bisa menemukan orang tuaku. Kalau itu benar terjadi, aku nggak tahu harus bagaimana membalas budimu.""Cari liontin naga? Apa kamu tahu rahasia liontin itu ... atau bahkan identitasku? Mengembalikan kerabatku? Entah kenapa, aku sama sekali nggak percaya."....Malam harinya.Afkar keluar dari vila dan duduk bersila di puncak gunung yang sunyi tanpa penghuni. Di depannya, giok spiritual mengamba
Tidak heran Alvin dulu bisa tergila-gila pada Sahira, sampai-sampai tak mau mendengar nasihat orang tuanya. Saat ini, Afkar menatap Sahira dengan tatapan penuh ketertarikan dan keinginan yang tak bisa ditutupiDengan wajah terpesona, dia mengangguk seperti orang bodoh dan berkata, "Cantik ...."Sahira tersenyum manis, tetapi di dalam hatinya dia mendengus dingin. 'Dasar pecundang! Berani-beraninya kamu menggagalkan urusanku berkali-kali, tapi pada akhirnya tetap jatuh dalam genggamanku.''Kali ini, racun pengikat jiwa yang kuberikan padamu jauh lebih kuat dibandingkan racun cinta yang kupakai pada Alvin dulu. Meskipun kamu punya kemampuan, kali ini kamu nggak akan bisa lepas dari kendaliku.'"Kamu suka aku nggak?" Sahira berbisik lembut, tubuhnya yang lentur kini menggantung di leher Afkar, suaranya seperti alunan melodi yang memabukkan."Tentu saja suka ... sangat suka," jawab Afkar. Tatapan matanya kosong seperti terbius."Kalau begitu, aku mau tanya beberapa hal padamu. Kamu harus j
Fadly sempat tertegun sejenak. Dari tatapan mata Afkar, dia merasakan sesuatu yang berbahaya.....Di sebuah jalan pegunungan yang sunyi, Sahira mengemudikan mobil off-road-nya dengan kecepatan stabil. Pada saat ini, dia sudah keluar dari wilayah kekuasaan Keluarga Samoa.Namun, tiba-tiba matanya yang penuh pesona melirik ke kaca spion, dan senyum penuh arti muncul di wajahnya. Dengan cepat, dia memutar kemudi dan berbelok menuju sebuah jalan kecil yang lebih terpencil.Tak lama kemudian, sebuah sosok yang tegap tiba-tiba muncul di tengah jalan dan menghentikan laju mobil. Sahira menghentikan mobil dan turun, ekspresinya tampak sedikit heran dan curiga. "Kamu mau apa?" tanyanya.Wajah Afkar terlihat dingin, lalu dia berkata dengan suara berat, "Rampok!"Sahira tercengang sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak, suara tawanya manis namun menggoda."Merampok? Wah, Afkar… kamu humoris juga, ya. Jadi kamu mau merampok apa nih? Uang atau ... kehormatanku?"Wanita ini sepertinya memiliki da