"Al-Al...aku pikir...kamu itu adalah laki-laki baik. Seorang suami yang setia sama istrinya. Kamu mencintai Nadine dengan sepenuh hatimu...tapi...ternyata...penilaianku selama ini sama kamu itu salah besar!" Ucap Dimas tegas sambil berdecih, wajahnya mengeras, kedua tangannya tenggelam di saku celana. Menatap Aliando lurus dengan tatapan jijik dan sinis. "Laki-laki yang kelihatannya baik, yang kelihatannya enggak akan main perempuan, tapi ternyata malah sebaliknya! Malah selingkuh! Ckck. Beneran enggak terduga kamu, Al. Malu-maluin banget tau enggak sih kamu!" Mata Dimas lalu menyipit, rahangnya terkatup rapat, kemudian melanjutkan bicara. "Dan kamu tau, Al...kamu itu sudah mengkhianati Nadine tau enggak...kamu itu sudah menyakiti Nadine!!!" Lanjut Dimas sambil menuding muka Aliando. Keberanian Dimas kembali muncul kepermukaan setelah melihat Reno mengungkapkan kekecewaanya kepada Aliando.Mendengar hal itu, Aliando mendengus dingin, tapi ia tidak membalas apa-apa, hanya menatap
Semua anggota keluarga Sadewa mengerjap, mata mereka membulat -seketika. Mencerna perkataan Aliando dalam sepersekian detik. "Sepertinya sudah enggak ada kata ampun lagi buat kalian semua karna kalian sudah berani lagi sama aku, kalian udah menuduhku yang bukan-bukan, malah mengompori hal yang belum pasti kebenarannya..." Lanjut Aliando. Seketika semua anggota keluarga Sadewa terbeliak, saling lirik satu sama lain, segera menyadari bahwa tindakan mereka tadi itu benar-benar bodoh. Dion dan Dimas agak dag dig dug ser sebenarnya mendengar hal itu, keduanya langsung saling pandang, seakan tengah menyamakan frequensi.Namun, keduanya berusaha untuk tetap bersikap tenang, terus mengatakan kepada diri mereka masing-masing kalau semuanya akan baik-baik saja. Aliando tidak akan berpikir bahwa mereka lah dalang dibalik kejadian ini (jadi mereka tidak akan sampai ketahuan). Toh, pasti, Anggia tidak akan membawa-bawa nama mereka. Dan mengenai ide Nadine yang meminta dilakukannya test DNA,
Anggia merasakan jantungnya berdetak kencang, sekujur tubuhnya gemetaran hebat. Ia mengigit bibirnya kuat-kuat, kentara sekali jika perempuan itu sedang dilanda ketakutan. Bagaimana ini? Aliando akan melaporkan dirinya ke polisi jika hasil test DNA menyatakan sebaliknya? Lalu dia akan dijebloskan ke penjara setelahnya? Dan dia akan melahirkan di penjara? Enggak-enggak. Anggia buru-buru menggeleng, ia tidak mau masuk penjara dan melahirkan di sana. Astaga. Kenapa jadi kayak gini sih! Teriak Anggia dalam hati. Frustasi bukan main. Gagal sudah tugas yang ia jalankan. Kini semua mata tengah tertuju ke arah Anggia, menunggu perempuan itu bersuara. Anggia baru saja diintimidasi dan diancam oleh Aliando dan Pak Irawan. Mereka berdua mengancam Anggia jika akan melaporkan Anggia ke polisi atas tuduhan palsu dan pencemaran nama baik. Pak Irawan baru kepikiran soal itu setelah Aliando menyinggung akan melaporkan Anggia ke polisi.Maklum, tadi karena saking marahnya, ia jadi tidak bisa
"E-ee....i-itu Tuan...Nona...s-saya..." Kata Anggia terbata. Pandangannya langsung jelalatan ke mana-mana setelah sebelumnya menatap ke arah anggota keluarga Sadewa agak lama. Sekujur tubuhnya gemetaran, dia tampak sedang dilanda ketakutan. Anggia masih dilema ; antara mengatakan hal yang sebenarnya kepada Aliando dan Nadine atau tidak. Melihat Anggia yang ketakutan sekaligus seperti kebingungan itu, Nadine dan Aliando segera mendesak perempuan itu untuk melanjutkan kalimatnya. "Tuan Al...Nona Nadine..." Ucap Anggia setelah terdiam sebentar, masih terbata, suaranya juga tercekat di tenggorokan. Aliando dan Nadine mengangguk. Kedua alisnya terangkat, menunggu kalimat Anggia selanjutnya. "Sebenarnya...aku melakukan hal ini karna disuruh sama seseorang Tuan dan Nona...bukan karna kemauanku sendiri..." Kata Anggia lagi. Seketika Aliando dan Nadine terkejut mendengar pernyataan Anggia yang lain, diikuti oleh semua orang yang ada di situ. Jadi perempuan itu disuruh oleh seseorang
Anggia terus mengucap terima kasih tak terhingga kepada Nadine karena telah mengampuninya. Ia juga meminta maaf kepada Nadine untuk yang kesekian kali karena ia telah membuat Nadine sempat jantungan tadi dan sakit hati -padahal hati Nadine seperti malaikat. Nadine berkata jika dia mengampuni Anggia karena merasa kasihan dan dia sendiri pun juga tengah hamil.Namun, tentu saja, awalnya Nadine juga marah dengan Anggia. Sangat marah malahan. Tak mau Nadine berubah pikiran, Anggia akan berkata jujur saja secepatnya. Kemudian, Anggia tampak menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar lebih dulu. Tengah mempersiapkan diri untuk menceritakan hal yang sebenarnya kepada Aliando dan Nadine. Lagi dan lagi, tatapan matanya lalu terarah kepada anggota keluarga Sadewa. Hal itu tentu saja membuat keluarga Sadewa jadi belingsatan. Deg deg an tak karuan.Kenapa perempuan itu terus-terus an menatap ke arah mereka? Apa seseorang yang telah menyuruhnya itu memang salah satu dari mereka
"BOHONG!!!" Dion berseru dengan rahang mengeras dan muka merah padam. Sontak saja, semua orang terbelalak. Dion menatap tajam Anggia seraya berkacak pinggang. "Jangan bohong kamu perempuan gila! Berani banget kamu menuduh kami berdua yang udah nyuruh kamu?!" Kata Dion lagi sambil menunjuk-nunjuk Anggia. Anggia mengerjap mendengar hal itu, mendadak kebingungan.Hei ... kenapa dirinya yang malah dikira menuduh Dion dan Dimas? Apa-apaan ini! Jelas-jelas, mereka berdua lah yang menyuruh dirinya. Anggia mendengus kesal, mengepalkan kedua tangannya, balas menatap Dion tajam. Ia tidak akan gentar menghadapi mereka berdua. Ia harus bisa meyakinkan Aliando dan Nadine bahwa mereka berdua lah yang berbohong. Sementara itu, Lidya tengah memejamkan mata kuat-kuat, jantungnya tengah berdetak kencang, ia tak habis pikir dengan suaminya yang masih saja mengelak.Kenapa suaminya itu tidak mengaku saja?! Dengan begitu, masalah akan cepat selesai dan tidak akan sampai berlarut-larut! Dimas den
Nadine lalu berjalan menyusul Aliando. Tiba di samping sang suami, pandangan Nadine menatap ke sekitar lebih dulu sebelum akhirnya jatuh pada sosok Lidya. Kakaknya itu terlihat gemetaran dan wajahnya juga dipenuhi dengan gurat ketakutan. Nadine mendesis seraya melipat tangan di depan dada. "Jadi...Kak Lidya udah tahu rencana Bang Dion dan Dimas? Atau bahkan...Kak Lidya ikut merencanakan ini bersama mereka berdua?" Tanya Nadine, setengah menuduh. Kedua mata Lidya seketika melebar mendengar hal itu, kemudian mendongak demi memastikan pertanyaan Nadine. Detik berikutnya, Lidya buru-buru menggeleng sambil menjawab. "A-aku enggak ikut-ikutan merencanakan hal itu Nad...sumpah...aku enggak terlibat sama sekali! Aku juga enggak tahu menahu!" Lidya lalu melangkah maju dan meraih kedua tangan sang adik. "Aku aja baru dikasih tau sama Mas Dion dan Dimas tadi Nad...tapi aku takut mau ngasih tau kamu dan Al...jujur, Nad -" "Kenapa Kak Lidya enggak ngasih tau sama aku dan Mas Al saat itu j
Pandangan Reno lalu beralih kepada Dimas, sang anak. Dengan wajah mengeras, mata melotot, otot-otot yang menegang hebat. Dia pun berkata dengan nada meledak-ledak. "Papa kan udah bilang sama kamu, Dim...untuk jangan cari masalah lagi sama Al!" Bentak Reno. Dia kemudian menambahkan dengan napas menderu. "Tapi apa ini, hah?! Apa yang kamu lakukan, Dimas? Telingamu itu dipasang atau tidak sih?! Kamu dengerin apa kata Papa atau tidak sih?!"Dimas yang tengah menunduk, tampak mendongak secara perlahan. "Pa...aku... --" Plak! Namun belum sempat Dimas bicara, Reno sudah menampar pipinya lebih dulu.Annnnnjingg...kenapa aku terus kena tampar sih?! Rutuk Dimas dalam hati. Emosi bukan main. Tapi, sepertinya itu bukan tamparan yang terakhir untuknya, pasti masih akan ada tamparan selanjutnya setelah ini.Bisa-bisa bonyok dong mukanya setelah keluar dari pesta ini karena harus mendapat hajaran dari orang-orang yang murka kepadanya! "Pa...aku diajak Bang Dion untuk melakukan rencana itu...