"Ya...aku udah tau siapa suamiku yang sebenarnya...Mas Al udah cerita semuanya sama aku...bahkan...aku juga udah bertemu dengan kedua orang tua kandungnya Mas Al dan diajak ke rumah mereka, kedua mertuaku, yang secara otomatis jadi kedua orang tuaku juga, aku udah dikenalkan kepada mereka, Sya. Ya, sudah seharusnya dong sebagai seorang suami untuk melakukan hal itu pada istrinya?" Jawab Nadine setelah terdiam sebentar dengan senyum yang sangat dipaksakan. Dia sengaja mengeraskan suaranya untuk memanas-manasi Tasya. Semenjak Nadine mengetahui kejadian Aliando yang mengeluarkan black card, dia memang belum cerita kepada Tasya lagi -karena Tasya juga lama tidak ada kabar -tapi kini muncul-muncul malah membuat onar. Namun jika soal dia yang sudah mulai menerima Aliando, dia sudah memberitahu Tasya. Tasya melotot, pandangannya langsung ke mana-mana, tubuhnya menegang -seketika. Beberapa detik kemudian, Tasya mendadak berpikir. Jadi, ternyata Aliando sudah mengungkapkan identitasn
"Aku sengaja ngerjain kamu biar kamu itu marah sama aku, aku juga sengaja enggak menggubris chat dari kamu supaya kamu itu sadar diri. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu malah semakin menjadi-jadi." "Betul apa yang dibilang sama istriku, mau kamu menggodaku dengan cara apa pun, mau kamu telanjang bulat sekali pun di depanku, aku enggak bakalan tergoda." "Dan aku malah tertawa saat kamu mengirimi foto yang enggak senonoh itu. Bukannya tergoda, tapi, ujung-ujungnya malah buat hiburan bagi kami berdua...sambil mikir...kok ada ya perempuan enggak punya malu seperti kamu?" Ujung Kalimat Aliando benar-benar menohok ulu hati Tasya. Apalagi saat melihat Aliando dan Nadine kompak tersenyum, sengaja memamerkan kemesraan di depan Tasya. Tasya tidak bisa membalas perkataan Aliando. Dia hanya menundukan kepala dalam-dalam. Dia malu sekali dengan Aliando. Tasya teringat bagimana dia mengejar-ngejar Aliando belakangan ini, menggoda, sampai menebalkan muka dan rasa malu, melalukan berbagai macam
Aliando mendapat panggilan masuk dari orang yang dia tugaskan untuk menghancurkan restoran milik Dika. Aliando pun segera mengusap layar untuk menerima panggilan itu, kemudian menempelkan ponsel di telinga, menyapa orang di sebrang sana. "Boss, kami telah menyelesaikan tugas kami dengan baik. Kami berhasil membuat restoran milik orang bernama Dika itu bangkrut. Kini, restoran itu sudah ditutup!" Lapor orang itu. Aliando seketika itu tersenyum sambil mangguk-mangguk. Kerja yang bagus. Aliando tidak bisa membayangkan bagimana reaksi Dika setelah mengetahui jika restorannya bangkrut."Dan saya juga akan memberitahukan kabar baik lainnya yang juga masih berhubungan dengan Dika, Boss." Kening Aliando langsung berkerut. Berita baik apa? "Oh ya? Berita apa itu?" Aliando langsung menyahut dengan antusias. "Bisnis bar milik Dika yang dia rintis bersama teman-temannya itu juga sedang mengalami masalah, Boss. Dimana, teman-temannya pada mengkhianatinya. Jadi, keadaan dia tambah terpuru
"Kalau dipikir-pikir ya, sayang...aku yang tinggal bersama Ayah Damar dengan kehidupan yang keras, aku jadi kenyang makan asam garam kehidupan. Aku jadi merasakan bagaimana rasanya menjadi orang susah, orang miskin, selama bertahun-tahun lamanya sebelum akhirnya aku tahu bahwa ternyata aku bukan lah anak kandung Ayah Damar, melainkan adalah anak dari orang kaya raya."Nadine balas mengangguk. Kembali merasa kasihan sekaligus bangga dengan suaminya. Tapi semuanya telah terbayar sekarang. Kehidupan Aliando berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan, Aliando bisa membeli seisi dunia yang dia mau. Nadine juga jadi senang dan lega disaat bersamaan saat mendengar kalau pada akhirnya kedua orang tuanya Aliando luluh dan memandang kebaikan Pak Damar selama ini. Aliando telah mendapat kabar dari Ayah Damar, Pak Irawan, mau pun dari Papanya sendiri jika Ayah Damar sudah diberi rumah dan mobil mewah. Rencananya pula, Ayah Damar akan diberi pekerjaan, ditawari berbisnis, supaya kehidupann
Nadine tampak tidak tenang di tempat duduknya karena dia tengah mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf soal sikap dan perlalukannya dulu kepada Pak Damar.Pak Damar lalu beralih menyapa Nadine. Keduanya berbasa-basi singkat. "Saya senang sekali mendengar kalau kabar Ayah Damar dalam keadaan sehat dan baik-baik saja." Kata Nadine sambil mengulas senyum. Dia sudah bisa menguasai diri lagi. Pak Damar mengernyit. Hei, Nadine baru saja memanggilnya dengan panggilan 'Ayah'? Tentu saja hal itu membuat Pak Damar heran. Pasalnya, selama ini, Nadine tidak pernah memanggilnya begitu. Nadine lalu bangkit dari sofa, meraih tangan Pak Damar -hal itu membuat Pak Damar semakin heran -tapi dia membiarkan Nadine melakukan hal itu. Kemudian, Nadine mencium punggung tangan Pak Damar. Hei, bahkan sekarang, Nadine mencium tangannya? Bersikap sopan padanya?Kepala Pak Damar seketika itu langsung dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan. Pak Damar beralih menatap Aliando, seakan minta penjela
Dika turun dari mobil, detik berikutnya, terdengar suara keras yang berdebam.Pasalnya Dika menutup pintu setengah membantingnya dengan segala emosi yang tengah carut marut. Setelah berpikir bahwa mungkin saja ada orang yang tidak suka dengan kesuksesan dirinya, mungkin ada rival bisnisnya diluar sana yang ingin menghancurkan bisnisnya. Hingga akhirnya melakukan sesuatu pada bisnisnya. Oke. Sepertinya pemikiran Dika ini terlalu percaya diri. Tapi hal itu memang kerap terjadi di dalam dunia bisnis berbisnis. Pasti ada orang yang tidak suka. Rival bisnis. Namun ketika Dika memikirkan hal itu, nama Aliando lah yang pertama kali muncul di benak. Dika langsung memikirkan ancaman Aliando pada malam sewaktu pesta di rumahnya yang entah kenapa ancamannya itu benar-benar menjadi kenyataan sekarang. Awalnya Dika tidak terlalu mengindahkan ancaman itu, tidak dia ambil pusing, dia menganggap ancaman Aliando itu hanya gertak sambal saja. Tapi setelah apa yang kini terjadi pada restorannya, me
"Kamu terlalu menikmati kesuksesanmu, kamu terlalu besar kepala...mentang-mentang kamu udah jaya, udah berada di atas, terus kamu jadi lupa segalanya. Lupa daratan. Bertindak sesuka hati dan semena-mena.""Aku sih...hanya menyentil sedikit saja restoranmu itu, Dik...membantumu merobohkan restoranmu yang memang sudah mau tumbang itu dan dalam sekali sentilan jari saja, maka, boom. Hancur sudah!" Kata Aliando lagi sambil memperagakan dengan jari telunjuknya dengan seringaian lebar yang tampak menghiasi bibirnya. Kemudian, dia terkekeh pelan. Dika seketika itu merasakan dadanya sesak bukan main.Dika terus menghembuskan napas dengan berat untuk melegakan sesak yang tengah melanda. Sudah jelas sekarang kalau Aliando adalah orang yang sudah membuat restorannya bangkrut.Kini Dika tengah kalut bukan main. Rasa-rasanya dia mau menangis saja setelah mendapati dirinya yang telah hancur lebur. Tapi Dika mendadak teringat sesuatu. Soal masalah pada bar-nya. Apakah itu juga ulah Aliando? Piki
Aliando dan Nadine tengah kompak memandang Dika dengan dingin dan sinis. Lega rasanya setelah Aliando mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini dia pendam kepada sahabat yang tidak tahu diri itu. Puas diwaktu bersamaan setelah mendapati Dika pada akhirnya menyesal.Nadine juga sama lega dan puasnya seperti yang tengah dirasakan suaminya dengan apa yang tengah dilakukan oleh Dika saat ini. Nadine adalah saksi yang melihat bagimana menjengkelkannya Dika. Itu yang mereka harapkan pula, yang mereka berdua tunggu-tunggu ; moment Dika yang pada akhirnya meminta maaf, memohon-mohon, menyesal dan bertekuk lutut. "Aku sungguh menyesal, Al dengan perbuatanku ke kamu saat aku sudah sukses, aku sungguh menyesal karna aku enggak mau menganggap kamu sebagai sahabatku lagi disaat aku udah berada di atas." Ucap Dika dengan suara dan bibir bergetar, dengan kepala yang tertunduk dalam-dalam dan dengan sekujur tubuh yang tengah gemetaran hebat.Aliando dan Nadine kompak mendengus, kembali menang
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa