"Lihat lah ...menantu yang selama ini kalian anggap sampah, tidak berguna, payah ...kini bisa membalikan keadaan dengan begitu cepat ...omongan menantu yang kalian anggap tidak berguna itu tidak main-main ...dia serius bisa membuat perusahaan kalian bekerja sama dengan DN Corp ..." Ucap Pak Irawan dengan nada dan ekspresi wajah dingin. Bercampur sinis. Menatap semua orang yang ada di ruangan itu secara bergantian. Lengang sejenak di ruangan itu. Tidak ada satu orang pun yang berani membuka mulut saat Pak Irawan sedang berbicara.Bahkan, mereka tidak berani melakukan gerakan sekecil apa pun, melakukan kontak mata dengan Pak Irawan, alhasil mereka memilih menundukan kepala atau sesekali melirik ke sekitar, selagi suara Pak Irawan menggema di ruangan itu. Suara tajam dan penuh nada mengintimidasi itu tentu saja membuat bulu kuduk mereka meremang dan suasana tidak nyaman. Pak Irawan menghembuskan napas dengan kasar lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. "Apakah ...setela
"Karna tanpa Aliando, perusahaan kalian tidak akan bisa bekerja sama dengan DN Corp." Pak Irawan menyeringai. Merasa sedikit senang melihat keterkejutan di wajah-wajah mereka."Kalian dengar sendiri, kan, tadi, apa yang dikatakan oleh Pak Hakim? Pak Hakim ...tidak mau tanda tangan jika tidak ada Aliando di sini." Kata Pak Irawan lagi sambil tergelak. Mereka terdiam untuk beberapa saat, kemudian mengangguk samar secara bersamaan. Membenarkan perkataan Pak Irawan. Akhirnya, dengan amat terpaksa, Reno, Arjuna dan Dion bergantian mengucapkan rasa terima kasih mereka kepada Aliando. Aliando hanya mengedikan bahu, mengangguk samar, menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum tipis saat kembali menyaksikan anggota keluarganya Nadine yang kali ini berganti mengungkapan rasa terima kasih mereka. Sebelumnya, Aliando telah memberitahu Pak Irawan untuk bersikap biasa saja kepada dirinya. Tapi apa yang dilakukan Pak Irawan? Tapi kalau dipikir-pikir lagi. Hal itu tidak terlalu menjadi masal
Arjuna menatap Reno lamat. Terdiam sebentar sebelum kemudian memilih mengalihkan pandangan ke depan, helaan napas pun keluar dari mulutnya. Dia tidak mau meladeni Reno yang keras kepala itu. Pasti malah akan menjadi perdebatan panjang jika dilanjutkan. Reno mendesis, melambaikan tangan. "Udah lah, Jun. Kamu jangan pernah menganggap Aliando itu udah berubah. Udah hebat. Dia itu masih sama aja kayak dulu. Masih tetap miskin. Dia itu hanya beruntung saja karna bisa mengenal orang penting!" Tandas Reno. Mendengus. Arjuna menoleh, tapi hanya diam, tidak berniat mau membalas ucapan Reno. Arjuna malah jadi memikirkan ucapan Reno barusan yang menyinggung soal Aliando yang kata dia masih menjadi orang miskin. Apa benar jika Aliando masih jadi orang miskin? Setelah Aliando mengatakan jika pembelian perhiasan dan mobil Lamborghini itu dibeli dengan uangnya sendiri dan uang 50 miliar yang waktu itu diberikan kepada perusahaan juga adalah uangnya sendiri. Bukan dipinjami David. Aliando t
Kinanti setuju dengan apa yang dikatakan oleh suaminya.Sebaik apa pun, seroyal apa pun dan sekaya apa pun, tidak mungkin jika keluarganya Pak Irawan mau meminjamkan uang segitu banyaknya kepada Aliando. Bahkan, terkadang, dengan sesama anggota keluarga saja, kerabat, banyak yang tidak percaya dan menaruh curiga satu sama lain. Apalagi ini konteksnya Aliando adalah orang lain. Keduanya juga tidak tahu seberapa dekat hubungan antara Aliando dengan keluarganya Pak Irawan. Jadi, keduanya tidak yakin jika Aliando mendapatkan pinjaman uang dari keluarganya Pak Irawan. Tapi memang tidak, semua uang itu adalah milik Aliando sendiri, Aliando sendiri lah yang bilang hal itu secara langsung, tapi keduanya masih belum bisa mempercayainya saja sampai sekarang. "Kalo misalnya Aliando menang lotre, atau berjudi, tapi ...pasti juga enggak akan mungkin sampai sebanyak itu. Jika uang itu adalah hasil dari dia bekerja selama ini juga enggak mungkin rasanya bisa sampai sebanyak itu. Lagi pula, dia
"Gimana kalau kita membeli rumah saja, sayang? Kita tinggal sendiri? Pergi dari sini? Supaya ...aku enggak dikatakan sebagai menantu dan suami yang hanya numpang hidup di rumah istrinya ..." Ucap Aliando dengan pandangan lurus ke depan, jari jemarinya kini tengah asik mengusap puncak kepala Nadine.Beberapa detik kemudian, dia menoleh, meminta pendapat sang istri. Sebenarnya Mama dan Papanya sudah menawari dirinya untuk tinggal di istana mereka atau jika Aliando keberatan, ingin tinggal sendiri, mereka akan langsung menyiapkan rumah megah untuk ditinggali dirinya dan istrinya. Namun Aliando bilang nanti dulu, dia perlu berbicara dengan Nadine mengenai hal itu.Nadine yang sedang nyaman berada di dada bidang sang suami buru-buru menarik wajah dari sana begitu mendapat pertanyaan yang menarik perhatian. "Aku sih nurut aja sama kamu, ya, Mas. Aku akan ikut ke mana pun kamu pergi. Karna ...kamu itu adalah suami aku." Jawab Nadine sambil tersenyum.Aliando balas mengulas senyum. "Ya ak
Aliando mendongak, saat mendengar suara Ibu mertua yang memanggilnya, lantas menatap Kinanti. Ada apa? "Al ..." Ulang Kinanti dengan nada penuh hati-hati. "Iya. Ada apa, Ma?""Katanya ...David mau meminjam Lamborghini-mu ..." Meja makan mendadak lengang -seketika. Semua kepala langsung tertoleh kepada Kinanti dan David bergantian. Tertarik dengan apa yang barusan Kinanti katakan. Sejak tahu jika Aliando membawa Lamborghini ke rumah ini (terlepas dari Lamborghini itu beneran milik Aliando atau bukan). David yang memang memimpikan mobil sport sejak kecil, berkeinginan dapat memiliki mobil sport suatu hari kelak, tentu saja senang sekali dengan adanya mobil sport di rumahnya. Dia langsung antusias, impian sejak kecil langsung memberontak -seketika itu juga dan langsung berkeinginan untuk mencoba mobil sport tersebut. Tapi masalahnya Lamborghini itu dibawa oleh Aliando. Kuncinya ada pada Aliando. Sedangkan hubungan mereka berdua tidak baik. David menyadari jika sikapnya selama
Setelah dipikir-pikir sesaat, akhirnya Arjuna berkata jujur kepada mereka bahwa Lamborghini itu milik Aliando. Menantu mereka.Arjuna berpikir, bahwa tidak ada gunanya berbohong, cepat atau lambat, semua orang akan tahu dan tentu saja kepo. Lamborghini itu akan menjadi topik pembicaraan yang panas kedepan. Termasuk oleh anggota keluarganya nanti. "Oh ...Lamborghini itu bukan punya kami. Bukan kami yang beli. Tapi Aliando yang beli. Menantu kami." Jawab Arjuna santai sambil menunjuk ke arah Lamborghini yang kebetulan sudah terparkir di halaman rumah, tampak elegan dan mewah, sudah menjadi pusat perhatian semua orang sejak tadi. Lamborghini itu, apalagi keluaran terbaru, yang harganya selangit, dipandang sebagai mobil mewah di kalangan mereka.Mobil yang dimiliki mereka? Tentu saja harganya jauh sekali. Jomplang. Makanya, mereka langsung heboh, kepo, setelah tahu jika ada Lamborghini di rumah keluarga Arjuna. Seketika Kinanti menoleh ke arah Arjuna, melotot, tidak suka dengan
Aliando agak kaget saat tahu-tahu dia diserang pertanyaan mengenai Lamborghini miliknya. Mencerna dalam waktu sepersekian detik, sebelum kemudian berdehem, segera tau dengan situasi yang saat ini sedang terjadi dan tahu apa yang harus dia lakukan. Namun sebelum Aliando sempat menjawab, Kinanti sudah menyuruh Aliando untuk masuk ke dalam lagi mengambil surat bukti kepemilikan Lamborghini. Aliando pun menurut, masuk ke dalam lagi untuk mengambil apa yang diminta oleh Ibu mertua. Tak lama kemudian, Aliando sudah kembali ke depan dan langsung menyerahkan surat bukti kepemilikan Lamborghini itu kepada mereka. Salah satu dari mereka segera mengecek -seketika. Diikuti yang lain yang sudah kepo setengah mati. Depan rumah lengang sejenak. Semua pandangan orang-orang itu kini tengah terfokus pada surat bukti kepemilikan tersebut. Sementara Aliando, Kinanti dan Nadine menunggu di hadapan mereka dengan sikap tenang. Beberapa saat kemudian, mereka kompak mendongakkan kepala, menatap merek
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa