Sesampainya di apartemen, Beni dan Nengsih terburu-buru masuk ke kamarnya. Saat pintu terbuka, mereka melihat sisa permen karet menempel di sana. Melihat itu, lantas mata Beni langsung melebar dan ia gegas mencari Tiara di kamar. Namun nihil, tak ada siapapun di sana.Seketika Nengsih dan calon suaminya berpandangan. Wajah mereka nampak gusar karena orang yang selama ini mereka lindungi hilang begitu saja."Mas, Nengsih ke mana? Atau jangan-jangan ada yang culik dia?" Nengsih bertanya-tanya."Kemungkinan iya, aku curiga seseorang telah masuk waktu lihat ada sisa permen karet di sana."Beni berjalan sambil menunjukkan sisa permen karet yang digunakan sebagai pengganjal pintu pada calon istrinya. Baru sadar dengan aksi kejahatan itu, Nengsih kini semakin panik. Sementara Beni merogoh saku, ia langsung mencari kontak Radit lalu menelponnya."Hallo, iya Pak Beni," kata Radit di seberang sana setelah panggilannya tersambung."Pak, Tiara hilang." Beni langsung bicara ke intinya, ia lupa kal
Stella tengah menunggu Haris di hotel, hari ini mereka berjanji untuk bertemu. Wanita itu tak sabar dengan rencana yang sudah disusun bersama Haris. Seperti dugaannya selama ini, Haris memang tidak mempunyai hati bahkan pada anaknya sendiri. Demi tetap bersama Stella, Haris mengatakan kalau ia tak keberatan menghancurkan hidup Dian.Stella bahagia karena lelaki yang baru saja dikencaninya itu sangat mampu diandalkan. Ia merasa bisa mengendalikan Haris karena yakin kalau lelaki itu tengah tertarik dan menjadi budak cintanya. Stella tahu kalau Haris sangat tergila-gila dengan tubuh sintalnya.Stella mengirim foto dirinya yang hanya mengenakan lingerie dengan pose eksotis pada Haris. Tentu saja tujuannya untuk membuat lelaki hidung belang itu semakin tergila-gila padanya. Jika sudah tergila-gila, Stella semakin leluasa memperalat lelaki itu untuk membantu memuluskan rencananya.Stella tersenyum, ia membayangkan Haris pasti akan menanggapi foto itu dengan kata-kata kotor nan nakal, lalu s
"Ayo pergi, Mayang," ajak Indira pada gadis yang masih terpaku itu."I_iya, Bu," balasnya sambil menganggukkan kepala. hatinya masih terus gelisah melihat kepergian Haris bersama polisi.Mayang tahu betul Haris orang yang seperti apa. Lelaki itu pasti akan balas dendam dengan yang jauh lebih keji padanya andai tidak dipenjara. Namun, kalaupun dipenjara dengan dakwaan yang masih ringan, lelaki itu pasti bisa lolos karena ia memang licin."Ayo kita ke kantor polisi untuk memberi keterangan," ajak Hasna sambil meraih lengan Mayang kemudian menuntunnya."Tapi aku takut, Bu," kata Mayang, wajahnya nampak gusar. Hasna berpikiran kalau kegelisahan Mayang karena takut Haris mengancam keluarganya, sehingga wanita itu berusaha untuk terus menenangkannya. Padahal, jauh di dalam hati Mayang, ia gelisah karena hal lain."Gak perlu takut, Mayang. Setelah ini, kita fokus pada sandera Haris yang hilang, kita harus menemukan dia dan meminta anak itu bersaksi bahwa Haris memang telah melakukan perbuata
Setelah kepergian Stella, Haris ditahan di balik jeruji besi, kondisinya kini semakin menurun. Wajah lelaki itu pucat dan ia muntah berkali-kali."Tubuhnya demam," kata polisi yang menjaganya.Haris yang arogan dan sombong itu kini merasa tak berdaya. Kondisi tubuhnya yang semakin lemah membuatnya kesulitan. Jika dulu Haris sangat kuat karena menjadi suami Mega yang disegani, maka Mega yang sudah membaik dan kini sangat membenci suaminya berhasil mengatakan pada orang-orang siapa Haris sebenarnya, sehingga kini lelaki itu berada di titik terendah dalam hidupnya.Lelaki itu hanya berharap pada Stella. Saat ini hanya wanita itu yang dirasa bisa membantunya. Tanpa ia tahu, Stella pun jsutru membuat bisnisnya bersama Anurak semakin kacau.Tubuh Haris semakin menggigil, usianya yang sudah tak lagi muda seketika saja mengingatkannya pada kematian."Aku gak boleh mati, aku belum mendapatkan semuanya," gumam Haris dengan wajah yang semakin pucat. Tak kuat menahan sakit di tubuhnya, lelaki itu
"Stela ...," lirih Rian yang tengah menggendong putrinya. Lelaki itu hendak ikut ke bawah, tetapi ia harus membantu Sarah yang tengah pingsan.Tak lama kemudian pihak keamanan hotel datang dan membantu Sarah yang tak sadarkan diri itu. Merasa tenang karena ada yang mengurusi Sarah, Rian bergegas turun untuk melihat keadaan mantan kekasihnya.Jantungnya berdegup kencang, sedangkan kakinya masih terasa gemetar saat ia berdiri di dalam lift. Bayang-bayang Stella jatuh masih terus berkelebat di kepalanya, kejadiannya begitu cepat sehingga sulit untuk dikendalikan. Rian masih tak menyangka kalau mantan kekasihnya akan mengalami hal tragis seperti itu.Sesampainya di lantai dasar, Rian hampir tak bisa keluar karena di sana sudah berjejal massa yang histeris. Hati Rian semakin tak karuan, walau bagaimanapun Stella adalah wanita yang pernah ia cintai dengan tulus di masa lalu.Sambil menggendong Citra yang sudah tak menangis, Rian berusaha memecah kerumunan. Mata lelaki itu terbelalak saat me
"Sarah?" lirih Haris sambil memicingkan mata."Ya, ini aku, wanita yang pernah kamu permainkan di masa lalu," balas Sarah dengan suara bergetar menahan getir dalam dadanya.Haris yang sudah pasrah dalam kehidupan itu menunduk, rasa bersalahnya semakin besar. Satu persatu wanita yang dipermainkan olehnya telah kembali. Seolah-olah mereka akan menjadi boomerang bagi kehidupannya yang sudah tak lagi muda.Haris ingat, di hari terakhir pertemuan mereka di masa lalu, Sarah pernah bilang bahwa dirinya tengah berbadan dua. Namun, Haris yang memang tidak berniat tanggung jawab memilih tak peduli. Bahkan ia selalu minta wanita yang ditiduri untuk menggugurkan kandungannya. Kini, semua yang sudah terjadi hanya menjadi penyesalan. Andai masih ada kesempatan, ia ingin memperbaiki semuanya. Lelaki itu ingin memohon ampun pada seluruh wanita dan anak-anak yang telah ia sia-sia kan."Sarah, maaf, aku ...." Haris menunduk, ia tak mampu berbicara. Sungguh, ia menyesal atas dosa-dosa di masa lalu pada
Mendengar kabar dari Beni, orang-orang dari komnas HAM dan berbagai komunitas anti human trafficking yang sebelumnya sudah bekerjasama dengannya itu langsung terjun ke lokasi guna membantu proses evakuasi puluhan anak malang yang disekap.Anurak yang licik diam-diam masih menyembunyikan senjata api di saku celananya. Saat polisi hendak menangkap, lelaki itu dengan cekatan mengambilnya dan mengarahkan pada siapa saja yang mendekatinya.Sementara Beni dan orang-orang suruhan Radit gegas berlari ke arah anak-anak yang disekap. Manusia yang didominasi oleh anak berusia tiga hingga belasan tahun itu nampak ketakutan, menangis dan menjerit saat mendengar suara peluru.Walau tidak saling mengenal, tetapi mereka saling melindungi anak-anak yang masih kecil meskipun mereka tahu pada akhirnya akan dipisahkan. Melihat kehangatan di tengah ancaman nyawa seperti itu, hati Beni sangat terenyuh.Aksi tembak menembak pun terjadi antara Anurak dan polisi. Namun, pihak berwajib yang mengamankan sindik
"Selamat ya Farel, Mama bangga sama kamu."Nengsih dan Beni tersenyum saat melihat anak sulung mereka telah lulus kuliah dengan predikat cumlaude."Papa juga bangga sama kamu." Beni tersenyum melihat prestasi anaknya."Abizar juga bangga sama Kakak, nanti kalau sudah besar mau kayak Kak Farel dan Papa," timpal adiknya yang berusia tiga belas tahun itu."Makaya sekarang Abizar sekolah yang benar, ya." Beni mengusap kepala anak keduanya dengan senyum. Lelaki itu bangga pada kedua putranya."Farel, foto yuk," kata seorang wanita yang tak dikenal, wanita itu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala pada kedua orang tua Farel.Sejak pertama kali masuk kuliah, lelaki itu memang sudah dijuluki sebagai star karena kepintaran dan ketampanannya. Tak ayal banyak kaum hawa yang meminta foto bersama."Pa, antar aku yuk," pinta Abizar yang langsung menarik lengan Beni ke arah pedagang buket yang berjejer."Ya sudah, ayo." Beni menimpali dan melangkah bersama putra keduanya. Sementara Nengsih mem