Hari ini Kania merasa tidak tenang. Semenjak kedatangan Sean tempo hari ke butiknya, Kania selalu merasa was was. Ia takut Sean akan mengetahui semuanya, Ia takut Sean akan mengambil Devan dari sisinya jika mengetahui jika Devan adalah darah dagingnya. Tidak, ia tidak bisa diam saja. Ia harus mengawasi Devan lebih ketat lagi. Kania mengambil ponsel yang berada di sakunya lalu memanggil Bi Minah."Biar saya saja yang menjemput Devan hari ini Bi, Bibi beristirahat saja di rumah.""Baik Neng,"Setelah berkata seperti itu, Kania menutup panggilannya lalu mengambil tas tangannya. Ia bergegas ke arah mobilnya yang terparkir lalu melajukannya ke arah sekolah Devan. Entah kenapa firasatnya buruk hari ini, entah apa yang sebenarnya terjadi.Hanya sampai lima belas menit, Kania tiba di sana. Ia memandang sekeliling mencari keberadaan Devan, namun alangkah terkejutnya Kania saat menemukan Devan tengah berbincang dengan Sean. Jantung Kania seolah melompat dari tempatnya, sedang apa Sean di sini?
Jantung Kania serasa berhenti berdetak saat mendengar ucapan Devan. Rasa gugup segera melanda Kania, kenapa Devan bisa mengetahuinya?"Kenapa Mama selalu berbohong? Mama bilang Papa sudah meninggal, tapi ternyata Papa masih hidup.""Sayang, biar Mama jelaskan.""Devan tidak mau mendengar penjelasan Mama. Mama pembohong."Devan terlihat membuka pintu mobilnya lalu berlari meninggalkan Kania. Kania segera panik, ia ikut berlari menyusul Devan."Kamu mau kemana?""Devan mau ketemu Papa.""Papa? Papa yang mana? Kamu tidak punya Papa,""Tadi itu Papa Devan. Lebih baik Devan tinggal bersama Papa karena Mama selalu berbohong."Jantung Kania seolah diremat saat mendengar ucapan Devan saat ini. Hatinya terasa sangat sakit, bagaimana bisa puteranya berkata seperti itu? Kontrol diri Kania akhirnya terlepas, dengan nada yang tinggi ia mulai membentak Devan."DIA SUDAH MEMBUANG KITA! DIA SUDAH MEMBUANG KITA SEJAK KAMU ADA DI KANDUNGAN MAMA."Kania menghela nafasnya yang terasa sangat sesak kali ini
"Apa Mama harus melakukan ini? Sepertinya Sean benar-benar panik tadi,"Catherine bangkit dari ranjang rumah sakit dengan keningnya yang berkerut. Rupanya ia tidak benar-benar sakit seperti yang diucapkan Sheline di telepon. Demi mendapatkan maaf dari Sean, Catherine terpaksa berpura-pura bahwa ia masuk ke rumah sakit. Ia tidak bisa membiarkan Sean terus menjauh darinya dan semakin gencar mendekat kepada Kania. Apapun akan ia lakukan agar mereka tidak bersatu kembali, apapun."Mama harus melakukan ini demi hubungan kalian,"Sheline terlihat mengangkat alisnya tidak mengerti, "Apa maksud Mama?""Tempo hari saat kamu bertanya apa hubungan Sean dan juga Kania, ya kamu benar mereka memang pernah memiliki hubungan."Sheline seketika tersentak, ia melebarkan matanya, "Hubungan? Hubungan apa?""Dulu mereka adalah sepasang suami istri. Mantan istri Sean yang selalu Mama ceritakan, itu Kania. Kamu tahu kan? Mama tidak pernah menyukainya. Untuk itulah Mama menjebaknya waktu itu dan minta bantua
Secara refleks, Sean melepas pegangan tangannya bersama Sheline. Raut wajahnya seketika menjadi gelisah. Rencana pernikahan mereka dipercepat? Tapi bagaimana dengan rencananya untuk kembali membawa Devan ke rumah mereka? Bagaimana dengan Kania? Bagaimana dengan rencananya menyatukan keluarga kecil mereka kembali?"Apa itu tidak terlalu mendadak, Ma? Acara pertunangan tinggal dua bulan dari sekarang. Aku rasa banyak hal yang harus dipersiapkan lagi untuk menggelar acara pernikahan. Lagipula kita belum berdiskusi dengan orang tua Sheline soal ini, mereka pasti terkejut jika mendengar rencana kita yang tiba-tiba. Benar bukan Sheline?""Sebenarnya orang tuaku tidak masalah soal ini, Sean. Kami sudah membicarakannya."Sean melebarkan matanya mendengar ucapan Sheline, "Apa maksudmu? Kita bahkan belum membahas soal ini kepada orang tuamu,""Aku sudah memberitahu mereka tadi. Mama sudah meminta pendapatku sebelum kamu datang lalu aku menelepon Mereka untuk meminta pendapat. Awalnya aku kira M
Saat Kania hendak membuka pintu butiknya Leonard tiba-tiba muncul di hadapannya."Hei Kania, mau kemana?" Tanya Leonard yang melihat Kania terburu-buru."Ah, aku harus pulang, Devan sakit.""Devan sakit? Kalau begitu ayo, lebih baik aku yang mengantarkanmu, Kania."Tidak berpikir panjang lagi, Kania menganggukkan kepalanya lalu pergi ke mobil Leonard. Hanya dalam beberapa menit, Leon dan juga Kania tiba di rumah.Dengan panik, Kania bergegas masuk ke kamar Devan. Benar saja kata Bi Minah, Devan terbaring di atas ranjang dengan wajahnya yang memucat. Kania segera mengambil termometer lalu mengukur suhu tubuh Devan. Raut wajahnya semakin panik saat melihat angka disana menunjukkan 38° c, Devan demam tinggi."Sayang, minum obat dulu ya..."Kania mencoba memberikan obat pereda demam kepada Devan, namun Devan lagi-lagi menolak."Papa... Papa..."Hati Kania semakin terasa tercabik saat mendengar gumaman Devan saat ini. Bahkan disaat sakit seperti ini, Devan masih teringat kepada ayahnya. Me
Sean membeku di tempat saat mendengar ucapan yang baru saja ia dengar. Senyuman lebar yang ditunjukkan oleh Leonard membuat Sean merasa kalah. Sean mengalihkan tatapannya ke arah Kania berharap wanita itu menyangkal pembicaraan konyol pria di hadapannya kini, namun hingga beberapa menit Sean menunggu, kenyataannya tidak sesuai harapan. Kania hanya terdiam tanpa menyangkal apapun seolah memberitahukan bahwa kabar itu benar adanya."Ah, saya baru tahu bahwa Kania memiliki kekasih," balas Sean dengan canggung. Ia mengusap tengkuknya dengan gugup tidak percaya bahwa apa yang dikatakan oleh Leonard benar adanya."Sudah berapa lama sebenarnya?" Lanjut Sean kembali mencoba mengorek informasi lebih lanjut.Leonard masih menampilkan senyumnya, "Ah, hubungan kami? Kira-kira satu tahun."Sean kembali terhenyak mendengar jawabannya, "Ah, satu tahun? Rupanya cukup lama. Saya kira Kania tidak bisa menjalin hubungan lagi dengan orang lain, rupanya saya salah.""Kenapa kita harus selalu terpaku pada
Seperti yang sudah ia katakan kemarin, Sean tiba di rumah Kania keesokan harinya. Ia memutar pandangannya ke seluruh area rumah lalu menghela nafas lega saat melihat tidak ada keberadaan Leonard di sana."Hari ini Leon tidak datang?""Tidak, dia memiliki urusan," balas Kania, "Devan ada di kamar, ayo.""PAPA! Papa datang?" seru Devan saat melihat kedatangannya ke area kamar. Sean segera bergegas menghampiri puteranya lalu memeluknya dengan erat.Berbeda dengan keadaan kemarin, keadaan Devan terlihat membaik. Sean tersenyum saat melihat wajah Devan tidak lagi memucat, bahkan Devan sudah terlihat lebih ceria."Bagaimana keadaan anak Papa?""Devan sudah baikkan, tidak lemas lagi, Pa."Sean mengacak rambut Devan dengan gemas, "Anak pintar, nanti jika kamu sudah sehat kita main bola bersama. Ah, Papa punya hadiah untuk kamu."Sean membuka bungkusan yang berada di tangannya lalu mengeluarkan barang yang ia bawa ke arah Devan. Sebuah mobil mainan yang dapat dimainkan oleh remot terlihat di s
Kania sudah hendak mendebat Devan kembali, namun urung saat tangan Sean menahannya. Sean mendekatkan wajahnya ke arah telinga membuat Kania seketika menghindar."Apa yang kau lakukan?" Tanya Kania terkejut.Sean menghela nafasnya, "Aku hanya ingin memberikan ide padamu, Devan tidak boleh mendengarkannya."Kania akhirnya menurut, ia mendekatkan wajahnya agar Sean dapat berbisik di telinganya."Kita turuti saja apa mau Devan, aku akan pulang saat dia tertidur. Bagaimana menurutmu?"Mendengar perkataan itu, Kania akhirnya mengangguk. Ia segera mendekat ke arah Devan yang masih merajuk lalu berkata, "Baiklah Papa boleh tidur di sini, tapi hanya untuk hari ini. Lain kali Devan tidak boleh seperti ini ya? Papa masih punya banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggal."Raut wajah Devan seketika berubah cerah saat mendengar ucapan Kania, "Benarkah? Papa boleh tidur di sini hari ini, Ma?""Ya benar, Papa boleh tidur di sini seperti yang Devan mau."Mendengar hal itu, Devan segera berlari lalu me
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa