"Darimana saja kamu jam segini baru pulang?"Senyuman lebar Sean seketika terhapus saat mendengar teriakan Catherine di hadapannya. Ibunya terlihat menatapnya dengan tajam, memberikan tatapan curiga kepada Sean saat ia pulang di pagi hari."Dari kantor Ma, memangnya darimana lagi?" ucap Sean dengan lelah. Ia membuka dasi kemeja yang mencekiknya lalu bergerak ke arah kamar."Kamu kira Mama bodoh, Sean? Mama sudah tanya ke sekertaris kamu dan dia bilang kamu pulang lebih awal kemarin. Habis darimana kamu, jawab!"Sean menghela nafasnya dengan lelah. Suasana hatinya yang tengah bagus seketika rusak saat mendengar keluhan ibunya yang menyusulnya ke area kamar. Padahal ia merasa sangat bahagia karena bisa menghabiskan waktunya bersama Devan, tapi Catherine malah memarahinya saat ia baru saja menginjakkan kaki di rumah ini. Tidak bisakah ia mendapat sedikit saja privasi? Kenapa Catherine selalu ikut campur dalam kehidupan pribadinya?"Ma, Sean sudah dewasa. Haruskah Sean memberitahu kemana
Entah kenapa Kania merasa sangat aneh dengan sikap Sheline hari ini. Tiba-tiba Sheline mengajak untuk bertemu, tapi bukan untuk membahas gaun. Kania segera menghampiri Sheline yang menatapnya dengan tatapan tajam. Aneh sekali, sejak di telepon hingga mereka bertemu, Sheline terlihat tidak ramah.Kania menggelengkan kepalanya, mencoba menyingkirkan pemikiran buruknya. Mungkin suasana hati Sheline memang hanya sedang tidak baik. Kania kembali melanjutkan langkahnya lalu tersenyum dengan lebar ke arah wanita itu."Ah, Sheline maafkan aku terlambat, tadi aku sedang mengerjakan sesuatu terlebih dulu.""Duduklah,"Kania segera duduk di hadapan Sheline. Sheline terlihat mengangkat sebelah tangannya lalu berkata, "Waitress, bawakan minumannya."Kania mencoba mengabaikan pemikiran buruknya dengan tetap mengulas senyuman ke arah Sheline. Hingga saat minuman mereka datang, tiba-tiba...Byuur"Astaga!"Kania tersentak saat Sheline melemparkan minuman dingin yang baru saja tiba ke arah Kania. Refl
"Bukankah itu orangnya?""Ya, katanya dia menggoda kekasih orang lain karena statusnya yang merupakan janda anak satu,""Astaga, kita harus berhati-hati pada wanita seperti itu. Kita harus menjaga suami kita agar tidak dekat-dekat dengannya.""Benar, padahal wajahnya polos seperti itu, tapi bisa-bisanya menggoda tunangan orang."Kania mengangkat alisnya saat mendengar cibiran para tetangga di sekitarnya akhir-akhir ini. Ia menghela nafasnya dengan berat, ini pasti karena kejadian beberapa hari yang lalu saat dirinya dan Sheline berselisih. Kania memilih mengabaikan omong kosong di belakangnya lalu membuka pintu butik.Abaikan saja semua omong kosong yang tidak benar itu, toh ia sama sekali tidak salah. Menggubris mereka hanya akan membuang-buang waktu saja.Namun, baru saja ia hendak duduk di kursinya tiba-tiba Dewi datang ke tempatnya dengan raut wajah panik."Bu, Bu Vivian datang dan mengamuk di depan."Kania mengangkat alisnya lalu bangkit berdiri, benar saja seperti kata Dewi sala
"Pak Sean!"Sean yang tengah mengantarkan kliennya ke arah pintu seketika terkejut dengan kehadiran Leonard di sana. Ia mengernyitkan alisnya dengan bingung lalu bertanya, "Ada apa gerangan seorang Leonard Elicaster datang kemari?""Apa Devan kemari?"Raut wajah Sean seketika berubah saat mendengar pertanyaan Leonard, "Devan? Tidak, dia tidak kemari. Ada apa dengan Devan?""Sepertinya Devan hilang,""Apa? Devan hilang? Dimana? Kenapa Kania tidak menghubungiku?""Devan menghilang dari sekolah. Kania sudah menghubungi Anda, tapi Anda tidak mengangkat teleponnya."Sean segera mengecek ponselnya lalu terkejut saat melihat beberapa panggilan dari Kania saat ia meeting tadi."Maaf, tapi sebaiknya kita tidak berbincang dulu, kita harus mencari Devan." lanjut Leonard kembali.Sean mengangguk setuju mendengar ucapan Leonard, "Anda benar, sebaiknya kita berpencar agar cepat menemukannya."Sean segera bergegas ke arah mobilnya yang terparkir lalu menyalakan mesin mobilnya. Kepalanya kini penuh d
"Ya, aku yang menyebarkan rumor itu, kenapa? Ada masalah?"Kania mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat melihat betapa tidak merasa bersalahnya wajah Vivian saat ini. Tanpa beban, Vivian mengatakan hal itu seolah itu hanyalah masalah sepele. Darah Kania mendidih melihat senyuman yang tergambar di wajah itu. Bagaimana bisa ada seorang wanita yang tega melukai putera orang lain tanpa beban seperti ini?"Minta maaf sekarang juga pada putera saya." ujar Kania dengan penuh amarah."Apa? Minta maaf? Memangnya apa yang sudah ku lakukan?""Apa Anda tidak malu? Anda membuat anak berumur tujuh tahun menderita trauma karena hal ini.""Itu bukan urusanku. Jika aku tidak mau minta maaf, memangnya apa yang bisa kau lakukan? hm?"Kania hanya bisa mengepalkan sebelah tangannya mendengar ucapan dari Vivian, "Rupanya Anda memang tidak bisa diajak bicara."Sean sudah hendak maju untuk membela Kania, namun ia terpaku saat melihat Kania mengeluarkan ponsel dari sakunya secara tiba-tiba. Tatapan Kania s
"Apa kau yakin bisa membalas mereka?" Tanya Leonard dengan tatapan ragu.Sejenak Kania terdiam mendengar pertanyaan Leonard. Benar, keluarga Sagara adalah keluarga dengan martabat yang tinggi di kota ini sedangkan ia hanyalah seorang warga biasa yang hanya memiliki butik kecil. Keluarga Sagara memiliki perusahaan yang besar dan juga istana yang megah sedangkan rumahnya hanya rumah sederhana yang bisa di huni keluarga kecil.Secara logika Catherine Sagara tidak akan bisa tersentuh olehnya barang sehelai rambut pun. Namun, meski itu mustahil dilakukan, tekad Kania tetap berkobar, ia tidak perduli bagaimana caranya ia akan mempertahankan seluruh kehidupannya saat ini dan tidak akan melarikan diri lagi."Walaupun harus mengorbankan seluruh jiwa dan ragaku, aku tidak perduli, Leon. Aku akan membalas mereka." balas Kania dengan yakin.Leonard mengulas senyumannya mendengar keyakinan dari mulut Kania, "Kalau begitu sekarang kau ikut aku,"Kania mengangkat alisnya saat mendengar ucapan Leonar
"Kau berjanji akan menikah dengan Sheline? Secepatnya Mama ingin kalian menikah,"Sean seketika mengangguk, "Jika itu keinginan Mama, akan aku turuti," desis Sean lelah."Baiklah, Mama akan melepaskan mereka.""Mama sudah berjanji, tolong lepaskan mereka.""Asal kamu tidak mengingkari janji, Mama akan menepati janji Mama juga."Sean membuang nafasnya kasar. Mungkin lebih baik begini akhirnya, lebih baik ia berkorban daripada Kania ataupun Devan menjadi terluka lagi oleh dirinya dan ibunya. Ia memang masih berharap keluarga mereka akan kembali utuh, namun sepertinya itu tidak mungkin. Sean tidak ingin kejadian tujuh tahun lalu kembali terulang, cukup dirinya saja yang berkorban di sini."Ku harap setelah ini aku tidak membenci Mama sebanyak kesalahan yang sudah Mama berikan padaku dan juga Kania." ucap Sean dengan kecewa.Setelah berkata seperti itu, Sean membalikkan tubuhnya lalu beranjak pergi meninggalkan Catherine. Catherine menghela nafasnya panjang melihat punggung Sean yang kini
"Sayang sekali karena anggota kita sekarang berkurang,"Catherine mengulas senyumannya saat mendengar ucapan salah satu anggota perkumpulan arisan miliknya. Mereka sedang membahas sesuatu, siapa lagi jika bukan sedang membahas Vivian.Ya, rumor mengenai Vivian yang merupakan istri simpanan sudah tersebar luas. Catherine sama sekali tidak perduli jika Vivian akan hancur. Siapa suruh perempuan rendah itu berlagak mengkhianatinya."Itu karena salah Bu Vivian sendiri, toh dia memang tidak pantas berada di sini. Perkumpulan ini merupakan perkumpulan para wanita berkelas, bagaimana mungkin dia setara dengan kita?" timpal Sheline.Catherine mengulas senyumannya kembali mendengar hal itu. Tidak salah ia menginginkan Sheline sebagai menantu, mereka memiliki pandangan yang sama terhadap kasta seseorang."Sheline benar, Vivian sudah tidak memiliki klasifikasi untuk menjadi bagian dari kita,"Semua orang di sana terlihat mengangguk mendengar ucapan Catherine Sagara. Ya, Catherine adalah pemegang