Rasanya ingin sekali Sheline menjawab ucapan Kania, namun melihat keberadaan Devan di antara mereka, Sheline terlihat menarik nafasnya panjang. Ia harus menahan segala amarahnya, jika Devan melihatnya mengamuk di depan Kania, semua rencananya bisa saja gagal.Sheline mencoba mengulas sebuah senyuman, "Kenapa kamu bicara seperti itu, Kania? Bukankah Devan anakku juga?"Netra Kania membola mendengar ucapan Sheline. Apa katanya tadi? Devan anaknya? Apa perempuan ini sudah kehilangan akal sehatnya? Sejak kapan dia perduli pada Devan?"Hanya karena kau menikah dengan Sean, bukan berarti Devan akan menjadi anakmu. Ibu Devan hanya aku," Balas Kania dengan geram."Kania, jangan seperti itu. Aku hanya ingin dia berkenalan denganku."Kania mundur saat melihat Sheline hendak menggapai Devan. Tidak, ia tidak akan membiarkan Sheline menyentuh puteranya."Aku sudah terlanjur menyayanginya, jadi biarkan aku juga dekat dengannya, hm?"Kania hanya bergeming tanpa membiarkan Sheline mendekat ke arah De
Melihat Devan yang mengangguk, Sheline mengulas senyuman dengan cerah. Rencananya berhasil, ia akhirnya bisa membawa bocah itu."Tante benar-benar akan mempertemukan Devan dengan Papa, bukan?""Tentu saja, Sayang. Bahkan Tante juga akan membawa Devan kepada nenek Devan.""Nenek? Devan punya nenek?""Tentu saja punya. Nenek Devan juga ingin bertemu dengan kamu." Sheline mengulurkan sebelah tangannya ke arah Devan lalu berkata, "Jadi, ayo ke mobil."Meski masih terlihat ragu, Devan akhirnya menyambut uluran tangan itu. Sheline membawa Devan ke arah mobil lalu masuk ke dalamnya. Tepat saat mobil itu bergerak, Bi Minah terlihat kembali dari arah kamar mandi. Ia berkeliling mencari Devan yang ternyata sudah dibawa oleh mobil Sheline.****Kania mengangkat wajahnya saat melihat ponselnya berdering dengan nyaring saat ia bekerja. Ia segera mengangkat panggilan itu dengan cepat saat layar benda itu menunjukkan nama Bi Minah."Iya Bi? Ada apa?""Neng Kania, Nak Devan hilang lagi, Neng."Raut w
"Sayang, kenapa kamu bicara seperti itu? Ini bukan rumah kita, ayo kita pulang."Kania tidak menyerah, meski Devan menolaknya ia kembali membujuk puteranya untuk ikut dengannya."Devan tidak mau! Devan mau bersama Papa dengan Tante Sheline."Hati Kania terasa sakit mendengarnya, ia tidak percaya Devan akan memilih Sean dan juga Sheline begitu saja."Kamu tidak dengar hah? Dia sendiri yang ingin berada di sini, puteramu sendiri yang membuangmu, Kania."Emosi Kania mulai tidak stabil mendengar cemoohan Sheline di sampingnya, dia yang merawat dan membesarkan Devan selama ini, ia tidak terima Devan memilih orang lain dibandingkan dengan dirinya. Tatapan Kania berubah menjadi tajam, ia merasa sangat marah hingga tidak peduli akan menyakiti Devan saat ini."Apa kamu tidak dengar ucapan Mama? Kenapa kamu jadi nakal seperti ini? Ini bukan rumah kita, kenapa kamu selalu menyusahkan Mama?" Bentak Kania.Dengan kasar Kania kembali menarik tangan Devan hingga Devan meringis kesakitan, "Mama sakit
Hingga pukul delapan malam belum ada tanda-tanda Devan kembali ke rumah. Kania bergerak kesana kemari merasakan kegelisahan yang melanda hatinya, bagaimana jika Sean tidak mengembalikan Devan? Bagaimana jika Devan tidak ingin kembali ke rumah mereka?"Kania, tenanglah. Kau sudah berjalan seperti selama dua jam lamanya."Kania menghela nafasnya lalu duduk di hadapan Leonard. Ya, setelah pulang bekerja Leonard menghampiri dirinya saat mendengar kabar yang diberikan oleh Kania. Meski Kania sudah melarangnya untuk datang, Leonard bersikeras menemaninya."Menurutmu Devan akan kembali? Bagaimana jika ia sangat marah dan membenciku? Aku mungkin percaya pada Sean, Leon, tapi di sana ada Sheline, aku cemas jika Devan mulai terhasut olehnya." ujar Kania dengan gelisah.Leonard mengambil tangan Kania yang gemetar lalu mengusapnya dengan perlahan. Sejenak ada rasa aman yang ia rasakan saat Leonard melakukan itu."Dia pasti akan kembali, jangan khawatir. Jika sampai besok Devan tidak kembali, aku
Kania tidak mempercayai penglihatannya saat ini, ia tidak percaya bahwa Sean akan mengambil langkah seperti ini untuk mengambil Devan."Saya akan mengkonfirmasi ini pada Pak Sean,""Tapi Bu Kania, tunggu sebentar."Tanpa menghiraukan panggilan pengacara yang bernama Nando itu, Kania masuk ke dalam mobil Leonard."Aku harus bertemu dengan Sean,""Aku tahu."Mobil Leonard segera melaju dengan kecepatan tinggi menuju kantor Sean. Dengan langkah yang terburu, ia berjalan menuju ruangan Sean."Anda datang lagi Bu Kania? Ah ada Pak Leon juga." sapa Garin dengan ramah."Mana Sean?""Silahkan tunggu di ruang tunggu Bu Kania, Pak Leonard.""Aku tidak bisa menunggu, panggil Sean sekarang juga.""Ah, baik. Anda bisa mengikuti saya."Melihat nada bicara Kania yang teramat dingin, Garin seketika menurut. Meski Kania bukan lagi istri atasannya, tapi Sean selalu memintanya untuk mengutamakan wanita itu jika ia berkunjung. Garin mengetuk pintu ruangan Sean untuk memberitahu perihal kedatangan Kania.
"Cerai?"Sheline terhenyak mendengar ucapan Sean di hadapannya. Setelah semua yang ia lakukan, Sean ingin bercerai?"Ya, aku ingin bercerai."Raut wajah Sheline yang awalnya menantang seketika berubah pucat. Ia tidak percaya kemarahannya akan membuat Sean ingin bercerai."Tapi aku... Aku tidak ingin bercerai, Sean.""Aku sungguh lelah Sheline, kita bercerai saja."Sheline mengambil tangan Sean dengan raut wajah yang memelas, "Tidak Sean, jangan ceraikan aku. Aku sangat mencintaimu."Sean menepis tangan Sheline dengan kasar, "Aku akan memberikan berkas-berkasnya besok padamu. Tunggu saja."Sheline hanya bisa tercengang mendengarnya sementara Sean bergerak meninggalkan Sheline yang terpaku di tempat. Saat Sheline hendak menyusul langkah Sean, kepalanya tiba-tiba terasa berputar lalu bruuuk...Sheline ambruk di lantai.****Sheline mengerjapkan matanya lalu terkejut saat mendapati pemandangan serba putih di hadapannya. Ia mencoba bangkit membuat sakit kepalanya yang sempat menghilang kin
"Sheline hamil?" ucap Kania dengan nada tidak percaya. Sheline terlihat tersenyum lalu mengusap-usap perutnya."Benar, aku hamil."Kania hanya terdiam, bukan ia tidak senang dengan kabar ini, hanya saja ia terlalu terkejut. Sean ikut menyentuh perut Sheline dengan lembut. Kania berdeham kecil melihat tindakan manis yang Sean lakukan untuk Sheline. Entah kenapa tindakan ini membuat perasaan Kania sedikit tidak nyaman."Sheline berjanji padaku akan berubah Kania, berikan kesempatan baginya." ujar Sean kembali.Kania masih membungkam mulutnya. Entah kenapa masih tidak percaya seorang Sheline akan berubah begitu saja. Ia merasa sangsi melihat pemandangan ini, apa benar Sheline telah berubah? Tapi mengingat perbuatan wanita licik itu selama ini, bukankah terlalu dini untuk mempercayai bahwa wanita itu telah berubah?"Selamat atas kabar kehamilannya, tapi maaf aku tidak bisa memaafkan sikap istrimu."Kania mencoba bangkit, namun Sheline segera menahannya, "Aku tahu ini sulit bagimu untuk m
Leonard mengerjapkan matanya mendapat kecupan yang tidak terduga dari Kania untuk kedua kalinya. Ia melirik ke arah bir Kania yang masih tersisa setengah, "Apa kau sudah mabuk hanya karena meminum setengah bir?" tanya Leon tidak percaya.Kania terlihat menggeleng mendengar pertanyaan Leon, "Aku sama sekali tidak mabuk," balas Kania sambil menunduk malu-malu.Leonard kembali terkejut mendengar jawaban. Jadi kecupan tadi itu?"Kurasa kau ingin melakukan hal itu sejak lama. Aku–"Belum selesai Kania menyelesaikan kalimatnya, ia tersentak saat Leonard kembali menarik wajahnya lalu menciumnya. Ciuman ini bahkan berlangsung lebih lama dan dalam daripada sebelumnya. Leonard meraub bibirnya lembut, menyesap tiap lapisan di sana dengan penuh dahaga. Leonard menggigit kecil, meminta akses kepada Kania untuk membuka mulutnya lebih dalam. Dengan lihai, Leonard mengabsen satu per satu giginya lalu membelit lidahnya. Jantung Kania bergerak tidak karuan tiap kali sentuhan bibir Leonard semakin membua
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa