"Ah begini Leon," Sean hendak bergerak maju untuk menjelaskan situasinya, namun Catherine segera menahannya."Kamu diam saja, Sean!"Catherine menghampiri Leonard, "Pak Leon, saya sangat menyesal karena sudah membuat keributan di sini. Tapi, calon istri anak saya merasa geram dengan kelakuan rendah wanita ini." tunjuk Catherine terhadap Kania."Dia diam-diam menemui Sean, bahkan Anda juga pasti tahu kemarin mereka bicara diam-diam saat berpura-pura pergi ke toilet. Anda mungkin akan mengabaikan ini, tapi saya tidak bisa membiarkan wanita ini kembali merebut kekasih saya." timpal Sheline menggebu-gebu.Keributan di sana semakin membesar. Kania menatap ke arah Leonard, tidak, ia tidak bisa menyeret Leonard kembali ke dalam rencananya. Ia tidak mau mencoreng nama Leonard untuk fitnah memalukan seperti ini. Maka dengan perlahan, Kania melepaskan diri dari Leonard. Lebih baik hanya dirinya yang dianggap rendah di sini.Namun, tangan Leon seketika menahannya membuat Kania tersentak."Kau ma
"Neng? Itu airnya tumpah-tumpah ke lantai.""Astaga!"Kania tersentak saat menyadari apa yang telah ia lakukan saat ini. Bagaimana bisa ia melamun saat menuang air minum hingga tumpah seperti ini? Kania segera mengambil sebuah kain lalu mengelap air yang tumpah."Neng baik-baik aja? Kenapa nuang air minum sambil ngelamun atuh, Neng?"Kania segera mengangguk ke arah Bi Minah, "Gapapa Bi, kalau begitu Kania pergi ke kamar dulu.""Gak ke Butik, Neng?""Nanti agak siang aja Bi, kepala Kania agak pusing." Kania beranjak pergi ke arah kamarnya. Ini semua gara-gara ulah Leon semalam, ia jadi tidak fokus dan banyak melamun.Kania menghela nafasnya panjang. Kenapa Leon harus mencium bibirnya semalam dan membuatnya kepikiran? Kania mengetuk kepalanya dengan kuat.Lupakan. Ia harus melupakannya.Namun, baru saja ia hendak membaringkan tubuhnya lalu memejamkan mata. Ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk di sana. Kania melonjak segera saat melihat pesan yang tiba di sana.Pesan dari Leona
Kania hampir terlonjak saat mendengar bel rumahnya berdering. Jantungnya kembali berdegup dengan cepat, ia tidak percaya, cepat sekali Leonard datang."Ma, ada tamu.""Itu Paman Leon, kamu saja kesana duluan, Sayang.""Memangnya kenapa bukan Mama yang membuka pintu?""Mama kebelet, kamu liat dulu sebentar nanti Mama nyusul."Devan menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju pintu. Setelah Devan menghilang, Kania menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Ia harus tenang, jangan sampai ia menunjukkan bahwa ia terpengaruh dengan kejadian kemarin atau Leon akan merasa di atas angin. Itu hanya Leonard, kenapa dia harus malu kepada temannya sendiri? Ciuman itu hanya berlangsung beberapa detik saja, jadi itu bukan apa-apa, bukan?Setelah berhasil menenangkan diri, Kania berjalan menyusul Devan."Sudah ku bilang aku tidak mau bertemu denganmu Le..."Kata-kata Kania tergantung di udara saat melihat siapa yang berada di hadapannya kini. Ternyata bukan Leon, tapi Sean. Raut wajah Sean te
Kania melempar beberapa kantung belanjaan yang diberikan Leonard dengan lelah. Saat Leonard bilang akan berbelanja, ia tidak percaya Leonard membelikan barang sebanyak ini untuknya. Kania menghela nafasnya panjang saat mengingat apa jawaban Leonard saat ia mengeluhkan hal ini."Kau akan bertemu dengan orang tuaku, jadi aku akan memberikan pakaian terbaik untukmu agar mereka menyukainya."Leonard setulus itu padanya, tapi apa ia bisa membalas ketulusan Leonard saat hatinya masih terpaut pada Sean? Ini sangat rumit."Ma?"Kania seketika tersentak saat melihat kedatangan Devan ke arahnya dengan wajah setengah mengantuk."Kenapa kamu belum tidur, Sayang?" Tanya Kania dengan heran."Devan menunggu Mama, ada yang Devan ingin beritahukan pada Mama.""Apa Sayang?""Papa bilang kita bisa tinggal bersama tidak lama lagi. Apa itu benar?"Mata Kania seketika mengerjap mendengar ucapan Devan. Perkataan Sean siang tadi kembali mengusik hatinya. Sean memintanya kembali, bohong jika Kania tidak meras
"Darimana saja kamu, Sayang?"Sheline menghentikan langkahnya saat mendengar pertanyaan dari Herlina ketika ia tiba di rumah. Ia membasahi bibirnya yang mendadak kering, ia pulang di pagi hari tanpa memberi tahu apapun pada ibunya. Tidak heran ibunya sekarang cemas."Sayang?""Ah, aku dari rumah teman, Ma,""Kenapa tidak mengabari kalau pergi ke rumah teman? Mama telepon malah tidak aktif."Sheline menunjukkan ponsel dengan layar yang tidak menyala, "Ponselku kehabisan baterai, aku lupa."Herlina menggelengkan kepalanya, "Padahal tadi Sean kesini. Dia sudah menghubungi kamu, tapi nomor kamu tidak aktif."Mata Sheline seketika melebar mendengar ucapan Herlina, "Sean datang kesini?"Herlina mengangguk, "Ya, karena kamu tadi tidak ada, ia bilang akan datang nanti malam."Raut wajah Sheline seketika berubah cerah, "Benarkah Sean berkata seperti itu?""Ya Sayang, dia merasa bersalah karena sudah lama tidak berkunjung ke sini. Jadi Sean dan ibunya akan datang.""Kalau begitu aku akan bersia
"Jangan bicara omong kosong, Sean. Kapan aku berniat kembali padamu?""Ah, aku kecewa, tidak bisakah kau berpura-pura untuk membuatku senang? Tapi meski begitu, tidak apa aku akan menunggu.""Jangan menunggu karena aku tidak akan pernah kembali." balas Kania dengan nada sesak.Kania menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan, "Sudahlah, aku sedang bekerja. Jangan mengganggu." lanjut Kania dengan cepat.Kania segera mematikan panggilan ponselnya dengan cepat. Ia mendesah panjang melihat tingkah Sean yang kini berbanding terbalik mengejarnya. Ia seharusnya merasa senang dengan hal in karena ia bisa lebih mudah membalasnya.Tidak lama setelah mendapat telepon, pintu ruangannya diketuk kembali oleh Dewi."Bu di depan ada kiriman bunga. Bunganya cantik dan besar." seru Dewi.Firasat Kania seketika memburuk mendengar ucapan Dewi. Ia segera berlari ke arah pintu depan lalu terhenyak melihat penampakan bunga itu. Buket bunga itu merupakan bunga mawar merah yang sangat cantik."Apa ini?"
Kania menghela nafasnya panjang, ia mengerutkan dahinya berpikir panjang mencari alasan yang tepat untuk jawaban Devan."Begini Sayang... Mama dan Paman Leon memang sudah bertunangan, tapi masih harus berpikir panjang untuk menikah. Untuk saat ini Mama tidak terpikir untuk menikah lagi dengan Papa atau Paman Leon. Saat ini bagi Mama yang terpenting adalah kebahagiaan kamu. Jika nanti Mama akan menikah dengan siapapun itu, Mama pasti akan meminta pendapat Devan. Bagaimana?"Devan terlihat merenung mendengar jawaban Kania. Kania mengulas senyuman tipis lalu kembali bertanya, "Kalau seperti itu, kamu tidak keberatan, bukan? Mama menyayangi Devan, Mama tidak akan mengambil keputusan sendiri tanpa Devan. Kamu mengerti, bukan?"Devan terlihat mengangguk, Kania mengacak rambut Devan dengan gemas, "Ternyata putera Mama sudah besar." ucap Kania penuh haru. Ia tidak menyangka bahwa pemikiran Devan sudah sedewasa ini, mungkin karena lahir di keluarga yang tidak utuh, pemikiran Devan jadi lebih b
"Arghh! Ini tidak adil! Tidak adil!"Sheline berteriak dengan penuh amarah lalu melempar segala barang yang ada di rumahnya. Tadinya ia hanya ingin mengawasi Sean lalu meminta maaf padanya, namun tidak ia sangka mobil Sean malah bergerak ke arah butik Kania dari kantornya. Sean dan Kania bahkan makan bersama, meski Kania meninggalkan Sean setelahnya, ia yakin mereka memiliki pembicaraan yang penting."Dia mencampakanku dan ingin kembali pada Kania. Sean brengsek!" Sheline terus mengumpat, keributan itu seketika dapat didengar oleh Herlina."Sheline, ada apa Sayang? Astaga Sheline!" ucap Herlina dengan panik.Herlina tercengang saat melihat betapa kacaunya kamar Sheline, pecahan kaca dimana-mana. Bahkan semua barang dan parfum yang Sheline punyai sudah tergeletak di lantai. Herlina segera bergerak menghampiri Sheline yang tertunduk lesu di pinggir ranjang. Melihat puterinya yang tengah patah hati berat membuat Herlina merasa tidak tega."Sayang, ada apa sebenarnya? Ceritakan pada Mama.
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa