"Kita akan mengikuti kontes ini."
Dewi, Isa, dan juga Lana terlihat berpandangan mendengar ucapan Kania. Raut wajah mereka terlihat bingung melihat pamflet yang ditunjukkan oleh Kania ke hadapan mereka. Dewi yang lebih berani dan banyak bicara dari ketiga pegawainya terlihat mengangkat tangan, "Kita ikut lomba, Bu? Tapi bukankah selama ini kita tidak pernah ikut lomba? Apa Ibu yakin kita bisa ikut lomba ini tanpa mengganggu pesanan yang lain?" Tanya Dewi merasa sangsi.Kania menghela nafasnya dengan kasar. Ya selama mereka bekerja pada Kania, tidak pernah sekalipun ada kabar berita butiknya akan mengikuti kegiatan lomba atau kontes apapun. Ditambah lagi pekerjaan mereka yang saat ini sedang menumpuk, mungkin mereka menganggap Kania sudah gila karena mengambil keputusan ini. Kania sepertinya memang sudah gila. Ia merasa otaknya sebentar lagi akan meledak karena sering bertemu dengan Sean."Justru karena kita belum pernah mencobanya. Kita usahakan untuk tidak mengganggu pesanan yang lain. Lagipula temanya sederhana, tema baju musim panas." kilah Kania asal.Dewi terlihat menggaruk kepalanya sementara yang lain berpandangan dengan bingung.Melihat ketiganya yang hanya terdiam, Kania kembali membuka suara, "Kenapa? Kalian tidak mau? Selama ini kita diam di tempat, kita harus maju. Kita harus jadikan ajang perlombaan itu untuk mengasah kemampuan kita. Kalian tahu tidak? Hari ini ada orang yang berkomentar bahwa baju kita itu seperti sampah,""Siapa yang berkata jahat seperti itu, Bu?" Tanya Lana mulai terpancing."Mulutnya seperti orang yang tidak pernah makan bangku sekolah," timpal Dewi yang ikut geram.Kania mengibaskan tangannya, "Sudahlah, saya tidak mau mengingatnya. Dia hanya orang gila yang tidak penting. Jadi, bagaimana? Apa kalian rela orang itu terus merendahkan kerja keras kita?" Tanya Kania emosional. Mengingat penghinaan Sean membuat emosinya selalu terusik."Tidak Bu,"Jawaban yang serempak dari ketiganya membuat senyum Kania akhirnya mengembang, "Kalau begitu ayo kita bekerja, kita harus menyumpal mulut orang gila itu dengan kemampuan kita. Sekarang bubar dan lakukan kembali pekerjaan kita,"Ucapan Kania sukses membuat ketiga pegawainya dibakar oleh semangat. Mereka segera berjalan ke arah tempatnya masing-masing. Kania juga kembali ke tempatnya, ia mulai berkutat dengan pena dan juga kertas-kertasnya. Lihat saja, ia tidak akan membiarkan Sean merasa menang.****"Sebaiknya kalian pulang, ini sudah hampir larut malam. Kita lanjutkan besok pagi," ucap Kania. Melihat raut wajah letih di mata para pegawainya, Kania mulai merasa bersalah. Gara-gara emosinya yang terpancing karena Sean, mereka mendapat imbasnya.Ketiga pegawainya mulai mematikan mesin jahit lalu bersiap-siap pulang."Ibu tidak pulang?" Tanya Isa saat melihat Kania tidak beranjak dari tempat duduknya.Kania mengulas senyumnya saat mendengar pertanyaan dari Isa. Isa adalah pegawainya yang paling pendiam, tapi dibalik sifat pendiamnya, Isa merupakan pribadi yang perhatian."Saya akan pulang nanti, ada hal yang harus saya kerjakan dulu."Isa yang mendengar hal itu mengangguk, "Kalau begitu saya permisi," pamit Isa.Kania balas mengangguk, ia kembali membenamkan wajahnya ke arah tumpukan kertas. Keningnya berkerut dengan dalam, bagaimanapun ia harus mendapat desain yang bagus untuk ajang kontes nanti.Selama beberapa jam, Kania kembali tenggelam dalam gadget dan juga penanya hingga melupakan waktu.Tok tok tokKania mengangkat wajahnya dengan mata yang letih saat mendengar suara kaca dari pintu butiknya diketuk dengan perlahan. Sebuah senyuman seketika mengembang saat melihat siapa yang berada di hadapannya. Kania melonjak dari kursinya lalu bergerak ke arah pintu."Astaga, Leon. Kenapa kau kemari di jam seperti ini?" Tanya Kania antusias.Leonard masuk ke dalam butik, ia mengangkat plastik yang tengah ia bawa lalu berkata, "Untuk mengingatkan seorang yang gila kerja untuk makan. Kau pasti belum makan, bukan? Sudah ku bilang Kania, perhatikan tubuhmu yang semakin mengering itu. Kau semakin kurus saja, bagaimana bisa kau menggendong Devan dengan tubuh sekurus itu?"Kania mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Leon, "Sungguh Leon, kau bersikap seperti ibuku." Keluh Kania."Walaupun kau memiliki dua orang ibu, kau tetap melupakan kesehatanmu."Kania mengibaskan tangannya dengan cepat, mencoba menghentikan ocehan Leon saat ini, "Sudahlah, kau kemari untuk memberiku makan atau tidak?"Leon kembali mengulurkan makanannya, mereka duduk saling berhadapan, "Silahkan Nona Muda,"Kania terkekeh kecil mendengar gurauan Leonard, "Terimakasih teman,"Leonard adalah satu-satunya teman yang ia miliki setelah pindah ke daerah ini. Mereka bertemu saat Kania hendak panik membawa Devan yang tengah sakit sekitar dua tahun yang lalu. Kania yang tidak melihat kanan-kiri saat menyebrang hampir tertabrak oleh mobil Leonard. Mereka sama-sama terlihat kaget dengan insiden itu. Melihat Kania yang sedang kesusahan membawa Devan, Leonard segera menawarkan diri untuk mengantarnya ke rumah sakit.Sejak saat itu, hubungan Kania dan Leon menjadi dekat. Mereka bertukar cerita apapun hingga menjadi teman seperti ini. Bukan hanya Kania, Devan juga sangat akrab dengan Leon. Terkadang Leon mengajak Devan bermain saat Kania sangat sibuk."Jadi, kenapa kau bekerja sangat keras hari ini, Kania? Kau bahkan meninggalkan Devan hingga larut seperti ini," Tanya Leon saat makanan di hadapan Kania hampir habis. Kania menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Leon, ia juga merasa sangat bersalah karena meninggalkan Devan, tapi mau bagaimana lagi? Ia harus mengikuti permainan Sean."Ada seseorang yang harus aku kalahkan.""Seseorang? Siapa?""Kau tidak akan mengenalnya,"Leon terlihat mengangkat alisnya mendengar jawaban Kania yang terkesan menghindar, aneh sekali biasanya Kania akan bercerita apapun saat merasa kesal seperti ini, "Sepertinya kau lupa, tujuh puluh persen pelanggan yang kau ceritakan mengesalkan adalah orang yang tidak ku kenal,"Kania hanya terdiam mendengar ucapan Leon. Leon memang tidak mengetahui tentang Sean. Kania menghela nafas berat, sungguh saat ini ia tidak ingin membahas masa lalu yang menyakitkan baginya."Kania?"Demi menghindari pertanyaan Leon, Kania seketika beranjak, "Aku sudah selesai makan, ayo kita pulang Devan sepertinya sudah menunggu." balas Kania.Leonard terlihat mengangkat alisnya melihat perubahan sikap Kania. Raut wajahnya yang berubah murung membuat Leonard bertanya -tanya. Sebenarnya siapa yang Kania tengah maksudkan saat ini?****"Jadi bagaimana persiapan acaranya, Sayang?" Tanya Catherine kepada Sheline.Hari ini adalah hari dimana Catherine dan Sheline selalu menyempatkan waktu untuk berbelanja bersama.Sheline menghela nafasnya panjang mendengar pertanyaan Catherine, "Kacau Ma,"Alis Catherine mengerut mendengar jawaban dari Sheline, "Kacau? Kenapa?""Sean malah mempersulit orang yang akan mendesain gaunku. Aku tidak mengerti kenapa Sean sangat membencinya padahal mereka baru saja bertemu. Bayangkan saja, Sean malah menantangnya ikut ajang perlombaan. Aku tidak paham kenapa Sean sangat mengintimidasi Kania." Gerutu Sheline.Catherine seketika tertegun mendengar jawaban Sheline. Ia memutar jari jemarinya dengan gugup, entah kenapa perasaannya berubah menjadi tidak enak saat Sheline menyebut nama Kania."Jadi nama orang yang akan mendesain gaunmu itu Kania? Apa kamu punya fotonya, Sayang?" Tanya Catherine dengan cepat.Sheline terlihat mengingat-ingat sejenak, "Ah, sepertinya ada di akun Bu Astuti. Sebentar biar aku carikan, Ma."Selama beberapa saat Sheline terlihat memutar jari jemarinya diatas ponsel. Setelah beberapa menit, calon menantunya itu mengulurkan ponselnya ke arah Catherine, "Ah, ini dia."Mata Catherine terbelalak melihat foto yang diulurkan oleh Sheline. Rahang Catherine seketika bergemretak. Itu benar Kania. Bagaimana bisa wanita rendahan itu kembali berkeliaran di sekitar Sean?"Ada apa Ma?" Tanya Sheline saat melihat wajah Catherine menegang di sampingnya.Catherine segera menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Ah tidak, Mama hanya ingin tahu bagaimana rupa orang yang mendesain gaunmu.""Ah begitu."Catherine mengangguk dengan cepat, ia kembali ke arah kursinya, "Sudahlah, sebaiknya kita kembali makan. Setelah ini kita ke tempat lain,"Sheline balas mengangguk, "Baik Ma,"****Sepulangnya Catherine dari berbelanja, Catherine terlihat gelisah. Ia bergerak kesana kemari di rumahnya. Ia tidak menyangka Kania akan kembali bertemu dengan Sean. Padahal sudah tujuh tahun mereka tidak pernah bertemu kembali, tapi kenapa wanita rendahan itu harus muncul disaat yang penting? Ia tidak bisa membiarkan hal ini, bagaimana jika Sean kembali goyah karena kehadiran wanita itu? Ia sudah merasa senang karena Sean akan menikah dengan Sheline, wanita yang sederajat dengan mereka. Ia tidak akan membiarkan Sean kembali pada wanita itu.Catherine segera mengambil ponsel yang berad
"Aku memang masih hidup, kenapa? Apa kau kecewa?""Tidak, saya malah merasa bersyukur Anda masih hidup, jadi Anda bisa melihat bagaimana kerja keras saya setelah pengusiran yang Anda dan putera Anda lakukan."Catherine terlihat bertepuk tangan, "Wah wah wah hanya sampai di tahap ini, kau sudah besar kepala Kania. Kau masih bukan apa-apa, di mataku kau hanya seorang wanita kampungan."Amarah Kania seketika menggelegak, kepalan tangannya semakin menguat di samping tubuhnya. Tidak, ia tidak boleh terpancing emosi dengan hinaan kecil ini."Jika Anda kemari hanya untuk menghina saya, silahkan keluar."Dengan penuh amarah, Catherine mendekat ke arah Kania, ia menjambak rambut Kania dengan kasar, "Tundukkan pandanganmu di depanku, wanita rendahan. Aku tidak suka cara melihatmu itu."Kania meringis menerima jambakan yang dilakukan oleh Catherine, namun dengan cepat Kania menarik tangan Catherine lalu memelintir tangan mantan mertuanya. Memangnya ia pikir, Kania akan diam saja setelah dianiaya
Sean yang masih belum beranjak dari samping Kania tersenyum puas. Rencananya untuk mempermalukan Kania rupanya tidak main-main. Benar, dialah yang membuat model yang Kania sewa mengundurkan diri tepat sebelum acara dimulai. Biar saja Kania kebingungan saat ini karena rencananya berantakan. Ia tidak terima melihat Kania baik-baik saja setelah mengkhianati seluruh cintanya. Merasa yakin bahwa tidak akan ada jalan keluar bagi mereka, Sean mulai melangkahkan kakinya. Setelah ini Kania pasti merasa malu karena hasil karyanya tidak bisa ditampilkan. Ah, Sean jadi tidak sabar, bagaimana wajah Kania saat mengaku kalah padanya?Sekeras apapun Kania memutar otaknya, ia tidak dapat mendapat jawaban. Waktu berjalan begitu cepat selagi ia memikirkan solusinya. Sial, apa yang harus ia lakukan? Tidak mungkin ia mengundurkan diri setelah sampai di tahap ini."Saya sendiri yang akan menjadi modelnya." Jawab Kania dengan cepat.Mata Dewi melebar mendengar ucapan Kania, "Ibu mau jadi modelnya sendiri?"
"Jadi kau yang melakukannya?" Sergah Kania saat menemukan Sean yang berdiri di sudut gedung.Sean terlihat membalikkan tubuhnya, ia memberikan tatapan tidak mengerti, "Apa maksudmu?"Kania mendengus melihat sikap Sean, "Jangan berpura-pura, kau bukan yang sudah membuat modelku mundur sesaat sebelum acara berlangsung?""Oh itu. Ya aku yang melakukannya."Jawaban santai yang keluar dari mulut Kania membuat hatinya terasa diiris sesutu. Mulut Kania bergetar menahan desakan emosional yang kembali menghantamnya, "Kenapa? Kenapa kau melakukannya?" Tanya Kania getir."Tidak ada alasan, aku hanya ingin memberi pelajaran padamu.""Pelajaran?" Kania mendengus tidak percaya, dari sekian banyak alasan, Sean hanya ingin memberikan pelajaran padanya?"Haruskah kau melakukan hal sampai sejauh itu? Kau tahu bukan bahwa bukan hanya aku yang akan terluka di sini? Pegawai yang bekerja denganku, mereka sama sekali tidak salah." Lanjut Kania dengan kesal.Sean terlihat mengangguk, "Aku tidak perduli karen
"Kenapa kita tidak jadi bertemu dengan desainermu itu?" Tanya Sean saat jadwal pertemuan dengan Kania selanjutnya tiba. Sheline yang tengah menyantap sesuatu mengangkat wajahnya, "Kania akan memberitahukan seluruh desainnya melalui pesan untuk sekarang ini, jadi tidak ada pertemuan lagi untuk kita." Sheline menghela nafasnya panjang, "Dia sudah memenangkan kontes yang kau maksud sepertinya dia cukup sibuk,"Sean terlihat terkejut mendengar penuturan Sheline, "Tapi bagaimana jika kau ingin melihat hasilnya?" Tanya Sean."Aku yang akan kesana, tidak apa-apa.""Apa? Tapi, bukankah itu merepotkanmu? Aku sudah bilang akan membayar gaunnya dengan harga pantas, tapi kenapa dia masih merepotkan kita?" ujar Sean dengan nada kesal."Aku hanya sesekali kesana, Sean. Tidak apa-apa, lagipula prosesnya masih panjang. Bukankah kau sendiri yang membuatnya sibuk hingga memenangkan kontes itu? Kita tidak bisa menyalahkannya.""Kalau seperti itu, dia bisa saja mengerjakan gaun kita secara asal,"Sheline
"Oh jadi ini anak itu? Anak hasil perbuatan gelapmu tujuh tahun lalu."Mendengar Sean yang masih melanjutkan hinaannya, Kania segera menutup telinga Devan dengan kedua tangan, "Hentikan omong kosong Anda," teriak Kania geram."Sepertinya dia tidak tahu bagaimana kelakuan binal ibunya."Kania hampir meneteskan air matanya mendengar hinaan Sean lagi, "Saya bilang keluar! Dia masih kecil, tolong... Jangan racuni anak saya dengan perkataan kotor Anda," teriaknya kembali, kali ini lebih kuat dari sebelumnya."Devan, ini es krimnya..."Kania menatap kedatangan Leonard yang baru tiba di sana. Leonard terlihat mengerutkan keningnya bingung lalu bertanya, "Kania, ada apa ini?"Raut wajah Kania yang seolah tidak nyaman membuat Leon seketika paham. Ia menatap ke arah pria yang berdiri tidak jauh dari mereka. Melihat Kania yang hampir menangis, Leon yakin bahwa Kania membutuhkan pertolongannya.Leon segera maju ke arah pria itu lalu menegurnya dengan sopan, "Sepertinya Anda membuat pemilik di si
"Non Kania?"Kania tersentak saat mendengar seseorang menegurnya ketika ia berbelanja. Meski beberapa tahun sudah berlalu, Kania masih mengingatnya dengan jelas siapa yang ada di hadapannya. Sosok Bi Surti yang sudah memfitnahnya di depan Sean, sosok yang sudah membuat rumah tangganya hancur berantakan.Dengan cepat Kania bergegas pergi dari sana dengan hati yang teramat panas. Sekian tahun berlalu, tapi hatinya masih tidak bisa memaafkan perlakuan Bi Surti."Tunggu Non Kania, tunggu..."Kania menepis tangan Bi Surti yang mencengkeramnya secara cepat. Ia menatap tajam ke arah wanita paruh baya itu dengan amarah yang tinggi."Saya bukan istri Sean lagi, jadi jangan memanggil saya seperti itu.""Saya tidak terbiasa begitu, bagaimana kabar Non Kania?"Kania mendengus kuat, "Menurut Bibi, bagaimana kabar saya setelah Bibi memfitnah saya tujuh tahun yang lalu?"Bi Surti terlihat menunduk, raut wajahnya menunjukkan penyesalan yang sangat, "Saya... Saya mohon maaf Non, saya benar-benar mohon
BruughBi Surti kembali menjatuhkan dirinya, kali ini di depan Sean.Ia menyentuh kaki Sean lalu berkata dengan tangis yang berurai, "Maafkan saya, Den. Maafkan saya. Sebenarnya Non Kania tidak pernah pergi dengan pria lain Den. Non Kania hanya diam saja di rumah selama Den Sean pergi saat itu. Non Kania wanita yang rajin dan sangat menjaga kehormatan Den Sean,""Lalu siapa pria yang bersama Kania di foto itu? Jawab!"Bi Surti terlihat mencuri pandang ke arah Catherine. Sean yang melihat hal itu segera memandang Catherine dengan geram, "Jadi ini perbuatan Mama? Mama yang memfitnah Kania, begitu? Jadi anak yang dikandung Kania adalah anakku?" Teriak Sean.Sean memijat kepalanya yang terasa berputar, ia jatuh terduduk di lantai. Rasa sesal kian menggerogoti hatinya, jadi Kania tidak pernah mengkhianatinya?"Sean dengarkan dulu penjelasan Mama. Mama melakukan ini demi kebaikan kamu,"Sean bangkit dengan wajah murka, "Kebaikanku? Kebaikan yang mana? Tujuh tahun Ma! Selama tujuh tahun aku m
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa