"Kau!"Sean merangsek maju dengan penuh amarah saat efek obat yang diberikan Sheline hilang sepenuhnya. Sean lupa diri, ia mencengkram leher Sheline dengan kuat seolah hendak membunuhnya."Bunuh saja aku, Sean. Setelah itu kau akan terkejut melihat berita tentang kita."Mata Sean seketika melebar saat melihat Sheline yang menunjuk ke arah sudut. Ia terhenyak melihat ada kamera kecil bertengger di sana."Video itu sudah tersimpan dengan baik di seluruh gadget yang ku punya juga ponselku.""Sialan kau Sheline!" Sean menggeram dengan kuat sementara Sheline hanya tersenyum melihatnya."Bagaimana Sean? Kau mau aku memberikan video panas kita kepada siapa dulu? Ibumu? Kania? Atau Devan?""Brengsek!" Sean mengumpat dengan kuat, ia menghempaskan tubuh Sheline dengan kuat ke atas ranjang.Sean segera mengambil kemejanya lalu memakainya dengan cepat. Ia tidak menyangka jika perjalanannya kemari merupakan jebakan yang sudah dipersiapkan Sheline. Pantas saja wanita itu bersikap ramah padanya, pan
"Kau bisa ke apartemenku, aku sudah meminta Bi Minah untuk menemani Devan. Kau tidak ingin Devan tahu soal masalah ini, bukan?"Tatapan Kania yang tengah memandang ke arah jendela seketika berpindah saat mendengar ucapan Leonard. Ia mengangguk dengan lemah, saat ini ia tengah merasa rapuh, ia tidak akan sanggup melihat Devan dengan kondisinya yang seperti ini."Terimakasih Leon. Terimakasih kau sudah mau menjemputku dan menampungku hari ini.""Tidak apa-apa, Kania."Setelah mengatakan hal itu, Kania kembali menatap ke luar jendela. Kejadian hari ini masih mengguncang perasaan dan dunianya. Ia tidak menyangka Sean ternyata akan melakukan hal sekejam ini. Memang ia yang bodoh, ia percaya saja bahwa Sean telah berubah."Kita sudah sampai, Kania."Kania terhenyak saat mendengar ucapan Leon. Rasanya baru beberapa menit ia berada di mobil, tapi tiba-tiba mereka sudah sampai. Sepertinya kepalanya terlalu banyak berpikir hingga tak sadar seberapa lama waktu berjalan.Mereka keluar dari mobil
Tidak diangkat. Sean berdecak saat panggilannya kembali diabaikan oleh Kania. Ia menghela nafasnya panjang, perasaannya sangat tidak tenang melihat ekspresi Kania tadi. Kania terlihat sangat kecewa dan enggan berurusan dengannya kembali. Ia sungguh mengkhawatirkan keadaan Kania, tapi kemana ia harus mencari tahu?Ah Devan. Benar, ia bisa menelepon Bu Minah untuk mengetahui kabar dari Kania. Beruntung, ia pernah menyimpan nomor Bi Minah selama ini. Hanya dalam beberapa menit, panggilannya seketika tersambung. Sean segera menegakkan tubuhnya dengan antusias, ia harap Bi Minah belum pulang dari pekerjaannya."Hallo?""Hallo Bi, saya Sean.""Oh Nak Sean? Iya Nak, ada apa?""Saya ingin bicara dengan Devan, apa Devannya ada?""Ada Nak, tunggu sebentar.""Baik Bi,"Dalam beberapa detik suara Devan yang ceria seketika menggema dari sebrang sana, "Papa!""Sayang, kamu sedang apa?""Devan sedang makan dengan Bi Minah,""Kamu hanya makan berdua dengan Bi Minah? Memangnya Mama kemana, Sayang?""M
"Jadi, jelaskan, kenapa kalian bersikap tidak amoral saat ini?"Kening Leon seketika berkerut mendengar ucapan Sean, "Bertindak amoral?""Kalian meninggalkan anak kecil di rumah tanpa pengawasan. Apa lagi jika bukan disebut amoral?"Leon mengulas senyuman tipisnya, "Apa saya tidak salah dengar? Bukankah kata itu lebih cocok disematkan kepada Anda?""Apa maksud perkataanmu?" Tanya Sean dengan raut wajah tersinggung."Anda mendekati Kania kembali untuk mempermainkannya? Apa Anda juga memanfaatkan Devan demi segala keinginan untuk menemui Kania?""Bicara Anda sudah keterlaluan,""Kania tidak membuangnya ataupun menolak kehadirannya seperti ayahnya. Kania sangat menyayangi Devan, hanya karena Anda bersikap seperti ayah yang baik selama beberapa hari bukan berarti Anda bisa menghapus kesalahan Anda selama ini.""Untuk orang yang sudah membuat Kania meninggalkan tanggung jawabnya, saya rasa Anda tidak berhak menilai saya seperti itu." Balas Sean dengan geram. Mulai merasa emosi dengan perka
"Kamu yakin mau nemenin Mama kerja dulu Sayang? Mama bisa nemenin kamu tidur dulu kalau kamu ingin tidur." Tanya Kania pada Devan.Meski dengan wajah setengah mengantuk, Devan terlihat menggelengkan kepalanya, "Devan mau temenin Mama saja biar Mama tidak kesepian."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Devan, ia mengusap kepala Devan dengan sayang lalu berkata, "Ya sudah kamu boleh temenin Mama di kursi sofa."Devan seketika tersenyum mendengar ucapan Kania, beberapa kali Devan terlihat menguap, namun putera kecilnya masih setia mengawasi dirinya berkerja.Bukan tanpa alasan Kania membawa sisa pekerjaannya ke dalam rumah, selain karena memang pekerjaannya sudah menumpuk, Kania juga ingin mengalihkan pikirannya dari Sean. Ia tidak boleh terus terpuruk dan menyalahkan keadaan, Kania harus bangkit, bukankah selama ini ia bisa melewatinya hanya bersama dengan Devan? Ada atau tidak adanya figur seorang ayah bagi Devan tidak akan mengubah apapun yang terjadi pada kehidupan mereka."Ma,
Berkat bantuan dari Komisaris polisi, para polisi dan detektif bekerja dengan cepat mencari penyebab kebakaran di rumah Kania."Sepertinya kami sudah menemukan penyebab kebakaran di rumah Bu Kania, Pak Leon."Leonard segera menegakkan tubuhnya saat mendengar ucapan salah satu petugas. Ia menatap ke arah Kania yang ikut memfokuskan dirinya mengetahui hal ini. Akhirnya setelah beberapa jam menunggu mereka bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi."Jadi, apa penyebab kebakaran itu bisa terjadi, Pak?" Tanya Leonard tidak sabar."Kami menemukan beberapa jerigen bekas bensin di dekat lokasi kejadian setelah kebakaran terjadi. Saya pikir kebakaran disengaja oleh seseorang. Tapi sayang, kami tidak dapat mengidentifikasi pelakunya. Tidak ada satupun CCTV yang terlihat di lokasi kejadian, itu menyulitkan kami mengetahui siapa pelaku pembakaran ini."Kania seketika terperangah mendengar fakta yang mengejutkan ini. Kebakaran ini disengaja? Tubuhnya menjadi lemas kembali, bagaimana bisa ada orang yan
Meski melihat Kania yang penuh emosional, Catherine sama sekali tidak bergeming. Ia menghela nafasnya panjang, "Apa saya benar-benar harus melaporkan ini kepada tim hukum saya, Pak Leonard?"Mendengar ancaman dari Catherine, dengan terpaksa Leon menarik tangan Kania, "Ayo kita pergi.""Tidak," tolak Kania dengan tegas."Kau ingin ditangkap sekarang? Devan membutuhkan kita."Kania menggigit bibir bawahnya dengan kuat, tubuhnya gemetar menahan segala desakan amarah di dalam dadanya."Kania, ayo kita pergi."Dengan emosi yang masih memuncak, Kania seketika menyerah. Ia membiarkan Leonard menarik tangannya lalu membawa dirinya ke luar dari sana. Mereka hendak masuk ke dalam mobil saat Sean menyusul langkah mereka dengan terburu."Kania, tunggu. Bisa kita bicara?"Kania mendengus saat mendengar ucapan Sean, ia membalikkan tubuhnya. Raut wajah Kania penuh dengan luka yang tergambar di sana. Ia menatap Sean dengan tatapan paling dingin yang pernah Sean terima. Amarahnya kepada Catherine yang
Kania tertegun sejenak mendengar ucapan Sean. Hatinya seketika bimbang memutuskan pilihan apa yang seharusnya ia ambil.Melihat Kania yang hanya terdiam, Sean kembali meraih tangannya. Ia menatap Kania dengan dalam, "Aku mohon Kania, hanya kali ini saja. Setelah ini aku tidak akan mengganggu kalian lagi." mohon Sean dengan sangat.Kania menghela nafasnya, "Baiklah, tapi ini untuk yang terakhir."Kania membuka pintu rumahnya lebih lebar membiarkan Sean masuk ke dalam sana. Tepat saat Sean melangkahkan kakinya ke dalam, suara Devan langsung menyambut mereka."Papa! Papa darimana saja? Kenapa baru datang?"Sean mengulas senyuman tipisnya mendengar pertanyaan dari Devan. Rasa sesak mulai melingkupi hati Sean saat menyadari bahwa ia terlalu sibuk dengan permasalahan yang ia miliki. Jika saja Sean tahu bahwa waktu mereka tidak akan lama, Sean tidak akan menyia-nyiakan segala waktu untuk mereka.Sean memeluk tubuh mungil itu dengan erat, rasanya berat sekali jika ia harus berpisah kembali de
Saat mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah Leonard, Kania segera mengambil langkah. Ia mundur untuk kemudian berlari menghindar dari pria itu.Leonard yang melihat Kania melarikan diri darinya segera menyusulnya. Dengan cepat ia kembali menahan Kania lalu bertanya dengan nafas tersengal saat berhasil mendapatkan tangannya, "Kenapa kau lari?""Lepaskan aku.""Baik, tapi bagaimana kalau kita bicara? Aku sudah menyewa seluruh tempat ini khusus untukmu, apa kau tidak sayang jika aku membuang-buang uang karena kau tidak mau menemuiku?""Aku tidak menyuruhmu menyewa tempat untukku,""Ayolah Kania, aku mohon."Kania terlihat menghela nafasnya panjang, "Baik, tapi lepaskan tanganku dulu."Dengan cepat Leonard melepaskan genggaman tangannya. Kania segera memilih kursi yang berada tepat di hadapannya lalu duduk di sana. Musik romantis segera mengalun saat mereka duduk berdampingan. Kania memberikan tatapan jengahnya, sebenarnya apa maksud pria ini?"Kenapa kau lari?""Tidak apa-apa,
Leonard pulang ke rumahnya dengan langkah gontai. Setelah berkeliling selama hampir satu jam di dalam bandara, Leonard sama sekali tidak bisa menemukan Kania dimanapun. Kania sudah pergi dari kehidupannya, ia terlambat, sangat terlambat."Jadi bagaimana? Kamu menemukan wanita itu?"Leonard mendengus kuat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauren tepat saat ia tiba di kediaman mereka."Mama pasti senang sekarang, Kania tidak bisa aku temukan. Dia sudah pergi dari hidupku selamanya. Apa sekarang Mama puas?" Tukas Leonard dengan penuh emosional.Alih-alih merasa simpati Lauren yang malah menuang alkohol ke gelasnya membuat Leonard merasa geram. Lauren memang sudah tidak perduli kepadanya lagi."Sepertinya Mama cukup senang karena sudah menghancurkan hidupku." ucap Leonard dingin. Ia menghela nafasnya panjang lalu mulai beranjak meninggalkan Lauren.Namun, baru saja ia hendak melangkah, Lauren tiba-tiba memanggilnya kembali, "Kau akan menyerah begitu saja padanya?"Leonard seketika m
Leonard seketika tertegun mendengar ucapan Jasmine. Jasmine terlihat sangat serius di hadapannya membuat Leonard seketika mengangkat alis."Apa maksudmu?""Hari ini adalah keberangkatan Kania, apa kau akan terus berdiam diri di tempat ini dan membiarkan Kania pergi begitu saja?"Mata Leonard seketika melebar mendengar ucapan Jasmine, cekalannya di tangan Jasmine seketika terlepas, "Kania pergi hari ini?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Sepengatahuannya projek mereka belum selesai dengan sempurna, masih ada beberapa tahapan pendistribusian dan promosi produk yang harus dilakukan."Pekerjaannya untuk membuat pakaian sudah selesai, jadi dia tidak akan ikut andil dalam promosi produk, semuanya hanya akan dilakukan oleh pihak Valerine."Leonard terlihat terhenyak mendengar penuturan Jasmine. Jadi Kania benar-benar akan pergi hari ini?"Tunggu apa lagi? Pergi!"Mendengar ucapan Jasmine, Leonard segera beranjak dari sana. Ia berlari keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan panggilan d
"Yak selesai! Hasilnya bagus sekali."Semua bertepuk tangan ketika foto terakhir yang diambil dari Jasmine selesai. Beberapa orang menyalami Kania dan juga Jasmine karena projek itu berhasil dilakukan. Kania tersenyum, merasa cukup lega karena ia bisa melakukan projek itu tepat pada waktunya. Meski hatinya teramat berantakan dan juga banyak drama yang terjadi, akhirnya semuanya selesai. Ia menatap kursi tempat Leonard berada yang diduduki oleh Hannah. Masih sama, Leonard masih tidak ingin menemuinya sama sekali."Nanti malam akan ada perayaan kecil karena pekerjaan kita sudah selesai dilakukan, apa Ibu mau ikut?"Kania menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Dewi, "Kalian saja yang ikut, saya akan mempersiapkan semua persiapan kita untuk terbang besok?""Apa tidak apa-apa, Bu?" Tanya Dewi merasa tidak enak."Tidak apa-apa, kalian sudah banyak bekerja keras selama dua Minggu ini. Bersenang-senanglah di sana. Ah, jangan lupa bawa instal aplikasi bahasa di ponsel kalian masing-
Setelah kejadian di rumah sakit tempo hari, Leonard tidak pernah datang lagi ke pertemuan mereka. Hanya ada asistennya yang mengikuti pertemuan mereka beberapa kali.Penasaran dengan keadaan Leonard, Kania menahan langkah asisten pribadinya setelah rapat selesai."Hannah, bisa bicara sebentar?"Hannah terlihat mengangkat alisnya lalu kemudian mengangguk mendengar pertanyaan Kania, "Ya, ada apa Bu Kania?""Apa Leonard baik-baik saja? Ah maksud saya sudah beberapa kali dia mangkir dari pertemuan kami.""Ah, Pak Leon baik-baik saja, dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena projek yang lain. Apa ada masalah jika saya yang menggantikan Beliau?"Kania segera mengibaskan tangannya mendengar ucapan Hannah, "Ah tidak, kamu adalah orang yang kompeten juga, saya rasa Leonard tepat memilih kamu untuk mengurusi projek ini. Kalau begitu terimakasih,"Kania terlihat membalikkan tubuhnya untuk beranjak, namun Hannah kembali memanggilnya."Emm... Bu Kania? Apa Anda memiliki pesan untuk atasan saya?"Ka
Delon seketika terdiam mendengar ucapan Leonard. Keningnya berkerut dengan bingung, jadi mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Tapi kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal seolah baru berkenalan? Sebenarnya sedalam apa hubungan mereka hingga Leonard bersikap sangat posesif kepada Kania?Delon menghela nafasnya panjang, tidak ingin membuat keributan karena hal sepele akhirnya ia menyerah."Baiklah, saya serahkan Bu Kania kepada Anda."Delon menatap ke arah Kania yang masih tidak sadarkan diri lalu beranjak meninggalkannya. Untuk terakhir kalinya ia membalikkan tubuhnya lalu tertegun saat melihat pemandangan Leonard yang tengah memegang tangan Kania dengan erat. Delon terlihat mengangkat alis, sebenarnya apa hubungan mereka hingga Leonard bisa bersikap sedekat itu pada Kania?****Kania mengerjapkan matany saat mendapati atap putih di hadapannya, bau alkohol dan obat-obatan yang menyeruak membuat Kania seketika terhenyak. Dimana ia? Apa dia ada di rumah sakit?Kania mengangk
Kania mendesah panjang, "Haruskah kita melakukan ini?""Aku harus meyakinkan segalanya berjalan dengan lancar."Dengan ragu Kania menyambut telunjuk itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Jasmine Maureen adalah gadis yang teramat percaya diri, kenapa ia melihat Jasmine sangat berusaha keras agar hubungannya dengan Leonard berjalan dengan lancar?"Sekarang, apa aku boleh pergi?"Jasmine menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Kania, Kania mengusap mulutnya dengan serbet lalu bangkit berdiri.Tepat sebelum ia melangkah, Jasmine kembali memanggilnya."Aku minta maaf atas segala sikap menyebalkan yang aku tunjukkan selama ini padamu, Kania."Kania mengulas senyumnya mendengar ucapan Jasmine, "Ternyata kau sudah banyak berubah. Tidak apa-apa aku mengerti semuanya. Kau memang lebih pantas untuk Leonard."Setelah berkata seperti itu, Kania meninggalkan meja mereka. Ia menghela nafasnya panjang lalu kembali ke ruangan bengkelnya.Dewi yang melihatnya hanya bisa terkejut saat tatapan Kan
"Anda menyukai seseorang?""Ya, saya harap Anda mengerti ucapan saya hari ini Pak Delon. Kalau begitu saya permisi."Kania segera bergerak meninggalkannya Delon dengan cepat. Ia menghela nafasnya panjang, sebelum semuanya semakin rumit dan memusingkan, ia harus bisa menyelesaikan seluruh tugas ini dengan cepat. Jika perlu, ia akan menyelesaikan semuanya kurang dari dua minggu.****Selama seharian penuh, Kania berada di bengkel kerjanya. Seperti tekadnya kemarin, ia akan menyelesaikan seluruh pekerjaan ini dengan cepat. Ia sudah tidak bisa terus berada di sini dan menyiksa seluruh hatinya.Pintu ruangannya seketika diketuk, Dewi menghampiri dirinya lalu terhenyak saat melihat Kania berada di sana pagi-pagi sekali."Ibu? Ibu semalaman berada di sini?" Tanya Dewi dengan raut wajah terkejut."Ya, saya harus menyelesaikan semuanya dengan cepat agar kita segera kembali.""Tapi Bu, kalau begitu terus ibu bisa sakit.""Saya baik-baik saja, Dewi."Tepat saat ia mengatakan hal itu, darah segar
"Anda memang cukup jeli, Bu Jasmine. Siapa yang tidak tertarik pada Bu Kania? Dia wanita yang mandiri dan cantik, bagaimana saya tidak terpesona olehnya?"Kania terperangah tidak percaya mendengar ucapan Delon yang terus terang. Delon tersenyum ke arahnya tanpa beban sama sekali membuat Kania merasa sangat gugup. Kania segera mengambil minumannya lalu menyeruputnya dengan perlahan, mengabaikan tatapan tajam dari Leonard yang sejak tadi tiba-tiba terdiam."Pak Delon benar-benar tipe pria yang romantis, Anda menyatakan ketertarikan Anda pada Bu Kania tepat disaat Bu Kania ada di hadapan Anda.""Bu Kania hanya sebentar di sini, jadi saya harus bergerak cepat, bukan?""Ah, Anda benar."Berbeda dengan dirinya yang merasa canggung, Delon dan juga Jasmine malah terlibat pembicaraan seru. Kania menghela nafasnya, sungguh ia ingin melarikan diri saja dari tempat ini.Tepat saat ketidaknyamanan yang ia rasakan semakin tidak terkendali, ponsel Kania berdering dengan nyaring. Tidak peduli siapa