Share

Korban Sebenarnya

Author: humaidah4455
last update Last Updated: 2023-10-06 16:52:37

Kau bisa, Aku juga 6

Melangkah menenteng ember cucian aku masuk ke rumah.

"Dari mana kamu, Han?!" sentak Bu Lasmi.

Busyet ini, nanya apa ngajakin perang sih? Galak banget jadi mertua. Ooh, mungkin dulunya dia di galakin juga kali sama mertuanya, sekarang balas dendam ke akuh. Duh, ngenes!

"Dari mana, kamu?! Jawab! Malah diem aja! Jam segini cucian piring masih numpuk, teh, ataupun kopi belum ada! Ngapain aja sih kamu?!" Bu Lasmi sudah seperti satpol PP sedang sidak.

"Dari nyari pahala, Bu. Ampun, dah! Baru pada melek udah teriak-teriak! Ati-ati pita suara putus. Atau tensinya naik, lho!" Kuletakkan ember di kamar mandi. Tumpukan baju kotor Bu Lasmi dan Rita masih utuh disana. Ogah yaaa kalau disuruh nyuci lagi.

"Nyari pahala, nyari pahala, pala Lo peang!" umpat Rita. "Cuciin gelas! Bikinin aku teh, cepetan!" Gantian Rita kini memerintah.

Aku berdiri, meraih teko berisi air lalu ku tenggak isinya, gelas habis di rak piring, semua kotor teronggok di wastafel.

"Punya kaki, punya tangan, sehat bugar enggak cacat, cuci sendirilah! Aku mo mandi, mo kerja!" ketusku meletakkan teko.

"Hari ini kamu nggak usah kerja, Han! Motornya mau Mas pake buat nganterin Rita cek kandungan ke dokter spesialis lain." Tiba-tiba laki-laki yang masih berstatus suamiku muncul menenteng ponsel kesayangannya.

"Iya, bener kata Heru! Kamu dirumah aja, nggak usah sok kerja segala! Beresin semua perabotan kotor ini, cucian juga numpuk!" sahut Bu Lasmi.

Widih, enak saja main larang hak orang untuk bekerja, malah nyuruh dirumah jadi babu, iiih, ogah laaa yaau!

"Hmmm, boleh aja! Kasih aku uang empat ratus ribu, Mas boleh bawa motorku, dan aku mau dirumah aja bersantai menikmati weekend!" Aku tersenyum menatap suamiku.

"Apa? Empat ratus ribu?!" Rita mendelik. Huh lebay. "G1la kamu!!!" umpatnya menudingku.

"Lho, Mas Heru melarangku untuk kerja lembur 'kan? Asal kalian tau, sehari lembur kemarin tip yang kudapat tiga ratus ribu. Ini hari Minggu, pengunjung restoran pasti tambah banyak, aku ogah tekor lah!" sahutku sinis pada Rita. "Lagian ya, Mas! Si Rita 'kan punya suami, kenapa harus kamu yang repot nganterin? Aku aja dulu mandiri kemana-mana, bahkan sampai ke rumah sakit nahan kontraksi lahiran cuma diantar bidan!" Kulirik Bu Lasmi sekilas.

"Hei, suaminya Rita ini pemborong, kerjanya dijalanan ngurusin pembangunan jalan, pulangnya tiga bulan sekali, kasihan Rita kalo harus sendirian periksa kehamilan, gitu aja nggak tau!" Bu Lasmi nyolot.

Aku terkekeh mendengar perkataan mertuaku. "Dasar manja!"

Wajah Rita berubah, "Apa katamu?!"

"Iya, manja! Udah gitu pemalas pula!" Aku tersenyum puas bisa membuat Rita kebakaran jenggot.

"Tutup mulutmu, Hani! Kau nggak liat, Rita lagi hamil besar, dia butuh bantuan orang lain, tau!"

"Ck ck ck!" Aku menggelengkan kepala. "Dulu aku hamil besar, biasa aja deh kalian. Bahkan Mas Heru nggak pernah nganterin aku periksa, sibuk terus alesannya. Aku juga ngerjain semua pekerjaan rumah, dan selalu disuruh-suruh, nggak kaya si Rita yang malesan ini, dikit-dikit teriak nyuruh kek nyonya bos aja!" sindirku spontan.

"Hani, stop membandingkan kamu dan Rita!" sentak Mas Heru.

Aku mendelik mendengar sentakan suamiku. Demi membela adiknya dia lagi-lagi meninggikan suara padaku.

"Kenapa? Kenapa nggak boleh? Aku bicara fakta! Adikmu ini punya suami, harusnya kamu nggak usah sok jadi pahlawan kesiangan nganterin dia periksa segala! Kau lupa, dulu sembilan bulan lebih anakmu dalam perut ini, kau abaikan. Jangankan mengantar periksa, sekedar mengelus saja bisa dihitung jari!" Aku meluap emosi ini sulit untuk ditahan.

"Jangan ngungkit masa lalu!" sentak Bu Lasmi.

"Kenapa, nggak trima, iya?!" Mereka pikir dengan tiga lawan satu, aku mengkeret? Oooh, tidak. Aku bukan Hani yang dulu.

"Hani, kau ini kenapa? Kenapa jadi begini, melawan, membantah, dan malah mengungkit masa lalu?!" Mas Heru menudingku.

Aku menyeringai puas mendengar suamiku bingung dengan tingkahku sekarang. "Luka disini yang membuatku berubah!" Kupegang bagian dadaku. "Sikap egois kalian juga yang memaksaku berubah." Kutatap mereka satu persatu. "Kau itu suami yang aneh, istri sendiri hamil kau abaikan, giliran orang lain hamil sok perhatian. Kau lupa, gara-gara keegoisanmu, aku kehilangan anak, darah dagingmu sendiri!" Ku tuding wajah pias suamiku.

"Cukup Hani, jangan salahkan Heru!" Bu Lasmi memekik. Sudah pasti dia keberatan jika anaknya kusalahkan.

Aku menoleh mertuaku menatapnya sinis, "Ibu juga turut andil atas meninggalnya putraku. Andai kalian berdua tidak egois!" desisku geram.

"Lancang kau, Hani!"

Aku membuang muka malas. Perdebatan ini hanya mengorek luka dalam yang sedang berusaha ku obati. Mengenang almarhum Zidan membuat hatiku berdarah. Aku memilih kekamar bersiap mandi dan berangkat kerja. Terserah dengan mereka. Jika mereka saja tak peduli denganku, untuk apa aku peduli pada mereka.

Omelan Bu Lasmi terdengar sumbang di telinga, aku berusaha cuek kuanggap itu suara siaran radio.

Selesai mandi, aku segera berganti pakaian dan bersiap kerja. Jam dinding dikamar menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit aku bisa telat masuk hari ini.

"Han, kau masih ngotot berangkat kerja?" Mas Heru masuk kamar sambil berkacak pinggang bayangannya terlihat di cermin.

"Iyalah. Aku mau ngumpulin duit, bapak sama emak dikampung minta kiriman. Mas lupa, biaya operasi Caesar ku mereka yang bayar!"

Menyisir rambut, lalu mengikatnya tinggi kemudian ku oles lipstik murahan ini agar wajahku tidak pucat.

"Sebentar lagi bulan puasa, kasihan orangtuaku di kampung. Kamu jangan melarangku bekerja kalau kamu sendiri masih perhitungan!"

Mas Heru nampak heran ia menatapku terlihat jelas sekali ekspresinya dari cermin.

"Tapi, Han ... gimana dengan Rita?" Mas Heru mencekal tanganku saat aku hendak meraih tas kerja.

"Bukan urusanku! Dia dihamili suaminya, kenapa aku yang repot?! Lepas!" Kuhentak tangan laki-laki yang masih punya gelar suami atas diriku.

Meraih tas beserta kunci motor, aku bersiap berangkat kerja.

"Hani, tunggu!" Mas Heru kembali meraih tanganku membuat langkah ini berhenti.

"Apa lagi, sih?!" Aku mbrengut kesal dibuatnya.

"Kau bilang, kemarin dapat uang lembur, bagi selembar, aku mau servis motor," lirihnya tanpa rasa malu.

Aku membelalakkan mata mendengar kalimat yang menurutku tak tahu diri. "Enak aja!" Senyumku mengejek sambil melangkah keluar kamar.

"Lho, kok kamu mau kerja? Siapa yang beresin rumah?!" Rita melongo melihatku. Si bunting itu sedang duduk di kursi makan. Nampak beberapa bungkus roti di atas meja. Tangan Rita juga memegang roti.

"Iyalah, kerja! Akukan bukan pengangguran serta parasit yang bisanya nyusahin orang!" sahutku kesal.

Rasanya malas berlama-lama dirumah ini. Sepertinya, aku harus mulai berpikir untuk mencari tempat tinggal baru agar terbebas dari mereka ini.

"Hani, berdosa kau membangkang perintah suami untuk tidak bekerja!" Mas Heru mengeluarkan jurus andalannya bersembunyi dibalik kata berdosa.

Aku menoleh dirinya. "Lebih berdosa lagi kamu, Mas! Yang nggak bisa memberikan kebahagiaan pada istri. Diam saat istri ditindas, dan diperlakukan semena-mena, ditambah lalai pada kewajiban sebagai suami. Aku begini juga karena kamu!" Tudingku pada laki-laki berkaos oblong dan bercelana kolor itu. Air mataku hampir tumpah sakit mengurai luka.

Kembali kulanjutkan langkah kaki mengeluarkan matic kesayanganku lalu memakai sepatu dan helm jengah rasanya dirumah ini. Mereka semua nggak ada yang ngerti, tapi nuntut dimengerti.

"Hani, stop!" Mas Heru mencekal tanganku.

"Lepas! Aku mau kerja!"

Motor kudorong keluar menuju teras. Kemudian kupakai sepatu butut ini, lalu tak lupa mengenakan helm.

"Hani, kamu benar tak menghargai aku sebagai suami," desisnya.

Aku tersenyum kecut sambil bertengger diatas motor. "Kamu menganggap ku istri hanya disaat butuh saja, Mas. Wajar 'kan kalo aku capek? Jangan bersikap seolah laki-laki terdholimi. Aku, aku korban sebenarnya, Mas! Bukan kamu!"

Related chapters

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Aneh

    Pagi ini, aku berangkat kerja sambil membawa luka. Air mataku perlahan meleleh mengingat kejadian saat aku akan melahirkan Zidan. Sakit, payah, penuh derita serta tekanan dari suami dan mertua yang kurasakan. Berbeda sekali dengan Rita. Semoga dia merasakan apa yang dulu ku rasakan. Entahlah aku seperti sudah tak bisa lagi membedakan antara do'a dan dosa. Sebab hatiku ingin sekali melihat Rita dan Bu Lasmi merasakan apa yang dulu ku rasa. Ya Allah, tolong ampuni aku. Rasa sakit ini teramat sangat. Ampuni atas semua kesalahanku telah membangkang pada suami, dan mertua, aku lelah ya Allah, aku lelah. ***** POV Heru Mataku menatap tanpa kedip kepergian Hani, wanita yang dua tahun ini menjadi istriku. Entah mengapa kini dia berubah. Tak seperti kemarin-kemarin. Dia jadi lebih berani serta cenderung membangkang. Terlebih setelah dia tahu aku kasbon untuk adikku Rita. Sebagai istri, dia sungguh tak tahu diri. Dijatah lima ratus ribu sebulan masih kurang aja. Mentang-mentang sudah bis

    Last Updated : 2023-10-07
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Hari Naas

    POV HaniAku sampai di restoran, hari ini nggak ada alasan untuk menangis. Aku harus menunjukkan kepada mereka para orang-orang pelit itu bahwa aku bisa. Biar saja mereka sekarang kelabakan dirumah, mereka pikir aku akan selamanya jadi pesuruh mereka, sorry laa yau! Masuk ke restoran mengisi absensi lalu mulai bekerja. Tip lemburan kemarin membuatku ketagihan. "Eh, Lo ngapain hari Minggu masuk?" Sherin salah satu karyawati resto yang selalu rese padaku heran aku masuk kerja di hari libur. "Suka-suka gue, dong! Emang ada larangan karyawan lembur enggak 'kan?" sahutku malas. "Oooh, gue tau! Jangan-jangan Lo lembur gara-gara nggak dinafkahin sama laki Lo, ya? Hahaha, ngenes amat!" Aku yang hendak menuju ke ruangan khusus karyawan berhenti melangkah lalu berbalik menatap tajam Sherin. "Elo nggak berhak ngurusin hidup gue! Mau lembur atau enggak bukan urusan Elo, tau!" "Stop! Stop! Udah jangan brantem! Elu juga Sher, jangan gangguin Hani!" Lukas memisahkan kami. "Han, kamu dipanggil

    Last Updated : 2023-10-08
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Dasar pohon pisang!

    POV Hani Ya Allah, suamiku ini memang ma-ti rasa padaku atau apa sih? Yang dia pikirin hanya uang, uang, dan uang saja. Boro-boro bertanya bagaimana keadaanku sekarang. Rita juga, mulutnya minta di tamplok pakai ulekan sambel, ya Allah ... kuatkan hamba-Mu ini untuk menghadapi orang-orang model pohon pisang ini, mereka punya jantung, tetapi tidak punya hati. "Begini, Pak. Masalah biaya perawatan, akan ditanggung oleh restoran, sebab Hani kecelakaan saat mengantarkan pesanan makanan ke konsumen." Aryan mencoba menjelaskan. "Eh, Mbak! Lo itu jo-ngos, apa kurir sih? Kerjaan kok nggak jelas banget!" sewot Rita dia mengibaskan rambutnya yang tergerai sebahu. "Begini, Mbak ... kebetulan restoran kami sedang banjir pesanan delivery order, dan karyawan juga sibuk melayani pelanggan yang datang, kebetulan Hani bertugas mengantarkan pesanan gitu, Mbak. Tolong jangan salahkan Hani, ini kecelakaan." Aryan menjelaskan lagi. "Jangan salahkan Hani, jangan salahkan Hani, Bapak nggak tau, dia cel

    Last Updated : 2023-10-09
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   musibah dan berkah

    POV Hani Usai Mas Heru dan Bu Lasmi pergi, Bayu datang menemaniku. Tangan ini terasa sakit sekali gara-gara dipukul keras oleh Bu Lasmi. "Bay, kok sakit banget tanganku ini, tadi habis di pukul keras sama mertuaku. Dia pikir aku cuma pura-pura." Aku meringis. "Apa pura-pura! Aaah, katarak orang itu! Mbak berita kecelakaan itu sudah jadi trending topik di media sosial dan media berita online tau! Em, lagian ini harusnya di urut, Mbak. Atau ... kita pulang aja ke kampung disana biar di urut Wak Hasanudin, beliau terkenal dukun pijat handal!" Ah, pulang ke kampung dalam keadaan begini, apa kata bapak dan ibu nanti. Usul Bayu kadang-kadang asal. Selama ini, mereka tahunya rumah tanggaku bahagia, meskipun aku menyembunyikan jati diri dari suamiku dan keluarganya. "Bay, aku malu pulang ke kampung," lirihku sambil merebahkan diri di bed yang di sering aggak tinggi. Tanganku kini dipasang arm sling, agar tanganku tidak bergeser. Bayu menatapku, sorot matanya sendu. "Sebenarnya aku kesin

    Last Updated : 2023-10-11
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Kamu yang maksa

    POV AuthorLasmi dan Heru pulang dari restoran dimana tempat Hani bekerja dengan tangan hampa. Keduanya tidak berhasil membawa pulang sepeda motor milik Hani. "Huh! Gara-gara dua satpam pe kok itu, gagal deh bawa motor si Hani!" Lasmi ngomel sepanjang jalan. "Kamu itu jadi laki-laki harus tegas, dong! Hani itu istrimu, dia harus wajib tunduk sama kamu, Heru!" Lasmi memukul keras helm anaknya. Heru mendadak hilang kendali sebab Lasmi terlalu kuat memukul helmnya. Sepeda motor Heru oleng hingga membuat mereka terperosok ke saluran air. "Aaaaaaw! Dasar 00n kamu, Her! Bisa-bisanya kita jatuh begini?!" umpat Lasmi meringis kesakitan ia tertimpa sepeda motor. "Aaaaw! Kakiku!" pekik Lasmi kesakitan. Heru berusaha bangkit lalu membenarkan posisi sepeda motornya. Keduanya jatuh di tempat sepi. Tebeng motor Heru sebelah kiri pecah, kaca lampu juga pecah. "Aduuuuh, kakiku!" Lasmi mengaduh, meringis memegangi pergelangan kakinya. Nampak biru diantara mata kaki wanita itu. "Ibu sih, pake muk

    Last Updated : 2023-10-13
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   menghilangnya Hani

    POV AuthorSuara sentakan dari arah pintu ruang perawatan Hani membuat Heru menoleh sementara tangannya masih mencengkeram kuat rahang Hani. Ini kali pertama ia melakukan kekerasan terhadap istrinya. Tindakan Heru terlihat jelas dari pintu, tirai Hani hanya tertutup bagian samping saja. Tekanan mental yang ia hadapi saat ini sanggup membuat Heru bertindak kasar. Beban hutang yang dia tanggung sangat menggangu pikiran, ditambah sepeda motornya rusak, serta tuntutan Lasmi untuk mencari biaya operasi Caesar Rita membuat pikiran Heru gonjang-ganjing. "Huh!" Laki-laki itu melepaskan cengkraman tangannya kasar hingga membuat tubuh Hani berguncang. Wanita dengan kepala terbalut perban dan tangan menggunakan arm sling itu meringis kesakitan sebab tangan kirinya sempat tertekan Heru. "Siapa Kau? Jangan ikut campur urusanku! Dia istriku, mau kuapakan saja, suka-suka aku!" ujar Heru matanya menyiratkan api amarah. "Saya Habibi, Dokter yang merawat Nona Hani! Ada berurusan dengan saya, sebab

    Last Updated : 2023-10-16
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Baru terasa (bab 13)

    POV Heru"Pergi dari sini! Jangan kembali lagi!" Shiiit! Dua satpam itu menyebalkan! Bisa-bisanya aku diusir dari ruang perawatan istriku sendiri. Dan dokter itu tadi benar-benar membuatku kesal. Pokoknya gimanapun caranya, Hani harus secepatnya keluar dari rumah sakit ini. Lebih baik uangnya ku buat untuk servis motorku yang hancur. Aku menuju parkiran, nampak motorku paling hancur sendiri rupanya. Ooh, tidak! Apa kata orang-orang kantor besok kalau mereka lihat kondisi motorku yang buruk rupa? Lebih baik aku pulang sekarang, biarin aja si Hani sendirian di sini, biar dia urus dirinya sendiri! Kunyalakan mesin motorku lalu pergi. Kumandang adzan Maghrib mulai menggema langit juga sedang berproses pergantian siang dan malam. Aku masih dijalanan pulang dari rumah sakit. Dompetku kering, saldo ATM ku juga limit. Aarrggh! Gara-gara Rita dan Ibu aku sampai minus keuangan. Aku menepi. Duduk di pinggir jalan pada sebuah trotoar sambil menanti kumandang Adzan berhenti. ___ "Aku janji,

    Last Updated : 2023-10-19
  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Nona Wijaya

    POV HaniMataku mengerjap perlahan serta rasa sakit di kepala ini mulai terasa lagi. Rasanya berat saat ingin melek membuka mata lebar. "Aaaaw." Aku bergerak dan merasakan tanganku sakit sekali. "Aaaaaaw!" "Mbak Hani." Mendengar suara laki-laki memanggil, aku pun berusaha untuk membuka mataku. Jam dinding berwarna putih adalah benda pertama yang bisa kulihat, lalu pandanganku mengedar, kesemua arah. "Sepi?" Aku baru sadar, jika ini bukan ruang perawatan yang tadi, ini dimana? Kenapa berbeda? Perlahan kucoba bangkit namun tangan ini terasa amat sakit. "Pelan-pelan, Mbak! Tangannya jangan banyak gerak dulu." Bayu membantuku.Oh, iya aku baru ingat, tanganku 'kan retak. Sambil mengerjap perlahan aku minta untuk diposisikan duduk. "Kenapa kita ada disini, Bay?" "Semua demi kebaikan dan keselamatan Mbak Hani. Dokter Habibi yang mindahin Mbak kesini. Dia nggak mau Mbak semakin ngedrop gara-gara kelakuan Mas Heru. Kenapa Mbak nggak crita kalo suami Mbak itu temperamen?" Bayu nyeroc

    Last Updated : 2023-11-03

Latest chapter

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Kau pasti menyesal (24)

    POV Author Mbak Enik panik sebab tak mendengar suara Hani padahal tadi ia dengan jelas sekali mendengar wanita itu berteriak minta tolong. Didalam rumah .... "Jangan coba-coba teriak, atau kupatahkan sekalian tanganmu ini!" desis Heru mengancam Hani. Wanita dengan tangan masih mengenakan arm sling itu hanya bisa meneteskan air mata dalam diam sebab mulutnya dibekap kuat oleh Heru. "Hani! Han! Kamu nggak papa 'kan?" Mbak Enik terus memanggil Hani, ia hendak membuka pintu namun takut disebut pencuri sebab dirinya hanya sendirian. Mbak Enik bingung mencari bantuan, ia clingukan kesana kemari. Sepeda motor Heru masih di halaman rumah. Namun, kedua manusia itu tak menyahut dari dalam sana. "Heru, kamu akan menyesal melakukan ini padaku," lirih Hani. "Apa, menyesal? Nggak! Aku nggak akan menyesal! Ini hukuman untuk istri pembangkang sepertimu!" geram Heru masih mengunci tubuh Hani sambil menahan sakit pada area sensitifnya. Hani meneteskan air mata. Ia sadar, jika berteriak Heru ak

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Heru kalap (23)

    POV AuthorHani berjalan mencari makanan siap santap sambil menggendong tangannya yang retak. Rambutnya juga nggak di ikat. Biasanya jam segini, warung nasi uduk Ibu Hartati sudah siap nasi uduk, sayur matang, gorengan, dan es cendol juga ada, pedagang itu sering mangkal di sekolahan yang tak jauh dari rumah mertua Hani. "Mbak Hani! Ya Allah, itu Mbak Hani!" Para tetangga yang melihat Hani berjalan perlahan langsung menghampiri istrinya Heru itu. "Ya Allah, alhamdulilah, Mbak Hani selamat!" ungkap Bu Lis. "Si Hani, eta?!" Ceu Kokom ikutan heboh. Mereka mendekati Hani. "Aduuh hatur nuhun, Gusti, si Hani diselamet keun!" syukur Ceu Kokom. Hani tersenyum menanggapi para tetangga yang kepo terhadap dirinya. "Ya Allah, Han ... alhamdulilah kamu selamat. Aku liat berita di tv ngeri lho! Aku kemarin nanya sama mertuamu, dia malah cuek!" ujar Bu Lis. Dia terkenal biang kerok tukang adu ayam, eh domba. Dia senang jika melihat menantu dan mertua yang tidak akur."Alhamdulilah, aku selama

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Heru stres (22)

    POV Author Heru memacu sepeda motornya menuju ke rumah, ia harus masuk kerja hari ini agar tidak kena pinalti dan berakhir pemecatan. Kepalanya pusing sebab Deni tidak mau menanggung biaya operasi Caesar Rita. 'Kenapa rasanya ini sama dengan keadaan Hani dulu? Pas Hani mau SC ibu melarangku memberikan izin untuk SC hingga akhirnya tindakan itu telat dilakukan, dan sampai saat ini aku juga tak tau menau perihal biaya itu, orang tua Hani yang menanggung semuanya. Ya Allah, apakah ini namanya karma?' batin Heru kebingungan. Motor terus melaju membawanya menjauh dari area rumah sakit. Hatinya dongkol sebab Deni lebih mementingkan adik kandungnya sendiri dari pada Rita istrinya. 'Aku bingung dengan jalan pikiran Deni, dalam perut Rita itu anaknya, darah dagingnya, kenapa dia bersikap begini?' Sepertinya karma dimasa lalu kini tengah menghampiri Heru. Situasinya sama dengan masa-masa Hani akan melahirkan. Heru terkesan cuek dan bodo amat pada Hani. Erangan, serta rintihan perempuan itu

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Semoga doaku terkabul (21)

    POV HaniAku sedikit curiga melihat Bu Lasmi membawa buku KMS, ditambah ia bebenah baju dua tas berukuran besar serta Mas Heru dan Rita tidak ada dirumah. Jangan-jangan Rita sudah kontraksi dan akan melahirkan. Ahh, semoga saja dia juga merasakan apa yang kurasa dulu. Jahat? Yaa ... terserah deh mau dibilang apa, yang jelas, aku ingin sekali Rita merasakan apa yang aku rasakan dulu, saat berjuang melahirkan Zidan. Sakit, tertekan, dan setres. "Bu, Rita sama Mas Heru kemana? Ibu juga mau kemana pagi-pagi udah sibuk sama dua tas gede-gede gini. Mau liburan, kah?" Iseng aku kembali bertanya. "Udahlah kamu nggak usah kepo! Urusi aja rumah yang kacau ini. Pastikan semuanya bersih, sebelum kami pulang!" sentaknya. Aku berdecak kesal. "Bu, tanganku sakit. Jangankan beberes, ngiket rambutku sendiri aja aku kesusahan, gimana sih?!" Aku mencebik bibir. Aneh mertuaku ini, udah tahu mantunya masih cidera pasca kecelakaan, tetep aja nyuruh-nyuruh. Dasar mertua gaje! Aku duduk di kursi makan

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Mau kemana sepagi ini? (20)

    POV Hani Aku masih mengompres tanganku sambil duduk di ranjang. Mas Heru masih berdiri di dekat meja kerjanya. "Hani, bukanya istri itu tugasnya melayani suami, kau tau 'kan?" Dia mendekat. Aku mengerling sekilas, menatapnya sambil tersenyum. Kini dia membahas perihal tugas istri. Baiklah, akan kubahas juga tugas suami. "Iya, melayani urusan syahwat terutama. Sebab, pernikahan memang bertujuan untuk berkembang biak, bukan diperbudak. Dan selama ini, aku merasakan, hidup bersamamu dirumah ini, hanya dijadikan babu gratisan serta pemuas n4fsv mu aja. Kau tak pernah peduli dengan kebahagiaanku, kesejahteraan ku. Yang ada di pikiranmu cuma kebahagiaanmu dan keluarga intimu saja, ibu dan Rita, tanpa aku." "Tapi, Han ... surgaku ada pada ibuku, dan surgamu ada padaku!" Dia ngegas. "Ya udah kalo gitu. Kamu tetap pada pendirianmu, aku juga akan milih jalanku sendiri. Kalo kamu nggak bisa berubah, maaf ... aku mending nggak punya suami, deh! Buat apa punya suami, kalo kenyataannya lahir

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   jangan bahas perceraian (19)

    POV HaniAku menautkan alis menatap sekilas suamiku yang tumben banget berubah sikapnya, ada apa ini? "Yuk, kita istirahat aja, Dek! Mas temenin!" Mas Heru menggamit lembut tanganku. Widih, ciyus? Kok jadi lembut kek brownis kukus begini, wah patut di curigai ini! Aku merasa aneh dengan perubahan sikap suamiku. Nggak ada angin, nggak ada hujan, dia yang tadinya cuek secuek bebek mendadak lembut dan romantis, wah kurasa ada yang nggak beres ini. Okelah, kita ikuti saja alur yang dibuat Mas Heru, ada misi apa sebenarnya? Kok hatiku bilang, dia sedang melakukan modus demi sesuatu, aku harus waspada! Mas Heru membimbingku masuk kamar. Mataku menyipit melihat bungkusan plastik serta paper bag pemberian Aryan. Kuambil plastik itu, oooh rupanya berisi buah. Baguslah, buah ini aman dikamarku. "Apa ini, Dek?" Mas Heru meraih paper bag pemberian Aryan. "Jangan! Ini dari menejerku!" Refleks tangan kananku langsung merebut paper bag itu. Bukan tanpa sebab, tadi sempat ku intip ada amplop d

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   perhatian palsu

    POV Hani"Aku nggak jadikan sakit ini alasan. Memang aku perlu istirahat dan jangan banyak gerak dulu, tanganku retak. Atau, gini aja ... kalo kalian keberatan merawatku selama sakit, gampang ... aku akan minta Bayu menjemput kesini, dan pergi dari rumah ini selamanya. Buat apa punya suami dan mertua yang nggak peduli terhadapku?" "Apa?! Kau bilang, suami dan mertua nggak peduli sama kamu?!" Mas Heru berkomentar. Kutatap kedua ibu dan anak ini bergantian. "Iya. Emang bener, 'kan? Bahkan Mas sendiri tega menyakitiku saat di rumah sakit kemarin." Bodo amat sama perasaan mereka. Wong mereka aja nggak peduli dengan perasaanku. Kalau bicara masalah dendam, tentu saja iya. Balas dendam itu dosa! Hanya Allah yang tahu. "Hani, jangan kau kuliti aib keluargamu didepan orang lain!" Mas Heru mencengkeram kuat bahu tanganku yang sakit. "Aaaw, sakit! Lepas!" Kupukul tangan suamiku. Kurang 4jar emang, dia sengaja apa gimana sih?! Tu buh ini di dorong oleh Mas Heru hingga membuatku limbung. Ooh

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   mulut bvsvk Rita

    POV Hani"Haniii! Buka pintunya!" Aku menutup telinga mendengar gedoran pintu kamar oleh si Rita pemalas itu. Teriak dan gedor saja sekuatmu, Ta! "Busyet, tuh iparmu rese bener ya, Han?" Lea nyengir duduk di lantai yang kini sudah digelari karpet. "Biarin ajalah, ntar juga capek sendiri. Masa dia nyuruh aku buat beberes dapur, katarak dia. Pokoknya akan kuberi pelajaran dia dan ibunya, Lee. Kebangetan lho, sakit begini masih aja disuruh-suruh." Aku ingat saat aku hamil dulu, setiap hari ada aja perintah dari Bu Lasmi maupun Rita, terlebih saat persiapan pernikahan anak itu, kebetulan aku sedang hamil trimester ke dua, seenak j1dat mereka mendikte perintah ini dan itu. Waktu hamil tua, hmm lebih parah lagi. Bahkan aku sampai tertekan hingga menyebabkan tensi darahku tinggi. Kutenteng map cokelat berisi hasil foto Rontgen tanganku, biar saja nanti mas Heru atau Bu Lasmi melihat sendiri kondisi tanganku. "Haniii! Kurang 4jar kamu, ya!" Terdengar umpatan Rita terhadapku dari luar

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Kemana aku harus mencarimu (16)

    POV AuthorHari telah berlalu, Heru kebingungan mencari dimana keberadaan istrinya. "Hani, kemana aku harus mencarimu?" Ia frustasi sebab datang ke restoran dan menghubungi rekan kerja istrinya, hanya sia-sia belaka. Mereka tidak ada yang tahu dimana keberadaan Hani. Jam istirahat kantor digunakan Heru untuk mencari keberadaan istrinya. Sementara di rumah sakit ... "Bay, aku mau pulang. Bosen disini," ujar Hani. Berada di ruangan VIP membuatnya kesepian. "Enggak! Mbak nggak boleh pulang dulu. Pengobatan Mbak belum tuntas," sahut Bayu. Jelas saja Bayu melarang, ia tak ingin terjadi sesuatu pada kakak kesayangannya itu. Hani duduk di brankar pasien, ia sudah mandi dan berganti pakaian dibantu oleh Suster. "Tapi, Bay ... aku kesepian disini." Hani memelas. Bayu bangkit lalu mendekati kakaknya. "Mbak mau pulang? Kita pulang kerumah bapak, bukan pulang kerumah suaminya Mbak!" Hani spontan menatap Bayu, ia menelisik mata adiknya itu, sorot serius terpancar dari mata indah itu. "Aa

DMCA.com Protection Status