Emilia tampak ragu.Tentu saja dia ingin menghasilkan uang.Namun, dia tidak seperti ibu dan adiknya, yang tidak tahu apa-apa dan ingin berinvestasi tanpa peduli dengan risiko yang akan dihadapi."Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan begitu mudah dibodohi!"Tepat di saat ini, Nathan angkat bicara.Emilia menatapnya dengan heran. "Nathan, apa kamu tahu sesuatu?"Nathan mengerutkan kening dan berkata, "Barusan aku sudah bilang, bagian timur kota nggak akan dikembangkan. Emilia, kamu juga sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, jadi sebaiknya kamu gunakan otakmu dengan baik.""Investasi beberapa miliar dan mengharapkan keuntungan ratusan miliar, apa bedanya dengan khayalan belaka?"Pemikiran Emilia langsung goyah.Tamara langsung berkata dengan marah, "Nathan, kamu nggak perlu menakut-nakuti kami di sini. Nggak usah ikut campur masalah Keluarga Sebastian.""Kak Emilia, buat apa kamu dengar kata-katanya? Memangnya Kak Edward bisa mencelakaimu?" kata Ken dengan tidak senang.Edward tampak k
"Mereka nggak tahu Keluarga Halim kami itu keluarga kelas satu di Beluno, yang mana punya sumber daya yang melimpah. Bagaimana mungkin kami berutang ratusan miliar kepadanya? Konyol sekali.""Benar, Alfian memang bilang kamu berutang ratusan miliar padanya. Aku baru saja mau menanyakan hal ini padamu," ucap Emilia.Edward tersenyum dan berkata, "Emilia, menurutmu hal seperti ini mungkin terjadi?"Tamara mendengus dingin. "Alfian bodoh. Dia suka omong kosong. Dia pantas dipecat.""Menantuku kaya raya, jangankan ratusan miliar, bahkan puluhan triliun ataupun ratusan triliun, dia juga bisa mengeluarkannya dengan mudah. Hanya masalah sepele saja."Edward melambaikan tangannya dan berkata sambil memperlihatkan gaya tuan muda kaya, "Bibi, kamu bercanda. Puluhan triliun itu jumlah yang besar. Tapi aku nggak membual. Aku nggak mungkin berutang ratusan miliar."Nathan bangkit dan pergi. Dia tidak bisa tinggal lebih lama lagi."Nathan, kamu mau pergi?" tanya Emilia.Nathan berkata dengan nada da
Meski dia terlilit utang, Nathan masih lebih menyedihkan dibandingkan dirinya."Waldi itu bajingan tua yang bahkan lebih kejam dari Arjun di Gluton. Nathan, kalau kamu jatuh ke tangan bajingan tua itu, kamu pasti akan berakhir menyedihkan!"Membayangkan ada orang yang lebih menderita daripada dirinya, Edward tiba-tiba merasa jauh lebih senang. Dia juga tidak kuasa menahan tawa.Nathan yang baru saja keluar dari ruang VIP tiba-tiba dikepung oleh tiga kendaraan off-road.Nathan menyipitkan matanya dan menatap orang-orang yang turun dari mobil tanpa mengubah ekspresinya."Bocah, apa kamu masih ingat Kak Daren? Hari ini akan menjadi hari kematianmu!"Putra Waldi, Daren, yang bengkak di wajahnya baru saja mereda dan masih ada memar, tampak menyeringai pada Nathan.Nathan tersenyum dan berkata, "Ingat, mana mungkin aku lupa. Tapi aku ingat wajahmu nggak seperti ini terakhir kali."Terakhir kali di arena pacuan kuda, tamparan Nathan di wajah Daren bagai mimpi buruk dalam hidupnya."Kamu masih
"Di bawah benda ini, sekalipun kamu hebat, kamu juga harus menyerah dengan patuh."Sayangnya, dia tidak menyadari bahwa tatapan mata Nathan tampak dingin dari awal sampai akhir.Dia sama sekali tidak menganggap serius pistol di tangannya.Tepat setelah Nathan dibawa pergi.Salah seorang anak buah Gluton berlari keluar sambil gemetar ketakutan.Dia mengeluarkan ponselnya dan buru-buru menelepon. "Kak Arjun, gawat. Tuan Nathan dibawa pergi oleh Zevan dari Hessen."Di ujung sana, suara Arjun dari Gluton tampak bergetar. "Apa ... apa yang kamu katakan? Dasar bodoh! Bukankah aku sudah pesan agar kamu mengikuti Tuan Nathan dan segera melapor kepadaku kalau ada pergerakan?"Anak buah itu sudah hampir menangis. "Kak Arjun, ini bukan salah kami. Orang-orang dari Hessen datang mendadak. Apalagi, Zevan juga membawa pistol. Tuan Nathan nggak bisa melawan sama sekali."Arjun menggertakkan giginya dan memaki. "Bajingan sialan ini malah menggunakan pistol sungguhan.""Waldi, si bajingan tua ini, keja
"Waldi, kamu benar-benar cari mati. Kalau kamu berani menyentuh dokter genius kecil itu, aku nggak akan melepaskanmu begitu saja."Keluarga dokter genius, Keluarga Wijaya.Dokter Bayu membanting meja dengan marah. Dia tiba-tiba berdiri dan wajahnya tampak menakutkan.Tiara terkejut dan bertanya, "Kakek, kamu kenapa? Kenapa kamu begitu marah?"Dokter Bayu berkata dengan marah, "Dokter Nathan sudah diculik oleh orang dari Hessen. Aku baru saja dapat kabar."Wajah kecil dan polos milik Tiara berubah panik. "Kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Kakek, ayo kita pergi selamatkan Nathan."Bayu menatap cucunya dan melambaikan tangannya sambil berkata, "Kamu tinggal di rumah dan pulihkan dirimu. Biar aku yang pergi."Tiara berkata dengan tegas, "Nggak bisa. Aku harus pergi lihat sendiri baru aku bisa tenang."Dokter Bayu berkata, "Baiklah. Brian, aku dan Tiara akan pergi ke Hessen. Kamu tinggal di sini saja dan jaga menjaga Keluarga Wijaya."Murid pertama Dokter Bayu, Brian, berkata dengan engg
Zevan juga merasa Nathan mungkin sudah gila. Dia tertawa. "Tuan Muda, siapa yang nggak akan takut setengah mati kalau mereka jatuh ke tangan Hessen kita? Haha, aku maklum kok!"Para preman Hessen yang menjaga pintu gudang juga santai saat ini dan menunjukkan senyum jahat."Tuan Muda, bagaimana kamu berencana menghadapinya? Apa kamu akan mengebirinya langsung? Atau kamu akan memotong jarinya dulu?""Aku lihat, bocah ini punya kulit yang lembut dan daging yang empuk. Tuan Muda, bagaimana kalau kita jual saja ke toko bebek?""Dia menampar Tuan Muda berkali-kali sebelumnya. Menurutku, Tuan Muda harus membalasnya, kemudian mempermainkannya sampai mati. Pokoknya, jangan biarkan dia mati dengan mudah."Daren berkata dengan bangga, "Bocah, kamu dengar itu? Hari ini, kamu pasti akan nggak bisa lolos. Apa kamu yakin nggak ingin memohon ampun sekarang?"Nathan berkata dengan nada tidak sabar, "Aku datang ke sini untuk memberi pelajaran pada Waldi dan bukannya untuk melihat sekelompok preman kecil
Zevan juga menggigil dan berkeringat dingin. Bocah ini jelas bukan orang baik.Dia salah. Dia sudah salah menilainya!Anak buah Hessen lainnya hanya menatap kosong dan tidak berani melangkah maju.Jika tidak berhati-hati, mereka takut Nathan akan menghabisi nyawa tuan muda mereka."Jangan sentuh tuan muda kami. Aku akan letakkan pistol di sini, bagaimana?"Zevan perlahan-lahan menaruh pistol yang ada di tangannya ke tanah.Niat membunuh yang jahat terpancar di matanya.Nathan tersenyum sambil berkata, "Begini baru patuh."Dia kemudian mendaratkan sebuah tamparan lagi di wajah Daren. "Bukankah tuan muda kalian menantangku barusan? Dia bilang coba saja kalau aku berani menyentuhnya?""Sekarang aku sudah menyentuhnya. Apalagi, bukan hanya sekali, dua kali, tiga kali .... Tuan Muda, kamu puas sekarang?"Daren merasa kepalanya sudah hampir putus. Dia terisak, "Aku puas. Tolong jangan pukul aku lagi. Jangan pukul aku lagi, atau aku akan mati."Zevan berteriak, "Apa lagi yang kamu inginkan? A
Daren menelan ludah dan berteriak dalam hatinya, "Ini nggak lucu. Sama sekali nggak lucu."Sayangnya, Waldi telah mengakhiri panggilan telepon itu."Jangan bunuh aku. Kumohon jangan bunuh aku. Tolong biarkan aku pergi. Aku akan menyetujui apa pun yang kamu inginkan."Dalam keputusasaan, Daren berlutut di tanah dan memohon pada Nathan.Nathan berjalan mendekatinya selangkah demi selangkah. Senyum di wajahnya perlahan berubah dingin.Sementara itu, di Hessen.Waldi, penguasa bawah tanah Hessen, duduk dengan tenang di kursi sambil memasang senyum santai di wajahnya."Kalian bertiga, jangan harap aku melepaskannya begitu saja.""Bocah ini benar-benar nggak tahu diri. Beraninya dia memukul putraku. Seperti yang kalian tahu, aku hanya punya Daren satu-satunya putra kesayanganku. Mereka yang berani menyentuhnya sama saja dengan memprovokasiku. Dia pasti akan mati!"Regina, Dokter Bayu, dan Arjun semuanya duduk sambil memasang ekspresi muram."Tuan Waldi, sebenarnya kesalahpahaman ini berawal
Nathan menggelengkan kepalanya dan berkata, "Masih nggak pantas disebut sebagai ahli. Aku hanya tahu sedikit saja."Monika tidak berani memercayai kata-kata Nathan lagi.Karena dia memercayai perkataan Nathan sebelumnya, dia baru berani mengajak Nathan dan Tiara pergi memilih koleksi dan memamerkan pengetahuannya tentang barang antik.Setelah dipikir lagi sekarang, Monika merasa canggung.Bukankah itu seperti memamerkan kemampuan di hadapan seorang ahli?Di mana ada kegembiraan, di situ juga ada kesedihan.Wajah Tetua Surya langsung berubah gelap. Dia mengulurkan tangannya dan berkata, "Aku nggak percaya dengan ahli dari Beluno. Bawa kemari. Aku harus memeriksanya sendiri."Dokter Bayu menepis tangannya dan berkata, "Surya, apa yang kamu inginkan sebenarnya?""Dokter Nathan, biarlah dia memeriksanya. Dengan begitu, dia baru bisa menerima kekalahannya."Barulah Dokter Bayu menyerahkan relik tersebut. Tetua Surya menaruh relik itu di telapak tangannya, lalu memeriksanya berulang kali. Ra
Monika berkata dengan suara lirih, "Tuan Nathan, yang di tanganmu itu relik guru agung?"Nathan dengan santai menyerahkannya pada Monika dan berkata, "Minta ahli dari Grup Valentino kalian untuk memverifikasinya. Dengan begitu, semuanya akan jelas, 'kan?"Monika bergegas mengambil manik itu dan pergi untuk memverifikasinya.Tetua Surya tampak sedikit gugup, tetapi dia tetap mencibir dan berkata, "Relik guru agung? Nak, kamu berani sekali.""Apa kamu betapa berharganya relik guru agung?"Nathan berkata dengan tenang, "Mana mungkin aku nggak tahu? Relik seperti itu biasanya ditemukan di antara abu kremasi para guru agung.""Terus terang saja, benda ini merupakan sisa-sisa tubuh para guru agung yang diawetkan.""Tapi di dunia barang antik, koleksi peninggalan lainnya bahkan nggak bisa menandingi nilainya.""Aku rasa, yang paham pasti akan memahaminya."Perkataan Nathan membuat banyak orang mengangguk diam-diam.Memang benar, relik apa pun, selama berasal dari guru agung, maka merupakan se
Tiara berkata dengan cemas, "Nathan, kamu nggak tahu apa-apa tentang barang antik, apalagi penilaian barang antik.""Bagaimana kalau kita kabur saja? Lagi pula, ini Beluno. Memangnya Tetua Surya dan Alice bisa menangkap kita?"Nathan mengangkat alisnya dan berkata, "Siapa bilang aku nggak tahu apa-apa tentang barang antik?"Sembari berbicara, dia mengambil patung guru agung perunggu dari tangan Dokter Bayu, lalu berkata pada Tetua Surya, "Cucuku sayang, karena kamu membiarkan aku memilih duluan, aku juga nggak segan lagi.""Kemarilah dan identifikasi barang ini sekarang."Tetua Surya mulanya tertegun, lalu tertawa dan berkata, "Dasar bodoh. Bukankah ini hanya barang palsu? Beraninya kamu menggunakannya untuk mengujiku? Kamu benar-benar nggak tahu diri.""Dengarkan baik-baik. Benda ini disebut patung perunggu guru agung dan juga replika patung terkenal di Gunung Woru di Paviliun Tosa.""Sayangnya, replika hanyalah replika. Patung perunggu guru agung asli ini sudah hancur di masa peperan
Beberapa pengikut Tetua Surya langsung berteriak, "Bocah kecil, Tetua Surya sudah berinisiatif mengajukan pertandingan dalam menilai barang antik. Jangan-jangan kamu nggak punya nyali untuk menerima tantangan ini?""Kamu berani menyebut kami sebagai anjing? Benar-benar nggak tahu diri. Hanya bisa omong besar saja. Kalau kamu bisa keluar dari pertemuan penilaian barang antik hidup-hidup hari ini, aku rela mengikuti nama keluargamu.""Bahkan orang-orang dari industri barang antik Beluno pun nggak berani bilang apa-apa. Sebaliknya kamu, orang bodoh yang datang ke sini untuk bersenang-senang, malah menjadi orang pertama yang begitu ingin mati. Haha. Kamu tahu nggak, mereka yang berani menjadi orang pertama yang maju ke depan bukanlah pahlawan, tapi orang yang keras kepala. Apalagi, mereka biasanya akan mati dengan menyedihkan!"Tidak ada seorang pun yang menyangka Nathan, yang bukan berasal dari industri barang antik ini, akan berani menantang Tetua Surya.Emilia berteriak dengan marah, "N
Nathan, kamu yang sudah nggak tahu apa-apa, tapi masih berani maju terang-terangan seperti ini. Bukankah hanya akan menarik perhatian dan membuat orang lain makin membencimu?'"Kak Alice, sudahlah, jangan bicara lagi. Ayo kita keliling dulu. Aku juga ingin beli barang bagus untuk dibawa pulang," seru Emilia sambil menarik tangan Alice.Bisa dikatakan, Emilia sudah membantu Nathan. Dengan begitu, Alice dan Tetua Surya juga tidak akan mempermalukan Nathan lebih jauh lagi dan membuat pria itu kehilangan muka.Emilia tersenyum dan berkata, "Emilia, ayo kita keliling.""Kebetulan, sejak kecil aku sudah pernah belajar tentang barang antik dari para ahli terkenal di Naroa. Dari dulu sampai sekarang, aku nggak pernah salah membedakan mana yang asli dan mana yang palsu."Emilia makin mengagumi Alice. Kakak sepupunya, Alice, hanya satu tahun lebih tua darinya.Namun sejak bertemu dengan Alice, Emilia menyadari bahwa kakak sepupunya sangat hebat, baik gayanya dalam melakukan sesuatu maupun metode
Alice berkata sambil tersenyum, "Di daerah Naroa kami, Tetua Surya merupakan pemimpin di dunia barang antik. Beliau juga terkenal berlidah tajam.""Tak disangka, setelah datang ke Beluno, sifatmu masih tetap sama. Aku benar-benar salut padamu."Tetua Surya tersenyum bangga dan berkata dengan nada puas, "Hanya kamu yang paling memahamiku. Mereka yang nggak memahamiku akan mengira aku pintar berpura-pura dan hanya bisa meremehkan orang lain.""Sebenarnya di level seperti aku ini, apa aku masih perlu berpura-pura? Seperti yang kamu katakan, aku hanya mengatakan kenyataannya. Aku berbicara apa adanya dan nggak mencoba menyembunyikan apa pun."Alice mengalihkan pandangannya, lalu mengamati sekelilingnya, dan terakhir berhenti pada sosok Nathan. Dia tersenyum sinis. "Tetua Surya, orang Naroa yang ke Beluno seperti kita memang menggunakan kekuatan dan akal sehat untuk meyakinkan orang lain.""Tapi masih ada sebagian orang yang selalu memandang rendah kita dan nggak puas."Tetua Surya mencibir
Kata-kata yang diucapkan Surya sangatlah kasar, hingga membuat Dokter Bayu murka. Dia mengangkat patung guru agung di tangannya dan hendak menghancurkannya.Untungnya, Tiara dan Monika segera menangkap tangan Dokter Bayu. Setelah itu, mereka baru berhasil menenangkan situasi.Tiara bertanya dengan cemas, "Kakek, mengapa kamu begitu emosi?"Wajah Dokter Bayu berubah. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Lihat patung guru agung ini? Surya, si tua bangka itu, yang menghasutku membelinya. Aku sia-sia menghabiskan 20 miliar. Terakhir, aku tahu ini barang palsu. Tua bangka sialan ini."Tiara sangat marah dan ingin mencari Surya untuk berdebat.Monika menghentikannya, lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Nona Tiara, jangan.""Orang itu adalah Surya, ahli barang antik di Naroa. Dia punya reputasi tinggi di bidang barang antik."Tiara berkata dengan marah, "Memangnya kenapa kalau dia ahli barang antik? Apa dia boleh sembarangan menipu orang lain?"Monika tersenyum pahit dan berkata,
Nathan tersenyum dan berkata, "Bukan hal yang aneh. Tren di pasar barang antik memang seperti itu.""Banyak barang palsu, produk jelek, ataupun tiruan yang dijual dengan harga setinggi langit.""Kalau bertemu orang yang nggak paham, pasti akan tertipu habis-habisan. Tapi kalau bertemu ahli, barang berharga pun bisa dibeli dengan harga sangat murah."Monika terkekeh, lalu menatap Nathan dengan tajam, "Tuan Nathan, kata-katamu tepat sekali. Itulah yang aku maksud."Tiara menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau bukan karena Nona Monika ada di sini, aku pasti akan ditipu oleh bos sialan ini."Setelah membuat keributan, pandangannya tentang Monika telah banyak berubah.Monika membawa mereka berdua berkeliling dan melihat-lihat.Tiara tidak tahu banyak tentang barang antik. Apalagi, dia tidak punya dasar pengetahuan tentang barang antik.Saat melihat barang berwarna bagus atau yang bentuknya unik, dia akan membelinya dan menggunakannya sebagai pajangan.Toh, ada Monika di sini. Jadi, dia t
Nathan tersenyum dan berkata, "Nona Monika bukan hanya pandai melelang, tapi juga pandai menilai barang antik. Sangat berbakat."Begitu dipuji oleh Nathan, Monika tampak senang dan berkata dengan rendah hati, "Tuan Nathan terlalu memuji. Aku hanya melakukan pekerjaanku dengan baik saja.""Ditambah lagi, keluargaku juga punya bisnis barang antik. Aku sudah sering melihatnya sejak kecil, jadi aku tahu sedikit."Nathan berjalan di sekitar alun-alun dan berkata, "Baiklah, kami lihat-lihat dulu. Kalau ada yang aku suka, aku baru akan merepotkan Nona Monika.""Baiklah. Kalau ada yang Tuan Nathan, beri tahu aku saja," ujar Monika.Tiara sedikit tidak puas, tetapi dia masih tersenyum dan berkata, "Ada begitu banyak barang antik, kaligrafi, dan lukisan di alun-alun ini. Apa Nona Monika berani jamin kamu memahami segalanya?"Monika berkata sambil tersenyum tenang, "Barang antik merupakan seni yang luas dan mendalam, yang mana melibatkan zaman kuno dan modern, baik di dalam maupun luar negeri. Bu