"Pengorbanan kali ini terlalu besar, seorang anggota kita kehilangan nyawa. Dia meninggalkan seorang anak gadis kecil dan seorang istri yang terpisah jauh," ujar seorang pria kurus dengan wajah letih. "Apa semua ini memang sungguh diperlukan, Kakek?""Iya! Semua ini layak demi cita-cita yang harus terwujud," jawab seorang kakek sambil memutar badan membelakangi semua yang hadir. Air matanya turun, dan dia tidak menghendaki seorangpun mengetahuinya.Kakek itu berjalan menjauh dan memandang ke langit luas berbintang. "Tekad yang kuat, rencana yang akurat, dan momentum yang tepat. Tidak akan ada artinya bila tidak pernah dilaksanakan," ujarnya datar. "Kita hanya punya tekad dan rencana. Untuk membentuk momentum, bahkan bila harus mengorbankan nyawaku sendiri, aku bersedia.""Kakek! Jangan seperti itu," sergah seorang pemuda. "Kau figur yang sangat penting bagi kami. Tanpa kehadiran Kakek, tidak mungkin cita-cita ini akan terwujud.Keresahan semakin mendera dalam hati kakek itu. Sebuah ci
Hanya gemeretak suara kayu terbakar, yang terdengar di dalam ruangan itu. Letusan bunga api yang sesekali terdengar, tidak bisa memecah suasana canggung di antara orang yang sudah saling kenal lama itu.Empat orang pemimpin kota yang sedang berkumpul, tak ada seorangpun yang berani berbicara. Termangu dalam lamunan masing-masing. Hanya menyisakan penyesalan, tidak ada lagi keinginan untuk saling menyalahkan atau mencari kambing hitam."Balai kota terbakar waktu kejadian itu, saat pelarian tiga orang yang ditahan di penjara kota. Bukankah hanya seorang yang ditahan di sana?" ujar Cedric. "Apa yang sebenarnya terjadi kemarin itu?"Sir Milan dan Count Armand hanya bisa saling berbalas kedipan. Memberi kode agar memulai penjelasan terlebih dahulu."Ehem … sayalah korban sesungguhnya dalam peristiwa itu Jenderal," ujar viscount, yang tidak menerima kode apapun berinisiatif membuka penjelasan."Rumah saya dirampok dan saya menerima tagihan-tagihan yang tidak jelas dari warga. Ada yang menag
Matahari terbit seperti biasanya, tidak pernah terlambat untuk menghadirkan pagi yang cerah. Seperti wajah cerah Count Armand yang tak pernah nampak ceria lagi kini. Setelah melalui malam yang melelahkan bersama rekan-rekannya. Tidur yang lelap dan pulas menjadi sebuah hal yang langka baginya.Dan pagi yang seharusnya menyenangkan ini, benar-benar menjadi meriah dengan kedatangan ratusan warga kota yang ingin bertemu dengan dirinya. Tanpa sempat menyentuh makan paginya yang terlambat, Count Armand menemui warga yang tampak gelisah itu."Count … bagaimana dengan nasib kami ke depannya nanti?" tanya seorang petani dengan gigi keropos yang membawa serta lima orang anaknya. "Hamba memberanikan diri berbicara atas nama seluruh warga yang berkepentingan dengan balai kota," ujarnya menegaskan. "Anda harus menunjukkan tanggung jawab sebagai pemimpin kami.""Kebanyakan dari kami ini tidak bisa membaca dan menulis. Tapi kami ini tidak bodoh," ungkap petani itu. "Kami ingat setiap sen yang tela
Count Armand berusaha menenangkan warga yang semakin beringas memaksakan pendapat dan keluhannya. Tak ada tanda-tanda semangat mereka mengendur meskipun matahari sudah tepat di atas kepala masing-masing.Meja kecil yang dikeluarkan untuk mencatat setiap keluhan itu, penuh sesak dengan warga yang tidak mau tau. Mereka hanya tau, mereka akan mendapat keringanan pajak, pembebasan sisa pembayaran hak atas tanah, dan bila beruntung mereka tidak perlu membayar sama sekali. Suasana sangat ricuh, saling mendahului dan berlomba untuk menentukan yang paling nyaring. Tidak ada yang mau mundur atau mengalah dalam usahanya itu. Semuanya ingin dilayani dan didahulukan demi kepentingan diri mereka masing-masing."Hehehe … bagaimana Count? Hari sudah semakin siang," ucap Hogan, sambil memamerkan gigi keroposnya. "Sebentar lagi, serf yang selesai bekerja di ladang para tuan tanah akan menuju kemari," ungkapnya memberi bocoran informasi. Petani itu memperhatikan barisan depan yang sudah terisi oleh ke
Viscount Gerald sangat geram melihat kerukunan dan kemesraan yang sedang terjadi di halaman rumah Count Armand. Hal yang tidak pernah terduga telah terjadi. Mengganggu semua rencana yang telah disusun tadi malam.Betapa sempurna rencana yang telah disiapkan Hogan di bar itu. Sebuah basa-basi ketika sedikit mentraktir minum beberapa pengunjung untuk membuang sial. Berujung dengan sebuah rencana untuk mengatasi permasalahannya. Sebuah rencana yang nampak indah hasil akhirnya. "Busuk! Dia sangat menikmati acara makan-makan itu," umpat viscount yang sedang gelisah dan lapar juga itu. "Seharusnya aku tidak sembarang percaya orang yang baru dikenal. Orang itu bandit, bukan petani biasa."Viscount Gerald menjadi hilang kesabaran ketika melihat Hogan yang pura-pura tidak melihat kode lambaian tangan darinya. Seperti sengaja mengejek, pria tua itu makan dengan lahap dan mendemonstrasikan cara yang benar untuk menikmati sup. Yaitu dengan menambah porsinya beberapa kali lagi."Kau! Membaurlah d
"Dalam mimpimu!" teriak Lady Rosemary. Dengan cepat dan serentak mereka menghunus ranting tusuk ikan masing-masing. "Siapa yang sudi menjadi istrimu!""Kekekkekek! Apa yang akan kalian lakukan dengan ranting itu?" tanya Romeo mengejek. "Apa kalian kira kami ini anjing?" lanjutnya lagi.Romeo berjalan mendekati tas bawaan yang sudah terkemas rapi. Dengan cepat dia menjauhkan senjata milik calon istri dan kawanannya. Barang-barang yang sudah dikemas itu ditelitinya dengan cermat untuk mencari barang berharga.Romeo menatap rombongan itu dengan sorot mata mengasihani. "Ck! Miskin sekali kalian. Senjata-senjata itu kualitasnya bagus, segera amankan, lumayan untuk tambahan biaya resepsi kami nanti," perintahnya pada anak buahnya. "Sungguh sia-sia peralatan sebagus ini bisa berada di tangan kalian."Mata Lady Rosemary melotot mendengar hinaan itu. Sungguh tak rela dia melihat tangan kotor Romeo memegang pedangnya. Salah satu peninggalan mendiang ayahnya yang sangat berharga."Kalian jangan
"Sampai jumpa wanita penyihir, semoga kita bisa berjumpa lagi," ucap Romeo tulus sambil mempersiapkan sebuah jurus ultimate."Wuutz!" suara pedangnya membelah ruang udara dengan kecepatan sedang dan lurus mengancam keselamatan yang calon istrinya."Kabuuur!" teriaknya sambil putar badan dan mulai berlari ke arah hutan. "Ogreee di tempat biasa!"Seorang keroco yang tersisa mendengar sirene tanda bahaya itu. Sesuai pelatihan yang telah diterimanya, pria itu kabur kocar-kacir ke arah berlawanan dengan yang dituju Romeo. "Bugh! Pengecut!" umpat Lady Rosemary sambil membanting pedang tanda mata dari Romeo, sang pria romantis.Argon tetap tenang menghadapi empat orang yang sedang mengepungnya. Lengan kirinya yang tertusuk pedang Jack masih terus mengalirkan darah segar. Pedang besar itu digenggamnya dengan satu tangan, tak ada niat untuk menyerah atau kabur seperti pimpinannya."Jleb! Sreeek!" Argon menancapkan pedangnya di tanah. Dengan satu tangan dia merobek kain baju di bahunya. Di
"Duagh! Menjengkelkan sekali petani-petani itu. Mereka masih saja keras kepala menolak permintaan kita," keluh seorang pria bangsawan, sambil mengelus tangannya yang sakit karena menghantam meja."Sabar Baron, sebentar lagi musim dingin tiba. Kereta kita masih berjalan sesuai jalurnya," ucap pria gemuk pendek yang duduk di seberang mejanya."Kita dikejar waktu!" bentak baron itu. "Ini momen dan kesempatan bagus."Pria gemuk itu menggosok telapak tangannya. "Anda sendiri bagaimana? Kereta kita tidak akan melaju bila anda tidak mendapat dukungan dari 'yang lebih tinggi' daripada Anda," ucapnya sinis. "Bragh!" suara meja itu kembali kena gebrak. "Itulah sebabnya kita harus cepat bergerak. Viscount Gerald pasti tidak akan bertahan menghadapi musim dingin ini. Bila tetap berada di bawah kepemimpinan orang itu, musim dingin ini kita akan ikut mati kedinginan.""Hehehe … hahahaha! Aku ini seorang pedagang. Tidak mungkin seorang pedagang akan mati kedinginan di musim dingin," sergah orang ge