Count Armand berusaha menenangkan warga yang semakin beringas memaksakan pendapat dan keluhannya. Tak ada tanda-tanda semangat mereka mengendur meskipun matahari sudah tepat di atas kepala masing-masing.Meja kecil yang dikeluarkan untuk mencatat setiap keluhan itu, penuh sesak dengan warga yang tidak mau tau. Mereka hanya tau, mereka akan mendapat keringanan pajak, pembebasan sisa pembayaran hak atas tanah, dan bila beruntung mereka tidak perlu membayar sama sekali. Suasana sangat ricuh, saling mendahului dan berlomba untuk menentukan yang paling nyaring. Tidak ada yang mau mundur atau mengalah dalam usahanya itu. Semuanya ingin dilayani dan didahulukan demi kepentingan diri mereka masing-masing."Hehehe … bagaimana Count? Hari sudah semakin siang," ucap Hogan, sambil memamerkan gigi keroposnya. "Sebentar lagi, serf yang selesai bekerja di ladang para tuan tanah akan menuju kemari," ungkapnya memberi bocoran informasi. Petani itu memperhatikan barisan depan yang sudah terisi oleh ke
Viscount Gerald sangat geram melihat kerukunan dan kemesraan yang sedang terjadi di halaman rumah Count Armand. Hal yang tidak pernah terduga telah terjadi. Mengganggu semua rencana yang telah disusun tadi malam.Betapa sempurna rencana yang telah disiapkan Hogan di bar itu. Sebuah basa-basi ketika sedikit mentraktir minum beberapa pengunjung untuk membuang sial. Berujung dengan sebuah rencana untuk mengatasi permasalahannya. Sebuah rencana yang nampak indah hasil akhirnya. "Busuk! Dia sangat menikmati acara makan-makan itu," umpat viscount yang sedang gelisah dan lapar juga itu. "Seharusnya aku tidak sembarang percaya orang yang baru dikenal. Orang itu bandit, bukan petani biasa."Viscount Gerald menjadi hilang kesabaran ketika melihat Hogan yang pura-pura tidak melihat kode lambaian tangan darinya. Seperti sengaja mengejek, pria tua itu makan dengan lahap dan mendemonstrasikan cara yang benar untuk menikmati sup. Yaitu dengan menambah porsinya beberapa kali lagi."Kau! Membaurlah d
"Dalam mimpimu!" teriak Lady Rosemary. Dengan cepat dan serentak mereka menghunus ranting tusuk ikan masing-masing. "Siapa yang sudi menjadi istrimu!""Kekekkekek! Apa yang akan kalian lakukan dengan ranting itu?" tanya Romeo mengejek. "Apa kalian kira kami ini anjing?" lanjutnya lagi.Romeo berjalan mendekati tas bawaan yang sudah terkemas rapi. Dengan cepat dia menjauhkan senjata milik calon istri dan kawanannya. Barang-barang yang sudah dikemas itu ditelitinya dengan cermat untuk mencari barang berharga.Romeo menatap rombongan itu dengan sorot mata mengasihani. "Ck! Miskin sekali kalian. Senjata-senjata itu kualitasnya bagus, segera amankan, lumayan untuk tambahan biaya resepsi kami nanti," perintahnya pada anak buahnya. "Sungguh sia-sia peralatan sebagus ini bisa berada di tangan kalian."Mata Lady Rosemary melotot mendengar hinaan itu. Sungguh tak rela dia melihat tangan kotor Romeo memegang pedangnya. Salah satu peninggalan mendiang ayahnya yang sangat berharga."Kalian jangan
"Sampai jumpa wanita penyihir, semoga kita bisa berjumpa lagi," ucap Romeo tulus sambil mempersiapkan sebuah jurus ultimate."Wuutz!" suara pedangnya membelah ruang udara dengan kecepatan sedang dan lurus mengancam keselamatan yang calon istrinya."Kabuuur!" teriaknya sambil putar badan dan mulai berlari ke arah hutan. "Ogreee di tempat biasa!"Seorang keroco yang tersisa mendengar sirene tanda bahaya itu. Sesuai pelatihan yang telah diterimanya, pria itu kabur kocar-kacir ke arah berlawanan dengan yang dituju Romeo. "Bugh! Pengecut!" umpat Lady Rosemary sambil membanting pedang tanda mata dari Romeo, sang pria romantis.Argon tetap tenang menghadapi empat orang yang sedang mengepungnya. Lengan kirinya yang tertusuk pedang Jack masih terus mengalirkan darah segar. Pedang besar itu digenggamnya dengan satu tangan, tak ada niat untuk menyerah atau kabur seperti pimpinannya."Jleb! Sreeek!" Argon menancapkan pedangnya di tanah. Dengan satu tangan dia merobek kain baju di bahunya. Di
"Duagh! Menjengkelkan sekali petani-petani itu. Mereka masih saja keras kepala menolak permintaan kita," keluh seorang pria bangsawan, sambil mengelus tangannya yang sakit karena menghantam meja."Sabar Baron, sebentar lagi musim dingin tiba. Kereta kita masih berjalan sesuai jalurnya," ucap pria gemuk pendek yang duduk di seberang mejanya."Kita dikejar waktu!" bentak baron itu. "Ini momen dan kesempatan bagus."Pria gemuk itu menggosok telapak tangannya. "Anda sendiri bagaimana? Kereta kita tidak akan melaju bila anda tidak mendapat dukungan dari 'yang lebih tinggi' daripada Anda," ucapnya sinis. "Bragh!" suara meja itu kembali kena gebrak. "Itulah sebabnya kita harus cepat bergerak. Viscount Gerald pasti tidak akan bertahan menghadapi musim dingin ini. Bila tetap berada di bawah kepemimpinan orang itu, musim dingin ini kita akan ikut mati kedinginan.""Hehehe … hahahaha! Aku ini seorang pedagang. Tidak mungkin seorang pedagang akan mati kedinginan di musim dingin," sergah orang ge
"Wah … mengapa semuanya berkumpul di tempat ini?" sela Hogan memotong diskusi antar petani yang sedang berlangsung."Maafkan saya yang belum memperkenalkan diri. Saya Hogan, juru bicara perwakilan petani yang gelisah dan ingin memperjuangkan haknya," urai Hogan tanpa ada yang bertanya. Semua yang ada menoleh heran pada asal suara sumbang itu. Terutama para petani yang merasa tidak mengenal juru bicaranya sendiri itu."Ah, tidak sopan rasanya bila saya tidak mengikuti pembicaraan tentang nasib para petani yang sedang diperjuangkan ini," lanjutnya lagi. Sir Conrad merasa ada hal yang kurang beres dengan orang ini. Pengalaman mengajarkan untuk waspada dengan tipe sepertinya. "Oh ya, silahkan duduk bergabung bersama kami," ujar Sir Conrad datar.Fastleg yang juga menyadari ketidakberesan Hogan langsung mengambil inisiatif melanjutkan diskusi. "Bawang putih juga naik drastis harganya. Kalian harus tau penyebab kenaikan harga yang tiba-tiba itu," ujarnya."Apa benar ini ada hubungannya de
"Rom! Bagaimana ogre bisa hilang?" tanya seorang pria dengan wajah penuh bekas luka. Tatapan sadis dari matanya, cukup untuk menghilangkan keberanian seorang Romeo."Pe- Penyihir darah. Kami bertemu sekumpulan orang tiga hari yang lalu. Kami kira akan mendapatkan domba gemuk untuk tambahan kiriman akhir bulan ini," jawab Romeo takut-takut. "Ternyata seorang dari mereka adalah penyihir.""Kau … dasar gila. Rencana kita akan terganggu bila tak ada ogre," umpat orang yang ternyata seorang pemimpin kawanan bandit. "Kau sudah pakai peluitnya?" tanyanya lagi dengan khawatir."Su- sudah kapten. Berkali-kali kutiup peluit itu. Kami tunggu di tempat persembunyian sementara selama semalaman, ogre itu tidak pernah muncul," jelas Romeo menguraikan tindakannya yang sudah sesuai prosedur.Gregor termenung mendengar penjelasan itu. Kapten kawanan bandit itu sudah bisa menyimpulkan sesuatu. Kisah ogre yang meneror Desa Mapple telah tamat."Kami salah memilih korban untuk kali ini. Beruntung kami berd
"Brengsek! Mengapa tak ada yang membangunkan aku!" raung Romeo. "Hampir tengah hari, mana ketua?" tanyanya lagi dengan nada khawatir. Baru kali ini dia merasa menyesal meninggalkan kesempatan untuk melihat sapaan mentari terbit. "Hahaha … tenang, aku juga bangun kesiangan. Ketua sudah pergi bersama Bernie untuk mengintai," jawab Stab. "Ketua agak cemas karena kita sudah tidak memiliki senjata pemusnah lagi. Lagipula … tak ada seorangpun yang berani mengganggu tidurmu. Hehehehe."Dengan malas Romeo bangun dan berjalan pelan untuk membasuh muka. Kepalanya masih berdenyut, akibat efek minuman semalam. Kesadarannya masih belum pulih sepenuhnya, namun dia cukup sadar untuk menyadari kegiatan rekan-rekannya."Mengapa kalian sudah membongkar tenda-tenda itu?" tanya Romeo pada seorang bandit."Kita akan pulang, misi selesai," jawab bandit itu sambil mengikat erat kain tenda."Kita akan menyamar menjadi pedagang, mengelabui penjaga dan membuat kerusuhan begitu masuk desa itu," sela Stab. "Se