Share

Bab 49

last update Last Updated: 2025-01-22 06:13:59

Aku tidak terlalu memikirkan apa yang Revan katakan tadi. Yang penting sekarang keluargaku. Aku tidak peduli mau mereka berpisah atau bagaimana. Yang jelas, perasaanku agak tidak enak kalau urusan dengan mereka.

Seperti biasa, aku sibuk dengan jam terbang yang sudah diatur. Setiap momen terkadang kunikmati sambil mendokumentasikannya. Lalu mengirimkan pada Nisa. Begitu juga dengan dia dan bayi kami.

Seakan semua kegiatan berjalan dengan biasa, tapi ada yang menghampiriku yang akan bording dengan tangan yang langsung memegangiku. "Mas!"

"Faiza!" Aku langsung melepaskan tangannya.

"Aku boleh bicara sebentar?" Dia mengiba.

"Bicara apa? Di sini saja. Seperti yang mama mertuaku katakan kemarin, aku tidak bisa membantu banyak. Kita ada batasan," balasku lagi.

"Mas, aku tau kamu dulu suka sama aku. Aku tau kamu masih ada perasaan sama aku sampai saat ini, kan? Aku jadi pilot itu karena kamu loh."

"Loh, kok jadi aku? Kamu tau sendiri, kan, kalau aku sudah punya istri. Dan aku hanya cinta
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 50

    Aku terbangun tatkala tengah memeluk putriku yang sedang tidur. Suara teriakan dari luar itu membuatku kaget sesekali memastikan kalau bayi kecilku masih tertidur. Setelah membuka pintu kamar sambil memastikan keadaan yang terlihat terang benderang, lampu utama menyala, aku terkejut melihat mama dan papa tengah berbicara dengan seseorang. "Ada apa, Mah, Pah?" Aku melihat Bang Juna di sofa. Dia tampak lemas dan ada wajahnya terdapat bekas lebam. "Abang ...." Aku pun langsung duduk di sebelahnya. "Katakan sama suami kamu, jangan sekali-kali mendekati istriku lagi! Atau kalau enggak, aku akan lapor pada pihak maskapai! Biar diviralkan sekalian!" Lelaki itu berbicara dengan sangat kasar. Aku tak tahu apa yang sudah terjadi. Namun, saat mendengar sebaris kalimat pria itu tadi, aku merasa dadaku nyeri di dalam sana. Apa yang sudah terjadi antara Bang Juna dan Vania?Papa mengajak pria itu keluar setelah meminta maaf. Apalagi ini sudah malam dan khawatir mengganggu tetangga lain. Kutatap

    Last Updated : 2025-01-22
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   bab 51

    Aku terbangun tatkala tengah memeluk putriku yang sedang tidur. Suara teriakan dari luar itu membuatku kaget sesekali memastikan kalau bayi kecilku masih tertidur. Setelah membuka pintu kamar sambil memastikan keadaan yang terlihat terang benderang, lampu utama menyala, aku terkejut melihat mama dan papa tengah berbicara dengan seseorang. "Ada apa, Mah, Pah?" Aku melihat Bang Juna di sofa. Dia tampak lemas dan ada wajahnya terdapat bekas lebam. "Abang ...." Aku pun langsung duduk di sebelahnya. "Katakan sama suami kamu, jangan sekali-kali mendekati istriku lagi! Atau kalau enggak, aku akan lapor pada pihak maskapai! Biar diviralkan sekalian!" Lelaki itu berbicara dengan sangat kasar. Aku tak tahu apa yang sudah terjadi. Namun, saat mendengar sebaris kalimat pria itu tadi, aku merasa dadaku nyeri di dalam sana. Apa yang sudah terjadi antara Bang Juna dan Vania?Papa mengajak pria itu keluar setelah meminta maaf. Apalagi ini sudah malam dan khawatir mengganggu tetangga lain. Kutatap

    Last Updated : 2025-01-23
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 52

    "Jadi, kamu mau ke Bali, Juna?" tanya mama Ayu setelah Bang Juna bicara dengan mereka saat makan malam. "Iya, Ma. Sekalian ajak Mama sama papa kalau tidak ada acara lain. Sekalian liburan," balas pria berkaus hitam itu. "Ada pertemuan dengan salah satu petinggi masakapai di sana. Nanti Juna rencananya juga ada urusan ke luar negeri. Bahas soal mesin pesawat boeing.""Boleh, Papa juga sedang tidak ada acara. Karena kesibukan Papa bukan lagi do kantor sekarang, jadi bisa liburan kapan saja," tambah papa. Aku hanya mendengarkan mereka bicara tanpa ikut berkomentar. "Wah asyik juga pasti. Ajak mama kamu juga, Juna! Biar kami merasakan liburan yang sesungguhnya. Sama besan dan cucu, ya, Pa?" Mama menatap papa dengan bahagia. Aku senang kalau mereka juga senang. Tapi, sampai sekarang aku dan Bang Juna masih sama-sama bersikap dingin. Setelan makan malam, aku masuk ke kamar begitu selesai membantu mencuci piring. Kulihat Bang Juna sedang menata pakaiannya sendiri. Tak seperti biasa, sela

    Last Updated : 2025-01-23
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 53

    "Hallo, Bang? Assalamualaikum?" Tak ada suara di seberang sana. Yang terdengar hanya suara gaduh yang tak begitu jelas. Sampai pada akhirnya, aku mengulanginya lagi. "Assalamualaikum? Abang?" "Maaf, apa benar ini istri pemilik ponsel?" "Iya. Saya istrinya. Dengan siapa, ya?" Aku mencoba berpikir. "Maaf, pria atas nama Juna kecelakaan, Buk. Kami sudah berada di rumah sakit. Tolong segera kirimkan uang administrasi, agar kami bisa segera menanganinya." Apa? Seketika mataku melotot. Bang Juna .... "Maaf kalau boleh tau, rumah sakitnya di mana, ya? Biar saya bisa langsung ke sana saja." Dengan tangan gemetaran, aku menjawab lagi. "Rumah sakit dekat sini. Nanti saya kirim alamatnya. Mbak transfer aja dulu!" Kenapa pria itu aneh sekali? Biasanya pihak keluarga yang diminta segera ke sana. Tapi, kenapa ini beda? Uang dulu, baru dikasih alamat. Aneh banget, ini beneran apa penipu? Aku segera menggendong putriku yang masih tertidur di atas tempat tidur. Lalu pergi ke kamar

    Last Updated : 2025-01-23
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 54

    Malam itu, kami semua memutuskan untuk menikmati jamuan makanan mewah di hotel yang belum lama resmi itu. Ada sebuah ruangan out door khusus untuk restorannya. Terdengar riuh ombak di depan sana, dengan gemerlap lampu di sepanjang jalananannya. Kami semua sudah duduk dan menghadap hidangan menu laut dengan perasaan tak sabar ingin mencicipi. "Makasih ya, Bang. Aku enggak tau lagi bagaimana caranya mengungkapkan." Aku menyentuh tangan berotot yang ada di atas meja itu. "Tunggu, Sayang! Masih ada kejutan lainnya. Semoga kamu bahagia menjadi istriku." Dia mulai menyuapiku dengan tangannya sendiri. Ketika yang lain sibuk dengan cucu mereka, aku dan Bang Juna terus fokus membuat hatiku meleleh. Kenapa tidak sejak dulu saja aku dekat dengannya. "Busui harus makan yang banyak. Jangan sampai kelaparan," ucapnya lagi sambil tertawa. Lelaki berkemeja putih itu sampai tak sempat makan untuk dirinya sendiri. Namun, sebagai istri akun tidak akan lupa diri. Aku menyuapinya ganti. "Eh, pedes,

    Last Updated : 2025-01-24
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 55

    Selesai pertemuan dengan petinggi maskapai, aku bergegas ingin segera pulang. Setelah berpamitan pada mereka, aku pun keluar dari ruangan meeting dalam gedung yang berseberangan dengan hotel tempat Nisa dan rombongan menginap. Saat melewati sebuah toko kue dan roti, aku jadi teringat istriku. Dia harus makan banyak. Kubeli beberapa bungkus roti dan cake all varian karena dia suka makan berbagai rasa. Tak hanya itu, olahan susu juga kubeli. Setelah itu aku keluar dari gedung tadi, dan hendak menyeberang. Namun, mataku tak sengaja melihat sekelebat sosok seperti Vania. Entah aku yang salah lihat atau memang benar Vania tadi. Dia terlihat masuk ke dalam hotel lalu menghilang. Dan aku pun, langsung menyeberang. Tiba masuk ke dalam lift untuk naik ke atas, tiba-tiba benar saja wanita yang dahulu dijodohkan denganku itu muncul laku masuk. Dia menatapku. "Mas ....""Vania ... kamu sama siapa?" tanyaku. "Aku ... aku sama Mas Revan dan mertuaku. Apa kabarmu?" Aku yang baru saja menekan to

    Last Updated : 2025-01-24
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 56

    "Yank!" Aku menggoyangkan pundak Nisa ketika dia sudah miring ke kanan karena menidurkan anak kami. "Yank, tidur ya? Abang enggak bisa tidur, nih." Ah, rupanya sudah tidur dia. Kulepaskan kaus yang sejak tadi kupakai dan hanya mengenakan celana selutut saja. Tumben, AC sudah nyala tapi kulit malah berkeringat terus. Nisa bergerak, dia mengubah posisinya. Dan aku pun langsung memeluknya. "Sayang, ngantuk ya?""Hem." Nisa membalas sekenanya. "Bisa enggak, temenin Abang sebentar? Abang enggak bisa tidur. Tadi minum kopi.""Merem aja, Bang!" kata Nisa sambil memejamkan matanya. Sudah kuganggu dia berkali-kali agar bangun menemaniku. Namun, Nisa tetap memejamkan mata. Sampai kupancing juga, dia tetap diam. Mungkin sakit lelahnya seharian banyak aktivitas. Biarlah dia tidur. Aku bangkit lagi, lalu membuka laptop. Ternyata, besok aku harus kembali ke Jakarta. Ada revisi skedul jadwal penerbangan yang mengharuskan aku kembali masuk. "Abang!" Nisa bangun rupanya. "Iya, Sayang. Kamu ba

    Last Updated : 2025-01-24
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 57

    Maju mundur aku memegang alat tes kehamilan itu untuk mengeceknya di kamar mandi. Khawatir hasilnya positif dan aku tidak sial akan hal itu. Belum selesai rasanya rasa sakit yang sempat kurasakan. Tapi, jika tidak mengeceknya, aku bakal terus penasaran dan susah tidur. Aku bakal kena tekanan dara4h rendah lagi. Ini saja kepalaku rasanya berat sebelah. Ditambah Humaira rewel. Akhirnya, kutidurkan bayi kecil itu lagi. Begitu dia terlelap, aku langsung pergi ke kamar mandi dengan tak bersemangat. Detik-detik pertama, aku tak berani menatap benda yang berjalan ke atas Itu. Entah sudah menit ke berapa, akhirnya kuberanikan diri untuk melihat hasilnya. Dan ....Kedua mataku melotot. Entah perasaan apa yang kini menyergap dadaku. Panas dingin kembali mencuat, melapisi kulit. Aku kembali ke tempat tidur dan meringkuk di sana. Kutekan kontak ponsel suamiku yang sedang bertugas. "Tuuuut." Karena tak tersambung, mungkin juga dia sedang berada di atas awan, akhirnya aku mengirim pesan saja.

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 104

    Pagi ini aku sangat sibuk dengan kerjaan kantor. Bolak-balik meninggalkan Humaira yang perutnya sudah membesar, rasanya hatiku tak tenang. Dia adalah belahan jiwaku yang di mana, rasa sakit atau apa pun yang menimpanya, aku pasti juga merasakannya. Seperti sekarang ini. Tiba-tiba perutku tak enak saat sedang meeting jam dua siang. Tiba-tiba pula aku ingat perkataanku saat itu kalau andai aku bisa ikut mengurasi rasa sakit melahirkan istriku, aku siap. Tapi, beberapa hari ini rasa sakit aneh ini mulai merajai. Keringat dingin keluar melalui pori-pori saat aku sedang presentasi di depan klien dan atasan. Sampai aku dibilang gerogi juga. Padahal sedang menahan mulas. "Kamu enggak apa-apa, Jay?" tanya atasanku saat kami selesai pertemuan di sebuah gedung. "Enggak, Pak. Aman." Sebisa mungkin aku mengulas senyuman. "Pucet banget mukamu. Sakit? Atau masih ada efek gerogi? Tumben banget kamu," lanjut pria paruh baya dengan setelan jas hitam itu. "Enggak apa-apa, Pak. Saya cuman khawatir

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 103

    "Enak makanannya?" tanyaku saat Humaira menikmati setiap suapan. Dia hanya mengangguk, tapi terus melahap setiap sendok makanan ke mulutnya. Malam itu, tepatnya setelah dua bulan kami tak melihat Mbak Julia datang ke rumah lagi. Hidup kami serasa di dalam surga dunia. Setiap waktu sangat berharga bagiku. Apalagi, dia sangat ingin dimanja setiap saat. "Habis ini jalan ke mana, Dek?" "Aku udah kenyang. Tapi, baiknya jangan langsung pulang," balasnya sangat menohok. Pasti ada udang di balik batu. "Uhuk." Aku hampir saja menyembur karena tersedak. "Pelan-pelan, Mas!" Dia meraih tisu, lalu mengusap bibirku. "Habisnya, kamu lucu. Masih mau jalan? Mau nyari apa?""Enggak. Cuman kan habis makan, jangan duduk aja. Jalan-jalan lagi, kata orang."Aku menahan tawa. "Pengen apa, sih? Bilang aja! Mas jabaning, kok.""Beneran?" Kedua matanya berbinar-binar. "Tuh, kan, pasti pengen sesuatu. Mau apa?" "Aku mau ... ngasih Mas ini." Dia menyodorkan kotak persegi yang ukurannya sebesar kotak nasi

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 102

    Aku memeluk raga yang dingin malam itu. Dia memunggungiku karena curiga. Tak masalah dia curiga, dan memang pantas dia seperti itu karena selama ini, aku belum bisa sepenuhnya jujur. Aku tidak tega dengan Mbak Julia, karena dia yang selama ini merawat kakak kandungku yang kelakuannya seperti itu. Ingin mengabaikan, tapi selalu merasa bersalah. Takut memutuskan silaturahmi. Tadi dia menelponku karena ingin tinggal di sini. Memaksa agar aku mengizinkan dia satu atap denganku dan Mai. Tapi, aku menolaknya. Tidak masalah kalau setiap bulan aku kirim uang padanya. Asalkan di tidak meminta tinggal di sini. Namun, yang ada malah Mai yang curiga. Dia pasti mikir yang enggak-enggak. Lagipula, ini memang tugasku juga meyakinkan dia kalau aku hanya mencintai dia. "Dek ....""Hem." Dia masih menjawab meskipun dingin. "Mas minta maaf, ya.""Bukan hari lebaran."Aku ingin tertawa rasanya. "Mas tadi ditelpon Mbak Julia. Mas jujur, loh. Jangan marah dulu.""Males.""Dengerin, Dek. Mas nolak dia,

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 101

    "Kalian mau ngapain sih, Mas? Aku boleh ikut enggak? Perasaanku enggak enak kalau kalian ketemuan berdua gitu."Sambil sarapan, aku mengutarakan isi hatiku pada Mas Jaya. Lelaki gagah yang tampak rapi itu mengulas senyuman. Sambil mengunyah, dia membalas, "Kamu tenang aja, Dek. Mas juga tau siapa dia. Mas enggak akan tanggapi dia."Tak lama, ponsel di dalam saku Mas Jaya bergetar. Dia menatap layar ponselnya seraya mengernyit. "Baru juga diomongin, dia udah telpon.""Siapa? Mbak Julia?" Aku langsung paham. "Iya." Mas Jaya langsung mengangkat. "Assalamualaikum? Ada apa, Mbak?"Awalnya aku acuh, tak mau dengar karena kesal duluan. Namun, setelah melihat ekspresi Mas Jaya yang kaget dengan raut tegang. "Iya, Mbak. Aku ke sana sekarang." Setelah itu dia menutup panggilan. Dia menatapku lalu berkata, "Dek, kamu mau ikut enggak?""Ke mana?" Pura-pura tidak tahu saja lah aku. "Mas Fandi meninggal. Mbak Julia bingung dan minta aku untuk ikut urus pemakaman.""Innalillahi. Serius, Mas?" Ak

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 100

    "Maaf ya, Mas." Aku membuka pintu dengan wajah menunduk. Mas Jaya tersenyum membalasnya. "Enggak apa-apa. Lagian, masih banyak waktu juga. Oh ya, kita istirahat aja, ya. Aku tau, kamu pasti capek."Lelaki itu menarik tanganku dan mengajaknya ke atas tempat tidur. Dia mengangkat kakiku lalu menutupinya dengan selimut. Pintu dia kunci, lalu lampu utama dia matikan. Seperti tidak ada apa-apa. Dadaku masih berdebar-debar saat dia mulai naik ke atas tempat tidur. Aroma wangi dari parfumnya membuatku gugup. "Dek."Aku mendelik sambil menelan ludah. "Iya, Mas?""Kamu enggak mau peluk aku?" Dia mengulas senyuman. Tatapannya masih ke atas, pada langit-langit kamar setelan merebahkan diri. "Aku ... aku ...." Kenapa harus tanya, sih. Udah pasti mau lah. Tapi aku malu kalau diminta duluan. Masa laki-laki tidak paham begituan. Ya harusnya dia lah yang mulai. "Kalau enggak mau, juga enggak apa-apa. Aku tidak memaksa." Lah, malah ngambek dia. "Bukan itu." Aku bingung jadinya. Apa dia tidak paha

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 99

    "Aku kenapa?" Sayup-sayup mata elang lelaki itu tak lagi taj4m. Dia terkulai lemas dia atas ranjang datar. Bibirnya semu putih pucat, menandakan keadaannya yang lemah. "Mas lagi di rumah sakit. Tadi tiba-tiba pingsan. Sekarang gimana rasanya? Apanya yang sakit?" Aku tanya dia balik. "Enggak ada. Asalkan liat kamu, semua sakitku hilang." Bibirnya melengkung manis. "Lagi sakit, bisa aja bercandanya. Lagian kenapa sih bisa sampe kena asam lambung? Mas enggak perhatiin kondisi diri sendiri, ya.""Aku kepikiran kamu terus. Aku takut kamu ....""Kenapa jadi overthinking begini sekarang?" Aku menghela napas. "Kapan kita nikahnya? Aku pengen cepet-cepet." Dia menyentuh tanganku. "Kita enggak akan nikah kalau Mas belum sembuh. Perhatikan dulu kondisi diri sendiri, sebelum mengurusi aku." "Iya-iya, Tuan Putri." Dia tertawa.Dua hari lelaki itu dalam perawatanku dan kini, agak aneh saja sifatnya. Makin manja dan ingin aku agar selalu di sampingnya. "Aku harus periksa pasien lagi, Mas." A

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 98

    "Mai, kamu harus segera memutuskan. Karena ini menyangkut masa depan. Terus, ta'aruf itu juga bukan jalan yang ditempuh dengan suka-suka. Ini melibatkan Allah, Nak."Mama menyentuh pundakku saat aku melamun memikirkan semua itu di dalam kamar. Suasana pagi yang cukup dingin setelah hujan membuatku malas beranjak dari sana. "Ini lagi aku pikirkan, Mah. Kenapa harus Mas Jaya lagi?" Aku meratapi nasibku sendiri. "Kamu tau, enggak, Mai? Dulu, Mama sama papa itu terpisah beberapa bulan lamanya. Mama yakin papa kamu masih hidup. Dan saat peristiwa itu ditutup, karena tak ada harapan lagi. Tapi, Allah mentakdirkan lain. Papa kamu ternyata masih hidup dan kembali lagi. Kamu jangan salah sangka soal takdir Tuhan. Karena semua itu banyak hikmahnya. Jangan-jangan, kamu memang jodoh Jay yang sesungguhnya.""Tapi, Ma. Mau harus gimana? Pasti dia juga kaget tadinya karena ternyata, akhwat yang dia inginkan bukan yang jauh lebih baik. Tapi mantan istrinya sendiri.""Kamu itu su'udzon aja! Buktinya

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 97

    "Jadi enggak ke sini?" Sebuah pesan akhirnya sampai juga padaku. Pesan singkat melalui aplikasi hijau itu dari Ustadz Firman yang kukenal belum lama ini. "Insyaallah, Ustadz. Tapi, saya deg-degan, nih. Saya takut mengecewakan akhwatnya.""Jangan khawatir, Mas. Kan saya temani nanti. Ada istri saya juga yang menemani dia.""Kalau dia enggak cocok sama saya gimana?" "Ya enggak masalah. Namanya juga masih nadzor. Mas banyakin dzikir aja. Siapa tau ini jawaban atas doa-doa Mas Jay selama ini."Menunggu pesan balasan dari ustadz itu, dadaku berdebar-debar. Seperti sedang menunggu hasil ujian saja. "Ya sudah, Ustadz. Saya berangkat sekarang.""Nah, gitu dong! Dari tadi kami tunggu ini. Sebagai laki-laki memang kita harusnya tidak mengecewakan pihak perempuan. Apa pun yang terjadi nanti, yakinlah kalau semua itu bagian dari ikhtiar kita. Semoga sukses ya, Mas.""Makasih, Ustadz."Pagi itu aku masih belum pakai baju setelah mandi karena menunggu balasan dari sang ustadz yang kebetulan memb

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 96

    "Lu enggak mau nikah lagi gitu? Udah lama lu duda, Bro!" Pertanyaan menohok itu membuatku tersedak saat makan siang. Aku pun langsung meneguk minuman segar di atas mejaku. "Apaan, sih! Rese. Enggak ada kek pertanyaan yang lebih berbobot daripada itu?" Aku menghela napas. "Bukannya gitu, lu entar ada acara di kantor, enggak bawa pasangan? Lu kek orang ngenes tau enggak, Bro?" Ada saja pertanyaan seperti ini lagi. Sampai tak nafsu makan lagi aku. Kuletakkan sendok garpu lagi, lalu mengusap kedua sudut bibir. "Biarin aje. Enggak usah ngurusin gue. Lagian juga gue udah enggak minta lagi punya istri." Aku menjawab asal saja. Niatnya agar Reno, rekan kerjaku itu berhenti bicara. "Buset, dah! Lu yang bener aje? Laki-laki normal itu pasti ada saat-saatnya pengen anu," sindirnya lagi. "Anu apaan? Jangan ngawur! Aku puasa kalau lagi pengen gituan. Istighfar, nyadari kalau enggak punya istri." Lagi-lagi aku mengingat masa lalu. "Ya udah, buruan lu nyari kek biar enggak puasa terus. Lu ja

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status