Faisal berjalan menyusuri setiap lorong rumah sakit dengan tungkai kaki yang lemah, sesekali dia berpegangan pada tembok atau apa saja yang ada di hadapan matanya, kepala itu terasa pusing jika tidak malu pada orang-orang Mungkin dia sudah menangis, tidak terbayang dia akan tertular penyakit yang tidak ada obatnya itu.Lalu bagaimana dengan Bella dan Wirda? Bagaimana nasib mereka? Faisal tidak hanya sibuk memikirkan dirinya tetapi juga anak gadis dan istri pertamanya.Kenapa aku bisa sampai menikah dengan Selly? Padahal sama sekali tidak pernah mencintainya sedikitpun? Apa perkataan Wirda itu benar kalau saya lihat memang benar pergi ke dukun.Tidak kuat lagi berjalan, Faisal pun duduk di bangku tunggu, menatap surat hasil tes laboratorium itu beberapa kali, tetapi yang ada membuat hatinya tambah sakit, ingin menjerit sekeras mungkin, meratapi kebodohan dan ketol*lan nya.Jam makan siang tiba, ponsel Faisal tiba tiba berdering dan menyadarkan lamunannya, dilihatlah ponsel miliknya it
"Cukup!" Teriak Faisal, meskipun hatinya ketakutan ditinggalkan oleh Selly, tetapi logikanya mulai menguat saat ini, dia tidak bisa dibodohi dan dibohongi parempua, jiwa kelakuannya mulai berontak mengalahkan rasa cinta di hati.Faisal memandangi wajah Seli dengan bengis, dadanya kembali bergerak turun naik."Mas, kamu percaya dong sama aku." Perempuan itu masih tidak tahu diri memperlihatkan wajah memelas."Wirda itu nggak megang uang banyak, dia mau nyogok pakai apa hah?! Pakai daun?!"Seketika Selly langsung bungkam, dia tidak memikirkan tuduhannya itu matang-matang, padahal semua orang rumah tahu jika memang tidak memegang uang akhir-akhir ini, dialah yang berkuasa memegang uang."Ya mungkin aja, dia punya kenalan di rumah sakit itu." Selly masih mengelak."Aku kecewa sama kamu, Sell, kamu pembohong, sudah ketahuan bohong malah masih nggak ngaku, sudah jelas jelas petugas lab nya bilang kalau surat ini asli." Faisal kembali duduk di ranjang, apapun yang dikatakan Selly logikanya s
Mobil itu melaju semakin jauh dari area perkotaan membawa Wirda yang diam dengan tatapan kosong, ada dua orang lelaki di dalam sana yang berjaga di jok belakang serta mengemudikan mobil.Beberapa jam kemudia Wirda seperti sedang bangun dari tidurnya, dia baru sadar jika saat ini tidak sedang di rumah."Hah, di mana ini?" Dia celingukan di ruang sempit itu, satu buah rantai besar dan panjang mengikat kakinya."Ya Tuhan, kok aku bisa ada di sini?"Wirda masih bingung kemudian dia pun mengingat kejadian sebelumya dalam keadaan kepala yang terasa berputar."Tadi kan aku mau belanja, kok bisa ke sini?" Dia pun menepuk nepuk pipinya, berharap dia mengalami mimpi buruk, tetapi tepukan itu terasa menyakitkan."I ini beneran?" Dia terkejut memandangi sekeliling, duduk di sebuah ruangan berukuran dua meter kurang, berdinding usang, bau dan lembab, lalu dia meilirik ke belakang, di bagian ujung ada sebuah toilet kecil tanpa pintu."Hah, ini di mana sih?" Wirda semakin panik karena tidak mengen
Sekujur tubuh terasa sakit, berat dan mengigil itulah yang Wirda rasakan, dia terbaring lemah di atas kasur, dirantai tidak berdaya lagi.Di hadapannya seorang pria berjas putih itu tersenyum sambil mengangguk nganggukkan wajahnya."Ya sukses, kalian bawa dia ke ruang perawatan," titah lelaki itu."Baik, Mister."Setelah pria itu pergi, brankar Wirda didorong kembali menuju sebuah ruangan, meskipun dalam keadaan lemah tetapi dia bisa merasakan tempat tidurnya bergerak serta bisa melihat ruangan sekeliling, lalu dia perempuan itu pun pergi meninggalkannya.Kepalanya berusaha digerakkan dan ternyata di sisi kiri serta kanan juga ada orang yang sedang terbaring lemah sepertinya, tetapi Wirda tidak kuat lagi untuk bicara walaupun hatinya sangat ingin bertanya.*Sementara di rumah Faisal semakin panik, sudah satu malam dia melewatkan waktu tanpa Wirda, apalagi Sekarang sudah pukul 04.00 sore, tetapi belum ada kabar dari polisi atau dari istrinya tersebut."Ya Tuhan, aku harus cari kamu ke
Uwais mulai keluar dari dapur besar itu, suasana di sana memang sepi, lalu dia berjalan menyusuri lorong yang terasa dingin, sesekali ada yang lewat dia bersembunyi dibalik tembok yang gelap."Duh, aku cari Om Faisal ke mana ya?" Dia masih diam kebingungan sambil bersembunyi."Gimana kalau misal Om Faisal bohong? Sia sia aku ke tempat ini."Uwais merasa menyesal atas keputusannya tadi, dia merasa ibunya terlalu berlebihan dalam menyikapi sesuatu apalagi Fatma terkenal tidak tegaan orangnya."Mau ke mana?" Ada orang yang datang lagi, entah beberapa menit dia bersembunyi dibalik tembok gelap, belum berani keluar karena banyak yang lewat."Itu loh, lelaki yang namanya Faisal belum dikasih makan, kebetulan makanan udah datang jadi langsung mau aku kasih."Uwais pun mengintip sedikit, terlihat dua orang perempuan yang sedang berbincang."Baiklah, aku ke sana dulu."Setelah kedua perempuan itu pergi dia memberanikan diri untuk keluar dan membuntuti orang itu, sempat beberapa kali kehilangan
"Mas!" Teriak Fatma.Dia sungguh tidak menyangka ternyata selentingan yang selama ini adalah nyata adanya, Zhafran memilik bisnis gelap untuk menunjang bisnis bisnisnya yang lain."Fatma, tempatmu di rumah, bukan di sini, pulanglah aku akan segera pulang," sahut Zhafran, dia paling tidak bisa kasar pada perempuan itu.Dahulu Zhafran rela melakukan penyamaran demi mendapatkan Fatma, dia sudah bosan dengan perempuan perempuan yang suka menjajakan aurat pada setiap mata, karena seburuk apapun lelaki tetap saja menginginkan perempuan baik baik.Pada saat istirahat di sebuah masjid, dahulu Zhafran tidak sengaja melihat Fatma yang kebetulan tidak memakai cadarnya, meskipun penampilannya tertutup rapat tetapi kala itu Fatma sangat cantik, dan kecantikan itu tidak dia temukan pada perempuan lain.Kecantikan yang alami dan berseri, tidak pernah dia temukan pada perempuan perempuan yang selama ini dia temui.Sejak saat itu Zhafran tidak pernah lelah memikirkan cara merebut hati wanita bercadar
Uwais mulai keluar dari dapur besar itu, suasana di sana memang sepi, lalu dia berjalan menyusuri lorong yang terasa dingin, sesekali ada yang lewat dia bersembunyi dibalik tembok yang gelap."Duh, aku cari Om Faisal ke mana ya?" Dia masih diam kebingungan sambil bersembunyi."Gimana kalau misal Om Faisal bohong? Sia sia aku ke tempat ini."Uwais merasa menyesal atas keputusannya tadi, dia merasa ibunya terlalu berlebihan dalam menyikapi sesuatu apalagi Fatma terkenal tidak tegaan orangnya."Mau ke mana?" Ada orang yang datang lagi, entah beberapa menit dia bersembunyi dibalik tembok gelap, belum berani keluar karena banyak yang lewat."Itu loh, lelaki yang namanya Faisal belum dikasih makan, kebetulan makanan udah datang jadi langsung mau aku kasih."Uwais pun mengintip sedikit, terlihat dua orang perempuan yang sedang berbincang."Baiklah, aku ke sana dulu."Setelah kedua perempuan itu pergi dia memberanikan diri untuk keluar dan membuntuti orang itu, sempat beberapa kali kehilangan
Gadis muda itu membawa nampan berisi air putih dingin, dia tidak tersenyum hanya menganggukan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat."Silakan diminum.""Terima kasih, Teh.""Iya.""Kalian ini abis ngapain di atas bukit sana?" Tanya perempuan itu."Oh itu, kita tersesat, oh ya apa kamu tahu tentang bangunan besar di atas bukit itu?' Uwias balik nanya "Bangunan?" Gadis itu nampak tak mengerti "Iya bangunan gede.""Aku nggak tahu, soalnya bukan asli orang sini, aku dan beberapa teman lagi melakukan penelitian buat skripsi.""Oh kirain kamu ustazah di sini." "Bukan lah, saya masuk dulu, nggak enak berduaan.""Eh tunggu." Gadis itu kembali menoleh, hingga mereka saling berpandangan beberapa detik"Iya?""Kita mau pergi sekarang, terima kasih ya.""Oh mau pergi lagi? Sama sama, kalau gitu hati hati.""Iya." Uwais tersenyum sungkan, dia menatap wanita itu, hatinya berontak ingin kenalan."Om, tanya dong nama dia siapa ya?" "Ah tanya aja sendiri, masa gitu aja nggak berani," ledek Faisal
"Oke kalau gitu, saya nggak akan ambil uangnya lagi, Bapak ambil aja.""Baiklah, Pak."Saat itu juga Uwais langsung pergi ke kos-kosan tempat Anisa, dia menemui pemilik rumah kos kosan untuk bertanya perihal gadis yang membuat perasaannya tidak tenang "Saya nggak tahu soal itu, lagi pula Anisa juga nggak ada bilang apa apa sama saya, kirain dia masih di dalam kamarnya.""Ya ampun." Uwais mengusap wajahnya, dia benar benar merasa khawatir."Memangnya ada apa gitu?""Saya curiga Anisa diculik seseorang, Bu.""Hah, masa sih?""Saya pergi dulu, Bu.""Nak, kau telpon saja polisi."Uwais hanya menoleh sekilas.Ribet banget harus telepon polisi segala, belum harus nunggu 24 jam Setelah Anisa pergi lalu harus ada bukti kuat, lebih baik kucari sendiri.Naik ojek online, Uwais pergi ke rumah salah satu temannya yang paham IT, dia memberikan nomor ponsel Anisa untuk melacak keberadaan saat ini, tentunya sebelum itu Uwais melakukan basa basi."Di sini nih tempatnya."Akhirnya nomor ponsel gadis
Ayah dan anak yang selama ini nampak akrab itu kini mulai saling memandang dengan tajam, Uwais kecewa karena ternyata semua ayah di dunia ini sama, baik itu ayah kandung yang dulu sudah menelantarkannya, juga ayah tiri yang kini boleh mengungkit ngungkit pemberiannya.Kalau tahu akan begini lebih baik dahulu Aku tidak pernah mengizinkan ibuku menikah dengan siapapun, lagi pula kau sanggup menghidupinya sebagai balas jasa karena ia sudah membesarkan seorang diri, begitu pikir Uwais."Nak, tenangkan dirimu ya." Fatma berdiri lalu mengelus bahu Uwais.Amarah yang akan meledak itu seketika pudar mendengar suara lembut yang keluar dari bibir Fatma, sejak dulu Jika ada masalah apapun dia memang tidak pernah mengeluarkan suara tinggi ataupun bicara kasar."Baiklah, Bi, aku akan pergi nggak bawa apa-apa, termasuk supermarket yang selama ini disokong oleh Abi, ambil aja, aku masih bisa cari uang dengan cara lain yang penting itu halal dan tidak menzalimi orang lain." Uwais tersenyum tipis.Sej
"Gimana Zhafran? Apa penyesalanmu itu ada gunanya?"Lelaki itu mengalihkan pandangannya, dia juga seorang lelaki normal, satu tahun yang lalu ketika bisnis mereka untung besar, kantor mengadakan pesta yang dihadiri oleh karyawan penting saja, Zhafran sempat mabuk berat dan dibawa ke sebuah kamar hotel lalu dengan lancangnya Selly masuk ke kamar pria itu, menggodanya mati Matian hingga dia mau mengga gahi Selly untuk pertama kali.Perempuan itu tidak bo doh, dia mengabadikan momen itu dengan ponselnya lalu menyimpan rapi dalam sebuah folder untuk dijadikan senjata, Selly yang ambisius sangat ingin menjadi Nyonya Zhafran yang kaya raya, tidak peduli walaupun dia sudah beristri, toh dia tidak pernah melihat wajah istrinya seperti apa karena selalu tertutup cadar, Selly berpikir jika Fatma adalah perempuan tua seperti kebanyakan ibu ibu lainnya karena sudah memiliki anak gadis dan bujang yang beranjak dewasa.Namun, ternyata Zhafran tidak sebodoh itu, sedikit pun dia tidak tertarik menjad
27Hiruk pikuk orang orang di pelabuhan ini membuat Uwais bisa melangkah perlahan tanpa takut dilihat oleh Zhafran dan yang lainnya, bagaimana pun juga Uwais ingin tahu sebenarnya untuk apa Anisa berada di tempat ini? Dirangkul lelaki pula? Apakah memang wanita itu tidak baik seperti kata ayahnya?Dia terus mengendap ngendap bahkan sekarang sudah mulai memakai masker walau wajahnya berkeringat banyak karena terkena teriknya sinar matahari di siang hari.Setelah hampir mendekat Uwais hampir mendengar jelas percakapan mereka, diabtidka terima seorang pria yang berada di hadapan Anisa menyentuh pipi gadis itu, entah kenapa ada rasa cemburu menyelusup ke dalam hatinya, dia pun melangkah lebih dekat lagi "Beneran dia masih pe ra wan ini?""Masih lah segelan, kalau ternyata udah jebol nanti duit kembali lima puluh persen.""Beneran nih ya duit kembali.""Kapan sih gua bohong."Uwais tercekat saat mendengar percakapan Zhafran dan lelaki itu, ternyata Anisa memang benar akan dijual dan mungk
"Tunggu!" Orang orang yang menyeret Anisa langsung menoleh, sementara gadis itu masih meronta ronta sambil menatap Uwais, untuk beberap detik mereka saling berpandangan."Ngapain kalian kasar sama perempuan? Dia itu temanku!"Lalu salah satu lelaki menyorotkan senter ke wajah Uwais hingga lelaki itu merasa silau."Kau kan anaknya Tuan, ngapain di sini?""Mau nyusul temenku, lepaskan dia."Beberapa orang lelaki itu saling berpandangan nampak bingung karena bagaimanapun juga perintah Zhafran pantang dilanggar."Bicarakan saja sama Tuan, urusanku cuma menangkap perempuan ini, dia masuk ke dalam ingin mencuri.""Hah?"Uwais langsung menatap Anisa, rasanya tidak mungkin gadis selembut dia harus mencuri, begitu pikir Uwais."Aku nggak mencuri! Aku mau menyelamatkan ….""Diam! Masuk ke dalam sekarang juga! Silakan Anda bicara dengan Tuan Zhafran, saya nggak mau disalahkan."Melihat Anisa kembali diseret Uwais langsung masuk ke dalam berlarian entah ke mana, beberapa kali dia menghadang para
Pagi itu Wirda sudah tak sabar menanti kedatangan Uwais, pasalnya malam tadi dia langsung pulang ke rumah karena sudah kemalaman dan kelelahan."Mbak, aku sudah agak enakan kalau mau pulang silakan, aku bisa sendiri kok."Fatma menatap Wirda dengan getir, pagi ini Wirda memang terlihat lebih bugar, baru satu malam saja sudah ada perubahan pada tubuhnya lain lagi ketika dirawat di rumah sakit kemarin Wirda lebih banyak tidur dan susah bergerak."Besok deh aku pulang ya, biar yang jaga gantian sama Uwais, hari ini dia ngajar dulu nanti siang baru kemari katanya.""Ngajar di mana, Mbak?" "DI sebuah universitas, Wir, ini hari pertamanya setelah kembali dari Madina, kamu sabar ya.""Oh hebat banget ya anak Mbak, punya bisnis jadi dosen lagi, iya deh aku sabar, tapi gimana suami Mbak?""Tidak hebat tapi Allah yang karuniakan kelebihan itu padanya." Dia tersenyum.Sejak dulu Fatma memang tidak pernah membanggakan dirinya ataupun prestasi anak anaknya pada orang lain, itu semua untuk menjaga
Uwais yang baru datang ke rumahnya mendadak merasa lemas, Serapi itu sang ayah tiri menyembunyikan kebusukannya hingga dia dan ibunya tidak tahu apa apa, dia benci dibohongi sekaligus bingung harus bagaimana karena Uwais bukan tipe pemarah yang meledak ledak, dia cenderung seperti Fatma yang menghadapi segala masalah dengan kepala dingin, begitulah didikan ibunya.Tidak ada suara lagi di dalam sana entah sedang apa Zhafran di dalam, Uwais pun memilih masuk ke kamar, dia membuka laptop dan mulai melakukan pencarian tentang bisnis sang ayah.Malam harinya dia mendatangi Fatma di rumah sakit, untuk saat ini Uwais hanya bisa menghindar dari pada bertatap muka."Mau ke mana, Nak?""Nyusul Umi, aku mau nyuruh dia pulang dulu.""Nggak makan malam dulu?" "Aku makan di luar aja, pergi dulu ya, Bi." Seperti biasanya Uwais selalu mencium tangan orang tua jika hendak bepergian, Zhafran pun tidak curiga jika anaknya itu telah mengetahui kebusukannya"Iya hati hati, pakai mobil Abi aja ya.""Aku n
Mobil Uwais masuk ke jurang tetapi beruntung sekali mobil itu tersangkut di sebuah batu besar, para warga yang sedang di kebun dan pengendara mobil lain berbondong-bondong turun ke bawah "Sepertinya kita harus lapor polisi.""Iya lapor saja."Sementara yang lain berusaha menyelamatkan Faisal yang terjepit di dalam mobil, lelaki itu tidak sadarkan diri, beberapa orang membuka paksa pintu mobil mulai dari memecahkan kacanya, tetapi setelah pintu terbuka Faisal masih belum bisa dievakuasi karena tubuhnya terjepit body mobil."Susah ini, tunggu polisi saja."Orang orang saling bertanya bagaimana kejadian kecelakaan itu bisa terjadi pada saksi mata."Mobil itu bunyiin klakson keras banget, entah dia lagi mabok atau mengalami rem blong saya nggak tahu, yang jelas dia menghindar," ujar sopir mobil pick up yang tadi hampir saja bertabrakan dengan Faisal.Tidak lama kemudian polisi datang bersama tim evakuasi, mereka menyuruh warga untuk naik ke atas jurang agar tim evakuasi bisa menyelamatka
Gadis muda itu membawa nampan berisi air putih dingin, dia tidak tersenyum hanya menganggukan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat."Silakan diminum.""Terima kasih, Teh.""Iya.""Kalian ini abis ngapain di atas bukit sana?" Tanya perempuan itu."Oh itu, kita tersesat, oh ya apa kamu tahu tentang bangunan besar di atas bukit itu?' Uwias balik nanya "Bangunan?" Gadis itu nampak tak mengerti "Iya bangunan gede.""Aku nggak tahu, soalnya bukan asli orang sini, aku dan beberapa teman lagi melakukan penelitian buat skripsi.""Oh kirain kamu ustazah di sini." "Bukan lah, saya masuk dulu, nggak enak berduaan.""Eh tunggu." Gadis itu kembali menoleh, hingga mereka saling berpandangan beberapa detik"Iya?""Kita mau pergi sekarang, terima kasih ya.""Oh mau pergi lagi? Sama sama, kalau gitu hati hati.""Iya." Uwais tersenyum sungkan, dia menatap wanita itu, hatinya berontak ingin kenalan."Om, tanya dong nama dia siapa ya?" "Ah tanya aja sendiri, masa gitu aja nggak berani," ledek Faisal