"Ma! Bangun!" Wirda menggoyangkan tubuh kaku Mama, jantungnya sudah berdegup tak menentu.Wirda segera mengecek denyut nadi mama yang sudah tiada lagi, tak menyerah ia juga menempelkan telinganya ke dada Mama untuk mengecek degup jantungnya."Astaghfirullah, Mama!" teriak Wirda saat menyadari jika jantung sang Mama tercinta tak lagi berdetak, kini sempurna sudah penderitaan hidupnya.Wirda nelangsa, air matanya menganak sungai sambil terus mengguncangkan tubuh mama yang sudah kaku, untuk kedua kalinya Wirda merasa menyesal karena telah mengabaikan orang tercintanya saat meregang nyawa.Wirda bergegas ke rumah pak RT untuk memberi kabar jika mamanya telah tiada, sekaligus meminta bantuan terhadap warga sekitar untuk mengkremasikan jenazah Mama.Beruntung warga sekitar mau membantu proses pemakaman mama dengan sukarela, mereka juga banyak bersimpati, ada yang memberi Wirda uang dan juga makanan, semua tetangga bergotong royong membantu yang sedang berduka.Wirda diam termenung dengan ai
Seorang perempuan yang berusia 35 tahun terlihat duduk di sebuah bangku kayu dekat taman, wajah perempuan itu terlihat lebih tua dari umurnya, masih mengenakan seragam kerja hitam putihnya perempuan itu menyeruput es teh manis 5000-an yang ia beli di pedagang kaki lima.Cuaca yang terik membuat pelipisnya terus-menerus mengeluarkan keringat, dahinya mengkerut ketika ia mendongklak ke atas langit yang masih terik walaupun jam sudah menunjukkan pukul 04.00 sore."Wirda."Perempuan itu menoleh ketika ada seorang laki-laki yang memanggilnya dari belakang.Mereka saling bersitatap sejenak, lama terpisahkan oleh jarak dan waktu membuat dia lupa siapa lelaki yang menegurnya itu."Aku Faisal teman SMA kamu."Bibir Wirda mendadak tersenyum lebar, akhirnya ia mengingat siapa pria itu, pria yang ketika SMA menjadi cinta pertamanya, sedikit ada rasa malu yang ia rasakan mengingat hubungan mereka kala itu berakhir dengan tidak baik-baik."Oh iya aku baru ingat, kamu apa kabar?" Tanya Wirda, sement
"Ma, kamu di sini ternyata." Pintu kamar Bella dibuka oleh Faisal."Lagi ngapain?" Faisal merangkul putri satu-satunya itu."Ini Mama lagi nawarin puding, tapi aku kenyang mau istirahat aja, Pa." Bella tersenyum manis menatap wajah sang ayah, dalam sekejap mata dia berhasil mengubah wajah sinisnya itu, Winda pun terkejut melihat tingkah anak tirinya."Oh gitu, ya sudah biarin Bela istirahat dulu, Ma." "Ya udah." Sambil termenung Wirda keluar dari kamar gadis itu, dia tidak habis pikir gadis yang baru duduk di bangku SMA memiliki dua wajah yang mengerikan, aktingnya sudah menandingi artis-artis papan atas.Lalu Wirda teringat perlakuannya dulu ketika berumah tangga dengan Ahza, dia pun kerap bersikap seperti Bella baik kepada Fatma dan anak-anaknya ketika di hadapan Ahza saja tetapi lain lagi di belakang bahkan dia pernah mencubit lengan Fatimah hingga menangis hanya karena kesal diganggu olehnya, tetapi saat Ahza datang dan menanyakan kenapa Fatimah menangis maka Wirda pun langsung
"Sumpah, Mas, aku nggak nyuri kalung Bella," ujar Wirda sambil merintih kepanasan.Faisal yang bijak menahan segala rasa kecurigaannya terhadap Wirda, karena dia tahu saat ini istrinya itu sedang membutuhkan pertolongan secepatnya."Ayo kita ke klinik.""Pa! Perempuan ini udah nyuri kalungku! Kalau Papa memaklumi gitu aja nanti dia mau nyuri apa lagi dari kita?! Bisa-bisa semua yang kita punya dia curi!" Teriak Bella.Gadis itu tidak puas karena Wirda tidak diberi hukuman malah dibawa ke klinik untuk diobati padahal dia berharap sang ayah mengusir Wirda dan menceraikannya, sungguh pemikiran yang sangat labil"Pa!" Anak itu terus berteriak karena Faisal tidak menghiraukannya."Papa! Dengerin aku dong!""Oh jadi sekarang Papa lebih ngebelain perempuan ini daripada anak sendiri! Papa ingat ya di dunia ini nggak ada mantan anak!""Cukup Bella! Kendalikan emosimu ini bukan saatnya berdebat!" Tegas Faisal, kepalanya pusing mendengar Bela terus nyerocos.Di satu sisi dia kasihan pada Wirda t
Faisal menepati janjinya, setelah beberapa jam Selly rapat dengan klien perusahaan di gedung tersebut, dia menjemput perempuan itu walau harus menunggu beberapa menit.Begitu keluar, Selly tersenyum tipis, ternyata usaha yang dia lakukan tidak sia-sia, teringat beberapa hari ke belakang, dia rela menembus hujan dan jalan yang jelek serta licik demi mendatangi sebuah rumah lelaki tua di sebuah desa yang dekat dengan sebuah pantai berdasarkan rekomendasi dari temannya.***"Aku ingin lelaki ini menjadi milikku, Bah, tapi dia sudah punya istri, aku juga ingin pria bernama Faisal ini melupakan istrinya dan hanya mencintaiku." Selly menyerahkan Poto dan beberapa persyaratan lain yang diminta, tentu saja persyaratan itu dengan bantuan Bella, dengan imbalan perhiasan emas biasa yang bagi Selly harganya terbilang tidak mahal."Pria ini ya, kamu tahu hari kelahirannya? Nama ibunya?" Dukun itu menatap wajah Selly dengan serius."Tahu, Bah, semua tertulis di sini.""Baik, tapi ada beberapa syara
"Si4l! Dasar Du kun si4lan!" Benda apa saja yang ada di hadapan Selly dibuat melayang oleh perbuatan tangannya, dada perempuan itu naik turun merasakan sesak dan amarah."Aki aki itu bilang kalau pelet darinya akan berhasil tapi buktinya?! Coba aja dia punya hape pasti sudah kumaki maki! Euhhh!"Dia pun duduk di sofa dengan membantingkan tubuhnya, lalu mengutak-atik ponsel, dan nampaklah nama Faisal yang sudah mengirim pesan.[Good night, Sell]Perempuan itu berdecak lalu membantingkan ponsel ke sisi kirinya."Ngapain juga terus-terusan dideketin dan dikirimin kata-kata romantis kalau nggak dinikahi, percuma tahu!" Dia meremas rambutnya dengan kasar.Sementara di sana Faisal keheranan karena Selly tidak biasanya tidak membalas pesan, hatinya mendadak merasa galau dan kehilangan, dia pun segera masuk ke dalam, melihat Wirda yang sedang makan sendirian."Ayo makan, Mas." Diliriknya isi meja, entah kenapa Faisal merasa bosan melihat makanan-makanan yang berderet di depannya, setiap har
"Jadi, gimana Tante apakah boleh saya menikahi Selly?" Faisal menatap perempuan yang hampir berusia tua tetapi masih terlihat bugar itu.Ibunya Selly memang rajin melakukan perawatan sehingga usianya terlihat lebih muda dari umurnya, dia juga memiliki usaha yang lumayan berkembang pesat, hidup seorang diri setelah menikah beberapa kali."Kamu serius? Emang tujuanmu menikahi anak saya apa?""Emm ... Saya ingin sekali punya keturunan, Tante, tapi saya juga sangat mencintai Selly dan berniat akan membahagiakan hidupnya.""Baiklah kalau kamu serius Tante terima lamaran kamu, silakan menikah dengan Selly, tapi ingat jangan pernah sakiti anak tante, termasuk istri pertamamu itu jangan biarkan dia menyakitinya, apa kamu sanggup?" "Sanggup, Tante, saya juga berencana akan menceraikan istri pertama saya jika waktunya sudah tepat.""Kapan itu?""Mungkin nanti di saat Selly mau punya anak.""Baiklah, intinya bahagiakan anak Tante jangan biarkan dia merasa kekurangan karena sewaktu masih gadis p
Wirda tidak sanggup lagi berkata-kata, Fatma adalah perempuan yang membuatnya terus tegar menjalani kehidupan, akibat perbuatannya di masa lalu pada perempuan itu membuat dirinya rela hidup menderita demi menebus semua kesalahan-kesalahan."Apa kabar, Wir?" Fatma tersenyum di balik cadarnya, membuat mata perempuan itu menyempit dan beda tahu jika perempuan yang ada di hadapannya itu sedang tersenyum padanya."Ba - baik, Mbak." Hati Wirda mendadak tidak karuan saat ini, dia merasa malu karena bertemu Fatma dalam keadaan kehidupannya yang masih berantakan, sementara Fatma terlihat bahagia bersama laki-laki yang sudah menjadi suaminya, dan nampaknya laki-laki itu membahagiakan Fatma."Tadi aku lihat kamu pingsan tetangga IGD, tapi kamu kok sendirian? Keluargamu mana?"Wirda hanya bisa bungkam ditanya soal keluarga, memiliki suami dan anak tiri tetapi di rumah mereka seperti orang lain bagi Wirda."Wir.""Eh iya, Mbak, nanti deh aku telepon suamiku suruh ke sini, makasih banget udah nolo