"Tega kamu ya, nyiksa aku habis habisan, Mas! Apa aku punya salah?! Apakah tidak bisa ngasih kamu anak itu sebuah kesalahan?!" Teriak Wirda, dadanya sudah turun naik merasakan emosi, Firda merasa Faisal sudah benar-benar keterlaluan menindas dirinya"Kesalahan kamu itu adalah pergi dari rumah ini, itu kesalahan kamu!" "Kembalikan ATM aku, Mas!""Engga, Wir! Kamu nggak boleh pergi tinggalin aku, untuk sementara ATM kamu aku pegang." Faisal langsung keluar meninggalkan Wirda yang masih dilanda amarah, sementara perempuan itu makin kalang kabut karena di dalam ATM yang diambil oleh Faisal uangnya lumayan banyak karena berisi tabungan yang selama ini Wirda kumpulkan dari hasil kerja, celakanya Dia tidak memiliki aplikasi internet banking sehingga tidak bisa memindahkan uang uangnya itu ke rekening lain."Arghhh! Kamu ba ji Ngan, Mas! Aku bersumpah Kamu tidak akan pernah memiliki anak dari lon te itu karena kamu sudah menzalimiku seperti ini!" Teriak Wirda dengan lantang.Faisal hanya bi
Dalam sekejap Prita dapat mengubah ekspresinya, gadis itu tersenyum saat Selly menghampirinya."Ngapain, Prit?" Tanya Selly."Ini berkasnya, aku on the way sekarang ya, Sell, takut telat. By.""Oh ok, hati-hati, makasih ya.""Sip."Prita langsung pergi lembut masuk ke dalam mobil, sementara Wirda masuk ke dalam, di dekat pintu dia bertemu dengan Bella."Ma, baju seragam aku yang satu lagi ditaruh di mana sih? Seragam yang ini kan nggak enak kebesaran.""Aku nggak tahu, cari aja sendiri," jawab Wirda dengan datar, Sekarang dia sudah malas mengurus semua keperluan Bella karena gadis itu tidak tahu berterima kasih padanya, hanya bisa menyuruh seperti pada pembantu."Ih Cules banget sih ditanya baik baik juga," gerutu Bella.Karena sudah siang dia pun memakai baju seragam apa adanya, dalam keadaan masuk mobil dia terus cemberut, tetapi Selly dan faisal tidak memperhatikannya.Beberapa hari kemudian Prita datang lagi menemui Wirda di sore hari, hal itu tentu saja membuat tanda tanya besar
Seluruh tubuhku bergetar lalu lunglai dan kedua lutut bertumpu ke tanah melihat Prita yang tadi siang masih segar dan bugar kini seperti orang yang sudah tidak bernyawa. "Bu, ada apa ya? Tadi teriak?" Seorang lelaki yang membawa senter menghampiri Wirda. "Pak, itu, Pak, temen saya dibun*h, tolong dia, Pak." Lalu pria yang sepertinya satpam kompleks itu mengarahkan senter ke arah pekarangan rumah Prita.. "Ya ampun, gustiii! Itu kan Mbak Prita, dia kenapa?" Lelaki itu pun tampak panik, siapapun yang melihat keadaannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa pasti akan merasa panik. "Dia jatuh dari lantai atas, Pak, terus tadi saya juga lihat kalau Prita dikejar seseorang di atas, mungkin dia dibun"h orang itu." Wirda menjelaskan dengan suara terbata-bata. "Saya telpon polisi dulu." Tidak lama kemudian berita tentang kematian Prita sudah menyebar ke seluruh penghuni kompleks, mereka berkerumun dari kejauhan untuk melihat jasad Prita, dan satu orang pun tidak ada yang berani mendekat s
Di rumah, Wirda kembali memandangi gambar gambar hasil tangkapannya di depan hotel itu, tidak salah lagi, orang itu memang Zhafran suami Fatma."Ya Allah, kenapa orang sebaik Mbak Fatma harus mendapatkan suami seperti itu, kasihan sekali," gumam Wirda.Teringat hari itu ketika Faisal baru menikah dan dia masuk rumah sakit, Fatma malah menemaninya sampai pulang, rasanya Wirda ikutan sakit hati melihat Zhafran bersama Selly."Dasar lon te, laki mana aja diembat, sekarang aku harus gimana? Kalau Mbak Fatma nggak dikasih tahu kasihan sekali dia, tapi kalau dikasih tahu takut ikut campur rumah tangga orang."Wirda jadi bingung harus melakukan apa, dia hanya bisa berdoa semoga Fatma bahagia dengan rumah tangganya, cukup rumah tangga terdahulu yang membuat perempuan itu menderita.*Waktu terus berjalan hari ini Uwais, putra pertama dari Fatma dan Ahza akan kembali ke Indonesia, Fatma dan sang suami serta anak gadisnya sibuk menjemput ke bandara.Pelukan dan tangisan haru mengelilingi merek
Wirda meremas kertas itu dia yakin laki laki yang menerornya barusan adalah orang suruhan Zhafran dan Selly, bukannya takut dia malah semakin tertantang, tidak peduli jika nasibnya akan seperti Prita."Lihat saja, Selly, aku nggak selemah itu, kamu salah jika menganggapku seorang penakut!" Gumam Wirda, masih menatap keluar jendela.Kemudian dia segera membereskan pecahan beling yang berserakan di lantai kamarnya, setelah selesai dia kembali melihat laptop.Namun, tiba tiba suara pintu kamarnya dibuka, nampaklah Bella yang berwajah masam."Kenapa, Bell? Kan belum satu jam?" Wirda melirik jam dinding."Balikin laptopnya sekarang aku mau pake!" "Iya nanti Mama balikin setelah satu jam ya, kan tadi kata kamu gitu.""Aku butuh sekarang mau kerjain tugas sekolah baru ingat, kalau nunggu 1 jam bisa-bisa aku ketiduran, pr-nya nggak dikerjain dong, dikoreksinya kan besok sama guru."Wirda berdecak, jika saja ATM miliknya tidak disita Faisal mungkin sekarang juga dia bisa membeli laptop secara
Faisal mengobrol cukup lama dengan Zhafran, sementara Wirda memperhatikan dari jauh, tampaknya suaminya Fatma itu adalah lelaki yang cukup disegani oleh Faisal begitu yang ada di dalam pikiran Wirda.Ketika acara telah selesai dan Wirda kembali pulang ke rumahnya, dia mencuri-curi kesempatan untuk bertanya pada Faisal tentang suaminya Fatma."Mas, malam ini kamu tidur sama aku ya, masa sama Selly terus, kan aku juga istri kamu."Faisal malah diam, di hati terdalamnya dia ingin berbuat adil tetapi rasa takut pada Selly selalu saja menghalanginya dan dia belum berani untuk menaklukkan rasa takut itu."Emm …." Faisal nampak berpikir."Nggak bisa, aku sama Faisal itu lagi gencar gencarnya karena pengen punya anak, Mbak ngerti dong harusnya ngalah," sahut Selly yang tiba-tiba datang.Cukup nelangsa yang Wirda rasakan, tetapi perempuan itu tetap bersabar dan bertekad ingin menyembuhkan Faisal dari pengaruh sihir buatan Selly, karena Wirda yakin jika Selly tidak mendukung maka Faisal tidak m
Wirda meremas kertas itu dia yakin laki laki yang menerornya barusan adalah orang suruhan Zhafran dan Selly, bukannya takut dia malah semakin tertantang, tidak peduli jika nasibnya akan seperti Prita."Lihat saja, Selly, aku nggak selemah itu, kamu salah jika menganggapku seorang penakut!" Gumam Wirda, masih menatap keluar jendela.Kemudian dia segera membereskan pecahan beling yang berserakan di lantai kamarnya, setelah selesai dia kembali melihat laptop.Namun, tiba tiba suara pintu kamarnya dibuka, nampaklah Bella yang berwajah masam."Kenapa, Bell? Kan belum satu jam?" Wirda melirik jam dinding."Balikin laptopnya sekarang aku mau pake!" "Iya nanti Mama balikin setelah satu jam ya, kan tadi kata kamu gitu.""Aku butuh sekarang mau kerjain tugas sekolah baru ingat, kalau nunggu 1 jam bisa-bisa aku ketiduran, pr-nya nggak dikerjain dong, dikoreksinya kan besok sama guru."Wirda berdecak, jika saja ATM miliknya tidak disita Faisal mungkin sekarang juga dia bisa membeli laptop secara
Faisal berjalan menyusuri setiap lorong rumah sakit dengan tungkai kaki yang lemah, sesekali dia berpegangan pada tembok atau apa saja yang ada di hadapan matanya, kepala itu terasa pusing jika tidak malu pada orang-orang Mungkin dia sudah menangis, tidak terbayang dia akan tertular penyakit yang tidak ada obatnya itu.Lalu bagaimana dengan Bella dan Wirda? Bagaimana nasib mereka? Faisal tidak hanya sibuk memikirkan dirinya tetapi juga anak gadis dan istri pertamanya.Kenapa aku bisa sampai menikah dengan Selly? Padahal sama sekali tidak pernah mencintainya sedikitpun? Apa perkataan Wirda itu benar kalau saya lihat memang benar pergi ke dukun.Tidak kuat lagi berjalan, Faisal pun duduk di bangku tunggu, menatap surat hasil tes laboratorium itu beberapa kali, tetapi yang ada membuat hatinya tambah sakit, ingin menjerit sekeras mungkin, meratapi kebodohan dan ketol*lan nya.Jam makan siang tiba, ponsel Faisal tiba tiba berdering dan menyadarkan lamunannya, dilihatlah ponsel miliknya it
"Oke kalau gitu, saya nggak akan ambil uangnya lagi, Bapak ambil aja.""Baiklah, Pak."Saat itu juga Uwais langsung pergi ke kos-kosan tempat Anisa, dia menemui pemilik rumah kos kosan untuk bertanya perihal gadis yang membuat perasaannya tidak tenang "Saya nggak tahu soal itu, lagi pula Anisa juga nggak ada bilang apa apa sama saya, kirain dia masih di dalam kamarnya.""Ya ampun." Uwais mengusap wajahnya, dia benar benar merasa khawatir."Memangnya ada apa gitu?""Saya curiga Anisa diculik seseorang, Bu.""Hah, masa sih?""Saya pergi dulu, Bu.""Nak, kau telpon saja polisi."Uwais hanya menoleh sekilas.Ribet banget harus telepon polisi segala, belum harus nunggu 24 jam Setelah Anisa pergi lalu harus ada bukti kuat, lebih baik kucari sendiri.Naik ojek online, Uwais pergi ke rumah salah satu temannya yang paham IT, dia memberikan nomor ponsel Anisa untuk melacak keberadaan saat ini, tentunya sebelum itu Uwais melakukan basa basi."Di sini nih tempatnya."Akhirnya nomor ponsel gadis
Ayah dan anak yang selama ini nampak akrab itu kini mulai saling memandang dengan tajam, Uwais kecewa karena ternyata semua ayah di dunia ini sama, baik itu ayah kandung yang dulu sudah menelantarkannya, juga ayah tiri yang kini boleh mengungkit ngungkit pemberiannya.Kalau tahu akan begini lebih baik dahulu Aku tidak pernah mengizinkan ibuku menikah dengan siapapun, lagi pula kau sanggup menghidupinya sebagai balas jasa karena ia sudah membesarkan seorang diri, begitu pikir Uwais."Nak, tenangkan dirimu ya." Fatma berdiri lalu mengelus bahu Uwais.Amarah yang akan meledak itu seketika pudar mendengar suara lembut yang keluar dari bibir Fatma, sejak dulu Jika ada masalah apapun dia memang tidak pernah mengeluarkan suara tinggi ataupun bicara kasar."Baiklah, Bi, aku akan pergi nggak bawa apa-apa, termasuk supermarket yang selama ini disokong oleh Abi, ambil aja, aku masih bisa cari uang dengan cara lain yang penting itu halal dan tidak menzalimi orang lain." Uwais tersenyum tipis.Sej
"Gimana Zhafran? Apa penyesalanmu itu ada gunanya?"Lelaki itu mengalihkan pandangannya, dia juga seorang lelaki normal, satu tahun yang lalu ketika bisnis mereka untung besar, kantor mengadakan pesta yang dihadiri oleh karyawan penting saja, Zhafran sempat mabuk berat dan dibawa ke sebuah kamar hotel lalu dengan lancangnya Selly masuk ke kamar pria itu, menggodanya mati Matian hingga dia mau mengga gahi Selly untuk pertama kali.Perempuan itu tidak bo doh, dia mengabadikan momen itu dengan ponselnya lalu menyimpan rapi dalam sebuah folder untuk dijadikan senjata, Selly yang ambisius sangat ingin menjadi Nyonya Zhafran yang kaya raya, tidak peduli walaupun dia sudah beristri, toh dia tidak pernah melihat wajah istrinya seperti apa karena selalu tertutup cadar, Selly berpikir jika Fatma adalah perempuan tua seperti kebanyakan ibu ibu lainnya karena sudah memiliki anak gadis dan bujang yang beranjak dewasa.Namun, ternyata Zhafran tidak sebodoh itu, sedikit pun dia tidak tertarik menjad
27Hiruk pikuk orang orang di pelabuhan ini membuat Uwais bisa melangkah perlahan tanpa takut dilihat oleh Zhafran dan yang lainnya, bagaimana pun juga Uwais ingin tahu sebenarnya untuk apa Anisa berada di tempat ini? Dirangkul lelaki pula? Apakah memang wanita itu tidak baik seperti kata ayahnya?Dia terus mengendap ngendap bahkan sekarang sudah mulai memakai masker walau wajahnya berkeringat banyak karena terkena teriknya sinar matahari di siang hari.Setelah hampir mendekat Uwais hampir mendengar jelas percakapan mereka, diabtidka terima seorang pria yang berada di hadapan Anisa menyentuh pipi gadis itu, entah kenapa ada rasa cemburu menyelusup ke dalam hatinya, dia pun melangkah lebih dekat lagi "Beneran dia masih pe ra wan ini?""Masih lah segelan, kalau ternyata udah jebol nanti duit kembali lima puluh persen.""Beneran nih ya duit kembali.""Kapan sih gua bohong."Uwais tercekat saat mendengar percakapan Zhafran dan lelaki itu, ternyata Anisa memang benar akan dijual dan mungk
"Tunggu!" Orang orang yang menyeret Anisa langsung menoleh, sementara gadis itu masih meronta ronta sambil menatap Uwais, untuk beberap detik mereka saling berpandangan."Ngapain kalian kasar sama perempuan? Dia itu temanku!"Lalu salah satu lelaki menyorotkan senter ke wajah Uwais hingga lelaki itu merasa silau."Kau kan anaknya Tuan, ngapain di sini?""Mau nyusul temenku, lepaskan dia."Beberapa orang lelaki itu saling berpandangan nampak bingung karena bagaimanapun juga perintah Zhafran pantang dilanggar."Bicarakan saja sama Tuan, urusanku cuma menangkap perempuan ini, dia masuk ke dalam ingin mencuri.""Hah?"Uwais langsung menatap Anisa, rasanya tidak mungkin gadis selembut dia harus mencuri, begitu pikir Uwais."Aku nggak mencuri! Aku mau menyelamatkan ….""Diam! Masuk ke dalam sekarang juga! Silakan Anda bicara dengan Tuan Zhafran, saya nggak mau disalahkan."Melihat Anisa kembali diseret Uwais langsung masuk ke dalam berlarian entah ke mana, beberapa kali dia menghadang para
Pagi itu Wirda sudah tak sabar menanti kedatangan Uwais, pasalnya malam tadi dia langsung pulang ke rumah karena sudah kemalaman dan kelelahan."Mbak, aku sudah agak enakan kalau mau pulang silakan, aku bisa sendiri kok."Fatma menatap Wirda dengan getir, pagi ini Wirda memang terlihat lebih bugar, baru satu malam saja sudah ada perubahan pada tubuhnya lain lagi ketika dirawat di rumah sakit kemarin Wirda lebih banyak tidur dan susah bergerak."Besok deh aku pulang ya, biar yang jaga gantian sama Uwais, hari ini dia ngajar dulu nanti siang baru kemari katanya.""Ngajar di mana, Mbak?" "DI sebuah universitas, Wir, ini hari pertamanya setelah kembali dari Madina, kamu sabar ya.""Oh hebat banget ya anak Mbak, punya bisnis jadi dosen lagi, iya deh aku sabar, tapi gimana suami Mbak?""Tidak hebat tapi Allah yang karuniakan kelebihan itu padanya." Dia tersenyum.Sejak dulu Fatma memang tidak pernah membanggakan dirinya ataupun prestasi anak anaknya pada orang lain, itu semua untuk menjaga
Uwais yang baru datang ke rumahnya mendadak merasa lemas, Serapi itu sang ayah tiri menyembunyikan kebusukannya hingga dia dan ibunya tidak tahu apa apa, dia benci dibohongi sekaligus bingung harus bagaimana karena Uwais bukan tipe pemarah yang meledak ledak, dia cenderung seperti Fatma yang menghadapi segala masalah dengan kepala dingin, begitulah didikan ibunya.Tidak ada suara lagi di dalam sana entah sedang apa Zhafran di dalam, Uwais pun memilih masuk ke kamar, dia membuka laptop dan mulai melakukan pencarian tentang bisnis sang ayah.Malam harinya dia mendatangi Fatma di rumah sakit, untuk saat ini Uwais hanya bisa menghindar dari pada bertatap muka."Mau ke mana, Nak?""Nyusul Umi, aku mau nyuruh dia pulang dulu.""Nggak makan malam dulu?" "Aku makan di luar aja, pergi dulu ya, Bi." Seperti biasanya Uwais selalu mencium tangan orang tua jika hendak bepergian, Zhafran pun tidak curiga jika anaknya itu telah mengetahui kebusukannya"Iya hati hati, pakai mobil Abi aja ya.""Aku n
Mobil Uwais masuk ke jurang tetapi beruntung sekali mobil itu tersangkut di sebuah batu besar, para warga yang sedang di kebun dan pengendara mobil lain berbondong-bondong turun ke bawah "Sepertinya kita harus lapor polisi.""Iya lapor saja."Sementara yang lain berusaha menyelamatkan Faisal yang terjepit di dalam mobil, lelaki itu tidak sadarkan diri, beberapa orang membuka paksa pintu mobil mulai dari memecahkan kacanya, tetapi setelah pintu terbuka Faisal masih belum bisa dievakuasi karena tubuhnya terjepit body mobil."Susah ini, tunggu polisi saja."Orang orang saling bertanya bagaimana kejadian kecelakaan itu bisa terjadi pada saksi mata."Mobil itu bunyiin klakson keras banget, entah dia lagi mabok atau mengalami rem blong saya nggak tahu, yang jelas dia menghindar," ujar sopir mobil pick up yang tadi hampir saja bertabrakan dengan Faisal.Tidak lama kemudian polisi datang bersama tim evakuasi, mereka menyuruh warga untuk naik ke atas jurang agar tim evakuasi bisa menyelamatka
Gadis muda itu membawa nampan berisi air putih dingin, dia tidak tersenyum hanya menganggukan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat."Silakan diminum.""Terima kasih, Teh.""Iya.""Kalian ini abis ngapain di atas bukit sana?" Tanya perempuan itu."Oh itu, kita tersesat, oh ya apa kamu tahu tentang bangunan besar di atas bukit itu?' Uwias balik nanya "Bangunan?" Gadis itu nampak tak mengerti "Iya bangunan gede.""Aku nggak tahu, soalnya bukan asli orang sini, aku dan beberapa teman lagi melakukan penelitian buat skripsi.""Oh kirain kamu ustazah di sini." "Bukan lah, saya masuk dulu, nggak enak berduaan.""Eh tunggu." Gadis itu kembali menoleh, hingga mereka saling berpandangan beberapa detik"Iya?""Kita mau pergi sekarang, terima kasih ya.""Oh mau pergi lagi? Sama sama, kalau gitu hati hati.""Iya." Uwais tersenyum sungkan, dia menatap wanita itu, hatinya berontak ingin kenalan."Om, tanya dong nama dia siapa ya?" "Ah tanya aja sendiri, masa gitu aja nggak berani," ledek Faisal