Begitu turun dari taksi, Thalita melihat Diko yang seperti kebingungan mencari seseorang. Saat Thalita akan menghampiri, Diko yang berdiri membelakanginya malah berteriak seperti orang yang sedang frustrasi. Akhirnya Thalita memberanikan diri melangkah menghampiri Diko.
“Pak Diko, kenapa teriak-teriak di sini?”Flashback Off...Joe melihat kebersamaan Thalita dan Diko dari kejauhan lalu menghampiri mereka seraya berkata, “Apa ini yang menjadi alasan kamu selalu menolak untuk pergi denganku?” tanya Joe tanpa basa basi. “Kamu tahu kalau aku sayang sama kamu, tapi kamu selalu saja menghindar. Dan sekarang kamu malah berpelukan dengan bos kamu sendiri dan dilihat oleh semua karyawan kantor, apa kamu tidak merasa malu? Kamu seperti wanita tidak benar saja,” tukasnya kemudian merasa kesal.Thalita hanya terdiam, tidak menyangka Joe tega mengatakan hal seperti itu padanya.“Jaga bicara kamu ya, untuk apa kami harus malu? Kami tidak merugikan siapa pun. Kalau kamu memang sayang dengan Thalita seharusnya kamu mengerti kondisi dia, bukan malah menyimpulkan sepihak tanpa tahu kondisi yang sebenarnya,” potong Diko seraya menunjuk ke arah muka Joe. “Ayo pergi Thalita,” ajak Diko seraya menggandeng tangan Thalita untuk mengikutinya pergi.Joe tak bisa berkata lagi, ia tidak ingin dipecat hanya karena melawan perintah sang CEO. “Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan kamu Thalita,” janjinya dalam hati seraya mengepalkan kedua tangan.**“Untuk apa sih kamu punya teman toxic seperti itu, pria seperti itu apa masih pantas kamu jadikan kekasih?” tukas Diko meremehkan. “Kalau menurut saya lebih baik kamu jauhi dia,” sarannya kemudian.“Dia bukan kekasih saya dan saya juga tidak ada niat untuk berpacaran saat ini, jadi ya biarkan saja dia begitu,” sahut Thalita dengan santai seraya membuka laptopnya dan kembali bekerja.“Ini perempuan hatinya terbuat dari apa sih, sudah disakiti begitu masih saja tidak merasa apa-apa,” batin Diko seraya menatap tajam ke arah Thalita.Sadar sedang diperhatikan, Thalita melirik ke arah Diko. “Bapak kenapa menatap saya seperti harimau mau menerkam mangsanya begitu? Seram sekali, Pak,” ujarnya bergidik ngeri.“Mana ada harimau tampan seperti saya begini?” tanya Diko dengan percaya diri.Kemudian mereka saling melihat satu sama lain dan beberapa detik kemudian ruangan Diko pecah oleh suara gelak tawa mereka berdua. Diko merasa senang dan lebih ringan dalam menjalani hidup karena sejak mengenal Thalita, ia mulai menemukan tawanya yang dulu sempat hilang sejak kepergian Dara.“Saya senang akhir-akhir ini Bapak mulai banyak tertawa, tidak seperti biasanya muka tegang terus apa tidak capek Pak? Upps,” Thalita menutup mulutnya. “Maaf Pak saya tidak berbicara dengan formal tadi.”“Tidak, tidak papa. Kalau tidak ada orang lain, lebih baik kita bicaranya santai saja ya. Biar lebih akrab saja,” pinta Diko merasa lebih santai.“Tapi Pak, saya takut keceplosan nanti langsung dipecat sama Bapak,” sindir Thalita.“Hmm, kamu menyindir saya ya. Sudah saya putuskan mulai sekarang, kalau tidak ada orang lain dilarang berbicara formal dan kamu cukup panggil saya Diko tidak pakai, Pak. Kamu mengerti?” perintah Diko tak terbantahkan.“Tapi Pak Diko....”“Bisa tidak setiap saya kasih perintah jangan ditolak pakai tapi-tapi.”“Iya ... iya ya sudah maaf ya Pak Diko, maaf maksud saya Di— Diko,” ujar Thalita mengalah.Diko tersenyum puas, karena Thalita mau menuruti permintaannya.“Sudah selesai kan, boleh aku antar kamu pulang?” tanya Diko meminta izin.“Saya ... eh, aku sudah biasa pesan taksi online sih, memang kamu tidak papa kalau mengantarku? Rumahku jauh, nanti kamu pulangnya kemalaman,” tolak Thalita.“Tuh kan, selalu menolak ajakan bos yang berusaha bersikap baik ini,” ujar Diko merasa kecewa.“Ya sudah iya, kamu boleh antar aku pulang ya. Senang kan?” tanya Thalita merasa kesal karena Diko selalu memaksanya.“Sangat-sangat senang,” jawab Diko seraya tersenyum dengan lebar.Sebenarnya Diko enggan ke rumah Thalita karena ia tidak ingin bertemu dengan Dara. Tapi ia harus ke sana jika ingin berdamai dengan masa lalunya. Untuk itu ia memberanikan diri mengantar Thalita pulang agar bisa bertemu Dara dan menyelesaikan masa lalu mereka yang sampai saat ini masih mengganjal di hati Diko.**Waktu menunjukkan pukul 08.00 malam saat Diko tiba untuk mengantar Thalita ke rumahnya. Rumah yang cukup sederhana untuk ditinggali oleh lima orang anggota keluarga. Namun terasa hangat dan damai karena adanya rasa kasih sayang antar keluarga yang membuat suasana rumah terasa nyaman untuk siapa pun yang datang berkunjung.“Jadi di sini Dara tinggal sekarang, bersama keluarga kecilnya. Aku harus mengambil kesempatan untuk bisa berbicara dengannya, tapi apa ini waktu yang tepat,” batin Diko seraya mengamati rumah Thalita dari luar.“Terima kasih ya Pak, maaf maksud aku Diko. Terima kasih sudah mengantar aku pulang. Apa kamu mau mampir?” tawar Thalita.“Apa boleh?” tanya Diko balik.“Tentu saja boleh, itu pun kalau kamu mau.”“Baiklah, aku parkir di sini ya mobilnya,” ujar Diko dan dijawab dengan anggukan oleh Thalita. Lalu mereka berdua pun turun bersama dari mobil.Saat akan masuk ke dalam rumah, Dara sedang menggendong Daniel yang sejak tadi rewel lalu ia membawanya ke luar rumah untuk menenangkan anaknya. Tanpa ia duga dirinya bertemu lagi dengan mantan kekasihnya, Diko.Saat akan masuk ke dalam rumah, Dara sedang menggendong Daniel yang sejak tadi rewel lalu ia membawanya ke luar rumah untuk menenangkan anaknya. Tanpa ia duga dirinya bertemu lagi dengan mantan kekasihnya, Diko. Flashback On...Hari ini adalah tepat dua tahun hubungan pacaran Dara dengan Diko. Tepat di saat ini pula Dara telah memantapkan hatinya pada Vino. Dan Dara harus memutuskan hubungannya dengan Diko sekarang juga."Happy anniversary my sunshine," kata Diko dengan memberikan sebuket bunga mawar untuk sang kekasih Dara yang sudah menunggunya di taman selama berjam-jam.Dara melirik jam di pergelangan tangannya. "Jam berapa ini? lagi-lagi kamu telat.""Maaf sayang, tadi itu aku ada rapat mendada. Lalu waktu perjalanan ke sini juga macet sekali jadinya aku telat sampai sini. Maaf ya, aku tidak bermaksud buat kamu menunggu lama. Kamu jangan marah ya, aku telat kan juga karena...” belum sempat Diko menyelesaikan perkataannya, Dara beranjak dari tempatnya menunggu dan pergi begi
“Ayah, Thalita sudah pulang,” kata Thalita seraya mencium tangan ayahnya, diikuti oleh Diko.“Malam Om, perkenalkan saya Diko temannya Thalita,” ujar Diko memperkenalkan dirinya.“Malam, tumben kamu bawa teman laki-laki pula, jangan bilang kalau kalian ...” goda pak Tio seraya tersenyum genit pada anaknya.“Apa sih Ayah, Diko ini atasan aku di kantor tempat aku bekerja sekarang. Diko aku ajak mampir karena sudah mengantar aku pulang, kasihan kan kalau langsung pulang begitu saja jadi aku ajak mampir dulu ke sini,” kata Thalita menjelaskan.“Iya ... iya Sayang, justru ayah senang kamu sudah mau membawa teman pria kamu ke rumah ya nak Diko,” sahut pak Tio seraya melirik Diko.“Oh, iya Om,” jawab Diko seraya tersenyum malu-malu.“Ya sudah aku mau menidurkan Daniel dulu ya di kamarnya, Diko aku tinggal sebentar tidak papa ya?” tanya Thalita lalu dijawab dengan anggukan oleh Diko.“Oh ya Nak Diko, om permisi juga mau ke kamar mandi ya. Kamu santai saja dulu di sini, nanti kita makan
“Dek ... ke sini sebentar,” panggil Vino dari dalam rumah.“Iya kak, aku permisi sebentar ya,” pamit Thalita lalu dijawab dengan anggukan oleh Diko.“Belum pulang juga teman kamu? Ngobrolin apa aja sih kalian lama sekali,” tanya Vino penasaran.“Apa sih kak Vino kepo sekali, jadi ada apa panggil aku kemari?” tanya Thalita balik.“Tidak ada apa-apa sih, hanya ingin tahu saja. Apa dia menyatakan perasaan ke kamu? Kok sepertinya serius sekali dari tadi,” bisik Vino seraya memperhatikan Diko dari dalam rumah.“Kak Vino, kalau tidak ada hal yang penting lebih baik kakak tidur ya. Temani kak Dara itu, kasihan di kamar sendirian. Jangan kepoin aku terus,” usir Thalita.“Kamu ini sama kakak sendiri juga, kakak di sini mau melindungi kamu kalau misal dia macam-macam nanti.”“Macam-macam bagaimana, orang kita cuma ngobrol biasa. Dan lagi pun aku bisa teriak kan nanti, jadi tidak usah khawatir ya udah sana masuk kamar, bye,” ujar Thalita seraya keluar dari rumah dan menghampiri Diko lagi.
Mendengar ucapan Thalita, membuat Diko mengernyitkan keningnya. “Sedikit? Setelah semua yang aku lakukan kamu masih tidak percaya?” tanya Diko tidak mengerti dengan isi hati wanita di depannya.Thalita tersenyum. “Tadinya aku percaya tapi kamu cepat marah sih, jadi ya batal percayanya,” ucapnya dengan bercanda.“Jadi? Kamu percaya aku sayang sama kamu? Kamu sudah mau membuka hati untuk aku kan?” tanya Diko tak sabar.Thalita mengangguk. “Iya Diko ... aku sudah percaya kalau kamu memang sayang sama aku, aku juga mau mencoba untuk membuka hati buat kamu. Tapi kamu harus janji ya, jangan pernah buat aku kecewa. Karena sekali kamu lakukan itu, aku akan susah untuk percaya lagi sama kamu.”Dengan cepat Diko menyanggupi permintaan Thalita. “Iya aku janji, aku janji tidak akan membuat kamu kecewa. Terima kasih ya kamu sudah mau membuka hati untuk aku,” ujar Diko tidak dapat membendung lagi senyumnya.Malam itu mereka habiskan dengan menikmati waktu berdua, berdansa, bercerita, dan makan
“Maaf ya.” Thalita melepas pelukan Diko. “Tapi untuk apa aku harus kasih tahu kamu, kamu kan bukan siapa-siapa aku.”“Kalau begitu jadikan aku seseorang yang harus tahu di mana pun kamu berada, apa yang kamu lakukan, dengan siapa kamu pergi.”“Maksud kamu?” tanya Thalita tidak mengerti dengan maksud Diko.“Jadilah kekasihku, Thalita. Aku tahu aku bukan tipe pria romantis yang mungkin diimpikan para wanita. Tapi aku tulus sayang sama kamu, apa kamu ... mau terima aku jadi kekasihmu?” pinta Diko memegang kedua tangan Thalita seraya menanti jawaban.Hening...Thalita tidak menyangka akan secepat ini Diko memintanya untuk menjadi kekasih. Baru saja ia berniat membuka hatinya, namun Diko telah masuk terlalu dalam ke hatinya. Membuat Thalita tak mampu menolak untuk menerima cinta Diko, meski hatinya menerima namun tidak dengan otaknya. Keduanya belum sejalan, ia memutuskan untuk memikirkannya terlebih dulu karena saat ini ia masih tetap ingin fokus untuk penyembuhan ayahnya. Selain i
Thalita mengikuti perintah Aulia untuk duduk, di sebelahnya ada Diko dan pak Arya di seberang mereka. Sedangkan Aulia masih sibuk di dapur membuatkan minum untuk semuanya, Thalita ingin membantu tapi dilarang sehingga ia menurut saja menunggu bersama Diko dan papanya.Papa Diko sudah pensiun, namun karena jenuh dan tidak ada kesibukan sehingga beliau masih senang berkeliling kota untuk mengunjungi setiap cabang perusahaannya. Mama Diko pun demikian, di usianya yang sudah menginjak kepala 5 beliau masih aktif mengunjungi setiap yayasan yang didirikan oleh Papa Diko untuk membantu anak-anak terlantar agar mempunyai kehidupan yang lebih baik.“Kamu jangan marah lagi ya dengan Diko, dia hanya menuruti permintaan kami saja,” ujar Aulia membuka pembicaraan.Thalita mengangguk seraya tersenyum. “Iya Bu,” sahutnya.“Jadi tujuan kami memanggil Nak Thalita kemari karena ingin berterima kasih,” kata pak Arya.“Berterima kasih untuk apa ya, Pak?” tanya Thalita tidak mengerti.“Karena berkat
Diko dan Thalita berpamitan untuk pulang, Diko segera melajukan mobilnya karena hari sudah hampir gelap dan sinar bulan mulai menampakkan cahayanya. “Terima kasih ya Diko, sudah membawaku bertemu orang tua kamu. Maaf kalau tadi aku sedikit sebal dengan kamu, karena kamu sudah membohongi aku,” ujar Thalita membuka pembicaraan. “Tidak apa-apa sayang, justru aku yang meminta maaf karena sudah membohongi kamu. Aku minta maaf ya,” kata Diko tulus dan dijawab anggukan oleh Thalita. “Bagaimana tadi, apa kamu senang bertemu mama dan papaku?” tanya Diko dengan melirik ke arah Thalita sambil menyetir mobilnya. “Iya aku senang, mama dan papa kamu baik sekali sama aku. Berkat mama kamu, aku jadi bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang belum pernah aku dapatkan,” ujar Thalita lirih dengan mata yang berkaca-kaca. “Tidak masalah, Sayang.” Diko menggenggam tangan kanan Thalita. “Kamu bisa anggap mamaku seperti mama kamu juga ya,” lanjutnya. “Apa boleh seperti itu?” tanya Thalita. Diko meng
“Ya, dia sudah hidup bahagia dengan Vino suaminya sekarang. Jujur aku sangat mencintai Dara Pa, itu yang membuat aku dendam padanya karena telah memutuskan sepihak hubungan kami dulu. Dan lewat Thalita, aku bisa melampiaskan dendamku pada mereka,” ujar Diko lalu memberikan minuman pada papanya.Mendengar sendiri ucapan dari mulut Diko, membuat Thalita sekarang percaya dengan yang dikatakan Joe padanya saat di kantin. Hatinya terasa sakit, ia sudah mempercayakan Diko untuk menjaga hatinya agar tak dilukai namun yang ia lakukan ternyata salah. Tak seharusnya ia menerima cinta Diko yang hanya ingin memanfaatkan hubungan keluarganya dengan Dara yang ternyata mantan kekasih Diko.“Jadi kak Dara itu mantan kekasih Diko, kenapa mereka tidak pernah memberi tahu aku,” batin Thalita kecewa.Air mata tak dapat dibendung lagi dan mengalir begitu saja ke pipinya, segera Thalita pergi ke ruangannya agar Diko tak mengetahui bahwa ia sudah mendengar semuanya. Ia merasa marah dan sangat kecewa, Dik
Setelah mendudukkan Thalita di samping Diko, pak Tio segera mengambil tempat di depan calon menantunya itu. Beliau yang akan menjadi wali nikah langsung untuk putri tersayangnya. Bapak penghulu mempersilakan Diko menjabat tangan pak Tio untuk bersiap mengucap ijab kabul.“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Diko Argawinata bin Arya Argawinata dengan putri saya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” ucap pak Tio dengan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” jawab Diko mantap dengan satu tarikan napas.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu.“SAH!!” jawab Adrian dan para saksi lainnya dengan kompak.“Alhamdulillah,” ucap syukur semua orang yang hadir di ruangan itu.Thalita dan Diko turut mengucap syukur dalam hati atas kelancaran ijab kabul mereka. Diko merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berhasil mengucapkan ijab
Diko mendekap Thalita dalam pelukan hangatnya, melepas segala rasa rindu yang telah keduanya pendam karena keegoisan mereka selama ini.“Aku masih merasa seperti mimpi, bisa memeluk kamu kembali setelah semua yang kita lewati selama ini. Terima kasih ya kamu mau menerimaku lagi,” ucap Diko seraya mengeratkan pelukannya pada wanita yang sangat ia rindukan.Thalita menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. “Aku pun masih merasa seperti mimpi, kalau pun ini memang mimpi aku rela terjebak selamanya asal bersama kamu di dalamnya,” ucapnya membuat pria di hadapannya tersenyum bahagia.Diko mengurai pelukan mereka. “Sejak kapan kamu jadi pintar menggombal?” godanya membuat pipi Thalita bersemu merah.“Siapa yang menggombal? Aku hanya membalas perkataan kamu saja,” elak Thalita seraya memunggungi Diko lalu mengulum senyumnya.Diko memeluk gadis itu dari belakang, yang merupakan pelukan favoritnya. “Kamu tahu tidak, aku paling suka memeluk kamu sep
“Maksud Mas apa? Mas Adrian tidak mencintaiku?” tukas Thalita.Adrian tersenyum getir. “Harusnya aku yang bertanya seperti itu ke kamu. Kamu tidak pernah mencintaiku kan? Aku tahu di hati kamu hanya ada namanya, bahkan meski kamu membencinya kamu masih menyimpan syal pemberiannya. Kamu tidak pernah sedikit pun bisa menghapus dia dari hati kamu, sekeras apa pun aku mencoba membuat kamu mencintaiku. Aku tetap tidak bisa,” lirihnya dengan mata berkaca-kaca.Air mata menetes begitu saja membasahi pipi Thalita. “Mas, tolong dengarkan aku dulu, aku sudah berusaha Mas. Aku akan belajar mencintai kamu, tapi tolong beri aku waktu,” pintanya.“Belajar mencintaku? Sampai kapan? Satu tahun lebih aku berusaha sabar menunggu waktu itu tiba, bahkan sampai dia kembali kamu tetap tidak bisa mencintai aku kan?” cecar Adrian.Thalita menutup wajah dengan kedua tangannya, menumpahkan tangisnya di sana. “Maafkan aku, Mas,” lirihnya.Adrian berjalan menghampiri Thalita, mengusap kepala gadis itu dan m
Meski hatinya merasa nyaman, Thalita berusaha keras agar tidak kembali pada perasaan yang telah membuatnya hancur. Ia telah melangkah maju dan tidak ingin mengingat masa lalu yang hanya akan menghambat masa depannya. Namun apa daya, ia tak bisa mengendalikan perasaannya. Meski cinta Adrian begitu besar padanya, namun tetap tak mampu merobohkan dinding cintanya untuk Diko. Hingga saat ini cinta itu masih sama, berapa kali pun gadis itu menyangkal perasaannya.Adrian pun menyadari itu, tatapan yang tak pernah ia dapatkan dari Thalita saat gadis itu menatap pada Diko. Seperti saat ini, mereka telah selesai menghadiri rapat bulanan yang diadakan oleh kantor Xander Corporation. ARGA Advertising yang merupakan rekan bisnis pun turut hadir untuk mempresentasikan hasil kerja sama antara mereka.“Sayang,” panggil Adrian lembut, membuat Thalita menoleh padanya.Saat ini Thalita, Adrian, dan Diko tengah duduk bersama di ruangan kerja Adrian untuk membahas hasil kerja perusahaan mereka seusa
“Adrian?”“Iya Diko ini aku Adrian, kakakmu,” sahut Adrian dengan tersenyum ramah. “Jadi selama ini—“ Diko tidak sanggup meneruskan ucapannya.“Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu di awal pertemuan kita, karena waktu itu aku belum bisa menerima papa Arya tapi sejak papa Arsene meninggal aku menjadi sebatang kara. Kemudian papa Arya dan mama Aulia datang dengan sabar mereka selalu menemaniku dan berusaha menjadi orang tua yang baik untukku. Sejak itu aku baru bisa menerima mereka sebagai ganti orang tuaku,” kata Adrian menjelaskan. “Lalu untuk apa kamu mengambil perusahaanku?” tukas Diko masih tak terima.“Aku bukan mengambilnya, aku hanya membantumu mengembangkannya. Dan sekarang kamu bisa menikmati hasilnya bukan?” Diko beranjak dari duduknya. “Lalu kekasihku? Apa bisa kamu kembalikan juga?” tanyanya kemudian.Adrian menggeleng cepat. “Thalita sudah bukan kekasihmu lagi, dia tunanganku. Dia juga bukan barang yang bisa kamu minta kembali, salahmu sendiri telah menyia-nyiak
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore saat mereka keluar dari area pemakaman.“Lapar tidak sayang? Kita makan yuk,” ajak Adrian saat mereka sudah berada dalam mobil.“Lumayan sih, Mas.”“Oke kita makan ya, aku ingin mengajak kamu ke tempat makan favoritku,” kata Adrian antusias seraya melajukan mobilnya.Thalita hanya mengangguk dan tersenyum.Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Adrian memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengajak Thalita untuk turun dan berjalan ke sebuah tempat makan yang merupakan langganannya.“Bang, biasa ya kali ini 2 porsi tapi,” kata Adrian sambil melirik lalu tersenyum ke arah Thalita.“Siap Mas, silakan duduk dulu ya,”Lalu Thalita dan Adrian pun memilih tempat duduk tanpa meja tepat di sebelah rombong yang bertuliskan ‘Nasi Goreng Jawa Mantap’. Seperti namanya, makanan yang disajikan memang sangat mantap dan menggoyang lidah siapa pun yang memakannya. Meski hanya kios di pinggiran jalan, namun rasanya tak kalah dibanding restoran mahal
Diko telah selesai bernyanyi, ia meletakkan gitarnya dan berjalan dengan langkah gontai menuruni panggung.“Ada yang ingin aku bicarakan, kamu ikut aku sekarang,” kata Vino dengan tatapan tajamnya, begitu Diko baru saja turun.Dara dan pak Tio yang melihat kejadian itu lalu mengikuti mereka dari belakang.“Ada apa Kak Vino?” tanya Diko dengan wajah tanpa berdosa.“Ada apa kamu bilang? Sadar tidak, kamu itu sudah sangat menyakiti keluargaku, terutama adikku! Sadar tidak huh!” bentak Vino dengan menunjuk wajah Diko membuat pria itu tertunduk dalam diam.Dara yang baru saja datang bersama pak Tio langsung menghampiri Vino agar suaminya itu tidak terlalu melampiaskan emosinya, karena di luar acara pertunangan masih berlangsung.“Maaf ....”Hanya kata itu yang dapat Diko katakan, lidahnya terasa kelu. Terlebih ia baru saja patah hati membuat dirinya semakin terpuruk.“Untuk apa kamu datang ke sini, ingin merusak acara adikku iya?” tukas Vino dengan penuh amarah sambil mengepalkan k
Hari pertunangan Thalita dan Adrian tiba, restoran Vino telah dihias sedemikian rupa hingga tampak sangat indah. Dengan hiasan bunga mawar putih yang mendominasi, membuat suasana malam semakin romantis.Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan, Dara dan Vino mewakili keluarga Thalita untuk menyambut para tamu lalu mempersilakan mereka menempati tempat duduk masing-masing menanti kedua calon untuk memasuki ruangan acara dan saling bertukar cincin tunangan.“Apa kamu sudah benar-benar yakin Sayang mengambil keputusan ini untuk bertunangan dengan Adrian?” tanya pak Tio memastikan lagi perasaan Thalita, ia tak ingin putrinya sampai kecewa untuk kedua kalinya.“Iya Yah, meski Diko sudah kembali aku tidak mau terjebak lagi dengan cinta palsunya,” ujar Thalita dengan tatapan sendu.“Apa pun keputusan kamu ayah pasti mendukung, ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Ayah berharap kamu akan selalu bahagia ya Sayang,” kata pak Tio dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka putri kecilny
Rapat dengan klien di kantor, baru saja usai. Kini Thalita tengah sibuk mengerjakan tugas dari Diko sedangkan Adrian melanjutkan rapatnya di luar bersama klien tadi tanpa ditemani Thalita, karena mereka akan meninjau lokasi yang akan digunakan untuk event perusahaan klien tersebut.[Sayang, sepertinya aku akan pulang terlambat. Kamu pulang naik taksi online dulu tidak papa ya?] ~ Adrian[Iya, Mas.] ~ ThalitaSetelah membalas pesan Adrian, Thalita kembali melanjutkan pekerjaannya agar bisa selesai sebelum jam kantor berakhir. Meski Diko memberinya waktu hingga besok, namun Thalita tak mau menunda pekerjaannya untuk itu ia memilih segera menyelesaikannya hari ini. Selesai dengan tugasnya, Thalita segera mengantar dokumennya kembali ke ruangan Diko untuk diperiksa. Thalita mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada jawaban dari sang pemilik, akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk dan meletakkan dokumen tersebut di meja Diko.Thalita mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, n