“Ya, dia sudah hidup bahagia dengan Vino suaminya sekarang. Jujur aku sangat mencintai Dara Pa, itu yang membuat aku dendam padanya karena telah memutuskan sepihak hubungan kami dulu. Dan lewat Thalita, aku bisa melampiaskan dendamku pada mereka,” ujar Diko lalu memberikan minuman pada papanya.Mendengar sendiri ucapan dari mulut Diko, membuat Thalita sekarang percaya dengan yang dikatakan Joe padanya saat di kantin. Hatinya terasa sakit, ia sudah mempercayakan Diko untuk menjaga hatinya agar tak dilukai namun yang ia lakukan ternyata salah. Tak seharusnya ia menerima cinta Diko yang hanya ingin memanfaatkan hubungan keluarganya dengan Dara yang ternyata mantan kekasih Diko.“Jadi kak Dara itu mantan kekasih Diko, kenapa mereka tidak pernah memberi tahu aku,” batin Thalita kecewa.Air mata tak dapat dibendung lagi dan mengalir begitu saja ke pipinya, segera Thalita pergi ke ruangannya agar Diko tak mengetahui bahwa ia sudah mendengar semuanya. Ia merasa marah dan sangat kecewa, Dik
“Tunggu, tadi kata kamu kopinya habis?” cegah Diko sebelum Thalita masuk ke kamar.“Oh ... itu tidak sengaja ketemu di dalam toples tadi,” sahut Thalita ketus lalu masuk ke kamarnya.Diko menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan tingkah kekasihnya yang tiba-tiba seperti marah kepadanya namun ia belum tahu apa penyebabnya.“Maafkan anak om ya Diko, sepertinya dia lelah makanya sampai izin pulang kerja lebih awal.”“Tidak masalah Om, saya sangat mengerti. Biarkan saja Thalita beristirahat, saya akan berbicara dengan dia nanti.”Selama Thalita beristirahat, Diko tetap setia menunggu hingga sore hari sampai Vino dan Dara pulang dari restoran mereka. “Wah sepertinya ada tamu spesial nih, sudah lama Diko?” sapa Vino ramah.Mendengar nama Diko, membuat Thalita terbangun dari istirahatnya. “Diko? Jadi dia belum pulang juga,” batin Thalita lalu beranjak akan keluar kamar.“Apa kabar Diko?” sapa Dara yang terdengar oleh Thalita hingga membuatnya mengurungkan niat untuk keluar kamar
Pak Tio mengangguk. “Kita bicarakan di ruang tamu.”Semuanya mengikuti pak Tio ke ruang tamu, kecuali Thalita yang mengurung dirinya di kamar. Diko menjelaskan semuanya pada keluarga Thalita bahwa niat balas dendamnya dulu telah sirna karena kekuatan cinta yang Thalita berikan. Sekarang ia benar-benar tulus mencintai Thalita tanpa ada rasa dendam untuk keluarganya atau pun Dara.Akhirnya keluarga Thalita mengerti bahwa semua ini hanyalah salah paham, pak Tio percaya bahwa Diko bisa menjaga putrinya dengan baik. Namun sekarang masalahnya Thalita masih menganggap bahwa Diko hanya ingin mempermainkannya saja.“Sekarang kamu percaya kan Mas, aku dan Diko hanya masa lalu. Aku tidak akan mengkhianati kamu dan anak kita Mas.”“Iya aku percaya sama kamu dari awal, sekarang masalahnya Thalita tidak akan semudah itu terima penjelasan dari kita,” ujar Vino.“Sabar ya Nak Diko, perlahan akan kita bantu untuk menjelaskan ke Thalita. Tapi untuk sekarang biarkan dia menenangkan pikirannya,” kat
Sesampainya di rumah Thalita...“Kalian sudah berbaikan?” tanya pak Tio terlihat senang melihat Thalita dan Daniel pulang bersama dengan Diko.Thalita dan Diko mengangguk serempak. “Iya Ayah, maaf kemarin aku sudah egois tidak mau mendengarkan penjelasan dari Diko dulu,” sesal Thalita.“Tidak papa Sayang, yang penting kalian sudah berbaikan kembali sudah cukup membuat ayah bahagia,” ujar pak Tio tersenyum.“Saya juga mau mengucapkan terima kasih berkat dukungan Om dan keluarga, saya dan Thalita dapat bersatu kembali,” kata Diko tulus.“Sama-sama Nak Diko, ya sudah kita masuk dulu yuk,” ajak pak Tio, lalu semua mengikutinya masuk ke dalam rumah.“Aku mau tidurkan Daniel dulu di kamarnya ya,” pamit Thalita.“Iya, setelah itu tolong buatkan minuman untuk Nak Diko ya Sayang,” pinta pak Tio.“Baik, Ayah,” sahut Thalita lalu menidurkan Daniel di kamarnya setelah itu ia bergegas ke dapur untuk membuatkan minuman.“Om, ada hal penting yang ingin saya sampaikan,” kata Diko seraya memb
“Pa, sudah dulu kerjanya itu kasihan Diko minta ditemani. Mama tidak suka ya Papa masih dendam sama keluarga Tio, kasihan mereka Pa. Apalagi sebentar lagi Davina mau melahirkan anak kedua mereka, apa Papa tidak kasihan sama anak-anaknya?” tanya Aulia agar suaminya tersadar dari perbuatan jahatnya.Dalam hati kecil Arya ia juga merasa iba dengan keadaan keluarga sahabatnya dulu itu, namun dendam telah membutakan hatinya dan melupakan persahabatan mereka. Perkataan istrinya membuat hatinya terketuk, ia berjanji tidak akan mengganggu keluarga Tio lagi dan berusaha membantu mereka untuk bangkit lagi memulai usahanya.Dengan niat baik Arya datang ke rumah Tio untuk meminta maaf serta menawarkan kepada mereka bantuan dan mengajak Tio bekerja sama, namun karena rasa sakit hati yang teramat dalam sehingga membuat Tio tidak mau memaafkan sahabatnya itu.“Aku masih bisa berdiri di kakiku sendiri, aku tidak perlu bantuanmu Arya. Jadi aku minta kamu pergi dari sini sekarang juga dan jangan per
“Apa perlu tindakan operasi Dok? Agar tidak sampai kambuh lagi,” tanya Arya dengan muka khawatir.“Untuk saat ini tidak Pak, untuk itu tolong jaga emosi pasien agar tidak sampai terjadi serangan lagi. Karena kami tidak bisa membuatnya sembuh secara total, kami hanya bisa membantu untuk menghambat. Semoga ada keajaiban agar pasien dapat selalu sehat, jika tidak ada yang perlu ditanyakan saya permisi,” pamit dokter.Mendengar ayahnya tidak bisa disembuhkan membuat hati Thalita semakin sakit, ia hanya bisa menangis serta berdoa agar ada keajaiban untuk ayahnya bisa disembuhkan.“Saya tidak mengerti ada masalah apa antara ayah dengan Pak Arya dan keluarga di masa lalu. Saya hanya ingin ayah saya bisa segera pulih, untuk itu saya mohon kalian meninggalkan tempat ini. Saya tidak mau ada keributan lagi yang bisa membuat ayah saya kambuh,” usir Thalita secara halus pada Diko dan orang tuanya.“Tapi Thalita, aku tidak mau pergi aku mau temani kamu di sini,” tolak Diko.“Tolong kasih kelua
“Kita coba bicara sama ayah kamu ya?” tawar Diko.Dengan cepat Thalita menggeleng. “Aku tidak siap dengan risikonya.”“Aku akan coba bicara baik-baik dengan ayah kamu, tolong izinkan ya. Kamu percaya aku kan?” pinta Diko.Thalita mengangguk. “Jangan sampai membuat ayah emosi,” pesannya.“Iya Sayang, sudah kamu tenang ya. Kamu cukup berdiri di sampingku,” kata Diko seraya menggenggam jemari Thalita dan mengajaknya masuk ke ruangan pak Tio.“Untuk apa kamu masih disini?” tanya pak Tio menunjukkan rasa tidak sukanya pada Diko.“Sebelumnya, tolong Om jangan marah dulu ya. Saya memang anak papa saya, tapi saya tidak sama dengan papa saya Om. Saya tidak sejahat yang Om pikirkan, saya sangat mencintai anak Om, Thalita. Tolong jangan pisahkan kami seperti ini,” pinta Diko memohon.“Saya tidak peduli, kamu tetap anak Arya dan bagi saya keluarga kalian itu sama saja. Karena papa kamu bisnis saya hancur dan karena kecerobohan papa kamu juga istri saya sampai meninggal!” bentak pak Tio tid
“Ehem! Jadwal rapat bulan depan yang saya minta tadi sudah selesai?” tanya Diko berusaha menormalkan suaranya.“Sudah Pak, ini bisa Bapak periksa. Silakan,” sahut Thalita seraya memberikan dokumen pada Diko.Tangan Diko dan Thalita tidak sengaja bersentuhan, mereka saling memandang beberapa saat sebelum Thalita menarik terlebih dulu tangannya lalu pamit dari ruangan Diko.“Apa yang kamu lakukan Thalita, ingat kalian sudah putus. Jangan ada perasaan apa pun padanya,” batin Thalita lalu berlari kecil masuk ke dalam ruangannya.“Sentuhan kecil saja selalu membuat jantungku berdegup sekencang ini, apalagi aku harus menahan perasaan ini sampai 2 tahun ke depan. Apa aku sanggup tanpa Thalita?” gumam Diko mengusap wajahnya, merasa frustrasi dengan dirinya.**Sore hari saat jam pulang kantor, turun hujan dengan derasnya. Thalita mencoba memesan ojek maupun taksi online namun selalu ditolak karena pengemudi tidak ada yang berani melewati jalan yang tergenang banjir. Ia tidak bisa memint
Setelah mendudukkan Thalita di samping Diko, pak Tio segera mengambil tempat di depan calon menantunya itu. Beliau yang akan menjadi wali nikah langsung untuk putri tersayangnya. Bapak penghulu mempersilakan Diko menjabat tangan pak Tio untuk bersiap mengucap ijab kabul.“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Diko Argawinata bin Arya Argawinata dengan putri saya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” ucap pak Tio dengan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” jawab Diko mantap dengan satu tarikan napas.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu.“SAH!!” jawab Adrian dan para saksi lainnya dengan kompak.“Alhamdulillah,” ucap syukur semua orang yang hadir di ruangan itu.Thalita dan Diko turut mengucap syukur dalam hati atas kelancaran ijab kabul mereka. Diko merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berhasil mengucapkan ijab
Diko mendekap Thalita dalam pelukan hangatnya, melepas segala rasa rindu yang telah keduanya pendam karena keegoisan mereka selama ini.“Aku masih merasa seperti mimpi, bisa memeluk kamu kembali setelah semua yang kita lewati selama ini. Terima kasih ya kamu mau menerimaku lagi,” ucap Diko seraya mengeratkan pelukannya pada wanita yang sangat ia rindukan.Thalita menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. “Aku pun masih merasa seperti mimpi, kalau pun ini memang mimpi aku rela terjebak selamanya asal bersama kamu di dalamnya,” ucapnya membuat pria di hadapannya tersenyum bahagia.Diko mengurai pelukan mereka. “Sejak kapan kamu jadi pintar menggombal?” godanya membuat pipi Thalita bersemu merah.“Siapa yang menggombal? Aku hanya membalas perkataan kamu saja,” elak Thalita seraya memunggungi Diko lalu mengulum senyumnya.Diko memeluk gadis itu dari belakang, yang merupakan pelukan favoritnya. “Kamu tahu tidak, aku paling suka memeluk kamu sep
“Maksud Mas apa? Mas Adrian tidak mencintaiku?” tukas Thalita.Adrian tersenyum getir. “Harusnya aku yang bertanya seperti itu ke kamu. Kamu tidak pernah mencintaiku kan? Aku tahu di hati kamu hanya ada namanya, bahkan meski kamu membencinya kamu masih menyimpan syal pemberiannya. Kamu tidak pernah sedikit pun bisa menghapus dia dari hati kamu, sekeras apa pun aku mencoba membuat kamu mencintaiku. Aku tetap tidak bisa,” lirihnya dengan mata berkaca-kaca.Air mata menetes begitu saja membasahi pipi Thalita. “Mas, tolong dengarkan aku dulu, aku sudah berusaha Mas. Aku akan belajar mencintai kamu, tapi tolong beri aku waktu,” pintanya.“Belajar mencintaku? Sampai kapan? Satu tahun lebih aku berusaha sabar menunggu waktu itu tiba, bahkan sampai dia kembali kamu tetap tidak bisa mencintai aku kan?” cecar Adrian.Thalita menutup wajah dengan kedua tangannya, menumpahkan tangisnya di sana. “Maafkan aku, Mas,” lirihnya.Adrian berjalan menghampiri Thalita, mengusap kepala gadis itu dan m
Meski hatinya merasa nyaman, Thalita berusaha keras agar tidak kembali pada perasaan yang telah membuatnya hancur. Ia telah melangkah maju dan tidak ingin mengingat masa lalu yang hanya akan menghambat masa depannya. Namun apa daya, ia tak bisa mengendalikan perasaannya. Meski cinta Adrian begitu besar padanya, namun tetap tak mampu merobohkan dinding cintanya untuk Diko. Hingga saat ini cinta itu masih sama, berapa kali pun gadis itu menyangkal perasaannya.Adrian pun menyadari itu, tatapan yang tak pernah ia dapatkan dari Thalita saat gadis itu menatap pada Diko. Seperti saat ini, mereka telah selesai menghadiri rapat bulanan yang diadakan oleh kantor Xander Corporation. ARGA Advertising yang merupakan rekan bisnis pun turut hadir untuk mempresentasikan hasil kerja sama antara mereka.“Sayang,” panggil Adrian lembut, membuat Thalita menoleh padanya.Saat ini Thalita, Adrian, dan Diko tengah duduk bersama di ruangan kerja Adrian untuk membahas hasil kerja perusahaan mereka seusa
“Adrian?”“Iya Diko ini aku Adrian, kakakmu,” sahut Adrian dengan tersenyum ramah. “Jadi selama ini—“ Diko tidak sanggup meneruskan ucapannya.“Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu di awal pertemuan kita, karena waktu itu aku belum bisa menerima papa Arya tapi sejak papa Arsene meninggal aku menjadi sebatang kara. Kemudian papa Arya dan mama Aulia datang dengan sabar mereka selalu menemaniku dan berusaha menjadi orang tua yang baik untukku. Sejak itu aku baru bisa menerima mereka sebagai ganti orang tuaku,” kata Adrian menjelaskan. “Lalu untuk apa kamu mengambil perusahaanku?” tukas Diko masih tak terima.“Aku bukan mengambilnya, aku hanya membantumu mengembangkannya. Dan sekarang kamu bisa menikmati hasilnya bukan?” Diko beranjak dari duduknya. “Lalu kekasihku? Apa bisa kamu kembalikan juga?” tanyanya kemudian.Adrian menggeleng cepat. “Thalita sudah bukan kekasihmu lagi, dia tunanganku. Dia juga bukan barang yang bisa kamu minta kembali, salahmu sendiri telah menyia-nyiak
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore saat mereka keluar dari area pemakaman.“Lapar tidak sayang? Kita makan yuk,” ajak Adrian saat mereka sudah berada dalam mobil.“Lumayan sih, Mas.”“Oke kita makan ya, aku ingin mengajak kamu ke tempat makan favoritku,” kata Adrian antusias seraya melajukan mobilnya.Thalita hanya mengangguk dan tersenyum.Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Adrian memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengajak Thalita untuk turun dan berjalan ke sebuah tempat makan yang merupakan langganannya.“Bang, biasa ya kali ini 2 porsi tapi,” kata Adrian sambil melirik lalu tersenyum ke arah Thalita.“Siap Mas, silakan duduk dulu ya,”Lalu Thalita dan Adrian pun memilih tempat duduk tanpa meja tepat di sebelah rombong yang bertuliskan ‘Nasi Goreng Jawa Mantap’. Seperti namanya, makanan yang disajikan memang sangat mantap dan menggoyang lidah siapa pun yang memakannya. Meski hanya kios di pinggiran jalan, namun rasanya tak kalah dibanding restoran mahal
Diko telah selesai bernyanyi, ia meletakkan gitarnya dan berjalan dengan langkah gontai menuruni panggung.“Ada yang ingin aku bicarakan, kamu ikut aku sekarang,” kata Vino dengan tatapan tajamnya, begitu Diko baru saja turun.Dara dan pak Tio yang melihat kejadian itu lalu mengikuti mereka dari belakang.“Ada apa Kak Vino?” tanya Diko dengan wajah tanpa berdosa.“Ada apa kamu bilang? Sadar tidak, kamu itu sudah sangat menyakiti keluargaku, terutama adikku! Sadar tidak huh!” bentak Vino dengan menunjuk wajah Diko membuat pria itu tertunduk dalam diam.Dara yang baru saja datang bersama pak Tio langsung menghampiri Vino agar suaminya itu tidak terlalu melampiaskan emosinya, karena di luar acara pertunangan masih berlangsung.“Maaf ....”Hanya kata itu yang dapat Diko katakan, lidahnya terasa kelu. Terlebih ia baru saja patah hati membuat dirinya semakin terpuruk.“Untuk apa kamu datang ke sini, ingin merusak acara adikku iya?” tukas Vino dengan penuh amarah sambil mengepalkan k
Hari pertunangan Thalita dan Adrian tiba, restoran Vino telah dihias sedemikian rupa hingga tampak sangat indah. Dengan hiasan bunga mawar putih yang mendominasi, membuat suasana malam semakin romantis.Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan, Dara dan Vino mewakili keluarga Thalita untuk menyambut para tamu lalu mempersilakan mereka menempati tempat duduk masing-masing menanti kedua calon untuk memasuki ruangan acara dan saling bertukar cincin tunangan.“Apa kamu sudah benar-benar yakin Sayang mengambil keputusan ini untuk bertunangan dengan Adrian?” tanya pak Tio memastikan lagi perasaan Thalita, ia tak ingin putrinya sampai kecewa untuk kedua kalinya.“Iya Yah, meski Diko sudah kembali aku tidak mau terjebak lagi dengan cinta palsunya,” ujar Thalita dengan tatapan sendu.“Apa pun keputusan kamu ayah pasti mendukung, ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Ayah berharap kamu akan selalu bahagia ya Sayang,” kata pak Tio dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka putri kecilny
Rapat dengan klien di kantor, baru saja usai. Kini Thalita tengah sibuk mengerjakan tugas dari Diko sedangkan Adrian melanjutkan rapatnya di luar bersama klien tadi tanpa ditemani Thalita, karena mereka akan meninjau lokasi yang akan digunakan untuk event perusahaan klien tersebut.[Sayang, sepertinya aku akan pulang terlambat. Kamu pulang naik taksi online dulu tidak papa ya?] ~ Adrian[Iya, Mas.] ~ ThalitaSetelah membalas pesan Adrian, Thalita kembali melanjutkan pekerjaannya agar bisa selesai sebelum jam kantor berakhir. Meski Diko memberinya waktu hingga besok, namun Thalita tak mau menunda pekerjaannya untuk itu ia memilih segera menyelesaikannya hari ini. Selesai dengan tugasnya, Thalita segera mengantar dokumennya kembali ke ruangan Diko untuk diperiksa. Thalita mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada jawaban dari sang pemilik, akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk dan meletakkan dokumen tersebut di meja Diko.Thalita mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, n