Home / Romansa / Balada Duda - Janda / 15. Mungkin Nanti

Share

15. Mungkin Nanti

Author: Chida
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ucapan saya kemarin." Regantara menatap Rubi tajam.

Rubi kembali menoleh ke arah kedua pegawainya.

"Saya sudah melupakannya," jawab Rubi kembali melakukan kegiatannya.

"Saya rasa nggak, saya minta kamu nggak berpikiran macam-macam dengan apa yang saya katakan kemarin. Saya nggak ada maksud apa-apa." Regantara meletakkan kedua tangannya di atas meja kasir sehingga posisi tubuhnya sedikit membungkuk.

"Saya nggak mikir macam-macam. Sebaiknya Bapak meninggalkan tempat ini sebelum dua karyawan saya yang malah nantinya berpikir macam-macam tentang kita," ujar Rubi masih melanjutkan perhitungan pendapatannya.

"Ok kalo begitu," ucap Regantara melihat Rubi dana dua pegawainya bergantian lalu lelaki bertubuh ringgi itu pun pergi dari ruangan itu.

Mobil Regantara belum beranjak dari pelataran parkir toko roti Rubi sudah lebih dari satu jam. Regantara memilih menunggu Rubi menutup toko rotinya agar dia bisa banyak bicara tentang kesalahpahaman antara mereka.

"Halo, Mbak ... ini sudah jam tujuh,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (12)
goodnovel comment avatar
Idadalia Mutiara79
Pepet terus jgn sampe kendooorrrr. kolor aza a kendor....
goodnovel comment avatar
Poernama
Kalau Rubi ngga mau biar aku yg menampung mu Pak Regant aku yg ter Regant"
goodnovel comment avatar
Rudyanto Tjandra
maju terus pantang mundur.... ya regan....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Balada Duda - Janda   16. Makan Malam Yang Tertunda

    Sudah lebih satu minggu sejak pertemuan Regantara dan Rubi, mereka tak lagi pernah bertemu. Seingat Rubi saat itu Winda datang hanya menyampaikan pesan selama satu minggu ke depan makan malam Regantara sementara diliburkan tanpa alasan apapun."Pak Regan jarang keliatan ya Mbak," kata Bono."Hhmm ...." Rubi tak menggubris."Katanya pulang ke Jakarta, Bon," sahut Yanti."Oh, mungkin kangen istri," ujar Bono.Rubi hanya melihat dua pegawainya itu sejenak, lalu berusaha mengalihkan pikirannya. Benar kata Bono, mungkin Regan rindu mendiang istrinya bahkan kedua anaknya."Bon, nanti aku di turunkan di Latto Mart ya, mau cari sesuatu," kata Rubi."Di tungguin nggak, Mbak?" tanya Bono lagi sambil bersiap untuk pulang sore itu."Enggak usah, nanti aku pulang sendiri aja," ucap Rubi lalu meraih tas selempangnya.Memasuki supermarket besar di kota Semarang, Rubi mendorong troli mengitari rak demi rak."Papa, Kay mau yang ini ya. Kay mau beli tiga."Seorang anak perempuan dengan rambut kuncir k

  • Balada Duda - Janda   17. Teman?

    "Apa tujuan Bapak selalu saja membuat saya merasa tidak nyaman." Regantara meletakkan setengah pizza yang telah dia makan. Membersihkan kedua tangannya dengan tisue lalu meneguk air mineral kemasan botol."Enggak nyaman?""Iya, saya merasa terganggu. Pertama Bapak tiba-tiba ingin catering untuk di antar setiap malam," ujar Rubi."Karena saya sakit—""Lalu kedua, Bapak tiba-tiba memesan kamar hotel tanpa persetujuan saya.""Karena kalau kalian pulang malam itu bahaya, kamu tau medannya seperti apa ...." Regan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Ketiga, tiba-tiba Bapak kembali datang dengan dalih minta maaf." Sorot mata Rubi begitu tajam menatap Regantara."Lalu ke em—""Saya datang malam ini hanya untuk mengajak kamu makan malam, bisakah kita menjadi teman? saya ingin mengenal kamu begitu pun sebaliknya, hanya itu tujuan saya," ucap Regantara melipat tangannya di depan dada. Mata mereka saling bersitatap, Rubi terdiam perlahan dia turunkan pandangannya. Helaan napas janda

  • Balada Duda - Janda   18. Cemburu

    "Win, berkas yang kemarin saya suruh taruh di atas meja saya, kamu ambil lagi?" tanya Regantara pagi itu di ruangan kerjanya."Iya Pak, saya simpan lagi karena belum Bapak tanda tangani," jawab Winda."Nanti bawa lagi kemari, segera saya tanda tangani. Oh ya, Win ... siang ini Pak Wahyu datang ke kantor kita. Tolong kamu siapkan semua ya, dari hotel hingga makanan dan tim untuk survey ke lokasi yang baru lusa nanti." Regantara kembali berkutat dengan laptopnya.Semalam Wahyu, ayah mertuanya mengatakan akan melakukan kunjungan ke Semarang. Dia ingin melihat langsung hasil kerja Regantara yang memang berhasil setelah hampir enam bulan."Baik, Pak," jawab Winda lalu meninggalkan ruangan Regantara.Tepat pukul dua siang sesuai perkiraan , Wahyu sudah sampai di Semarang. Lelaki bertubuh tegap itu melihat keseluruhan kantor yang menantunya kelola. "Setiap ruangan Regan buat seperti kantor kita di Jakarta, Pa. Meski karyawannya tidak sebanyak di sana, tapi lebih tetata saja kalau sewaktu-wa

  • Balada Duda - Janda   19. Mantan Suami

    "Mbak ... Mbak tau nggak?" Bono datang sambil menurunkan nada suaranya."Apa?" Rubi menghentikan kegiatannya memasukkan sayur ke dalam mangkuk."Ternyata Pak Regan itu duda ....""Apa?!" Yanti yang ternyata berdiri di belakang mereka pun terkejut mendengarnya. "Yanti!" Rubi dan Bono bersama menoleh ke belakang."Serius?" tanya Yanti."Iya, dia duda," ujar Rubi."Apa?! Kali ini Yanti dan Bono sama terkejutnya."Mbak Rubi tau?" tanya Bono."Iya, duda anak dua, istrinya meninggal karena covid," jelas Rubi."Kok Mbak Rubi tau?" Yanti kembali bertanya."Kalian kenapa sih?" Rubi tertawa melihat wajah kebingungan dua pegawainya itu."Mbak Rubi sudah tau lama?" Bono semakin penasaran.Rubi mengangguk hingga membuat dua pegawainya itu mengatup bibir mereka tak percaya."Woo ... angel iki angel," ujar Yanti terduduk di lantai."Koe ngopo e, Yan (kamu kenapa, Yan)?" Bono tertawa melihat Yanti mengusap dadanya dengan wajah sendu."Duda, Bon. Semakin besar harapanku," ujar Yanti."Ojo ngimpi, car

  • Balada Duda - Janda   20. Minggu Pagi

    "Mantan suami saya," jawab Rubi melepaskan tangan Regantara dari pundaknya. "Terimakasih karena sudah membantu saya, Pak. Sudah malam, saya permisi," ucap Rubi sambil mencari-cari dimana kunci motornya berada. "Sialan." Rubi teringat kunci motornya ada pada Dimas."Saya antar kamu pulang, ini sudah malam. Motor masukkan kembali ke toko, bisa kan?"Rubi mengangguk, bagaimanapun ini sudah malam. Rubi juga takut jika Dimas masih membuntutinya."Kenapa dia datang?" tanya Regantara setelah beberapa menit mereka saling terdiam di dalam mobil."Entah," jawab Rubi singkat."Apa sesering itu?"Rubi menggelengkan kepalanya, "dia datang hanya untuk mengancam," jawab Rubi lalu mengusap air matanya."Kenapa?""Saya enggak tau, memang seperti itu hidupnya," kata Rubi."Perpisahan kalian— maksud saya, kalian bercerai tidak dengan baik-baik?""Tidak ada pasangan menikah lalu bercerai secara baik-baik, Pak. Apalagi dikarenakan pihak ketiga," ucap Rubi."Maaf," ujar Regantara tak enak hati."Saya hanya

  • Balada Duda - Janda   21. Secangkir Teh Hangat

    Regantara sesekali melihat kaca spionnya, beberapa kali juga mata mereka saling bertemu. Sedangkan Rubi masih tak habis pikir dengan sikap Regantara belakangan ini. "Memang Tama mau cari buku apa?" tanya Regantara memecah keheningan. "Om temannya Bunda? Kok aku nggak pernah liat." Tanpa menjawab pertanyaan Regantara, Tama malah bertanya kedekatan Rubi dan Regan. "Tama ...." Rubi yang duduk di belakang berusaha memberikan pengertian pada Tama. "Om Regan ini pemilik perusahaan tempat cateringnya Bunda." "Oh, kok bisa datang ke rumah kita?" tanya Tama tanpa berpikir jika pertanyaannya itu membuat dua orang dewasa itu saling pandang. "Karena kemarin Bunda Tama cerita tentang Tama, jadi Om ingin kenal dengan Tama lebih dekat. Kita bisa jadi teman, mungkin?" Regantara hati-hati sekali menjawab pertanyaan anak berusia 10 tahun itu. "Kita beda umur Om, mana mungkin bisa berteman," jawab Tama singkat. "Tama ...." Rubi menekan suaranya berusaha memperingati sang putra agar berkata yang l

  • Balada Duda - Janda   22. Pelan-pelan Saja

    "Jadi Dimas datang?" tanya Inggit sore itu di toko roti Rubi."Iya, kacau ... penampilannya lebih kacau dari biasanya," kata Rubi menyesap teh hangat yang baru saja disajikan Rini."Ngapain lagi sih biang kerok itu nongol, ngajak balikan? Mending kelakuan berubah tapi tetap aja begitu," kata Inggit kesal."Wong ora duwe otak yo ngono, Mbak Inggit," celetuk Bono yang sedang berada di meja kasir. "Kalo ketemu aku udah hancur kali mukanya, untung aja kemarin ada yang nolong.""Siapa?" tanya Inggit penasaran."Bos Semprul," kata Bono sambil senyum-senyum."Siapa Bos Semprul?" Inggit semakin penasaran."Itu yang tinggal di apartemen seberang," ujar Bono melirik ke arah Rubi."What? Serius? Ooh so sweet pasti ya," ucap Inggit sambil bergelayut manja di lengan Rubi."Opo toh, Nggit," sungut Rubi menjauhkan kepala Inggit dari pundaknya sambil tertawa."Eh tapi suami orang, kan?" Inggit mengingat kembali. "Ah, bahaya Bi.""Duda, Mbak Inggit. Emang nasib baik Mbak Rubi," ujar Bono lagi."Wah, g

  • Balada Duda - Janda   23. Buat Itu Lebih Simpel

    "Kenapa nggak bareng Bono tadi sekalian, jalanan licin habis hujan pake motor hati-hati, Bi," pesan Widya."Kalo bareng Bono lama, Bu. Enggak apa-apa, Rubi pelan-pelan kok." Rubi menyalakan motornya. "Rubi berangkat, Bu."Cuaca pagi itu masih mendung, sedari subuh hujan sudah mengguyur kota Semarang. Baru setengah jam yang lalu hujan berhenti. Rubi memutuskan naik motor karena masih banyak urusan yang harus dia selesaikan salah satunya ke sekolah Tama membayarkan iuran bulanan sekolah.Rubi melajukan motornya tidak terlalu kencang, rata-rata kecepatan per km. Entah apa yang terjadi, seketika motor Rubi goyang dan tidak dapat di kendalikan."BRAK ...."Rubi mendapati dirinya berada di sebuah klinik setelah seorang ibu menolongnya saat itu. Dengan luka di bagian lutut dan pergelangan kaki yang terasa nyeri, serta bagian tangan yang memar biru Rubi pun menghubungi Bono."Booon," teriak Rubi saat melakukan sambungan video."Mbak, kamu dimana? Kok tiduran?" tanya Bono yang sedang melayani

Latest chapter

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 15 : Takdir Cinta

    Sudah hampir setahun keluarga Regantara tak datang kembali ke Jakarta, dan khusus tahun ini bertepatan dengan hari ulang tahun almarhum Debby mereka kembali datang. Sebelum sampai di rumah mantan mertuanya, Regantara menyempatkan diri berkunjung ke makam istri pertamanya. Regantara dan Rubi beserta ke empat anak mereka duduk bersimpuh bersisian dengan gundukan tanah berbalut rumput yang di rawat dengan baik. "Apa kabar, Ma?" Suara lirih Kayma membuka keheningan diantara mereka. Sambil mengusap nisan sang Ibu, mata gadis itu pun berkaca-kaca. Ingin rasanya dia bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini. Terlebih tentang cerita antara dia dan Tama, jika pun waktu bisa kembali dan berjalan tidak seperti saat ini, bisa jadi jodohnya adalah Tama. "Arsa, pimpin doa," ujar Regantara. Beberapa saat Arsa memimpin doa, Rubi ikut menaburkan bunga di atas gundukan tanah itu lalu dia merangkul pundak Kayma mengusapnya lembut. "Papa tinggal sebentar ya, Bunda dan anak-anak jika ingin men

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 14 : Menutup Masa Lalu

    "Sudah berapa lama kenal Kayma?" tanya Tama dengan napas memburu sambil men-dribel bolanya."Setengah tahun," jawab Saka berusaha meraih bola yang berada di dalam kekuasaan Tama."Sejauh apa?" tanya nya lagi memutar tubuhnya menghindari gerakan Saka."Sampai saat ini masih berteman dan mungkin sebentar lagi akan lebih dari sekedar teman."Tama menghentikan gerakannya, matanya menatap tajam ke arah Saka. Denga satu kali gerakan dia melambungkan bola basket dan tepat masuk ke dalam ring."Benar kata Arsa, permainan Mas Tama keren juga," ujar Saka bergantian memainkan bola yang sudah berada di tangannya.Tama mengindahkan perkataan Saka, masih terngiang di telinganya ucapan Saka yang baru saja terlontar."Lalu menurut kamu, Kayma suka sama kamu?" Tama sekarang bergantian memperebutkan bola di tangan Saka."Ibarat kata orang tua dulu, alon alon waton kelakon. Semua melalui proses Mas, dan kami sedang dalam proses itu," jawab Saka memutar tubuhnya dan memasukkan bola ke dalam ring."Keren

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 13 : Pertanyaan Di Hati

    Pukul sembilan lebih lima belas menit Tama berdiri di ambang pintu rumah besar milik Regantara. Kehadiran dirinya membuat kaget seisi rumah. Rubi berlari memeluk anak pertamanya itu, tangis rindunya tak dapat lagi di bendung."Kenapa nggak bilang kalo pulang, Nak?" Rubi masih memeluk tubuh tegap itu."Surprise, Bunda." Rubi melepaskan pelukannya, memberi ruang pada Tama untuk melepas rindu juga pada Regantara. "Sebenarnya Papa sudah tau dari Ayah kamu," ujar Regantara memeluk erat tubuh putra tirinya. "Tapi Papa nggak tau kamu sampainya hari ini." Regantara menepuk pundak Tama. "Sudah besar kamu, Nak." Mata binar memancarkan kebanggaan dari mata Regantara."Mas Tama," ucap Qiara yang juga menangis karena haru."Adik Mas Tama sudah besar, peluk dong.""Mas Tama ...." Qiara menangis karena rindu, saat di tinggal oleh Tama umurnya masih 6 tahun masih terlalu muda melepas kepergian kakak kandungnya itu."Kangen, ya?" Qiara pun menjawab dengan anggukan. Mata Tama mengarah pada sosok tubu

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 12 : Kangen Rumah

    Ghea duduk menunggu di taman kota tak jauh dari apartemen mereka, tadi sepulang dari kampus dia mengabari Tama untuk menemuinya di sana. Alasannya, agar bisa langsung makan untuk malam ini di luar. Karena minggu ini dia berjanji akan mentraktir Tama."Hai." Suara Tama mengagetkan Ghea. Gadis berambut sebahu itu menoleh. Hari itu, entah mengapa dia melihat Tama lebih tampan dari biasanya."Kok ganteng ...." Kali ini Ghea memutar tubuhnya memastikan Tama memang benar-benar beda hari itu."Kan mau di traktir, emang nggak boleh ganteng?""Jangan ganteng-ganteng, kalo aku naksir gimana?" candanya."Haha ... jadi ada kabar apa?" tanya Tama sambil menyodorkan minuman kaleng oeghangat tubuh."Duduk sini." Ghea menepuk sisi sebelah kirinya lalu mengeluarkan amplop dari tas punggungnya. "Ini.""Apa?""Masih ingat kan kalo aku pernah cerita aku mengajukan beasiswa lagi untuk melanjutkan belajar di negara ini?""Iya," jawab Tama sambil membuka amplop itu dan perlahan membacanya. "Ghe, ini serius?

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 11 : Pilihan Aku Jatuh Di Kamu

    "Jadi?" tanya Hesti sambil menunggu Kayma membereskan buku-bukunya."Jadi sih, tapi kamu temenin ya. Enggak enak kalo sendirian, nanti kesannya aku ada apa-apa.""Ya ampun, Kay. Ada apa-apa juga enggak apa-apa, selagi dia masih single bukan milik siapa-siapa. Ya lanjut aja," kata Hesti ikut meraih tas punggungnya."Emang enggak ada apa-apa, Hes. Kamu jangan mulai deh.""Kamu mau sampe kapan sih mikirin Mas Tama?"Kayma masih terus berjalan di koridor sekolah, kakinya selalu berat melangkah jika nama Tama di sebut."Enggak ada hubungannya sama Mas Tama, Hes.""Ya jelas ono, wong kamunya aja gagal move on. Pangeran di depan mata aja ketutup," sungut Hesti. "Sing tak pikirke ki Bunda, pasti sedih lihat kalian seperti ini. Saudara bukan, kekasih juga bukan tapi masih memendam cinta. Ayolah, Kay ... Saka juga nggak jauh lebih baik dari Mas Tama. Mas Tama boleh saja jadi cinta pertama kamu tapi, mungkin Saka atau lelaki-lelaki di luar sana yang akan menjadi masa depan kamu."Kayma menghenti

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 10 : Masih Ingat Dia

    Ghea beranjak dari tempat tidurnya, sudah dua hari ini dia merasakan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, apalagi di tambah dengan halangan yang biasa setiap bulan kaum wanita dapatkan. "Just a minute," ujarnya dengan suara yang sedikit berat. Ghea membukakan pintu apartemennya. Tama sudah berdiri membawa beberapa paper bag makanan. "Masih pagi, Tam ... masuk," ucapnya mempersilahkan Tama untuk masuk. "Aku bawain sarapan pagi," kata Tama yang langsung menuju dapur. "Setelah makan minum obatnya." Tama menyalakan kompor untuk memasak air. Sejak dua hari lalu saat Ghea mengatakan dia sakit, Tama lah yang mondar-mandir memastikan keadaan gadis itu. Maklum saja Ghea adalah perantau luar negara yang tidak mempunyai siapa-siapa. Dan Tama merasa mempunyai kewajiban karena mereka hidup sendiri di negara orang. Ghea menguncir rambutnya hingga tinggi menampakkan leher jenjangnya, dia masih terduduk lemas di sofa. "Di minum teh nya, makan ini." Tama memberikan sebungkus sandwich pada Ghea

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 9 : Membuka Hati

    Kayma masih mengenakan piyamanya pagi itu, dia berdiri di sandaran pintu kaca besar yang menghubungkan ruang makan pada taman samping rumah. Suara riuh Qiara yang bersorak tadi membangunkannya. Pandangannya jatuh pada tubuh atletis Saka yang tak mengenakan kaos, hanya dengan celana pendek Tama yang dia berikan semalam. Saka sedang asyik men-dribel bola basket dan mengecoh gerakan Arsa. "Yeay ... Qia tim Abang Saka. Semangat Abang," sorak Qiara. "Abang?" Kayma bergumam. "Eh Kak Kay udah bangun." Qiara menghampiri Kayma lalu menggandeng tangan sang Kakak dan duduk di kursi panjang. "Iya, soalnya kamu berisik," kekeh Kayma sambil mengusak rambut Qiara. Saka menghentikan permainannya, matanya menatap Kayma lalu tersenyum. Tubuh berpenuh peluh itu begitu terlihat silau terkena pantulan matahari. "Qiara kalo udah gede pengen punya pacar kayak Abang, ganteng baik lagi." "Anak kecil, mikirnya." Kayma meraup wajah Qiara. "Emang Kakak nggak suka ya? Kalo Kakak nggak suka nanti Qia bilang

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 8 : Menginap

    "Apa kabar, Kay?" Saka mengulurkan tangannya pada Kayma."Baik," jawab Kayma masih tak percaya lelaki berseragam itu ada di supermarket. "Kok ada di sini?" tanya Kayma sambil mengerutkan keningnya."Mm ... belanja," jawab Saka bohong."Hah?""Aku ... itu, belanja ... iya belanja.""Oh ....""Kamu, sendirian?""Sama Bunda di sana ... oh iya aku butuh butter dan mayonaise." Cepat-cepat Kayma meraih barang yang di minta oleh Rubi. "Saka, maaf ya aku harus pu—""Saka? Wah kebetulan sekali ketemu di sini. Sedang libur tugas?" Rubi berjalan menghampiri mereka."I-iya Tante, libur.""Kapan masuk?""Besok, Tante ....""Kalo gitu ikut Tante, makan malam di rumah, ya.""Tapi—""Tante nggak terima penolakan loh, kamu pulang sekarang juga ngapain, kan libur?""Iya, tapi—"Mata Saka sekilas menatap Kayma, rasanya kemarin saat Rubi menelponnya skenarionya hanya makan malam tidak ada menginap di rumah keluarga mereka."Kay, ayo kita antri di kasir. Saka, bisa minta tolong di dorongan troli nya ya,"

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 7 : Suatu Kebetulan

    "Hah? Cowok berseragam ... si Mas-mas Taruna? Serius?" Hesti terkejut saat Kayam menceritakan bahwa dia dan pemuda berseragam bernama Saka saling kenal. "Oh, bapaknya siap namanya?" "Saka." "Nah iya si Saka itu ternyata bapaknya satu komunitas dengan Papa Regan?" "Iya, kemarin sebelum mereka pulang, Papa mengundang keluarga Saja untuk makan siang di resto Bunda." "Ya ampun, Kay. Jodoh emang nggak kemana ya." "Jodoh apaan?" "Jodoh Mas Taruna lah .... Terus ada kelanjutannya?" tanya Hesti penasaran. "Kemarin minta nomer hp." "Aduh duuuh, Kay. Mbok kamu kasih?" "Enggak." "Laaah ... yo ngopi, Kay. Di kasih to yah, emang kenapa sih? Buka hati Kay, anggaplah berteman dulu kan nggak harus pacaran. Emang kamu bisa pastiin Mas Tama di sana nggak punya pacar?" Kayma terdiam, apa pula haknya memikirkan Tama. Bahkan lelaki yang pernah mengisi hatinya itu pun tak pernah sedikitpun menanyakan kabarnya atau sekali saja menelpon untuk mendengar suaranya. "Tapi dia kasih nomer hp nya?" H

DMCA.com Protection Status