Beranda / Romansa / Balada Duda - Janda / 11. Gara-gara Gerd

Share

11. Gara-gara Gerd

Penulis: Chida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Oh, jadi bos semprul itu ke toko kemarin sore?" tanya Bono sambil meletakkan kontainer makanan yang berisi ayam kecap.

"Iya, memangnya kemarin dia nanyain aku?" tanya Rubi berharap pertanyaannya itu tidak memancing Bono dalam berpikiran yang tidak-tidak.

"Dateng ke kafetaria, makan, terus setelah makan dia memang nanya Mbak Rubi," jelas Bono.

"Nanya nya gimana, Bon? Eh maksudku, dia nanya kenapa?" Rubi mengatup bibirnya lalu mengalihkan pandangannya ke lain tempat.

"Penasaran, Mbak?" Bono tertawa.

"Ish." Rubi mendengus kesal.

"Sayang ya Mbak, sudah punya istri. Mbak jangan sampe jatuh hati lah Mbak, bahaya kalo udah suka suami orang." Bono menepuk-nepuk tangannya setelah beres mengangkat masakan yang akan di bawa ke kantor Regantara.

"Mudah-mudahan nggak ya, Bon. Jangan sampe ...."

Rubi masuk ke dalam mobil menatap lalu lalang kendaraan pagi itu. Perkataan Bono bahkan teman-temannya silih berganti bermain di otaknya. Sebisa mungkin Rubi meredam getar-getar aneh di hatinya belakangan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (11)
goodnovel comment avatar
N’dank Widianing
Eits pak regan mulai modus nggak tuuuh mbak chida???
goodnovel comment avatar
winnie prass
acie....cie...cie....ihir icik iwir.....langkah pertama begitu menggoda selanjutnya terserah anda.....adakah yg masih inget dengan jargon trsbut???? ............
goodnovel comment avatar
Siti Kotijah
iso pak duda Regan nemenein mangan malam sekalian aku Yo gelem
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Balada Duda - Janda   12. Status Yang Sama

    Ini hari ke tujuh Rubi mengantarkan makan malam untuk Regan tapi kali ini dia mengantarkannya sendiri tanpa di temani Bono."Memang pacar kamu harus ya di apelin tiap malam Minggu?" seloroh Rubi dengan wajah cemberut."Minggu kemarin udah absen, Mbak. Lagian kan Mbak Rubi hanya mengantarkan seperti biasa, pencet bel, pintu terbuka, serahkan makanannya, lalu pulang. Enggak mungkin juga Pak Regan minta di temani makan," ujar Bono sambil tersenyum."Bukan begitu, Bon. Kamu tau Semarang ini kan kota yang gak besar-besar banget. Nanti kalo ada yang lihat aku masuk apartemen tanpa kamu, dengan statusku ini, gimana?" "Jangan dipikirin omongan orang, Mbak. Kita makan cari duit sendiri, eman-eman (sayang-sayang) pikiran dan hatimu kalo masih mikirin omongan orang. Wong jalurnya kita lurus kok, ora bengkok." Bono bersiap untuk pergi. "Aku jalan ya," ujarnya melambaikan tangan lalu berpamitan pada Widya."Sudah, antar saja ... bila perlu kamu kesana sama Mbok Inah kalo memang takut jadi omongan

  • Balada Duda - Janda   13. Pucuk Di Cinta Ulam Pun Tiba

    "Kabarnya bakal ada outbound minggu depan." Bono kembali dengan satu kantung kerupuk besar dan meletakkannya di atas meja."Kok tau?" tanya Rubi."Tadi kebetulan denger waktu aku jalan di belakang karyawan," jawab Bono."Oh," ucap Rubi santai."Kok oh aja toh, Mbak." Bono mencolek pundak Yanti."Kok aku sih, Bon." Yanti yang sedang menata lauk pauk di etalase pun merasa terganggu."Iki loh Yan, Mbak Rubi malah bilang oh aja. Mbok ya pengajuan biar catering kita di pake di sana. Kan lumayan," ujar Bono mengutarakan idenya."Kalo kayak gitu itu, biasanya dari penginapannya udah nyediain, Bon," jelas Rubi sambil tertawa."Oh.'"Tuh sekarang kamu yang gantian bilang oh." Rubi menggelengkan kepalanya."Kukira bisa gitu, misalnya catering kita yang di pakai.""Eh Mbak, Bu Winda tuh," ujar Yanti saat melihat Winda memasuki kafetaria. "Biasanya bawa kabar baik.""Selamat siang semua," sapa Winda ramah."Siang, Bu," jawab ketiga orang itu bersamaan."Aku bawa kabar baik nih," ujar Winda menari

  • Balada Duda - Janda   14. Salah Paham

    "Gimana, Bon?" tanya Rubi masih memegang kunci kamar yang diberikan Winda untuk mereka. "Bener juga sih Mbak, hujan benar-benar deras. Apalagi medan perjalanannya Mbak tau sendiri seperti apa. Sebaiknya kita terima tawaran Bos Semprul," ucap Bono diikuti anggukan Yanti."Iya, Mbak. Serem juga pulang sudah kemalaman seperti ini." Yanti mengeratkan cardigannya.Cuaca semakin buruk di luar sana, hujan deras diiringi suara petir yang saling bersahutan."Ya sudah, kita cari aman aja, ya." Rubi akhirnya mengalah. "Ini kunci kamar kamu, Bon dan ini kunci kamar kita, Yan. Kalian duluan aja, aku mau telpon ibu dan Tama."Rubi berjalan ke ujung jendela besar ruangan itu, hujan semakin deras di luar sana. Cuaca di Semarang akhir-akhir ini memang begitu ekstrim. "Halo, Ibu," ucap Rubi saat sambungan teleponnya terhubung."Rubi, kamu dimana? hujan di sana? kalo bisa kamu menginap di sana saja, Nduk. Ibu takut kalian jalan pulang malah nggak aman." Suara Ibu Widya begitu khawatir."Iya, Bu. Ini Ru

  • Balada Duda - Janda   15. Mungkin Nanti

    "Ucapan saya kemarin." Regantara menatap Rubi tajam.Rubi kembali menoleh ke arah kedua pegawainya."Saya sudah melupakannya," jawab Rubi kembali melakukan kegiatannya."Saya rasa nggak, saya minta kamu nggak berpikiran macam-macam dengan apa yang saya katakan kemarin. Saya nggak ada maksud apa-apa." Regantara meletakkan kedua tangannya di atas meja kasir sehingga posisi tubuhnya sedikit membungkuk."Saya nggak mikir macam-macam. Sebaiknya Bapak meninggalkan tempat ini sebelum dua karyawan saya yang malah nantinya berpikir macam-macam tentang kita," ujar Rubi masih melanjutkan perhitungan pendapatannya."Ok kalo begitu," ucap Regantara melihat Rubi dana dua pegawainya bergantian lalu lelaki bertubuh ringgi itu pun pergi dari ruangan itu.Mobil Regantara belum beranjak dari pelataran parkir toko roti Rubi sudah lebih dari satu jam. Regantara memilih menunggu Rubi menutup toko rotinya agar dia bisa banyak bicara tentang kesalahpahaman antara mereka."Halo, Mbak ... ini sudah jam tujuh,

  • Balada Duda - Janda   16. Makan Malam Yang Tertunda

    Sudah lebih satu minggu sejak pertemuan Regantara dan Rubi, mereka tak lagi pernah bertemu. Seingat Rubi saat itu Winda datang hanya menyampaikan pesan selama satu minggu ke depan makan malam Regantara sementara diliburkan tanpa alasan apapun."Pak Regan jarang keliatan ya Mbak," kata Bono."Hhmm ...." Rubi tak menggubris."Katanya pulang ke Jakarta, Bon," sahut Yanti."Oh, mungkin kangen istri," ujar Bono.Rubi hanya melihat dua pegawainya itu sejenak, lalu berusaha mengalihkan pikirannya. Benar kata Bono, mungkin Regan rindu mendiang istrinya bahkan kedua anaknya."Bon, nanti aku di turunkan di Latto Mart ya, mau cari sesuatu," kata Rubi."Di tungguin nggak, Mbak?" tanya Bono lagi sambil bersiap untuk pulang sore itu."Enggak usah, nanti aku pulang sendiri aja," ucap Rubi lalu meraih tas selempangnya.Memasuki supermarket besar di kota Semarang, Rubi mendorong troli mengitari rak demi rak."Papa, Kay mau yang ini ya. Kay mau beli tiga."Seorang anak perempuan dengan rambut kuncir k

  • Balada Duda - Janda   17. Teman?

    "Apa tujuan Bapak selalu saja membuat saya merasa tidak nyaman." Regantara meletakkan setengah pizza yang telah dia makan. Membersihkan kedua tangannya dengan tisue lalu meneguk air mineral kemasan botol."Enggak nyaman?""Iya, saya merasa terganggu. Pertama Bapak tiba-tiba ingin catering untuk di antar setiap malam," ujar Rubi."Karena saya sakit—""Lalu kedua, Bapak tiba-tiba memesan kamar hotel tanpa persetujuan saya.""Karena kalau kalian pulang malam itu bahaya, kamu tau medannya seperti apa ...." Regan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Ketiga, tiba-tiba Bapak kembali datang dengan dalih minta maaf." Sorot mata Rubi begitu tajam menatap Regantara."Lalu ke em—""Saya datang malam ini hanya untuk mengajak kamu makan malam, bisakah kita menjadi teman? saya ingin mengenal kamu begitu pun sebaliknya, hanya itu tujuan saya," ucap Regantara melipat tangannya di depan dada. Mata mereka saling bersitatap, Rubi terdiam perlahan dia turunkan pandangannya. Helaan napas janda

  • Balada Duda - Janda   18. Cemburu

    "Win, berkas yang kemarin saya suruh taruh di atas meja saya, kamu ambil lagi?" tanya Regantara pagi itu di ruangan kerjanya."Iya Pak, saya simpan lagi karena belum Bapak tanda tangani," jawab Winda."Nanti bawa lagi kemari, segera saya tanda tangani. Oh ya, Win ... siang ini Pak Wahyu datang ke kantor kita. Tolong kamu siapkan semua ya, dari hotel hingga makanan dan tim untuk survey ke lokasi yang baru lusa nanti." Regantara kembali berkutat dengan laptopnya.Semalam Wahyu, ayah mertuanya mengatakan akan melakukan kunjungan ke Semarang. Dia ingin melihat langsung hasil kerja Regantara yang memang berhasil setelah hampir enam bulan."Baik, Pak," jawab Winda lalu meninggalkan ruangan Regantara.Tepat pukul dua siang sesuai perkiraan , Wahyu sudah sampai di Semarang. Lelaki bertubuh tegap itu melihat keseluruhan kantor yang menantunya kelola. "Setiap ruangan Regan buat seperti kantor kita di Jakarta, Pa. Meski karyawannya tidak sebanyak di sana, tapi lebih tetata saja kalau sewaktu-wa

  • Balada Duda - Janda   19. Mantan Suami

    "Mbak ... Mbak tau nggak?" Bono datang sambil menurunkan nada suaranya."Apa?" Rubi menghentikan kegiatannya memasukkan sayur ke dalam mangkuk."Ternyata Pak Regan itu duda ....""Apa?!" Yanti yang ternyata berdiri di belakang mereka pun terkejut mendengarnya. "Yanti!" Rubi dan Bono bersama menoleh ke belakang."Serius?" tanya Yanti."Iya, dia duda," ujar Rubi."Apa?! Kali ini Yanti dan Bono sama terkejutnya."Mbak Rubi tau?" tanya Bono."Iya, duda anak dua, istrinya meninggal karena covid," jelas Rubi."Kok Mbak Rubi tau?" Yanti kembali bertanya."Kalian kenapa sih?" Rubi tertawa melihat wajah kebingungan dua pegawainya itu."Mbak Rubi sudah tau lama?" Bono semakin penasaran.Rubi mengangguk hingga membuat dua pegawainya itu mengatup bibir mereka tak percaya."Woo ... angel iki angel," ujar Yanti terduduk di lantai."Koe ngopo e, Yan (kamu kenapa, Yan)?" Bono tertawa melihat Yanti mengusap dadanya dengan wajah sendu."Duda, Bon. Semakin besar harapanku," ujar Yanti."Ojo ngimpi, car

Bab terbaru

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 15 : Takdir Cinta

    Sudah hampir setahun keluarga Regantara tak datang kembali ke Jakarta, dan khusus tahun ini bertepatan dengan hari ulang tahun almarhum Debby mereka kembali datang. Sebelum sampai di rumah mantan mertuanya, Regantara menyempatkan diri berkunjung ke makam istri pertamanya. Regantara dan Rubi beserta ke empat anak mereka duduk bersimpuh bersisian dengan gundukan tanah berbalut rumput yang di rawat dengan baik. "Apa kabar, Ma?" Suara lirih Kayma membuka keheningan diantara mereka. Sambil mengusap nisan sang Ibu, mata gadis itu pun berkaca-kaca. Ingin rasanya dia bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini. Terlebih tentang cerita antara dia dan Tama, jika pun waktu bisa kembali dan berjalan tidak seperti saat ini, bisa jadi jodohnya adalah Tama. "Arsa, pimpin doa," ujar Regantara. Beberapa saat Arsa memimpin doa, Rubi ikut menaburkan bunga di atas gundukan tanah itu lalu dia merangkul pundak Kayma mengusapnya lembut. "Papa tinggal sebentar ya, Bunda dan anak-anak jika ingin men

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 14 : Menutup Masa Lalu

    "Sudah berapa lama kenal Kayma?" tanya Tama dengan napas memburu sambil men-dribel bolanya."Setengah tahun," jawab Saka berusaha meraih bola yang berada di dalam kekuasaan Tama."Sejauh apa?" tanya nya lagi memutar tubuhnya menghindari gerakan Saka."Sampai saat ini masih berteman dan mungkin sebentar lagi akan lebih dari sekedar teman."Tama menghentikan gerakannya, matanya menatap tajam ke arah Saka. Denga satu kali gerakan dia melambungkan bola basket dan tepat masuk ke dalam ring."Benar kata Arsa, permainan Mas Tama keren juga," ujar Saka bergantian memainkan bola yang sudah berada di tangannya.Tama mengindahkan perkataan Saka, masih terngiang di telinganya ucapan Saka yang baru saja terlontar."Lalu menurut kamu, Kayma suka sama kamu?" Tama sekarang bergantian memperebutkan bola di tangan Saka."Ibarat kata orang tua dulu, alon alon waton kelakon. Semua melalui proses Mas, dan kami sedang dalam proses itu," jawab Saka memutar tubuhnya dan memasukkan bola ke dalam ring."Keren

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 13 : Pertanyaan Di Hati

    Pukul sembilan lebih lima belas menit Tama berdiri di ambang pintu rumah besar milik Regantara. Kehadiran dirinya membuat kaget seisi rumah. Rubi berlari memeluk anak pertamanya itu, tangis rindunya tak dapat lagi di bendung."Kenapa nggak bilang kalo pulang, Nak?" Rubi masih memeluk tubuh tegap itu."Surprise, Bunda." Rubi melepaskan pelukannya, memberi ruang pada Tama untuk melepas rindu juga pada Regantara. "Sebenarnya Papa sudah tau dari Ayah kamu," ujar Regantara memeluk erat tubuh putra tirinya. "Tapi Papa nggak tau kamu sampainya hari ini." Regantara menepuk pundak Tama. "Sudah besar kamu, Nak." Mata binar memancarkan kebanggaan dari mata Regantara."Mas Tama," ucap Qiara yang juga menangis karena haru."Adik Mas Tama sudah besar, peluk dong.""Mas Tama ...." Qiara menangis karena rindu, saat di tinggal oleh Tama umurnya masih 6 tahun masih terlalu muda melepas kepergian kakak kandungnya itu."Kangen, ya?" Qiara pun menjawab dengan anggukan. Mata Tama mengarah pada sosok tubu

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 12 : Kangen Rumah

    Ghea duduk menunggu di taman kota tak jauh dari apartemen mereka, tadi sepulang dari kampus dia mengabari Tama untuk menemuinya di sana. Alasannya, agar bisa langsung makan untuk malam ini di luar. Karena minggu ini dia berjanji akan mentraktir Tama."Hai." Suara Tama mengagetkan Ghea. Gadis berambut sebahu itu menoleh. Hari itu, entah mengapa dia melihat Tama lebih tampan dari biasanya."Kok ganteng ...." Kali ini Ghea memutar tubuhnya memastikan Tama memang benar-benar beda hari itu."Kan mau di traktir, emang nggak boleh ganteng?""Jangan ganteng-ganteng, kalo aku naksir gimana?" candanya."Haha ... jadi ada kabar apa?" tanya Tama sambil menyodorkan minuman kaleng oeghangat tubuh."Duduk sini." Ghea menepuk sisi sebelah kirinya lalu mengeluarkan amplop dari tas punggungnya. "Ini.""Apa?""Masih ingat kan kalo aku pernah cerita aku mengajukan beasiswa lagi untuk melanjutkan belajar di negara ini?""Iya," jawab Tama sambil membuka amplop itu dan perlahan membacanya. "Ghe, ini serius?

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 11 : Pilihan Aku Jatuh Di Kamu

    "Jadi?" tanya Hesti sambil menunggu Kayma membereskan buku-bukunya."Jadi sih, tapi kamu temenin ya. Enggak enak kalo sendirian, nanti kesannya aku ada apa-apa.""Ya ampun, Kay. Ada apa-apa juga enggak apa-apa, selagi dia masih single bukan milik siapa-siapa. Ya lanjut aja," kata Hesti ikut meraih tas punggungnya."Emang enggak ada apa-apa, Hes. Kamu jangan mulai deh.""Kamu mau sampe kapan sih mikirin Mas Tama?"Kayma masih terus berjalan di koridor sekolah, kakinya selalu berat melangkah jika nama Tama di sebut."Enggak ada hubungannya sama Mas Tama, Hes.""Ya jelas ono, wong kamunya aja gagal move on. Pangeran di depan mata aja ketutup," sungut Hesti. "Sing tak pikirke ki Bunda, pasti sedih lihat kalian seperti ini. Saudara bukan, kekasih juga bukan tapi masih memendam cinta. Ayolah, Kay ... Saka juga nggak jauh lebih baik dari Mas Tama. Mas Tama boleh saja jadi cinta pertama kamu tapi, mungkin Saka atau lelaki-lelaki di luar sana yang akan menjadi masa depan kamu."Kayma menghenti

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 10 : Masih Ingat Dia

    Ghea beranjak dari tempat tidurnya, sudah dua hari ini dia merasakan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, apalagi di tambah dengan halangan yang biasa setiap bulan kaum wanita dapatkan. "Just a minute," ujarnya dengan suara yang sedikit berat. Ghea membukakan pintu apartemennya. Tama sudah berdiri membawa beberapa paper bag makanan. "Masih pagi, Tam ... masuk," ucapnya mempersilahkan Tama untuk masuk. "Aku bawain sarapan pagi," kata Tama yang langsung menuju dapur. "Setelah makan minum obatnya." Tama menyalakan kompor untuk memasak air. Sejak dua hari lalu saat Ghea mengatakan dia sakit, Tama lah yang mondar-mandir memastikan keadaan gadis itu. Maklum saja Ghea adalah perantau luar negara yang tidak mempunyai siapa-siapa. Dan Tama merasa mempunyai kewajiban karena mereka hidup sendiri di negara orang. Ghea menguncir rambutnya hingga tinggi menampakkan leher jenjangnya, dia masih terduduk lemas di sofa. "Di minum teh nya, makan ini." Tama memberikan sebungkus sandwich pada Ghea

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 9 : Membuka Hati

    Kayma masih mengenakan piyamanya pagi itu, dia berdiri di sandaran pintu kaca besar yang menghubungkan ruang makan pada taman samping rumah. Suara riuh Qiara yang bersorak tadi membangunkannya. Pandangannya jatuh pada tubuh atletis Saka yang tak mengenakan kaos, hanya dengan celana pendek Tama yang dia berikan semalam. Saka sedang asyik men-dribel bola basket dan mengecoh gerakan Arsa. "Yeay ... Qia tim Abang Saka. Semangat Abang," sorak Qiara. "Abang?" Kayma bergumam. "Eh Kak Kay udah bangun." Qiara menghampiri Kayma lalu menggandeng tangan sang Kakak dan duduk di kursi panjang. "Iya, soalnya kamu berisik," kekeh Kayma sambil mengusak rambut Qiara. Saka menghentikan permainannya, matanya menatap Kayma lalu tersenyum. Tubuh berpenuh peluh itu begitu terlihat silau terkena pantulan matahari. "Qiara kalo udah gede pengen punya pacar kayak Abang, ganteng baik lagi." "Anak kecil, mikirnya." Kayma meraup wajah Qiara. "Emang Kakak nggak suka ya? Kalo Kakak nggak suka nanti Qia bilang

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 8 : Menginap

    "Apa kabar, Kay?" Saka mengulurkan tangannya pada Kayma."Baik," jawab Kayma masih tak percaya lelaki berseragam itu ada di supermarket. "Kok ada di sini?" tanya Kayma sambil mengerutkan keningnya."Mm ... belanja," jawab Saka bohong."Hah?""Aku ... itu, belanja ... iya belanja.""Oh ....""Kamu, sendirian?""Sama Bunda di sana ... oh iya aku butuh butter dan mayonaise." Cepat-cepat Kayma meraih barang yang di minta oleh Rubi. "Saka, maaf ya aku harus pu—""Saka? Wah kebetulan sekali ketemu di sini. Sedang libur tugas?" Rubi berjalan menghampiri mereka."I-iya Tante, libur.""Kapan masuk?""Besok, Tante ....""Kalo gitu ikut Tante, makan malam di rumah, ya.""Tapi—""Tante nggak terima penolakan loh, kamu pulang sekarang juga ngapain, kan libur?""Iya, tapi—"Mata Saka sekilas menatap Kayma, rasanya kemarin saat Rubi menelponnya skenarionya hanya makan malam tidak ada menginap di rumah keluarga mereka."Kay, ayo kita antri di kasir. Saka, bisa minta tolong di dorongan troli nya ya,"

  • Balada Duda - Janda   Extra Part 7 : Suatu Kebetulan

    "Hah? Cowok berseragam ... si Mas-mas Taruna? Serius?" Hesti terkejut saat Kayam menceritakan bahwa dia dan pemuda berseragam bernama Saka saling kenal. "Oh, bapaknya siap namanya?" "Saka." "Nah iya si Saka itu ternyata bapaknya satu komunitas dengan Papa Regan?" "Iya, kemarin sebelum mereka pulang, Papa mengundang keluarga Saja untuk makan siang di resto Bunda." "Ya ampun, Kay. Jodoh emang nggak kemana ya." "Jodoh apaan?" "Jodoh Mas Taruna lah .... Terus ada kelanjutannya?" tanya Hesti penasaran. "Kemarin minta nomer hp." "Aduh duuuh, Kay. Mbok kamu kasih?" "Enggak." "Laaah ... yo ngopi, Kay. Di kasih to yah, emang kenapa sih? Buka hati Kay, anggaplah berteman dulu kan nggak harus pacaran. Emang kamu bisa pastiin Mas Tama di sana nggak punya pacar?" Kayma terdiam, apa pula haknya memikirkan Tama. Bahkan lelaki yang pernah mengisi hatinya itu pun tak pernah sedikitpun menanyakan kabarnya atau sekali saja menelpon untuk mendengar suaranya. "Tapi dia kasih nomer hp nya?" H

DMCA.com Protection Status