Di satu sudut kota, di sebuah taman yang sepi, Meita tampak gusar dengan tangan yang terus bergerak untuk mengurangi ketidaktenangan hatinya. Lalu, seorang pria bertopi dan memakai kacamata hitam pun mendekati. Tanpa bicara, Meita menyerahkan sebuah plastik hitam kepada pria tersebut. Si pria pun memeriksa isinya sepintas saja, lalu ia mengembangkan bibirnya membentuk senyuman. "Senang bekerja untuk Anda, Nyonya cantik," lirih pria tersebut di telinga Meita, yang membuatnya risih dan ingin segera menyingkirkan pria tersebut secepatnya. Dengan wajah berseri, pria tersebut meninggalkan Meita yang masih tampak gemetar. Beberapa saat kemudian, Meita sudah dalam perjalanan menuju kediamannya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara dering gawainya. "Bikin kaget aja, Lo!" hardik Meita. "Wesh, easy Bu!""Dimana, Lo?!" tanya Meita. "Depan rumah Lo. Buruan!" Meita pun menambah kecepatannya agar dapat segera sampai di rumahnya dan beberapa saat kemudian, ia telah berada di dalam rumahnya ber
Di sebuah ruangan putih, dengan tiga buah kursi dan satu meja, Meita menunggu dengan jantung berdebar. Entah sudah berapa lama ia menunggu, tetapi belum ada satupun penyidik yang menemuinya. Hal itu tentu saja membuat kegusarannya semakin menjadi. Ini polisi pada ngapain, sih?! Masa' gue dibawa kesini, terus dicuekin?! Pak Pol, niat Lo apaan?! gumam Meita dalam hati. Sementara itu, para penyidik menyengaja dengan membiarkan Meita duduk sendiri dalam ruangan yang berukuran dua kali dua, dengan kamera monitor yang merekam dari detik ke detik. Sebuah teknik interogasi yang digunakan di seluruh dunia, dengan membuat saksi stres dengan menunggu ketidakpastian statusnya, sehingga di suatu titik kelelahan psikisnya akan membuat saksi mengungkapkan semua yang ia ketahui tanpa terkecuali. "Bagaimana?" tanya kepala penyidik kepada bawahannya yang sedang mengamati Meita melalui cermin satu arah. "Saksi sudah mulai tidak tenang, ia berulang kali bergerak yang menunjukkan kondisi psikisnya
Ditangkapnya Meita, ternyata tidak serta merta membuat kehidupan Alexa kembali damai, ia masih harus disibukkan dengan proses persidangan yang tidak sebentar. Terlebih, Meita menyewa pengacara handal untuk mendampinginya. Bisnisnya pun tidak semenggeliat dari sebelumnya, usaha-usaha untuk kembali meraih konsumen tidak semudah membalikkan telapak tangan. Zasky yang bertanggungjawab atasnya pun dibuat sibuk dan pusing tujuh keliling. "Gimana Ky, ada kemajuan?" tanya Alexa. "Kemajuan dari mikroskop, Bu," jawab Zasky dengan wajah yang kusut karena membaca balasan e-mail dari perusahaan-perusahaan prospeknya. "Masih banyak yang menolak, ya?""Bukan cuma nolak, tapi intinya mereka sudah nggak percaya lagi sama kredibilitas Triki karena sampai bisa kecolongan seperti ini. Mereka meragukan keamanan kita, Bu," jawab Zasky seolah tanpa harapan. "Ya sudah, kita sudah usaha maksimal, sekarang kita coba usaha yang lain. Saya kok tiba-tiba punya ide untuk bikin food truck __""Ibu cerdas!" poto
Sesuai dengan dugaan Karel, Meita menyewa pengacara ternama untuk membebaskannya dari semua tuntutan. Tetapi tak serta merta dirinya menjadi mudah untuk terbebas dari semua tuntutan. "Bu Meita, tuntutan kepada Anda ini cukup berat, untuk kasus pencemaran nama baik, itu masih bisa kita negosiasilah, tetapi untuk percobaan pembunuhan ini sangat serius," ujar sang pengacara. "Berapa tahun?" tanya Meita langsung pada intinya. "Paling lama enam tahun dikurangi masa tahanan, tetapi masih bisa dikurangi lagi dengan jaminan berperilaku baik selama ditahanan," jawab Binsar Manurung. "Hah! Enam tahun?! Aku akan berusia lima puluh tahun saat itu!""Pak, jangan bercanda dong! Pak, saya nggak pernah berusaha untuk membunuh siapapun, apalagi membunuh mantan suami saya!" sanggah Meita. "Maka dari itu, kita harus dapat membuktikan bahwa tidak ada usaha percobaan pembunuhan dalam kasus ibu. Itu yang harus kita selesaikan terlebih dahulu, bahwa tidak ada niatan untuk menghilangkan nyawa manusia, te
Lima bulan berlalu sudah, sidang putusan pengadilan akhirnya menyatakan Meita bersalah atas semua tuduhan, yang embuatnya harus mendekam dibalik jeruji hotel prodeo selama tiga tahun. Mendengar vonis sang hakim yang lebih rendah dari tuntutan jaksa, membuat Meita dapat bernafas lega. Tetapi denda yang harus ia bayarkan bertambah menjadi dua ratus lima puluh juta atau seratus juta lebih besar dari tuntutan jaksa. Hal tersebut dikarenakan, fakta-fakta lain yang baru terungkap dalam persidangan, dimana fakta tersebut bahkan fakta diketahui baik oleh Alexa maupun Karel, yaitu insiden kulkas. "Saya minta agar ibu Narsih untuk maju sebagai saksi dari ibu Alexa," ucap jaksa penuntut umum yang membuat Alexa dan Karel bertanya-tanya. Setelah bersumpah untuk mengatakan hanya kebenaran, Narsih pun mulai ditanyai oleh jaksa. "Ibu Narsih, tolong jelaskan hubungan Anda dengan Pak Karel.""Saya asisten rumah tangga Pak Karel.""Sudah berapa lama Anda bekerja untuk Pak Karel?" tanya jaksa lagi. "
"Sekar, give me Al's bank account number," pinta Karel usai sidang keputusan hukuman untuk Meita. "Buat apa, Pak? Kenapa Bapak nggak minta sendiri? Saya nggak berani, nanti saya bisa dicekek," tolak Sekar. "Kar, saya lagi nggak mood bercanda. Give me, her account number, right now!" pinta Karel dengan settingan wajahnya yang garang. Melihat ekspresi sang atasan yang tidak dalam kondisi netral, dengan cepat Sekar mengirimkan nomor rekening milik Alexa dan tanpa mengucapkan apapun, Karel pergi berlalu setelah ia mendapatkan nomornya. Lalu, dengan cepat ia mentransfer sejumlah uang kepada Alexa. "Al, just like I said before, aku nggak mau berhutang. Aku kirim lima puluh dulu, next akan aku kirim lagi. Jangan kamu tolak lagi! Kamu membutuhkannya. Jangan balas pesanku, cukup ambil uangnya dan gunakan untuk kebutuhanmu," ucap Karel pada pesan suara yang ia kirimkan setelah mengirimkan uang kepada Alexa. Mendengar pesan suara dari Karel, rasa di dalam hati Alexa menjadi tidak karuan. Ke
Setelah Alexa menghilang, dunia Karel kini lebih ramai dengan kehadiran ketiga putranya, karena setelah ditahannya Meita, hak asuh ketiga putranya secara otomatis jatuh ke tangan Karel. Hal ini membuat sedikit banyak perhatian Karel teralihkan kepada ketiga putranya. Kerinduan untuk bersenda gurau sepanjang malam di akhir pekan, tidak dilewatkan begitu saja oleh keluarga yang saat ini hanya terdiri dari empat orang laki-laki tanpa ada wanita di tengah-tengah mereka. Di malam akhir pekan itu, Karel dan ketiga putranya sedang asyik berkumpul di pinggir kolam renang setelah menikmati makan malam bersama, sambil berbincang dan menatap bintang di kegelapan malam. "Abi, kapan kita jenguk Mimi?" tanya Arman putra ke-duanya, yang telah menginjak usia lima belas tahun. "Hmm kalau mau, besok kita bisa jenguk Mimi. Kamu siapin aja oleh-oleh untuk Mimi, bawain yang Mimi suka.""Oke, Bi. Oiya Bi, tante Al kok nggak pernah kedengaran lagi? Kemana perginya?" Mendengar pertanyaan putra tengahnya,
Di siang yang cerah di pertengahan pekan, Alexa sedang asyik berjibaku dengan kertas-kertas sketsa desain pakaiannya. Berlembar-lembar sudah sketsa yang ia hasilkan, dari gaun, gamis, blazer, hingga aksesoris pendukungnya. Kesibukannya yang baru ini, tidak membuatnya melupakan bisnis warung tenda yang dijalankan oleh para mantan karyawannya. Walaupun ia tidak turun tangan langsung untuk mengamati perkembangan bisnisnya, ia selalu mendapat laporan penjualan harian dari Zasky. Bantuan modal yang ia berikan kepada mantan karyawannya, membuat dirinya berperan sebagai investor. Di saat Alexa berhenti sejenak untuk beristirahat, ia dikejutkan dengan notifikasi e-mail yang baru saja masuk. "Tumben ada yang ngimel, siapa?" lirihnya sambil membuka e-mail tersebut. Keningnya berkerut, kepalanya dimiringkan ke kanan dan ke kiri, bertanya-tanya siapa gerangan yang mengirim e-mail ini. "Donny Martin? __ Donny Martin? DONNY MARTIN, KAK DONNY?!" teriaknya spontan hingga ia berdiri dari duduknya.