Home / Pernikahan / Bakti Seorang Menantu / 10. Selalu salah bagian A.

Share

10. Selalu salah bagian A.

Author: RatuNna Kania
last update Last Updated: 2022-06-08 11:44:21

Ku tatap lelaki yang menikahiku setahun lalu. Ada rasa berat melepasnya. Aku takut, takut jika seandainya nanti Mas Rahman jadi PNS dia malah lupa daratan, dia akan melupakan aku dan anaknya. Akh, pikiran apa ini!

Fenomena sikap suami bergelar PNS bukan hanya isapan jempol. Itu hanya oknum, Mala! Oknum. Aku terus bergelut dengan pikiranku sendiri.

~~~~

"Bang, ada ayam?," tanyaku pada tukang sayur langganan.

"Eh, Mala tumben belanja, biasanya Bu Samirah yang belanja " ucap Bu Usman. Aku hanya tersenyum, tak berniat menjawab pertanyaan sang Ratu gosip di kampung ini.

"Begitu dong jadi mantu, jangan durhaka sama mertua, masa mertua dijadiin babu! Ingat, Bu Samirah itu wanita yang melahirkan si Rahman," cerocosnya. Apakah aku marah? Tentu saja. Tapi ini Bu Usman yang bicara, jadi aku hanya mendengarkannya saja.

"Bu Usman, jangan suka ikut campur urusan orang," ucap Umi Hamzah sambil memilah sayur.

"Bu Usman kalau gak nyampuri urusan orang bisa stroke, Bu," timpal seseibu yang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bakti Seorang Menantu    11. Selalu salah bagian B.

    "Bang, ada kangkung," tanya Tika yang baru saja datang."Kangkung lagi, Tik? Pasti kawan lainnya tempe dan tahu," ucap Bu Usman."Emang kenapa gitu, Bu?" Tika yang biasanya diam kali ini dia mulai bersuara."Ndak apa-apa, cuma saya melihat kamu setiap hari beli kangkung aja dah bosen, gimana kalau memakannya. Mbok, ya beli yang bergizi, Tik." Bu Usman menatap Tika dengan tatapan meremehkan. "Bu, saya dan anak-anak suka sekali tumis kangkung, emang salah ya, apakah berdosa jika saya makan kangkung tiap hari? Buat saya sih, ya, Bu. Makan dengan lauk apapun tak jadi masalah. Yang penting saya gak suka minjem duit sama tetangga kalau ada kebutuhan mendadak." tegasnya sambil mengeluarkan smirk evilnya.Bu Usman sedikit melotot mendengar penuturan Tika. Sepertinya dia tersindir, karena yang aku tahu, Bu Usman sering meminjam uang sama Ibu mertuaku, tapi ketika tak dikasih pinjam, maka ibunya Tika-lah orang selanjutnya yang akan ia datangi."Saya pinjam sama siapapun juga bayar tepat waktu,

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    12. Perdebatan sengit bagian A.

    "Alhamdulillah ya, Mas, tidak ada yang kurang," ucap Mala dengan binar bahagia. Ia tersenyum lega."Iya, Mas juga was-was. Alhamdulillah juga kita tidak sampai berhutang.""Besok, keberangkatanmu, Mas. Aku rasanya gimana gitu," ucap sang istri sambil menatap lekat wajah suaminya. Tangannya bergerak mengelus perutnya yang kian menampakkan identitasnya bahwa ia wanita yang sedang hamil."Hei, aku berangkat kesana dengan sejuta cita-cita untuk kita, aku, kamu juga anak ini," ucap Rahman sambil mengelus perut istrinya. Mala tak kuasa lagi menahan tangisnya. Ia merapatkan tubuhnya dan memeluk suaminya kemudian menangis sesenggukan di dada bidang suaminya, tempat dimana ia begitu merasa nyaman saat bersandar di sana.Jauh dilubuk hati Rahman, pun merasakan sakit yang tiada terkira, saat istrinya hamil, ia diharuskan menjauh demi sebuah pekerjaan. Namun tidak ada pilihan lain selain memang harus pergi dan meninggalkan istri juga keluarga sementara. Perekonomian keluarganya bergantung pada di

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    13. Perdebatan sengit bagian B.

    "Siniin mangkuknya," bentak Susan. "Anak kecil songong banget dah.""Yang songong itu, Mbak, gak ada malu, gak beradab. Bisanya cuma minta, gak dikasih eh, nyuri," balas Ria dengan tatapan meremehkan. "Apa kamu bilang?" Susan mendekat ke arah adik iparnya. Rahman segera maju dan menarik ria kebelakangnya. "Ada apa ini? Tamu di depan masih pada ngobrol kalian sudah ribut saja." Bu Samirah tiba-tiba muncul di ruang tengah. "Ada apa sih?" Rahmat pun datang bersama Wulan dari arah depan."Nih, adikmu, kurang ajar banget ngatain aku pencuri," adu Susan pada suaminya. "Benarkah itu, Ria?" tanya Rahmat, sambil memandang ke arah Ria."Iya," jawab Ria tanpa rasa takut atau semacamnya."Kurang aj*r kamu," teriak Susan dan merangsek maju berusaha menggapai Ria yang ada di samping Rahman."Kamu punya bukti, kalau Susan mencuri?" tanya Rahmat."Aku gak punya bukti. Tapi Nayla melihat Mbak Susan mengambil beras di dapur sini. Lalu menukarnya dengan Pete, iya-kan? Ngaku hayoh?" Ria berbicara den

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    14. Langsung tersebar bagian A.

    Mala mengusap bahu Ria yang masih saja bersungut-sungut, mengumpat, Pak Manto kembali ke depan, dan Bu Samirah masuk ke kamar. "Besok-besok, kamu jangan ngomong lagi sama, Mbak Susan. Kalau ada kesini! Kamu masuk kamar. Mas harap tidak terulang lagi kejadian hari ini." pesan Rahman pada Ria. Sedangkan gadis itu malah duduk di meja makan, lalu meneguk segelas air. Emosinya belum mereda sepertinya. Ini bukan pertama kalinya Susan membuat ulah, tapi baru kali ini dia melawan Pak Manto. Mala memijit pelipisnya tiba-tiba saja kepalanya menjadi berdenyut sakit."Kamu kenapa?" tanya Rahman."Kepalaku sakit, Mas!" "Ayo, ke kamar, kamu harus istrihat."_____POV Susan."SUSAN!" teriak Bang Rahmat saat aku melawan bapaknya. Lah, siapa dia berani mengatur hidupku. Bahkan orantuaku pun tak kubiarkan mengatur hidupku. Apalagi mertua, siapa mereka? Aku meninggalkan rumah itu dengan segala macam teriakan dari si peraw*n tua juga Bang Rahmat. Berani suamiku macam-macam, selesai sudah rumah tangga

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    15. Langsung tersebar bagian B.

    Aku mencuci mukaku lalu menyambar jaket. Tak kulihat lagi keberadaan Wulan, mungkin dia sudah pergi ke rumah neneknya, Baguslah. Eh, tapi Bang Rahmat kemana? Aku membuka kamar Wulan, dan kosong. Hmz, sudah mulai berani gak pulang rupanya suami kere itu. Baiklah Bang, lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan. Aku berjalan menuju persimpangan kampung, disanalah tukang sayur biasa mangkal, sudah bisa terlihat ada beberapa ibu-ibu sedang berbelanja dengan segala obrolannya. "Eh, Susan, tumben belanja, mau masak ya?" tanya Umi Hamzah dengan ramah. Aku hanya tersenyum."Gak dines, San?" tanya Bu Yati. "Libur, Bu," jawabku singkat. "Masak ni ye," seru Bu Usman yang baru saja tiba. Yah, ada nenek lampir resek."Emang gak boleh saya belanja, Bu Usman?" ucapku dengan ketus."Engga sih, tapi beneran semalam kamu membentak Pak Manto, San?" tanya Bu Usman. Mulai kepo Nenek lampir ini. Dan begitu cepatnya kabar ini tersebar. Huft. "Apa? Susan membentak Pak Manto? Kualat kamu nanti, San!" uc

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    16. Kepergian Rahman bagian A.

    Bu Samirah memeluk anak lelakinya denganan pilu, karena ini pertama kali dilepaskan oleh anak lelaki yang sangat perhatian padanya. Ia memang memiliki 4 anak, tapi hanya Rahman dan Ria yang terlihat menyayanginya. Sedang si sulung dan anak keduanya bak bara api bagi Bu Samirah, yang setiap waktu mengancam menimbulkan dirinya. Selalu ada saja tingkah keduanya yang membuat wanita tua itu menangis dan sakit hati. "Titip, Mala ya, Bu, dia sedang hamil anakku," ucap Rahman sambil mengelus punggung ibunya. Sengaja ia tekankan dengan menyebut anakku, karena ia tahu betul sifat ibunya yang selalu memarahi Mala. Bahkan kesalahan kecil pun kalau Mala yang sudah pasti akan jadi besar besar. Sungguh dalam hati, tak ada ketenangan meninggalkan sang istri meski di rumah orangtuanya sendiri. Tapi Rahman tak punya pilihan lain. "Jaga diri baik-baik, jaga anak kita," pesan Rahman dengan mengelus perut istrinya. Kepergian Rahman diiringi tangisan dari Ibu dan istrinya. Hingga punggung lelaki itu me

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    17. Kepergian Rahman bagian B.

    "Apa yang kami katakan benar adanya loh, Mala," ucap Bu Usman lagi dengan yakin. Mala makin mendelik pada dua orang wanita dihadapannya. "Ya … Tuhan, apakah mereka tak punya empati padaku yang sedang hamil ini? Hingga begitu ringan mengatakan itu semua. Meski ada benarnya, tidak usah pula terlalu di yakinkan, bukankah yang melakukannya juga oknum, tidak semua PNS serta merta begitu," batin Mala bermonolog sendiri. Akhirnya ia permisi masuk dan tak meneruskan menyapu halaman. Tangisannya yang sejak tadi ditahan, pecah begitu saja ketika bokongnya menyentuh ujung kasur. Ia menangis sendirian dengan sesak yang teramat sangat. ———— Wanita 23 tahun itu entah berapa lama tertidur dengan tangisannya. Kini ia merasa pusing sekali, dunianya terasa berputar, kepala berdenyut. Saat matanya melirik benda bundar yang tergantung di dinding, ia terperanjat. Waktu telah menunjukkan pukul 10:25 wib. Bau masakan pun sudah menguar, suara orang ngobrol tidak begitu jelas di pendengarannya. Rasa penas

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bakti Seorang Menantu    18. Awas saja bagian A.

    "Anda siapa? Minta nomor suami saya segala?" tanyaku, kesabaranku sudah habis rasanya. "Oh, saya Helen, Mantan pacar Rahman. Cinta pertama Rahman," ucapnya sambil menyodorkan tangan ke arahku, tapi aku tak tertarik bersalaman dengannya, pede sekali dia saat menyebutkan kata mantan dan cinta pertama suamiku. kubiarkan tangannya menggantung begitu saja hingga ia menarik kembali dan mulai menatap sinis. "Oh, MANTAN?!" ucapku dengan melihatnya dari atas ke bawah. Penampilan seperti yang mau konser saja. Dengan bulu mata yang cetar juga warna soflen yang mencolok. Ku akui wanita didepanku ini cantik. Bak seorang biduan yang akan manggung. Helen kembali duduk disamping Ibu, sedangkan aku meneruskan membuat teh hangat, kebetulan dapur dan ruang makan menyatu. Jadi percakapan apapun dimeja makan terdengar jelas."Jadi kamu sekarang pulang kampung, Len?" tanya Kak Eni. "Engga sih, di kota tidak ada teman, aku ingin disini dulu saja, aku gak bisa hidup disini lah, Kak," ujarnya sombong. "J

    Last Updated : 2022-06-08

Latest chapter

  • Bakti Seorang Menantu    223. Suka sama, Abang, nggak?

    Bab 223. Suka sama Abang, nggak?"Man, ayo pulang. Aku harus ke Jakarta hari ini," ucap Arif memotong omongan Rahman dengan segera. Karena setelah dipikir-pikir olehnya, ini memang terlalu cepat. "Tadi katanya—""Sekarang nggak! Ayo pulang," ucap Arif dengan gusar karena Rahman malah terlihat seperti orang bodoh."Akh, ok!" Hanya itu ucapan yang keluar dari bibir Rahman lalu ia bangkit dan berpamitan pada mertua serta adik iparnya. Bu Sarah menyuruh mereka untuk makan dulu, tapi Rahman menolak dengan alasan Mala susah memasak. Bu Sarah tak bisa memaksa karena dia pikir juga anaknya pasti sudah menyediakan makanan yang enak. Satu persatu mereka saling berjabat tangan tak lupa Arif juga meminta maaf telah merepotkan semuanya. Namun hanya disambut tawa oleh keluarga pak Ahmad dan mereka bilang tak merasa direpotkan."Jangan pacaran, ya!" bisik Arif saat dia bersalaman dengan Aisyah. Gadis itu mengerutkan dahinya dan menatap pria dewasa yang berbadan tegap itu."Ingat pesan, Abang, ya!"

  • Bakti Seorang Menantu    Bab 222. Maaf

    Bab 222. Maaf.Sementara di rumah Mala, wanita itu kini tengah bercerita kepada mertuanya yang sedang duduk dan melihat wajah menantunya dengan seksama. "Bu, alhamdulillah Arif sudah ditemukan, jadi tidak lama lagi mas Rahman akan pulang," ucap Mala sambil menutupi kaki Bu Samirah oleh selimut yang baru saja selesai dipijit olehnya.Bu Samira menarik sedikit ujung bibirnya, dia tersenyum lega saat mengetahui bahwa teman anaknya itu kini sudah ditemukan.Ibu mau tidur sekarang atau mau menunggu mas Rahman dulu?" tanya Mala dengan lembut."Ibu nunggu Rahman aja!" sahut Bu samirah dengan pelan membuat mata Mala sedikit terbuka karena ternyata mertuanya menyahuti pertanyaanya setelah lama terdiam."Alhamdulillah, Ibu sudah bisa menyahuti saya," ucap Mala sambil terduduk lagi dan memegang bahu mertuanya dengan tatapan yang tidak bisa diucapkan oleh kata-kata. betapa bahagianya dia saat ini mengetahui sang mertua sudah bisa kembali berkomunikasi. "Memangnya kamu pikir, Ibu ini bisu?" tany

  • Bakti Seorang Menantu    221. Kesasar Bagian 2.

    Bab 221. Kesasar Bagian 2. "Ais kamu kok bisa ke sini?" Arif malah bertanya seperti itu."Aku mencari Abang! Bang Rahman tadi ke rumah, katanya Abang belum pulang. Akhirnya kami mencari Abang, takutnya Abang kesasar dan benar saja Abang ada di sini. Abang kenapa ngambil jalan sini sih?" ucap Aisyah dengan sedikit kesal."Maafkan Abang ya, is jadi merepotkan semuanya. Abang tadi lupa beloknya harus kemana, ini kan jalan cabang empat jadi Abang bingung mau lurus, belok kanan atau belok kiri. Eh, Abang malah ke sini dan ternyata ini nggak ada kampung malah kebun semua," ucap Arif dengan jujur dan tak enak hati."Lah iyalah, ini kan jalan untuk ke hutan, Bang. Disebelah sana ada kebun-kebun para warga dan memang ada pemukiman juga, tapi itu khusus untuk mereka yang rumahnya jauh dan memiliki ladang disini. Dan tentu saja tidak setiap hari mereka menginap maka tidak akan ada orang. Jadi sangat sepi, terus mobil Abang mana?" tanya Aisyah."Mobil Abang di sebelah sana, Is. Bannya nyelip jad

  • Bakti Seorang Menantu    220. Kesasar.

    Bab 220. Kesasar.Rahman mengendarai motornya dengan pelan. Karena ternyata pas keluar dari kampungnya harus melalui jalanan yang becek akibat hujan. Padahal di rumahnya seharian tadi, panas sekali. Jangankan hujan, mendung pun tidak. Bangunan rumah sang mertua sudah terlihat, namun mobil Arif tak ada disana. Rahman langsung turun dan mengetuk pintu. "Assalamualaikum!" "Loh, Bang Rahman?" pekik Aisyah saat pintu sudah terbuka lebar. Negatif thinking langsung menerpa pikirannya."Arif mana?" tanya Rahman pada Aisyah."Udah pulang dari tadi.""Mala gak menelpon kamu?" tanya Rahman lagi."Nggak, eh tapi sebentar. Aisyah lihat dulu ponselnya." Gadis itu seketika berbalik menuju kamarnya dan mencari ponselnya. Ternyata ada banyak panggilan dari WhatsApp dari sang kakak. Namun sayang sebelum sholat dia telah memasang silent mode on di ponselnya. Aisyah membaca pesan yang dikirim Mala satu persatu. Dia baru paham apa sebabnya yang membuat Rahman datang ke rumahnya. Di ruang tamu, Bu Sar

  • Bakti Seorang Menantu    219. Kesasar atau hilang bagian B

    Bab 219. Kesasar atau hilang.Aisyah langsung masuk ke kamarnya meletakkan seluruh barang bawaannya. Kemudian gadis itu menuju ke dapur, berniat membuatkan minuman untuk Arif dan juga kedua orang tuanya. Tiba-Tiba Bu Sarah pun muncul di dapur."Kamu bikin apa, Is?" tanya Bu Sarah. "Ini aku bikin kopi buat Bapak sama Bang Arif, ada cemilan apa, Mak di rumah?" tanya Aisyah"Tuh ada rengginang sama goreng opak aja, baru digoreng tadi pagi sama Emak!" ucap Bu Sarah dengan menunjukkan letak toples rengginang dengan dagunya. Aisyah pun menata nampan dengan dua buah toples berukuran sedang, serta dua buah cangkir kopi. Lalu mengantarkannya ke hadapan Pak Ahmad dan Arif di ruang tamu.Pak Ahmad terlihat asik mengobrol dengan Arif, hingga sesekali tawa dari keduanya terdengar. Aisyah masuk kembali dan duduk di ruang tengah karena melihat bapaknya dan Arif sedang asik berbincang. Gadis itu gak berani ikut duduk disana."Hmz, Pak boleh saya bertanya?" ucap Arif dengan ragu-ragu. Dia menautkan

  • Bakti Seorang Menantu    218. Kesasar atau hilang bagian A.

    art 112. Hilang atau kesasar? Aisyah mengangguk tanda membenarkan pertanyaan Arif. Gadis berlesung pipit itu begitu sangat terlihat manis dipandang dari samping. "Hmz … bagus, Is. Abang salut sama kamu!" Hanya itu ucapan Arif. Sungguh bertentangan dengan isi hatinya. "Tapi, kalau seandainya ada laki-laki yang tiba-tiba melamar kamu, apa kamu mau terima, Is?" tanya Arif dengan perasaan yang roller coaster. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Meski ia telah bersiap dengan penolakan, tapi sisi egoisnya mengatakan bagaimanapun harus bisa memiliki Aisyah. Gadis tujuh belas tahun itu telah memporak porandakan hatinya, membuatnya gila dengan pikiran-pikiran masa depan yang indah jika dirinya beristrikan Aisyah."Gimana, ya! Lagian belum pernah ada yang melamar aku," sahut Aisyah dengan terkekeh geli. Mengingat banyak orang bilang dirinya cantik, pintar dan sebagainya. Tapi belum pernah ada yang melamarnya. "Hah … serius? Tapi pacar punya dong?" Arif mencoba mengorek hal yang paling rahasi

  • Bakti Seorang Menantu    217. Pedekate bagian B.

    "Arif bukan anak kecil. Dia sudah dua puluh tujuh tahun. udah biarin aja! Kamu sekarang kalau mau pulang, ayo cepetan. Arif udah manasin mobil tuh," ucap Mala dengan langsung berbalik pergi. Dia tidak mau lagi mendengar penolakan Aisyah atau apapun. Sedangkan sang adik hanya mengerang pelan, dia tak habis pikir dengan jalan pikiran kakaknya bagaimana mungkin seorang tamu yang tidak tahu wilayah tempat tinggal mereka disuruh mengantarkan dirinya, lelaki yang baru dikenalnya dalam hitungan jam.Meskipun bagi kakaknya, Arif pada sosok yang baik tapi belum tentu dengan dirinya. Tapi apa boleh buat, dia tidak mau menyinggung perasaan siapapun. Akhirnya suka tidak suka, Aisyah menyetujuinya dengan berusaha meyakini bahwa Arif itu orang baik.Aisyah menenteng ranselnya setelah berpamitan terlebih dahulu pada bu Samirah yang sedang duduk diatas kasur. Dia menuju ke teras depan, dimana Kakak dan Kakak iparnya beserta Arif berada."Tuh, Ais sudah siap," ucap Rahman saat matanya menangkap sosok

  • Bakti Seorang Menantu    216. pede kate bagian A.

    "Aisyah itu agamanya kuat. Mungkin saja dia itu tidak akan nyaman dengan keberadaan aku, orang yang dianggapnya memang bukan muhrim. Walaupun sama aku yang sudah jadi keluarganya. Memang dari dulu anak itu seperti itu, kalau aku nggak ada pasti dia akan disini bersama kakaknya. Tapi kalau aku pulang, dia akan gegas pulang juga ke rumahnya. Cuma pernah waktu Mala lahiran, dia disini agak lama," tutur Rahman. "Tapi bukan karena aku kan, Man?" Arif menatap cemas. Arif sangat takut kepulangan Aisyah karena ada dirinya di rumah Rahman. "Bukan! Bukan lah. Dari dulu semenjak aku pulang-pergi ke Lampung Aisyah hanya akan disini kalau aku tidak ada, kalau aku pulang, maka dalam hitungan jam dia akan langsung pulang," tegasnya dan diangguki oleh Mala.Arif tersenyum simpul mendengar apa yang dikatakan Rahman. Dia tidak salah menjatuhkan hati. Dia tidak salah menganggumi. Tatap matanya begitu penuh harap saat kata demi kata diucapkan oleh pasangan suami-isteri itu."Ya … udah, Mas ambil moto

  • Bakti Seorang Menantu    215. Aisyah mau pulang.

    Bersamaan dengan itu, Aisyah berbalik badan hendak masuk karena memang kegiatan menyapunya telah selesai. "Bang Arif, ngapain di sini?" tanya Aisyah, matanya beradu pandang dengan lelaki bertubuh tegap itu. Arif memejamkan matanya seketika. Setelah Rahman dan Mala kini targetnya sendiri tengah menanyainya. "E—anu, Sah. Abang mau ke kamar mandi," sahut Arif sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, matanya tak berani menatap kearah Aisyah, namun berulang kali membuang pandangannya tapi kembali menatap gadis tujuh belas tahun itu."Ais, Bang. Aku nggak mau dipanggil Sah!" ucap Aisyah dengan cemberut. Dia memang tidak suka dipanggil ujung namanya, dia lebih suka dipanggil awal namanya saja. "Ow … Maaf, ya! Abang nggak tau," ucap Arif lagi sambil tersenyum canggung. Dadanya begitu bergemuruh bak pasukan akan perang, tubuhnya terasa panas dingin dan gemetaran."Iya, tapi jangan di ulangi panggil itu lagi, nanti aku ngambek!" ucap Aisyah sambil berlalu ke dapur guna menyimpan sapu seda

DMCA.com Protection Status