Share

Sebuah pengakuan

Penulis: Emma_Faris
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah sarapan aku berniat menemui Bu Fika.

"Pak, ibu ke rumah mau bu Fika. Mau bicara masalah kemarin" aku berpamitan pada suamiku.

"Ibu mau ke mana? Ke rumah Salsa  ya?" Nita gegas mendekatiku.

"Nita ikut boleh?" 

"Nita di rumah saja ya, ibu gak lama kok" aku menolaknya sehalus mungkin.

"Em ya udah deh" Nita berbalik ke tempat semula ia bermain.

"Kak, ibu ke rumah bu Fika dulu ya, jangan ke mana-mana. Jagain bapak" aku pamit kepada si bungsu. Memanglah si bungsu sangat pengertian.

Setelah tiba di rumah bu Fika..

"Assalamu'alaikum, bu"

"Wa'alikum salam"

Bu Fika mungkin keheranan dengan kedatanganku yang tiba-tiba, karena hari ini bukan jadwal saya bekerja.

"Silahkan masuk bu Sari" bu Fika menyambutku dengan ramah.

Aku duduk di kursi, dan langsung  bicara maksud kedatanganku.

"Maaf bu Fika.. Kemarin anak saya sudah di belikan perlengkapan sekolah. Waktu saya melihat nama sekolah dari baju yang anak saya pakai, saya pikir itu sekolah mahal, jangankan untuk biaya nya, untuk bekalnya saja tidak cukup kalau mengandalkan gaji saya. Saya tidak mau terus-menerus mengandalkan kebaikan ibu" aku mencoba berhati-hati dalam berbicara karena saya tak ingin bu Fika sakit hati dengan ucapan saya.

"Begini bu, saya tidak bermaksud apa-apa. Masalah biaya sekolah Nita dan Nisa, biarkan saya yang bertanggung jawab. Bu Sari tidak usah memikirkan apapun. Mereka senang saya pun ikut senang. Apa ibu tidak kasihan melihat mereka? Kemarin mereka sudah senang karena mau sekolah, coba ibu bayangkan kalau mereka sampai tidak jadi sekolah. Biar tiap hari saya yang mengantarkan dan menjemput mereka" 

"Tapi bu saya tidak mau sampai berhutang budi sama ibu sampai sebanyak itu, saya takut kalau saya tidak bisa membalas kebaikan ibu yang begitu banyak" aku mencoba menolak dengan lembut.

"Sudah bu Sari jangan terlalu banyak pikiran. Biarlah mereka bersekolah. Ibu tidak usah mengganti. Saya Ridho lillahita'ala"

Belum sempat saya berucap tiba-tiba Nita memanggilku.

"Ibu..ibu.." dengan nafas yang tak beraturan dia memanggilku.

"Ada apa nak, kenapa lari-lari?" sini cerita, ada apak?

"Bapak bu.. Bapak.. Bapak jatuh" sambil menangis dia menyampaikan kabar yang membuatku seakan melayang.

Gegas bu Fika mengambil kunci mobil, lalu membawa kami kerumah.

Aku hanya bisa menangis, 

"Gimana ceritanya bapak bisa jatuh?" aku bertanya dengan air mata yang terus menangis. 

"Gimana keadaan bapak sekarang?"

"Bapak tadi pingsan bu, di sana gak ada siapa-siapa"

Jarak rumah ku memang tak terlalu jauh dari rumah bu Fika sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk sampai.

Kulihat bapak tergeletak di lantai. Segera kumenghampiri bapak.

"Pak, bangun pak.." 

Bu Fika segera segera berlari meminta pertolongan.

Tak lama datang beberapa orang laki-laki.

Bu Fika meminta bantuan, agar bapak di naikkan ke mobil.

"Kita bawa suami bu Sari ke rumah sakit" bu Fika tidak meminta izin dariku.

"Tapi bu..."

"Sudah jangan tapi-tapian. Sekarang kita ke rumah sakit" bu Fika memotong pembicaraanku.

"Pak.. Bangun pak.." Nisa menangis sembari membangunkan bapaknya.

Tak butuh berapa lama, kami sampai di rumah sakit.

"Pak, scurity tolong bantu saya" bu Fika meminta tolong kepada scurity yang berjaga.

Dengan cepat scurity itu membawa brangkar untuk bapak.

Bapak di gotong beberapa orang, sampai di sini pun bapak masih belum sadar.

Kami berlali mengekori brangkar bapak yang di dorong menuju IGD.

Di IGD bapak langsung mendapat pertolongan.

Kami duduk di kursi yang di sediakan.

"Nisa, bagaimana bapak bisa jatuh?"

"Gak tau bu, Nisa tadi main sama Nita. Padahal gak kemana-mana, Nita cuma denger suara gelas jatuh. Pas Nisa liat bapak sudah ada di lantai" tutur Nisa.

Aku cemas, aku hanya bisa berdo'a dan menyerahkan semuanya kepada Allah Swt.

Seorang perawat menghampiriku.

"Dengan keluarga bapak Rudi? Silahkan ke ruang administrasi" perawat itu mempersilahkan aku untuk pergi ke ruang administrasi.

Sebelum keluar menuju ruang administrasi, seorang dokter datang.

"Dengan keluarga bapak Rudi?" dokter itu bertanya, pertanda ada hal serius yang harus di bicarakan.

"Iya dok, saya istrinya"

"Begini, bapak Rudi memiliki riwayat patah tulang belakang dan kaki. Tetapi pak Rudi tidak menyelesaikan pengobatannya" dokter menjelaskan. Dokter mungkin melihat riwayat penyakit bapak, karena dulu bapak selalu berobat ke rumah sakit ini.

"Iya pak, suami saya pernah patah tulang, dulu saya sudah tidak mempunyai biaya, jadi pengobatannya tidak dilanjutkan" ucapku, seraya mengerti apa yang di ucapkan dokter.

"Begini bu, posisi jatuh bapak mengakibatkan pendarahan di kepala, jadi bapak harus di operasi. Kemungkinan pak Rudi jatuh terlentang, sehingga kepala bagian belakang pak Rudi terbentur" 

Tubuhku lemas seketika mendengar penuturan dokter.

"Tapi berapa biayanya pak?" itulah yang aku khawatirkan kalau bapak di bawa ke rumah sakit.

"Masalah biaya silahkan di tanyakan ke admistrasi" tutur dokter itu.

"Permisi sus, saya mau tanya. Biaya pengobatan atas nama bapak Rudi berapa? Kemungkinan suami saya harus di opersi. Kalau dilakukan operasi berapa ya bu biayanya?" aku bertanya berharap biayanya tak terlalu mahal.

"Biaya pengobatan atas nama bapak Rudi sudah di bayar lunas bu, termasuk dengan biaya operasi. Untuk waktunya silahkan ibu bisa tanyakan pada dokter" penuturan suster membuantku terperangah, aku sangat kaget. Apa ini hanya kesalahan saja?

"Maaf sus, tapi saya belum merasa membayar. Mungkin ada kesalahan. Coba tolong di cek lagi. Kalau boleh tau biayanya berapa ya?" 

"Biaya penanganan di IGD 1.800.000, dan untuk biaya operasi.." ucapan suster itu terpotong.

"Bu Sari.. Sudah jangan khawatir. Saya sudah membayar semuanya. Yang penting suami ibu segera sembuh" bu Fika tiba-tiba datang dari arah samping.

"Tapi bu"

"Sudah.. Jangan di pikirkan. Pendarahan di otak itu bahaya loh bu kalau tidak buru-buru di tangani bisa bahaya" benar kata bu Fika, kali ini lagi-lagi aku menerima pertolongan bu Fika, apalagi kali ini bukan biaya yang sedikit.

"Bu maaf, pak Rudi sudah bisa masuk ruangan, Ibu di tunggu di ruang rawat pak Rudi" 

"Terima kasih sus"

Sesampainya di ruangan dokter sudah menunggu.

"Kapan suami saya bisa di operasi dok?" aku cemas.

"Sebelum operasi, suami ibu harus melakukan serangkaian pemeriksaan"

Ya Allah berikanlah kesembuhan untuj suamiku..

Serangkaian demi serangkain pemeriksaan telah di jalani..

Melihat suami sendiri lemas tak berdaya membuat hatiku ini remuk. Berbagai obat pereda rasa sakit sudah beberapa kali di suntikkan ke dalam cairan infus.

Sampai akhirnya tibalah saatnya untuk menjalani operasi.

Beberapa jam lamanya aku menunggu di depan kamar operasi, aku menoleh setiap orang yang keluar dari kamar tersebut. Sampai lupa makan juga lupa tidur.

Akhirnya suamiku keluar dari ruang operasi, terlihat banyak sekali selang dengan masing-masing fungsi yang tertempel pada tubuh suamiku. Sedih rasanya melihat keadaannya yang seperti itu.

Sampai beberapa hari suamiku belum juga sadar, kata dokter itu wajar adanya. Karena operasi yang di jalani termasuk operasi besar, karena melibatkan beberapa syaraf di otak akibat benturan di kepala yang cukup keras sehingga mengakibatkan pendarahan.

Ini baru operasi akibat pendarahan di kepala. Belum operasi patah tulang di bagian rusuk dan kaki.

Untuk sementara baru operasi ini saja yang dapat dokter lakukan. Butuh berbulang-bulan menunggu suamiku pulih barulah bisa di lakukan operasi patah tulang. 

Aku hanya menurutumi saja apa kata dokter, karena aku yakin itu yang terbaik.

Berhari-hari ini aku tidak pulang, aku menunggui suamiku di rumah sakit.

Nita dan Nisa sementara tidur di rumah bu Fika. Bu Fika sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Karena aku dan suamiku sama-sama sudah tidak mempunyai orang tua dan sama-sama orang perantauan juga, jadi selain bu Fika tidak ada orang yang bisa kami mintai tolong.

Aku dibekali uang 1.000.000 untuk jaga-jaga. Dan bu Fika memberikan aku handphone kalau-kalau nanti ada situasi darurat.

Aku sempat menyesal karena telah mendatangi bu Fika dan berkata demikian. Aku juga sempat berfikran buruk tentang bu Fika.

Maafkanlah aku ya Allah.

Hari-hari berlalu suamiku berangsur membaik.

Akhirnya dokter mengizinkan pulang karena kondisi suamiku sudah mulai membaik.

Seluruh pengobatan di tanggung oleh bu Fika dan suaminya, entah berapa aku tak pernah tau. Karena setiap kali bertanya bu Fika selalu bilang "tidak usah di pikirkan, yang penting suami ibu sembuh"

Saat akan keluar dari rumah sakit, bu Fika dan kedua anakku sudah menunggu di luar rumah sakit untuk menjemput kami.

Bu Fika juga menawari kami untuk tinggal di rumahnya sementara supaya ada yang membantu. Tapi bapak tidak mau, karena malu. Kami sudah banyak merepotkan.

Setiap hari bu Fika dan suaminya selalu mengunjungi kami, memenuhi kebutuhan kami, karena setelah pulang dari rumah sakit aku tak bisa pergi bekerja karena harus menunggui suamiku.

Suatu hari suamiku itu mengajak mereka bicara. 

"Terima kasih banyak atas semua bantuan pak Hermawan dan bu Fika. Kami tidak tau harus berkata apa lagi selain berterima kasih" bapak memulai percakapan.

"Sudah pak, jangan di pikirkan. Sudah kewajiban kita saling membantu kan?" bu Fika tetap saja begitu.

"Tapi yang pak Hermawan dan bu Fika lakukan sudah di luar batas kewajaran, saya tau biaya rumah sakit kemarin tidak sedikit. Meskipun saya tidak tau jumlah persisnya" terdengar suara bapak yang bergetar menahan tangisnya.

"Sudah pak, anggap saja ini rezeqi pak Rudi dan keluarga" suara pak Hermawan mulai bergetar, mungkin dia ikut sedih melihat bapak.

"Tapi apa yang mendasari pak Hermawan berbuat ini pada keluarga saya? Banyak orang lain di luar sana yang membutuhkan uluran tangan. Tapi kenapa harus saya yang selalu pak Hermawan bantu?"

"Baiklah saya akan terus terang" pak Hermawan memasukkan tangan ke saku celana, sepertinya pak Hermawan ingin menunjukkan sesuatu pada kami.

"Bapak pernah lihat anak ini?" pak Hermawan menunjukkan foto anak lelaki yang sedang menaiki sepeda.

"Siapa ini?" bapak mengernyitkan dahi pertanda ketidak tahuannya.

"Pak Rudi ingat kejadian yang menimpa bapak beberapa tahun lalu, yang mengakibatkan tulang rusuk dan kaki bapak patah, sehingga sampai sekarang bapak mengalami kelumpuhan?" pak Hermawan mencoba memberi petunjuk.

Bapak menatap langit-langit, seakan bapak sedang mengingat kejadian beberapa tahun lalu yang membuat kehidupan kami berubah seketika.

"Ini adalah foto anak saya, Rafli. Bapak mencoba menyelamatkan anak saya saat anak saya hendak tertabrak oleh kendaraan. Sehingga kendaraan itu menabrak bapak, dan mengakibatkan bapak sampai seperti ini" bu Fika terisak saat pak Hermawan menjelaskan kejadian itu.

Aku menangis sambil menutup mulutku dengan tangan. Sedangkan bapak tidak bisa berkata apa-apa.

"Maafkan saya pak, saat itu saya tidak sempat mengucapkan terima kasih kepada bapak, kerena kami mendapat kabar itu setelah Rafli sudah di bawa ke rumah sakit. Melihat keadaan Rafli yang bercucuran darah kami sangat panik. Dokter menuturkan bahwa Rafli mengalami patah tulang rusuk dan leher akibat kejadian itu.  Kala itu tanpa pikir panjang kami membawa Rafli ke singapur untuk pengobatan lebih lanjut" 

"Rafli sempat koma beberapa hari, setelah Rafli sadar barulah Rafli menceritakan hal itu pada kami, kami sangat menyesal karena kami tidak langsung menolong bapak" sambung bu Fika.

"Beberapa bulan kami tinggal di Singapur untuk menjalani pengobatan Rafli, membuat perusahaan mengalami pemerosotan pendapatan karena tidak ada yang mengurus. Baru akhir-akhir ini perusahaan bisa stabil kembali. Setelah itu saya berusaha mencari tau tentang siapa yang sudah menyelamatkan anak saya.  Kemudian saya mendengar tetangga saya bahwa dia sering memakai jasa bu Sari untuk sekedar membantu pekerjaan rumah. Dia juga bercerita tentang suami bu Sari yang mengalami kecelakaan, sehingga mengakibatkan kelumpuhan" tutur bu Fika.

"Kemudian suami saya menyuruh saya untuk mencoba mencari tau keadaan suami ibu, untuk memastikan apakah benar bapak yang telah menyelamatkan anak kami, dengan meminta ibu Sari bekerja di rumah kami. Dan benar saja pencarian kami tidak sia-sia sehingga kami menemukan orang yang selama ini kami cari"

Pantas saja bu Fika dan Pak Hermawan begitu baik kepada kami.. Ternyata hal ini yang mendasari mereka..

Entah aku harus sedih, senang, atau marah?

Bab terkait

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Flashback

    Entahlah aku harus merasa senang, sedih atau marah?Karena pengakuan mereka membuatku tercengang."Mengapa ibu tidak bilang sejak dulu? Kalau begini rasanya saya sudah seperti menjual jiwa suami saya, dan menukarkan semuanya dengan segala kesenangan yang ibu berikan untuk kami" ucapku lirih."Maaf bu Sari, kami tak ingin membuat kalian kecewa. Saya berbuat begini anggap saja sebagai ucapan terima kasih kami untuk pak Rudi yang telah menyelamatkan anak kami. Semua yang kami lakukan tidak seberapa di bandingkan dengan pengorbanan pak Rudi untuk anak kami. Jadi saya mohon terima lah semua yang telah kami berikan untuk ibu Sari dan keluarga. Dan saya mohon ibu Sari jangan pernah menolak apa pun yang saya berikan. Karena dengan cara ini semoga saya bisa menebus rasa bersalah kami" ucap bu Fika sembari menangis dan memohon berlutut di depan kakiku.Aku hanya diam memandangi suamiku yang tak berdaya.Sulit bagiku setelah mengetahui semuanya."Bu, m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   Memaafkan

    #FalshbackAku masih bingung, siapa sebenarnya yang menabrak suamiku. Aku juga tidak tahu harus bertanya pada siapa. Orang-orang mengatakan bahwa tidak ada yang tahu kejadian persisnya seperti apa. Dan lagi, tidak ada cctv yang merekam kejadian tersebut. Truk yang menabrak suamiku langsung kabur begitu saja. Mereka juga tidak sempat mencatat plat nomer kendaraan itu.Namun, seorang perawat yang berjaga di rumah sakit mengatakan bahwa ada dua orang yang menjadi korban. Suami saya, dan seorang siswa SMA. Namun, beberapa jam lalu pasien itu sudah dibawa ke rumah sakit lain untuk menjalani pengobatan lebih lanjut.Selain itu, dokter juga menyarankan agar suamiku dibawa ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya. Namun, lagi-lagi faktor ekonomi yang membuatku ragu. Untuk biaya pengobatan yang baru sebentar saja aku terpaksa menjual beberapa barang yang ada di rumah, yang mungkin masih bisa di jual. Itupun masih belum cukup untuk menutupi biaya pengobatan yang men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   Rumah baru

    Sesosok wajah laki-laki muda terpampang jelas di layar ponsel Bu Fika. Siapa dia yang ingin berbicara denganku?"Assalamu'alaikum, Bu. Bagaimana sekarang keadaan Pak Rudi?" sapa laki-laki muda itu.Mengapa dia bertanya tentang suamiku? Apa jangan-jangan...."Saya Rafli. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya kepada Pak Rudi."Aku menatap nanar pada wajah itu. Seolah ingatanku kembali pada kejadian pahit beberapa tahun silam. Hatiku hancur, sebenarnya aku sudah memaafkan. Namun kejadian itu masih saja menghantuiku. Tak ada sepatah katapun terucap dari bibirku. Hanya air mata yang menjawab sapaan pemuda itu.Aku tahu, Rafli juga adalah korban. Dia sama sekali tak bersalah atas kejadian itu. Tapi andai saja kala itu Ia tak bermain sampai ke tengah jalan, mungkin suamiku tak akan seperti sekarang."Tak apa bila ibu tidak menjawabku. Tapi saya sangat bersyukur karena telah dipertemukan dengan Pak Rudi. Oh ya, lusa nanti saya akan pulang,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   Kabar mengejutkan

    Tanganku bergetar seketika saat menyentuh surat itu. Apa ini hanya mimpi?Rafli bertekuk lutut dihadapan suamiku."Saya mohon, supaya Bapak dan Ibu mau menerima semua ini. Tolong, keluarkan aku dari rasa bersalah ini."Sebenarnya aku tak menampik bahwa telah lama kami mengidamkan rumah yang lebih baik daripada rumah yang kami tempati selama ini. Tapi bukan begini caranya.Suamiku mengusap pucuk kepala Rafli. Punggung suamiku bergetar menahan tangis."Bangunlah nak, kamu tak perlu melakukan ini. Bapak sudah ikhlas menerima keadaan ini." tolak suamiku."Bapak tetap ikhlas menerima keadaan Bapak saat ini. Namun saya juga tetap ingin memberikan rumah ini untuk bapak. Jadi tolong terimalah!""Baiklah, bapak akan menerima semua ini. Tapi setelah ini, bapak tidak ingin menerima apapun lagi.""Setelah ini, saya masih ingin tetap memberikan uang kepada Bapak dan keluarga untuk biaya pendidikan dan biaya sehari-hari. Coba Bapak pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   POV Bu Fika

    PoV Bu Fika#flashbackSetelah menikah, aku terpaksa tinggal dengan mertua juga iparku di rumah mereka, karena pekerjaan suamiku yang mengharuskannya pergi ke beberapa kota. Sebenarnya tak masalah bagiku, karena kini beliau adalah ibuku juga. Aku hanya harus beradaptasi saja.Mas Hermawan, adalah anak ke dua dari empat bersaudara. Mbak Dewi--kakak perempuannya sudah menikah, namun sama sepertiku suami Mbak Dewi sering bekerja di luar kota, sehingga lebih sering Mbak Dewi tinggal di rumah ini. Dua tahun menikah, namun Mbak Dewi masih belum dikaruniai seorang anak. Rinda, adik Mas Hermawan, Ia kuliah di Universitas ternama di kota ini. Mas Hermawan yang membiayai kuliah Rinda. Risa, adik bungsu Mas Hermawan masih duduk di bangku SMA, Mas Hermawan juga yang membiayai sekolah Risa.Seminggu setelah menikah, Mas Hermawan masih menjalani cuti, jadi Ia masih tinggal denganku di rumah mertuaku. Mereka sangat baik padaku, seriap hari aku tak diizinkan mengerjakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   PoV Bu Fika II

    PoV Bu Fika IISatu bulan setelah mengelola warisan dari papa, keadaan ekonomiku meningkat. Aku membeli sebuah rumah jaraknya cukup jauh dari rumah mertuaku. Rumahnya cukup besar, dan intinya aku tinggal terpisah dengan mertua dan iparku.Suamiku cukup telaten dalam mengelola perusahaan. Bahkan sebulan setelah mengelola perusahaan, keuangan perusahaan semakin meningkat.Ibu dan iparku selalu datang ke rumah, alasannya sih ingin melihat keadaan aku dan Mas Hermawan. Tapi ujung-ujungnya selalu tentang uang.Sampai sekarang pun aku tak pernah memberitahu perlakuan mereka pada suamiku. Aku tak ingin rumah tanggaku berantakan hanya karena masalah itu.Pernah suatu hari, ibu meminta uang dengan alasan untuk pergi berobat. Namun setelah ku transfer, tak lama iparku membuat sebuah status di aplikasi whatsapp bahwa mereka sedang makan malam di restaurant ternama. Tapi suamiku hanya berkata "biarkan saja, mungkin suami Mbak Dewi sudah mengirimkan uang." 

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   Mendapat baju baru

    "Bu, bajuku udah sobek. Coba deh ibu lihat!" ucap si sulung dengan raut sedih."Selama masih bisa di pakai, pakailah. Nanti kalau ibu dapat uang besar ibu belikan yang baru, ya?" jawabku mencoba menghiburnya."Ibu selalu begitu bilangnya, tapi gak pernah Ibu belikan kita baju. Ibu aku malu, tiap main selalu bajuku yang paling jelek." katanya sambil memegang bagian yang bolong pada bajunya.Jangankan untuk membeli baju, untuk makan sehari-hari saja kadang tidak ada, kerjaku yang hanya mengandalkan titahan dari orang lain sebagai buruh cuci, itupun tidak setiap hari.Suamiku Rudi sudah tidak lagi bekerja, sejak kecelakaan yang menimpanya 5 tahun lalu. Kecelakaan itu menyebabkan kelumpuhan pada kedua kaki suamiku. Berbagai pengobatan tradisional dan medis sudah pernah di lakukan. Namun, karena keterbatasan biaya pengobatan terpaksa dihentikan.Sejak itulah aku menjadi tulang punggung bagi kedua anakku dan suamiku. Sejak kejadian lima tahun lalu itu te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Baju Bekas Untuk Anakku   Ini untuk kakak

    Selagi Nita mencoba baju-baju barunya, kulihat Nisa murung. Bukan tanpa alasan, Nisa sepertinya iri melihat adiknya mendapatkan banyak baju, sedangkan dia tidak.Aku mencoba memberi pengertian pada sulungku itu."Kakak kenapa?" tanyaku."Nisa iri bu sama Nita, Nita dapat baju, sedangkan Nisa enggak." Ucapnya dengan sedih."Nisa kan sudah besar, harusnya seneng dong liat Nita seneng. Tadi yang nyuruh Ibu, punya anak perempuan. Kebetulan usianya beda 2 tahun dengan Nita. Selama ibu bekerja, Nita main dengan anaknya. Ibunya liat baju Nita sudah pada sobek, makanya Ibu itu ngasih baju buat Nita, kalaupun Nisa mau bajunya gak akan cukup buat Nisa, Nanti kalo Ibu kerja lagi ibu janji Ibu bakal beliin baju buat Nisa." jelasku panjang lebar sambil memberi penjelasan."Kakak mau bajunya? Sini! Kakak pilih aja, kalo Kakak mau buat Kakak aja" Ucap Nita seraya menghibur kakaknya.Dengan tersenyum, sepertinya Nisa mengerti dengan penjelasanku. Aku bersyu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Baju Bekas Untuk Anakku   PoV Bu Fika II

    PoV Bu Fika IISatu bulan setelah mengelola warisan dari papa, keadaan ekonomiku meningkat. Aku membeli sebuah rumah jaraknya cukup jauh dari rumah mertuaku. Rumahnya cukup besar, dan intinya aku tinggal terpisah dengan mertua dan iparku.Suamiku cukup telaten dalam mengelola perusahaan. Bahkan sebulan setelah mengelola perusahaan, keuangan perusahaan semakin meningkat.Ibu dan iparku selalu datang ke rumah, alasannya sih ingin melihat keadaan aku dan Mas Hermawan. Tapi ujung-ujungnya selalu tentang uang.Sampai sekarang pun aku tak pernah memberitahu perlakuan mereka pada suamiku. Aku tak ingin rumah tanggaku berantakan hanya karena masalah itu.Pernah suatu hari, ibu meminta uang dengan alasan untuk pergi berobat. Namun setelah ku transfer, tak lama iparku membuat sebuah status di aplikasi whatsapp bahwa mereka sedang makan malam di restaurant ternama. Tapi suamiku hanya berkata "biarkan saja, mungkin suami Mbak Dewi sudah mengirimkan uang." 

  • Baju Bekas Untuk Anakku   POV Bu Fika

    PoV Bu Fika#flashbackSetelah menikah, aku terpaksa tinggal dengan mertua juga iparku di rumah mereka, karena pekerjaan suamiku yang mengharuskannya pergi ke beberapa kota. Sebenarnya tak masalah bagiku, karena kini beliau adalah ibuku juga. Aku hanya harus beradaptasi saja.Mas Hermawan, adalah anak ke dua dari empat bersaudara. Mbak Dewi--kakak perempuannya sudah menikah, namun sama sepertiku suami Mbak Dewi sering bekerja di luar kota, sehingga lebih sering Mbak Dewi tinggal di rumah ini. Dua tahun menikah, namun Mbak Dewi masih belum dikaruniai seorang anak. Rinda, adik Mas Hermawan, Ia kuliah di Universitas ternama di kota ini. Mas Hermawan yang membiayai kuliah Rinda. Risa, adik bungsu Mas Hermawan masih duduk di bangku SMA, Mas Hermawan juga yang membiayai sekolah Risa.Seminggu setelah menikah, Mas Hermawan masih menjalani cuti, jadi Ia masih tinggal denganku di rumah mertuaku. Mereka sangat baik padaku, seriap hari aku tak diizinkan mengerjakan

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Kabar mengejutkan

    Tanganku bergetar seketika saat menyentuh surat itu. Apa ini hanya mimpi?Rafli bertekuk lutut dihadapan suamiku."Saya mohon, supaya Bapak dan Ibu mau menerima semua ini. Tolong, keluarkan aku dari rasa bersalah ini."Sebenarnya aku tak menampik bahwa telah lama kami mengidamkan rumah yang lebih baik daripada rumah yang kami tempati selama ini. Tapi bukan begini caranya.Suamiku mengusap pucuk kepala Rafli. Punggung suamiku bergetar menahan tangis."Bangunlah nak, kamu tak perlu melakukan ini. Bapak sudah ikhlas menerima keadaan ini." tolak suamiku."Bapak tetap ikhlas menerima keadaan Bapak saat ini. Namun saya juga tetap ingin memberikan rumah ini untuk bapak. Jadi tolong terimalah!""Baiklah, bapak akan menerima semua ini. Tapi setelah ini, bapak tidak ingin menerima apapun lagi.""Setelah ini, saya masih ingin tetap memberikan uang kepada Bapak dan keluarga untuk biaya pendidikan dan biaya sehari-hari. Coba Bapak pikir

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Rumah baru

    Sesosok wajah laki-laki muda terpampang jelas di layar ponsel Bu Fika. Siapa dia yang ingin berbicara denganku?"Assalamu'alaikum, Bu. Bagaimana sekarang keadaan Pak Rudi?" sapa laki-laki muda itu.Mengapa dia bertanya tentang suamiku? Apa jangan-jangan...."Saya Rafli. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya kepada Pak Rudi."Aku menatap nanar pada wajah itu. Seolah ingatanku kembali pada kejadian pahit beberapa tahun silam. Hatiku hancur, sebenarnya aku sudah memaafkan. Namun kejadian itu masih saja menghantuiku. Tak ada sepatah katapun terucap dari bibirku. Hanya air mata yang menjawab sapaan pemuda itu.Aku tahu, Rafli juga adalah korban. Dia sama sekali tak bersalah atas kejadian itu. Tapi andai saja kala itu Ia tak bermain sampai ke tengah jalan, mungkin suamiku tak akan seperti sekarang."Tak apa bila ibu tidak menjawabku. Tapi saya sangat bersyukur karena telah dipertemukan dengan Pak Rudi. Oh ya, lusa nanti saya akan pulang,

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Memaafkan

    #FalshbackAku masih bingung, siapa sebenarnya yang menabrak suamiku. Aku juga tidak tahu harus bertanya pada siapa. Orang-orang mengatakan bahwa tidak ada yang tahu kejadian persisnya seperti apa. Dan lagi, tidak ada cctv yang merekam kejadian tersebut. Truk yang menabrak suamiku langsung kabur begitu saja. Mereka juga tidak sempat mencatat plat nomer kendaraan itu.Namun, seorang perawat yang berjaga di rumah sakit mengatakan bahwa ada dua orang yang menjadi korban. Suami saya, dan seorang siswa SMA. Namun, beberapa jam lalu pasien itu sudah dibawa ke rumah sakit lain untuk menjalani pengobatan lebih lanjut.Selain itu, dokter juga menyarankan agar suamiku dibawa ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya. Namun, lagi-lagi faktor ekonomi yang membuatku ragu. Untuk biaya pengobatan yang baru sebentar saja aku terpaksa menjual beberapa barang yang ada di rumah, yang mungkin masih bisa di jual. Itupun masih belum cukup untuk menutupi biaya pengobatan yang men

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Flashback

    Entahlah aku harus merasa senang, sedih atau marah?Karena pengakuan mereka membuatku tercengang."Mengapa ibu tidak bilang sejak dulu? Kalau begini rasanya saya sudah seperti menjual jiwa suami saya, dan menukarkan semuanya dengan segala kesenangan yang ibu berikan untuk kami" ucapku lirih."Maaf bu Sari, kami tak ingin membuat kalian kecewa. Saya berbuat begini anggap saja sebagai ucapan terima kasih kami untuk pak Rudi yang telah menyelamatkan anak kami. Semua yang kami lakukan tidak seberapa di bandingkan dengan pengorbanan pak Rudi untuk anak kami. Jadi saya mohon terima lah semua yang telah kami berikan untuk ibu Sari dan keluarga. Dan saya mohon ibu Sari jangan pernah menolak apa pun yang saya berikan. Karena dengan cara ini semoga saya bisa menebus rasa bersalah kami" ucap bu Fika sembari menangis dan memohon berlutut di depan kakiku.Aku hanya diam memandangi suamiku yang tak berdaya.Sulit bagiku setelah mengetahui semuanya."Bu, m

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Sebuah pengakuan

    Setelah sarapan aku berniat menemui Bu Fika."Pak, ibu ke rumah mau bu Fika. Mau bicara masalah kemarin" aku berpamitan pada suamiku."Ibu mau ke mana? Ke rumah Salsa ya?" Nita gegas mendekatiku."Nita ikut boleh?""Nita di rumah saja ya, ibu gak lama kok" aku menolaknya sehalus mungkin."Em ya udah deh" Nita berbalik ke tempat semula ia bermain."Kak, ibu ke rumah bu Fika dulu ya, jangan ke mana-mana. Jagain bapak" aku pamit kepada si bungsu. Memanglah si bungsu sangat pengertian.Setelah tiba di rumah bu Fika.."Assalamu'alaikum, bu""Wa'alikum salam"Bu Fika mungkin keheranan dengan kedatanganku yang tiba-tiba, karena hari ini bukan jadwal saya bekerja."Silahkan masuk bu Sari" bu Fika menyambutku dengan ramah.Aku duduk di kursi, dan langsung bicara maksud kedatanganku."Maaf bu Fika.. Kemarin anak saya sudah di belikan perlengkapan sekolah. Waktu saya melihat nama sekola

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Bertanya

    Kudengar seseorang mengetuk pintu..tok tok tok"Ibu, buka bu. Ini Nita sama kak Nisa sudah pulang bu" teriak seseorang di balik pintu. Sepertinya si bungsu.Dengan langkah gontai aku terburu-buru membuka pintu, setelah kupastikan bahwa itu adalah kedua anakku, langsung ku peluk kedua anak perempuanku itu.Aku sangat bersyukur, ternyata semua dugaanku terhadap bu Fika memang salah. Seketika hati ini merasa lega.."Maaf bu, kami pulang terlambat. Kemarin kami.." ucapan Bu Fika terpotong"Sudahlah bu tak apa.. Mari masuk dulu. Saya buatkan sarapan. Pasti kalian semua belum sarapan 'kan?" ajakku pada mereka. Sambil mempersilahkan mereka masuk."Maaf bu, sebenarnya saya mau mampir. Tapi suami saya sudah terlambat untuk bekerja. Saya mohon maaf sekali lagi" tolak bu Fika dengan sangat pelan. Mungkin Bu Fika takut kalau aku tersinggung."Oh yasudah bu tidak apa-apa" ucapku."Kalau begitu saya pamit ya bu. Nita Nisa ibu pulang du

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Kemana mereka?

    Pagi ini anak-anak bangun lebih awal. Bahkan semalam saja mereka tidak bisa tidur nyenyak. Sedikit-sedikit bangun. Katanya udah ga sabar nunggu pagi.Selagi aku menyiapkan sarapan, mereka segera mandi.Sarapan Kali ini aku tak perlu membeli gorengan, karena kemarin bu Fika memberi kami banyak bahan makanan.Beras satu karung, telur, minyak goreng, mie rebus. Dan banyak lagi. Entah mengapa mereka selalu baik pada kami. Apa mereka hanya bersimpati saja pada kami? Semoga saja begitu. Aku tidak boleh berfikiran negatif tentang mereka.Setelah sarapan siap, kami makan bersama."Kak, nanti kalau aku jalan-jalan lagi aku mau naik kuda bohongan yang bisa Muter lagi. Seruuu banget!" Sembari memakan makanannya dia tak henti-hentinya bercerita."Iya nanti cerita nya ya, sekarang Nita makan dulu" titahku."Bu, padahal ga usah sarapan, nanti juga aku bakalan di ajak makan lagi di tempat bagus" sambil memainkan sendok yang ada di tangannya.

DMCA.com Protection Status