"Apa-apaan lelaki itu! Apakah karena insiden semalam membuatnya menolak lamaran pekerjaanku?" Nisa mencak-mencak sebab Danu yang tidak menerimanya bekerja. Gadis itu keluar dari ruangan Danu dengan wajah memerah menahan amarah. Betapa tidak, belum juga Danu melakukan tes wawancara yang seharusnya ia jalani, lelaki itu malah memberi tahu kalau ia tidak diterima bekerja. "Sial sekali! Belum juga aku meminta tanggung jawabnya!" rutuk Nisa kesal. Namun, sedetik kemudian ia berhenti melangkah. "Tunggu! Bukankah seharusnya aku meminta tanggung jawabnya? Ini takdir yang Tuhan berikan bukan? Tanpa perlu aku mencari tahu keberadaan lelaki yang sudah melecehkan aku semalam, Tuhan langsung menunjukkan jalan. Ya ... walau aku yang memulainya lebih dulu, tapi ia seharusnya menolak bukan? Dan bukannya malah mengambil kesempatan." Nisa bergumam kesal. "Ya, aku harus kembali dan menemui lelaki itu!" seru Nisa yang kemudian berbalik untuk kembali masuk ke ruangan Danu. Gadis itu membuka pintu den
Nisa berjalan gontai menuju parkiran. Ia yang memarkir mobilnya di basement terlihat kesal sekaligus malu. Beberapa saat lalu, Danu menjawab semua kekhawatirannya. Bahkan, lelaki itu mampu membuatnya diam membisu setelah semua pertanyaan dijawab dengan keseriusan yang tampak nyata. Nisa mungkin malu sebab tuduhannya tidak terbukti. Tapi, demi mendengar alasan dirinya tidak diterima bekerja, membuatnya kesal bukan main. "Apakah kamu pikir saya akan menerima seorang perempuan pemabuk untuk jadi sekretaris saya?""Saya bukan seorang pemabuk. Ada masalah yang sedang saya hadapi, yang membuat saya melakukan itu." Nisa mencoba memberikan pembelaan. Tapi, melawan Danu adalah hal yang sia-sia. Lelaki itu mempunyai sejuta alasan untuk menolaknya. "Saya tidak mau mempunyai sekretaris kekanak-kanakan. Seseorang yang rapuh hanya karena satu masalah. Bagaimana ia akan bekerja nanti di tengah masalah pribadi yang sedang dihadapi? Bisa-bisa semua pekerjaan yang sudah dirancang malah hancur beran
Danu baru akan pulang dari kantor ketika ibunya menelepon. "Iya, Bu?" tanya Danu setelah menerima panggilan dari ibunya tersebut. "Sudah pulang, Nu?""Baru aja mau pulang. Kenapa?""Enggak kenapa-kenapa. Ibu cuma mau tanya, tadi siang apa Pak Rendy jadi datang?""Jadi, Bu. Kenapa memang?""Enggak, Ibu cuma mau mastiin aja.""Mastiin? Emang beliau siapa sih, Bu?""Loh, memangnya Pak Rendy enggak ngenalin dirinya ke kamu?"Danu sudah sampai parkiran. Ia masuk ke mobil, lalu menyalakan mesin mobil. "Ngenalin namanya sama hubungan beliau sama kalian. Itu aja.""Oh, gitu.""Memang kenapa sih, Bu?" tanya Danu penasaran. "Tapi, ngomong-ngomong kok tumben banget, ya, Ibu sama ayah bisa ketemuan sama teman lama. Di sana kalian enggak jadi pulang besok karena mau reunian sama teman juga. Sekarang, tiba-tiba aja muncul Pak Rendy yang katanya teman ayah.""Eh, memangnya enggak boleh?""Siapa yang bilang enggak boleh? Tapi, kok tumben-tumbenan banget. Bisa dua orang begini.""Enggak kenapa-kena
"Mau ngapain kamu di sini?" Nisa bertanya kaget saat melihat Danu berdiri di depannya. "Nisa! Tolong yang sopan sama tamu Ayah."Nisa menengok kepada ayahnya. "Ja-jadi, ini tamu ... eh, maksudnya anak sahabat Ayah yang mau dijodohin sama aku?"Ayah Nisa mengangguk yakin. Tapi, di depannya Danu tercengang. "Maaf, Pak Rendy. Ini maksudnya apa, ya? Siapa yang dijodohkan dan dengan siapa?" Danu merasakan kengerian sebab perkataan Nisa tadi. "Kamu dan Nisa, anak saya.""Kok bisa? Ma-maksud saya, siapa yang bilang begitu?""Loh, apakah orang tua kamu enggak bilang apa-apa tentang perjodohan ini?" Rendy menatap Danu bingung. Danu menggeleng. Ia terlihat lemas dan tak bertenaga. 'Jadi, apakah ini yang ayah dan ibu sembunyikan sejak kemarin?' batin Danu mengingat ucapan-ucapan kedua orang tuanya di telepon beberapa hari belakangan. "Danu, apa udah ada kabar dari Pak Rendy?""Danu, kamu jadi 'kan datang ke undangannya teman Ayah?""Danu! Awas loh kalau kamu sampai enggak datang. Jangan bik
Danu berjalan pelan menuju meja, tempat di mana keluarga Setiawan alias Nisa berada. Makanan sudah terhidang, dan mau tak mau Danu harus melanjutkan makan malamnya dengan keluarga Setiawan. Ia tak mau membuat dua orang tua di depannya kecewa atau pun tak nyaman. "Maafkan saya, Pak Rendy. Maaf karena sudah membuat Anda dan keluarga menunggu," ucap Danu sembari duduk. Di dekatnya Nisa seolah enggan menatapnya. Ekspresinya masih sama, jutek dan kesal. "Tidak apa-apa, Nak Danu. Kami maklum. Kami juga minta maaf karena kecerobohan Nisa membuat kamu terkejut.""Kok aku, Yah?" Nisa menyela, tapi cubitan sang ibu seketika membuatnya bungkam. "Kalau saja Nisa tidak bicara tadi, mungkin suasananya tidak akan se-canggung ini. Kita masih bisa makan dengan santai dan akrab.""Oh, tidak, Pak Rendy. Dengan Nisa bicara tadi, bukankah saya jadi tahu mengenai rencana perjodohan kalian terhadap kami berdua. Saya jadi bisa bertanya pada ayah dan ibu mengenai kebenaran berita tersebut.""Ya, tapi mung
"Apa? Jadi, ibu sama ayah mau jodohin Mas Danu lagi?" Mita tampak terkejut saat mendengar cerita Danu mengenai perjodohannya dengan Nisa. "Ehm, menurut sahabat ayah begitu." Danu menjawab sambil mengangguk. "Tapi, sebelumnya ayah dan ibu enggak bilang. Aku baru tahu pas hubungi mereka tadi."Mita melempar pandangannya pada Amar. Amar hanya diam dengan senyum tipis. Ekspresinya menunjukkan rasa ingin tahu. Pertemuan malam itu antara Danu, Mita, dan Amar, membuat Danu bercerita tentang rencana perjodohan yang kedua orang tuanya lakukan. Ia yang saat ini sedang menenangkan hati, hanya bisa bercerita pada sosok yang sekiranya bisa dipercaya. "Eh, maafkan aku. Aku enggak bermaksud mengganggu kehidupan baru kalian dengan menceritakan kisahku. Aku cuma butuh tempat bercerita," ucap Danu sembari menyesap kopi panas yang ia pesan. "Setidaknya hal tersebut membuatku lega. Tak perlu ada saran atau pendapat." Danu menatap Mita, terlebih Amar dengan raut muka tak enak hati. "Enggak apa-apa kok
"Nisa Naura Setiawan. Dia adalah putri tinggal alias putri semata wayang dari Rendy Setiawan, seorang pengusaha, pebisnis yang lumayan disegani." Danu mendengarkan cerita Amar tentang sosok Nisa, gadis yang dijodohkan dengannya. "Nisa adalah gadis baik-baik. Aku kenal dengannya sejak kami kuliah di fakultas yang sama.""Mas Amar satu angkatan sama Nisa? Kok bisa?" Mita bertanya bingung. Ia berpikir jika usia keduanya jauh berbeda. "Oh, enggak. Nisa di bawahku. Aku kenal dia karena orang tua kami yang adalah rekan bisnis," jelas Amar. Baik Mita atau pun Danu sama-sama menyimak dengan serius. Entah apa yang terjadi, keduanya seperti menemukan sebuah kisah seru yang ingin mereka dengarkan sampai tuntas. "Kalian enggak dijodohkan?" tanya Mita iseng. "Enggak. Aku sudah punya pacar waktu Nisa masuk kuliah. Selain itu usia kami juga lumayan jauh." Amar mencoba membayangkan hal yang membuat kedua orang tua mereka tidak menjodohkannya dengan Nisa. "Lagian, orang tua kamu cuma rekan bisni
Terdengar suara gedebuk orang jatuh dari ketinggian. Danu yang masih kebingungan menjawab pertanyaannya sang ayah, seketika membuka mata dan menyadari jika ia baru saja bermimpi. "Ah, sial! Ternyata cuma mimpi," gerutunya kesal. Danu kemudian kembali ke atas ranjang. Membaringkan tubuhnya kembali yang terasa sakit sebab terjatuh tadi. "Kenapa aku jadi bermimpi seperti itu? Jelas-jelas aku ingin melupakannya. Tapi, kenapa sosoknya malah muncul. Lalu, kenapa juga ayah enggan membatalkan perjodohan ini?" ucapnya semakin kesal. Danu melihat jam di atas nakas. Jam digital di sana menunjukkan angka dua dini hari. "Aku baru tidur satu jam dan sudah bermimpi? Ini benar-benar gila!" gerutu Danu lagi. Ia mencoba untuk kembali tertidur, tapi mengalami kesulitan. Kantuknya seketika hilang setelah insiden terjatuh tadi. Ia pun kemudian memutuskan untuk ke toilet untuk membuang hajat. Setelahnya ia mencuci muka, menatap wajahnya di depan cermin wastafel. 'Hei! Apa kamu masih belum puas membu
Proses ijab kabul berjalan dengan lancar. Meski sudah dua kali menikah, Danu tetap merasa gugup ketika acara hendak dimulai. Tapi, sang penghulu membuat suasana hatinya jauh lebih baik sebab kepandaiannya mencairkan suasana. Nisa dihadirkan setelah Danu mengucap ijab kabul. Gadis itu muncul bersama Mita mengenakan kebaya berwarna pink yang cantik, secantik wajahnya. Beberapa orang yang belum mengenal Nisa, tampak terpesona dengan kecantikan gadis itu yang tampak alami. Ya, Nisa meminta pada penata riaknya untuk tidak mendadaninya dengan riasan yang tebal. "Natural saja, tapi bagus."Alhasil, beginilah penampakan Nisa sekarang. Mampu membuat semua orang terpana dengan kecantikannya yang khas dan alami. "Orang kaya yang enggak banyak tingkah. Danu beruntung." Amar berkata pelan kepada istrinya. Mita tersenyum mendengar ucapan Amar. Ia setuju dengan pujian suaminya itu. "Aku pikir keduanya beruntung," balas Mita memilih tak memihak. "Setuju.""Kamu tidak cemburu atau iri 'kan, Mas
Sebelum saya melanjutkan bab terakhir kisah Danu dan Nisa, izinkan saya mempromosikan cerita terbaru yang berjudul PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN. Saya berharap kalian suka dan membaca cerita tersebut yang akan saya update di bulan Februari besok. Cerita ini masih ber-genre romantis. Mengisahkan dua insan manusia yaitu Shania dan Alex yang menikah bukan atas dasar cinta.Bagaimana kisah keduanya? Tentu kalian harus membacanya dari awal sampai akhir supaya tidak penasaran. Untuk itu, saya beri kalian spoiler di bab awal, ya. Untuk bab selanjutnya kalian bisa buka cerita PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN di baris paling bawah. Selamat membaca. Happy reading! BAB 1.Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang
Namun, ide dan saran Danu justru diterima dengan sangat baik oleh Rendy dan istrinya. Kedua orang tua Nisa dengan serta merta setuju dan langsung mem-booking aula hotel miliknya di tanggal yang Danu minta. "Kalian ini kenapa sih? Kok bisa-bisanya kompak untuk urusan beginian," ucap Nisa saat Danu menyampaikan keinginannya tersebut. Nisa mungkin hanya protes di mulut, karena pada kenyataannya, ia pun merasa bahagia karena akan segera melepas masa lajangnya. Ia dan Danu akan menikah dengan acara yang ayahnya buat begitu mewah. "Kamu anak Ayah dan ibu satu-satunya. Tidak mungkin kalau kami membuat pesta sederhana dengan keluarga dan kolega kita yang begitu banyak.""Lagipula, Ayah ingin semua orang tahu bahwa putri Ayah yang cantik ini sudah ada pemiliknya. Seorang laki-laki pemberani yang bisa menaklukan hati putri Ayah yang sangat terjaga ini. Danu bukan seorang lelaki pengecut yang tidak mampu menghadapi aral dan masalah."Ucapan sang ayah membuat Nisa terdiam. 'Apakah ayah sudah t
"Jadi, Mas Danu yakin kalau dia tidak akan mengganggu kita lagi?" tanya Nisa setelah mendengar penuturan Danu tentang pertemuannya dengan Selena. "Semoga saja begitu. Aku tidak mau berkata yakin sebab wanita itu bisa saja melakukan hal di luar nalarnya. Tapi, aku cukup memberinya penjelasan tentang sesuatu.""Penjelasan apa?""Bukan penjelasan. Tapi, lebih ke ancaman mungkin." Danu terkekeh. "Mas Danu ngancam apa?""Aku cuma bilang, jangan macam-macam dengan hubunganku sekarang. Karena calon mertuaku bukanlah keluarga sembarangan. Mereka bisa melakukan apa saja jika ada yang berani mengusik anaknya.""Kamu bilang begitu?" Nisa menatap tak percaya. "Ya." Danu terkekeh. Dipandangnya Nisa yang malah menggeleng karena ceritanya. "Kamu ini ada-ada saja.""Memanfaatkan kekayaan keluargamu aku pikir akan berhasil. Setidaknya, ia langsung bungkam ketika aku bicara begitu.""Haha. Kamu percaya diri sekali.""Aku kenal Selena. Dia memang bukan perempuan lemah lembut seperti Mita. Tapi, aku
Danu sudah parkir di depan gerbang rumah Nisa setelah pertemuannya dengan Selena berakhir dengan keributan. Perempuan itu jelas tidak terima dengan keputusan yang diambilnya. "Dia bukan anakku. Seharusnya kamu meminta pertanggung jawaban lelaki itu, dan bukan malah mengganggu bahkan menemui aku seperti ini.""Dia pergi meninggalkan aku, Danu.""Apa bedanya dengan kamu yang pergi meninggalkan aku dengan dalih balas dendam. Padahal saat itu aku tidak tahu menahu tentang hubungan gelapmu dengan lelaki itu. Bahkan, aku juga menyangka bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku.""Aku minta maaf, Danu.""Aku sudah memaafkan kamu, Selena. Tapi, aku tidak bisa kembali denganmu. Apalagi setelah semua yang kamu lakukan.""Kamu yang lebih dulu menyakiti aku!" teriak Selena di tengah taman yang sepi. Tak banyak orang yang ada di sana, kecuali ia dan Danu juga beberapa pasangan muda mudi lain yang menempati titik berbeda. "Ya, kalau begitu kita impas bukan?""Benar. Kita impas. Jadi,
Nisa sudah akan beranjak meninggalkan Danu dan Noah, tapi tiba-tiba Danu bersuara. "Aku pikir bukan kamu yang seharusnya pergi. Tapi, aku."Nisa menoleh. "Bukannya tadi kamu mau bertanya sama dia? Kenapa jadi berubah pikiran?" tanya Nisa ketus. "Awalnya, iya. Tapi, buat apa aku bicara pada laki-laki pecundang yang bahkan kisah masa lalunya sudah tidak memiliki harapan lagi," ucap Danu yang kemudian berbalik untuk menuju ke mobilnya. Nisa tidak menghentikan langkah lelaki itu. Ia memilih diam sampai mobil milik Danu berlalu meninggalkannya dan Noah. Sekarang hanya tinggal ia dan Noah. Laki-laki itu tampak senang karena bisa berbicara berdua saja dengan sang mantan kekasih. "Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Nisa masih tidak bergeming di posisinya. Di tempat lain Danu yang sudah meninggalkan area gedung, melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meninggalkan Nisa yang saat ini tengah berbicara dengan Noah, membuat dadanya sesak menahan kesal. Saat dirinya masih
Danu mungkin tengah bahagia sekarang. Sebab hubungannya dengan Nisa yang akan melangkah lebih maju dari sebelumnya. Kekhawatiran yang Nisa tunjukkan, dengan sangat mudah ia tenangkan. Mereka akan membawa hubungan yang belum matang itu agar tetap terjaga hingga perasaan cinta benar-benar hadir di hati mereka. Namun, satu yang Danu lupa jika saat ini ada sosok lain yang tengah menunggu responnya. Sosok itu yang sudah Danu buang jauh dari hatinya, kini muncul kembali seolah meminta perhatiannya."Aku mau bicara sama kamu," ucap Danu pada Nisa yang siang itu baru saja selesai istirahat. "Sekarang?" tanya Nisa yang masih berbicara santai dengan karyawan lainnya di kantin. "Kalau kamu sudah selesai istirahat saja," jawab Danu yang memilih melakukan komunikasi dengan calon istrinya itu melalui aplikasi pesan. Danu masih menjaga hubungannya dengan Nisa dari orang-orang di kantor. Bukan karena tidak mau orang lain tahu, tapi ia memilih menyimpan rahasia itu sampai di waktu yang tepat. "Ka
Danu terdiam beberapa saat setelah Nisa menjawab pertanyaannya. "Aku pikir itu cuma alasan saja," gumamnya. "Awalnya aku pikir juga begitu, tapi ketika aku kembali bertemu Tia, dengan penuh keyakinan perempuan itu mengatakan bahwa Noah merasa tak percaya diri karena statusnya yang cuma staf biasa bisa berpacaran dengan aku yang adalah anak dari bosnya." Helaan napas terdengar kencang setelah Nisa menjelaskan. "Dan kamu percaya?" Danu kembali bertanya. Nisa mengangguk. "Aku percaya kalau Tia tidak berbohong. Terlebih lagi sikap Noah yang selama ini tidak berani menyentuhku, aku pikir alasannya berubah dan akhirnya berselingkuh adalah karena itu.""Lantas, apakah maksudmu dengan menceritakan ini semua adalah karena kamu sudah memaafkan dan mau kembali padanya?""Tidak. Aku enggak bilang begitu!" Nisa sontak menggeleng. "Kenapa kamu berpikir ke arah sana, Mas?""Bukan. Aku cuma menyimpulkan apa yang kamu katakan di akhir tadi. Dengan ia tidak pernah menyentuhmu, lain denganku yang su
Acara makan malam berlangsung penuh kehangatan. Kedua keluarga seperti sudah sangat akrab hingga membuat acara malam itu berlalu dengan penuh tawa dan kegembiraan. Baik Danu dan Nisa sama-sama bisa melupakan debaran di hati mereka karena kedua orang tua mereka yang berbicara tanpa henti, membicarakan apa saja yang bisa membuat semuanya tertawa. Kedua sejoli itu tentu saja bersyukur karena kegugupan yang tiba-tiba melanda, seketika sirna. Satu hal yang membuat keduanya sadar, bahwa tidak ada pembahasan apapun yang berhubungan dengan acara pertunangan mereka. Danu mengirim pesan ke ponsel Nisa secara sembunyi-sembunyi —khawatir aksinya akan membuat heboh jika ketahuan. 'Sepertinya makan malam hari ini memang murni hanya makan saja.'Bunyi pesan Danu pada Nisa yang langsung gadis itu sadari. Sebelum membalas, Nisa memandang Danu dan tersenyum. 'Iya. Sepertinya begitu.' Nisa mengirim balasannya singkat. Danu kembali memeriksa ponselnya, lalu mengetik balasan pesan dari Nisa. 'Maa