Share

Bab 108

Penulis: Su Yenni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-02 08:52:11

POV RISA

"Sudah sering di sini orang seperti itu, Bu. Pura-pura susah, aslinya karena malas bekerja," ujar salah seorang pelayan ketika kutanya.

"Masak sih, Bang. Sepertinya mereka tidak pura-pura," ujarku lagi.

"Ibu jangan mudah tertipu. Mereka itu belum ketauan aja wujud aslinya, entar kalau ketauan pasti mangkalnya pindah ke tempat lain. Percaya deh, Bu." Pelayan itu berkata dengan entengnya. Aku sampai mengerutkan kening mendengar penjelasan darinya.

Masak iya, ada orang rela panas-panasan dan dianggap hina seperti itu hanya karena uang? Tapi, mungkin saja. Zaman sekarang apa-apa butuh uang, jadi manusia akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Termasuk meminta-minta seperti itu.

"Kok, melamun, Sayang? Kenapa? Ada yang membuat hati kamu bimbang lagi?"

Tiba-tiba Bang Ardi sudah kembali lagi, dan kata-katanya membuyarkan lamunanku.

"Nggak ada, Sayang. Risa hanya kasihan melihat keluarga itu. Anaknya masih kecil-kecil, harus ikut menantang panasnya terik matahari seperti in
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 109

    POV RISATerlihat Bapak juga menyusul keluar dari rumah dan mengikuti Emak. Emak langsung mengambil alih Adinka dari gendonganku. Sedangkan Bapak mengangkat tinggi-tinggi Tama ke udara. Tama tertawa riang. "Aduh, cucu Kakek sudah tambah besar. Kakek hampir tidak kuat menggendongnya," ujar Bapak lalu menurunkan Tama dan menuntunnya masuk ke rumah.Kami berkumpul di ruang tamu sembari bercerita panjang lebar, sampai tak sadar hari sudah semakin sore. Malam ini kami menginap di rumah Emak. Aku senang sekali dapat tidur di kamarku yang dulu menjadi saksi bisu perjalanan masa gadisku. Banyak suka dan duka tersimpan di sini. Apalagi kenangan sewaktu membesarkan Tama seorang diri. Rumah ini sudah banyak berubah. Setelah menikah dengan Bang Ardi, dia memberikan uang kepada Bapak untuk merenovasi rumah. Rumah kami yang awalnya semi permanen, kini sudah berdiri dengan dinding yang terbuat dari batu seluruhnya.Tak ada perubahan pada model rumah. Emak dan Bapak hanya mengganti bahan dinding,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   BAB 110

    Bang Ardi tampak berlari menyusuri jalan menuju ke sumber asap tersebut. Asap yang tadinya membumbung ke langit langsung menyebar dengan cepat karena hembusan angin. Tak mau anak-anak menghirup udara yang telah bercampur dengan asap itu, aku sedikit berlari menuju rumah. Tama ikut berlari di belakangku. "Ada apa kok, lari-lari. Ardi mana? Kalian pulang bertiga saja?" tanya Emak yang sedang mencabuti rumput di pekarangan rumah. "Itu, Mak. Ada asap tebal di sana. Sepertinya ada rumah warga yang kebakaran," sahutku seraya menunjuk ke arah munculnya asap tebal itu."Kebakaran? Rumah siapa yang terbakar? Jadi Ardi ke sana untuk melihatnya? Jangan-jangan yang kalian maksud asap dari pembakaran tempurung kelapa yang akan dijadikan arang," terang Emak membuatku ternganga."Siapa yang membakar tempurung kelapa itu, Mak?" tanyaku lagi."Biasanya Pak Udin, beliau membakar tempurung-tempurung itu di belakang rumahnya.""Lah! Rumah Pak Udin kan di kelilingi rumah warga. Banyak rumah di sekitarn

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   BAB 111

    "Cepet banget pulangnya, Ibu masih rindu. Tama dan Adinka tinggal di sini aja, ya," ujar Ibu bercanda pada Tama dan Adinka. "Nenek aja yang ke rumah Tama. Nanti Tama beliin es krim untuk Nenek," ujar Tama polos, diikuti gelak tawa dari kami semua. Tama memang sangat suka es krim. Dia mengira semua orang sama sepertinya, suka makan es krim itu. Ibu mencubit pipi Tama yang gembul dengan gemas. "Pinternya cucu Nenek," ujar Mama lalu mencium pipi Tama berulang kali. Adinka juga tak luput mendapat perlakuan yang sama.Tepat pukul sepuluh, kami berangkat meninggalkan rumah Ibu. Tak lupa mampir sebentar di rumah Emak untuk berpamitan, karena rumah mereka dilewati.Kembali, mobil yang kami tumpangi melaju menembus jalanan berbatu dan sedikit berlubang, hingga akhirnya menemukan jalan beraspal. Sama seperti waktu pulang ke kampung, Bang Ardi mengemudikan mobil dengan hati-hati sekali. Dia tidak ingin membuat kami sekeluarga dalam bahaya dengan melajukan mobil kencang-kencang.Tepat jam du

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   BAB 112

    "Anak-anakku dimana? Aku harus pulang. Kasihan mereka," ujar Gita lagi mencoba bangkit dari tempat tidurnya."Rumahmu dimana? Biar kami antar," ujar Bang Ardi pula. Gita diam. Dia hanya menangis sembari memainkan ujung jilbabnya."Aku tak punya tempat tinggal. Kalau malam, aku tidur di emperan toko bersama kedua anakku," ujarnya dengan linangan air mata. " Aku minta maaf, Ris. Aku tau, keadaanku seperti ini adalah karma dari perbuatanku kepadamu. Aku minta maaf, ya. Tolong, jangan dendam padaku! Karena aku tau, waktuku sudah tak lama lagi. Penyakit ini setiap detik terasa menyiksa. Kalau bisa, aku ingin secepatnya mati saja, dari pada menahankan sakit seperti ini.""Memangnya kamu sakit apa, Git? tanyaku penasaran."Kanker serviks," jawabnya singkat."Astagfirullah. Penyakitmu separah itu, kenapa tak berobat, Gita? "Bagaimana mau berobat, Ris? Untuk makan saja aku tak punya uang," ujarnya sedih."Tadi kata dokter, kau harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Jadi, kami akan ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 113

    Pagi-pagi setelah selesai sarapan, aku dan Mbak Susi membawa anak-anak Gita ke rumah sakit. Aku ingin melihat keadaannya sekaligus menanyakan kepada dokter bagaimana pengobatan Gita selanjutnya. Bang Ardi menyanggupi untuk membayar semua biaya pengobatan Gita sampai sembuh. Bang Ardi mengirim seorang supir kantor ke rumah untuk mengantar kami ke rumah sakit. Setelah berkemas, kami segera naik ke dalam mobil. Pak Ujang, supir yamg di kirim Bang Ardi melajukan mobilnya dengan hati-hati. Untung saja anak-anak Gita, anak yang baik budi. Selama tidur tadi malam tidak ada yang rewel. Kata, Mbok Nah, hanya dua kali dia bangun untuk membuatkan susu untuk Farel.Kami sudah sampai di pelataran rumah sakit. Mayra tampak senang sekali karena akan bertemu Mamanya. Farel kelihatan lebih segar pagi ini."Mama masih sakit ya, Tante?" tanya Mayra ketika kami berjalan menuju ruangan tempat Gita dirawat."Iya, Sayang. Doakan agar Mama cepat sembuh, ya!" sahutku sembari mengusap lembut kepalanya. Dia m

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 114

    Aku tak perlu mengingat kesalahan Gita. Dia kini sudah sadar. Sekiranya ini balasan dari kesalahannya dulu, aku memohon kepada Allah agar mengampuninya dan segera mengangkat penyakitnya. Tak tega hati ini melihat penderitaan Gita. Disaat penyakitnya sangat parah, dia terlunta-lunta di jalan, tanpa mendapatkan pengobatan yang seharusnya. Jangankan pengobatan, makan saja susah, apalagi dengan membawa kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Pasti Gita sangat menderita sekali. "Kau sudah bertemu dengan Bang Ridwan? Aku ingin sekali bertemu dengannya, Ris. Aku ingin minta maaf karena telah mengambil seluruh uangnya. Aku juga banyak salah padanya," pinta Gita memelas. "Aku akan mengatakan hal ini pada suamiku. Biar dia yang menceritakan pada Bang Ridwan. Mudah-mudahan dia mau datang ke sini, Git. Sekarang, tenangkanlah pikiranmu. Fokus pada pengobatan, agar kau segera sembuh," ujarku lagi."Entah terbuat dari apa hatimu, Ris. Aku benar-benar malu telah membuatmu menderita dulu. Sekali lag

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 115

    "Apa ada yang bernama Ridwan? Bu Gita dari tadi menyebut-nyebut nama itu," kata suster tersebut."Saya, Ridwan, Sus," sahut Bang Ridwan."Silakan masuk, Pak. Mungkin Ibu Gita ingin bertemu dengan Bapak," ujarnya lagi.Bang Ridwan menatap Tiwi sesaat. Mungkin dia tidak enak hati dengan istri barunya itu. Tiwi tersenyum seraya mengangguk, mengizinkan suaminya untuk masuk ke dalam menemui Gita. Setelah mendapat persetujuan dari istrinya, Bang Ridwan melangkah mengikuti suster, masuk ke dalam ruangan. Kami menunggu dengan cemas di sini. Kedua anak Gita yang tadinya anteng, tiba-tiba menangis.sembari memanggil-manggil Mama mereka. Tak berselang lama, Bang Ridwan keluar dari ruangan dengan mata berkaca-kaca. "Gita sudah meninggal," ucapnya sedih.Tanpa pikir panjang, aku segera menghambur ke dalam ruangan, diikuti oleh Mayra. "Mohon maaf, kami tidak dapat menyelamatkan Bu Gita. Beliau telah meninggal," ujar Dokter yang memeriksa Gita tadi, lalu dia beranjak meninggalkan ruangan ini."G

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 116

    POV TIWITujuh tahun kemudian. "Gak apa-apa kalau Abang pergi sendiri ke acara itu, kan, Bang? Sebenarnya Tiwi ingin sekali ikut, tapi kondisi perut ini yang sudah semakin membesar, jadi susah gerak," ujarku sembari meletakkan beberapa potong baju ke dalam tas Bang Ridwan. "Gak apa-apa, lagian kalau tidak bisa ngapain dipaksakan. Kalau nanti terjadi apa-apa di jalan bagaimana? Abang tidak mau calon anak Abang kenapa-kenapa. Jadi, istri tercinta Abang ini istirahat saja di rumah. Abang yakin, Risa dan Ardi pasti maklum," sahut Bang Ridwan dengan senyum termanis yang dimilikinya. Hari ini Bang Ridwan akan pergi ke acara khitanan Tama, anak kandung Bang Ridwan dan Mbak Risa. Seminggu yang lalu, Bang Ardi menelpon dan mengundang kami untuk hadir di acara itu. Sebenarnya aku ingin sekali ikut ke acara itu. Kalau saja kami masih tinggal di rumah yang dulu, sudah pasti aku ikut ke sana, karena jaraknya tidak terlalu jauh. Tapi karena sekarang kami sudah pindah ke luar kota, menyebabkan j

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02

Bab terbaru

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 126

    Setelah menjalani kehidupan di panti, mereka diajarkan tentang kesopanan dan hal-hal baik lainnya. Makanya mereka sudah terbiasa jika dengan ketertiban.Setelah mendapatkan paper bag masing-masing, anak-anak panti kembali duduk ketempat semula. "Udah, Wi, silakan dilanjutkan," ujarku pada Tiwi setelah aku selesai membagikan souvenir yang sengaja kupesan beberaa hari yang lalu. "Oke, Mbak," sahut Tiwi singkat."Tama, duduk di sini, Nak," ujar Bang Ardi memanggil Tama agar duduk di kursi yang telah disediakan. Sedangkan Adinka duduk dipangku oleh Bang Ridwan.Tiwi meminta MC yang tak lain adalah temannya sendiri untuk memandu jalannya acara. Dimulai dengan pembacaan doa oleh seorang ustadz yang biasa memberi ceramah di panti. lalu, acara dilanjutkan dengan ucapan syukur dan terima kasih yang disampaikan oleh Bang Ridwan. Lagi dan lagi kalimat itu keluar dari mulut Bang Ridwan. Kalimat yang berisi ucapan terima kasih yang tulus, yang ditujuakn untukku dan Bang Ardi karena telah membe

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 125

    POV RISADua tahun kemudian.Aku sedang menemani anak-anak menonton tayangan film kartun di televisi sembari menantikan Tama dan Mayra pulang dari sekolah. Mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Tama dan Mayra bersekolah di sekolah yang sama, agar mereka dapat saling melindungi dan bahu membahu sebagai satu keluarga. Aku tidak pernah membeda-bedakan dalam memperlakukan mereka, walaupun Mayra dan Farel bukan anak kandungku. Tapi, mereka adalah amanah yang dititipkan Gita kepadaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan mereka. Perlakuan buruk yang pernah Gita lakukan kepadaku, tak serta merta membuatku membenci kedua anaknya. Bagiku, masa lalu hanyalah masa lalu, kita tak perlu mengungkit kenangan buruk yang ada di sana karena itu akan menyakiti diri kita sendiri. Jadikan semua kejadian di masa lalu sebagai pelajaran, pasti ada hikmah dibalik sebuah cobaan yang kita hadapi. Contohnya aku, karena Gita merebut suamiku akhirnya aku dipertemukan dengan laki-laki yang jauh lebih baik,

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 124

    "Tunggu dulu! Jadi Tama sudah tau kalau Bang Ridwan, Papa kandungnya?" tanyaku dengan wajah penasaran."Iya, Wi. Sebelum berangkat ke sini, Risa sudah mengatakan semuanya kepada Tama. Tama memang anak yang baik, dia tidak marah sedikit pun baik kepada Risa maupun Ridwan. Dia dapat memahami keadaan yang sudah terjadi dan memaafkan kedua orang tuanya.""Sykurlah, akhirnya mimpi Bang Ridwan jadi kenyataan. Semua ini berkat kebaikan Bang Ardi dan Mbak Risa. Lagi-lagi kalian menjadi pahlawan di keluarga kami. Entah dengan apa kami membalas kebaikan kalian. Demi Bang Ridwan, Kalian meninggalkan acara yang sudah digelar dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujarku terharu."Demi Tama, apa pun akan aku lakukan, jangankan uang, nyawaku pun akan kupertaruhkan. Aku takut, kalau Tama tak sempat bertemu dengan ayah kandungnya. Makanya, aku segera mengantarnya ke sini. Dan ternyata, Allah berkehendak, kalau kehadiran Tama merupakan berkah untuk ayahnya, Ridwan bisa sadar dari koma.""Abang be

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 123

    Tampak wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Setelah dokter itu pergi, wanita itu kembali menangis. Kak Suci ikut menenangkannya.Satu jam sudah kami menunggu di tempat ini. Tidak ada yang buka suara untuk sekedar ngobrol. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba, ada dokter dan perawat yang berjalan tergopoh masuk ke dalam ruangan. Napasku jadi terasa sesak. Hatiku bertanya-tanya, ada apa di dalam. Kami tak dapat lagi melihat ke dalam karena jendela kacanya sudah tertutup tirai.Tak lama, seorang perawat keluar dan memanggil keluarga Pak Hasan, suami wanita yang sejak tadi bersamaku. Aku lega, tapi, kasihan juga melihat wanita itu. Suaminya kritis di dalam sana. Dia terduduk lemas di lantai sembari menangis tersedu-sedu. Dalam waktu tiga puluh menit, seorang doter keluar dari ruangan dengan wajah sedih."Bagamana suami saya, Dok?" tanya wanita itu."Anda istri Bapk Hasan?' tanya dokteritu balik. waita itu mengangguk, mengiyakan."Mohon Maaf, Bu. Kami gagal menyelama

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 122

    Aku masuk ke dalam ruangan tempat Bang Ridwan dirawat, setelah mendapat izin dari dokter. Aku berdiri di samping brankar tempatnya berbaring sembari mengusap lembut wajah suamiku. Satu kecupan lembut kuberikan di keningnya sembari berbisik, "Bangunlah Bang, calon bayi kita merindukan suaramu."Seketika air mata menetes di sudut mata ini. Cepat-cepat aku menyapunya agar tak jatuh menimpa wajah Bang Ridwan. Aku tak mau dia melihat aku menangis.Kulantunkan ayat-ayat Alquran di telinganya. Aku yakin, walaupun dia tidak sadar, dia dapat merasakan kehadiranku di sini.Setelah selesai kubaca surat Alfatihah di telinganya, sudut matanya meneteskan air mata. "Abang bisa dengar Tiwi, Bang? Buka mata Bang, kami merindukanmu. Abang harus kuat, Kami selalu mendoakan, Abang. Cepatlah sadar, Bang!" ujarku mencoba membangunkan Bang Ridwan.Kuraih tangan Bang Ridwan, lalu menempelkannya ke perutku. Calon bayi di perut ini pasti merindukan hal ini. Biasanya seusai salat Subuh, Bang Ridwan selalu meng

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 121

    Sudah pukul lima subuh, aku baru saja selesai melaksanakan sala Subuh di Mushollah. "Bu, Ibu mertua dan Kakak ipar saya sudah datang. Jadi, bukan berniat mengusir. Bu Hindun kelihatan lelah sekali. Ibu pulang saja, ya. Ibu tidak perlu khawatir, sudah ada yang menemani saya di sini," ujarku pada wanita yang telah menemaniku menjaga Bang Ridwan sejak kemarin."Ya, sudah kalau begitu. Saya akan pulang, nanti sore saya kembali lagi membawakan pakaian ganti untuk Bu Tiwi. Pasti gerah kan, sejak kemarin belum ganti baju," sahut Bu Hindun. "Saya tidak enak, jadi merepotkan Ibu.""Tidak, Bu, saya tidak merasa direpotkan. Saya permisi ya, Bu." Aku memberikan uang kertas berwarna merah sebanyak dua lembar kepadanya, untuk ongkos taxi dan pegangan di jalan. Irfan, sudah pulang sejak kemarin, karena ada yang ingin menyewa mobilnya.Aku kembali ke ruangan Bang Ridwan. Kak Suci dan Ibu masih tertidur di kursi, di depan ruangan. Dengan hati-hati aku membangunkan mereka agar salat Subuh. Mereka se

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 120

    Dengan usaha yang gigih, akhirnya anak itu datang ke acara pernikahan kami bersama ibunya, mantan istri Bang Ridwan yang dulu dia buang demi seorang wanita bernam Gita. Wanita itu sangat cantik dan anggun, Mbak Risa namanya. Setelah mendapatkan maaf dan restu darinya, Bang Ridwan merasa lega dan siap menghadapi masa depan bersamaku. Tujuh tahun sudah kami berumah tangga. Baru sekarang Allah menitipkan seorang anak di rahimku. Baru saja kami merasa bahagia akan menyambut kelahiran anak pertama kami. Namun, Bang Ridwan mengalami kecelakaan seperti ini. Akankah kebahaiaan itu harus terenggut sekarang? Tak adakah kesempatan untuk Bang Ridwan melihat wajah anaknya? entahlah, dadaku semakin sesak setiap memikirkan hal ini. Ya, Allah, izinkan anakku bertemu dengan ayahnya, digendong ayahnya, tumbuh dan berkembang dibawah asuhan ayahnya. Cukuplah Tama yang merasakan kehilangan ayah kandungnya sejak kecil. Aku tahu, Bang Ridwan sangat bersalah kepada Tama. Ampuni dia ya, Allah! Izinkan dia

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 119

    Malam sudah menjelma. Namun, Bang Ridwan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri. Aku semakin cemas melihat kondisinya. Sejak tadi aku belum menelan nasi sedikit pun. Entahlah, rasanya aku tak ingin meninggalkan Bang Ridwan barang sedetik pun. Kami berada di ruang tunggu dekat dengan ruang ICU. Tak seorang pun diperbolehkan masuk ke dalam sana tanpa seizin dokter. Aku hanya bisa melihat suamiku dari jendela kaca. "Bu Tiwi, makan dulu, Bu! Sejak tadi siang Ibu belum makan apa pun. Kasian calon bayi Ibu. Pikirkan dia, Bu! Jangan sampai dia kenapa-kenapa." Bu Hindun yang baru datang membawa nasi bungkus berkata memelas."Tapi, saya tidak selera makan sebelum melihat Bang Ridwan sadar, Bu," sahutku lirih. "Pikirkan calon bayi Ibu! Pak Ridwan pasti juga tidak ingin calon bayinya kenapa-kenapa. Makanlah, Bu, sedikit saja!" ujarnya lagi sembari membuka nasi bungkus untukku.Benar kata Bu Hindun. Aku tidak boleh egois. Calon bayiku tidak harus ikut tersiksa karena kesedihanku

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 118

    POV TIWIAku dan Bu Hindun mempercepat langkah agar cepat sampai ke ruangan itu. Begitu aku sampai di depan ruangan tempat Bang Ridwan diobati, seorang wanita datamg menghampiri."Anda Ibu Tiwi?" tanyanya. Aku mengangguk."Saya yang menelepon tadi. Ayo ikut saya, kita harus segera menemui dokter. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan dilakukanya operasi pada suami Ibu. Ada pembekuan darah di kepalanya, dan harus segera dioperasi."Aku mengikuti wanita itu menuju salah satu ruangan di rumah sakit ini. Setelah menandatangani surat persetujuan itu, Para perawat langsung memindahkan Bang Ridwan ke ruang operasi. Operasi terhadap Bang Ridwan segera dilakukan.Diluar ruang operasi aku menunggu dengan cemas. Mulutku serasa terkunci, aku tak mampu berbicara apa pun selama Bang Ridwan masih di dalam sana. Wanita yang meneleponku tadi juga masih di sini bersama suaminya. Aku belum sempat bertanya apa-apa pada mereka. Nanti sajalah, setelah operasinya selesai, pikirku. Sekitar sat

DMCA.com Protection Status