Saat jam istrahat tiba, Fitri kembali menghubungi nomor kekasihnya namun belum juga aktif sejak pertengkaran kecil yang terjadi malam tadi.
"Sayang, kamu dimana sih?" batin Fitri bertanya-tanya, hatinya kembali risau. Di pikirannya saat ini terbayang sang kekasihnya sedang bersama orang lain, hatinya tidak siap jika memang itu menjadi kenyataan."Astagfirullah, semoga saja itu hanya pikiranku. Tolong jaga dia ya Allah aku nggak mau kehilangan lagi." Fitri berusaha menetralkan perasaannya yang semakin tidak kendali."Fit, lo ngapain sih diem disini pakek ngelamun lagi?" Layla menghampiri sahabatnya yang sedang duduk di bawah salah satu pohon yang ada di sekolahan, seperti itulah kkebiasaan Fitri jika sedang galau maka ia akan menyendiri untuk menenangkan pikirannya."Nggak ngapa-ngapain kok lagi pengen sendiri aja," jawab Fitri singkat sambil terus menimang ponselnya berharap ada notif pesan dari sang kekasih."Kenapa? Berantem lagi, gue bilang juga apa tuh cowok nggak bisa bahagiain lo." Layla semakin greget melihat sahabatnya yang terlalu bucin itu."Udah deh La lo nggak usah bikin pikiran gue makin ngacok, kalau lo kesini cuma buat jelek-jelekin pacar gue mending lo pergi deh!" Fitri menatap tidak suka pada Layla."Lo ngusir gue Fit? cuma gara-gara belain cowok yang suka nyakitin lo itu nggak habis pikir gue." Layla menatap seolah tidak percaya.Fitri hanya diam tanpa suara, pikirannya kembali berkelana memikirkan ucapan sahabatnya. Hatinya terus bertanya apa mungkin kekasihnya itu tak akan pernah bisa membahagiakannya, apakah kekasihnya memang sebrengsek itu."Yaudah maaf kalau emang gue udah ganggu ketenangan lo," ujar Layla lalu pergi meninggalkan Fitri yang tak juga memberi respon.Layla sebenarnya tidak ingin meninggalkan Keysa tetapi ia berusaha paham bahwa sahabatnya itu butuh waktu untuk sendiri.Singkat waktu jam sekolah pun sudah berakhir dan semua siswa SMA Nusa segera pulang. Saat tiba di rumah Fitri kembali menghubungi kekasihnya, ia berniat untuk meminta maaf namun belum sempat menyampaikan kata maafnya ttapi Revan sudah mengomelinya dengan kata-kata yang membuat hati Fitri semakin terluka."Fit! berhenti berlagak kayak anak kecil gue muak liat sikap lo tau nggak? Jangan terlalu nurutin ego aku capek," ucap Revan di seberang telpon."Mas, kamu jangan marah dulu! Iya aku tau aku yang salah aku minta maaf yah," balas Fitri merendahkan intonasi suaranya."Ngomong maaf terus, aku nggak butuh maaf kamu yang aku butuhin itu kamu ngerti jangan cuma mentingin ego kamu sendiri paham?""Udah dong Mas kan aku udah minta maaf, kamu jangan kayak gini dong!" ucap Fitri berharap emosi kekasihnya itu mereda."Jangan kayak gini gimana, emang aku harus gimana menurut kamu?" jawab Revan masih dalam keadaan emosi."Mas, aku cuma mau kita baikan bukan malah tambah berantem kamu paham nggak sih?""Yaudah tinggal baikan, selesai kan nggak perlu pakek banyak drama," balas Revan ketus.Fitri yang tadi berniat meminta maaf dan memperbaiki hubungannya kini malah ikutan tersulut emosi mendengar setiap kalimat yang Revan lontarkan."Kenapa sikap kamu berubah kayak gini Mas? Nggak bisakah hubungan kita sedikit bahagia kayak orang-orang yang berpacaran pada umumnya?" Fitri berkata dengan bibir yang bergetar."Oh jadi kamu nggak bahagia pacaran sama aku, kalau memang kamu sudah bosan yaudah cari aja cowok lain yang lebih baik dari aku dan pastinya bisa buat kamu bahagia." Revan semakin salah paham."Bukan begitu Mas aku cuma mau kita perbaiki apa yang salah bukan malah kamu nyuruh aku cari cowok lain," ucap Fitri sudah kehilangan akal untuk menjelaskan makna dari ucapannya yang membuat Revan semakin marah."Nggak usah dijelasin aku udah paham arah pembicaraan kamu, aku bukan anak kecil lagi.""Iya Mas, kamu memang bukan anak kecil lagi tapi cara kamu itu yang membuatku menilaimu seperti anak kecil," batin Fitri."Kenapa kamu diam? Berusaha nyari alasan?Hahaha udahlah Fit mungkin memang kita ini udah nggak cocok makanya sering bertengkar," ujar Revan kembali membuat hati sang kekasih semakin sakit."Aku nggak mau ribut Mas, kalau kamu lagi sibuk ngomong aja baik-baik jangan kayak gini!" Fitri lagi-lagi menangis di buatnya."Sikap kamu itu yang bikin aku muak, kamu selalu banyak menuntut dan mentingin egomu sendiri." Revan tak mau mengalah."Aku cuma minta waktu kamu aja apa itu sulit? Aku nggak minta banyak Mas dan aku juga nggak minta uang kamu tapi kenapa kamu malah bilang aku banyak nuntut?" Fitri yang sudah terlanjur emosi balas berteriak membentak kekasihnya."Udahlah lebih baik kita akhiri saja hubungan ini dari pada kamu selalu merasa sakit hati." Revan mengakhiri panggilannya sebelum Fitri kembali menjawab."Tuhkan dimatiin lagi, kenapa sih selalu kayak gitu padahal aku cuma pengen ngebuat kamu ngerti kalau aku juga butuh kamu." Fitri berucap lirih sambil mengusap wajahnya.Fitri kembali menghubungi nomor Revan tapi sudah sepuluh kali masih juga tak ada jawaban. Fitri bingung sifatnya yang mana yang membuat Revan tidak betah, karena yang ia tau dia hanya ingin menunjukkan perhatiannya itu saja tidak lebih."Sikapmu membuat aku bingung, aku yang nggak bisa memahami kamu atau memang kamu yang sudah bosan tapi nggak mau bilang," gumam Fitri menatap layar ponselnya."Aku udah nggak bisa lagi menghadapi sikap kamu Mas, aku capek kalau harus kayak gini terus." Fitri meletakkan ponselnya kasar lalu pergi keluar dari kamarnya menuju ruang makan, rasa lapar sudah menghampiri."Non, mau makan apa biar saya buatkan?" sapa artnya (Mirna) yang melihat anak majikannya sedang duduk di ruang makan."Nggak usah Bi, nanti saja aku sedang tidak lapar." Fitri menjawab sambil sesekali meneguk minuman dingin yang baru saja diambilnya dari dalam kulkas."Bibi kupaskan buah yah Non," tawar Mirna. Ia memang begitu pengertian pada Fitri dan keluarganya. Mirna sudah sangat lama mengabdikan diri pada keluarga Arjuna, ia sudah menganggap majikannya itu sebagai keluarganya sendiri terlebih jasa-jasa Arjuna dan Hana yang sudah banyak dalam membantu biaya pendidikan ketiga anaknya."Boleh Bi, tolong kupasin buah mangga sama buah kedondongnya yah kalau ada buah yang lain tolong campurkan juga soalnya aku mau bikin rujak Bi." Fitri meneguk habis minumannya."Iya Non sekalian saya buatkan sambalnya juga yah, tapi ngomong-ngomong non kan belum makan nanti sakit perut kalau makan rujak sebelum makan nasi Non," ucap Mirna memperingatkan Fitri."Tenang aja Bi, aku tadi sudah makan kok
Hana yang berhasil mendapatkan kunci gudang pagi itu langsung saja membukanya, ia segera membangunkan Fitri yang ternyata badannya sangat panas karena demam."Mah..! Panggil Fitri lirih hampir tak terdengar."Bangun sayang, ayok Mamah bantu ke kamar!" Hana mengecup kening putrinya dan membantunya untuk berdiri."Kepalaku pusing Ma, badanku juga lemas banget." Fitri mengadu sembari mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi."Kamu istrahat dulu nanti mamah buatkan sarapan, hari ini kamu libur dulu sekolahnya!"Usai mengantarkan putrinya ke kamar, Hana segera kembali ke dapur untuk membuatkan putrinya teh hangat dan membawakan nya sarapan.Tidak lama sejak Hana keluar, kini gantian Arjuna yang masuk untuk melihat putrinya yang tadi sempat dia periksa di gudang."Fitri, Fitri!" panggilnya mmembuat Fitri perlahan membuka mata, ia masih takut papahnya akan kembali marah."Cepat bangun dan berganti seragam sekolahmu! Kamu tidak lihat ini sudah jam berapa?" ucap Arjuna sambil menyibak selim
"Sayang, kamu udah baikan?" sapa Hana langsung menanyai putrinya yang baru saja pulang sekolah. "Udah mendingan kok Mah?" jawab Fitri menghampiri Hana yang sedang bersantai di ruang tamu."Kata Mamah kan tadi nggak usah sekolah, tadi siapa yang mengantar kamu pulang apa Papahmu sudah pulang?" Hana mencecar putrinya tanpa henti."Layla Mah, tadi di sekolah Fitri sempat pingsan juga tapi sekarang udah baikan." Fitri mengadu pada mamahnya."Fit Mamah mau nanya, apa benar kamu berpacaran Nak?" Hana berbalik dan menatap Fitri dengan mimik wajah serius."M-M-Mah A-a aku nggak pacaran kok Mah," jawab hendak mengelak."Mamah kenal kamu sayang, Mamah tahu saat kamu jujur dan Mamah juga tahu di saat kamu sedang berbohong. Kamu mau kan bersikap jujur dan terbuka sama Mamah?" Hana mengusap kepala Fitri sambil berbicara lemah lembut.Fitri hanya diam, pikirannya berkecamuk memikirkan bagaimana jika ia jujur dan mamah nya tahu dia berpacaran pasti akan sangat sedih. Sungguh, ia sangat bimbang untu
"Ngomong ngomong usia Revan itu berapa Nak?" Hana tak hentinya menanyakan tentang Revan."Mamah jangan marah tapi yah kalau Key kasih tau, janji jangan marah karna usia kami berdua sangat jauh!" Fitri menunjukkan jari kelingkingnya agar sang Mamah mau berjanji."Fit, kamu jangan aneh-aneh yah! Mamah akan menolaknya kalau dia seorang lelaki tua atau suami orang," ceplos Hana spontan membuat Fitri memanyunkan wajahnya."Mah, makanya Mamah janji dulu baru Key kasih tau usianya berapa!" Fitri merengek melihat reaksi Hana yang menjengkelkan. "Iya Mamah janji, ayo cepat bilang berapa usianya?" pungkas Hana tidak sabar."Usia kami terpaut enam tahun Mah," jawab Fitri lirih takut sang Mamah akan menolaknya."Astagfirullah Fitri, tinggal bilang gitu aja lama banget Mamah kira kamu pacaran sama aki-aki. Mana pakai janji segala lagi buat jantungan aja," omel sang Mamah tetapi pada akhirnya ia tertawa juga membuat Fitri merasa lega."Mamah aku boleh kan pacaran sama Mas Revan, dia tampan loh Mah
"Papah besok ada acara, kamu ikut yah sekalian kenalan sama teman papah disana." Arjuna duduk di samping ranjang putrinya yang tengah berbaring."Kenapa aku harus ikut Pah?" tanya Keysa dengan nada yang terkesan jutek. "Yah dari pada kamu nggak ada pekerjaan di rumah kan sekalian jalan jalan nanti," ajak Arjuna seolah tak pernah terjadi apapun. Padahal ia baru tadi malam memarahi putrinya tersebut. "Nggak Pah, aku mau di rumah aja sama Bibi." Fitri berharap Papahnya mengizinkan."Apa alasannya? Apa akan ada orang yang datang ke rumah ini saat Papah dan Mamah sedang pergi," ucap Arjuna yang menebak-nebak membuat Fitri menggeleng cepat."Ng-Nggak kok Pah, lagian siapa juga yang mau datang nggak ada."Fitri memalingkan wajahnya."Kalau begitu kamu bersiap besok pagi! Kita akan berangkat jam delapan." Arjuna keluar tanpa menghiraukan penolakan dari putrinya, begitulah seorang Arjuna yang semua kehendaknya harus dituruti."Papah kapan sih aku bisa bebas? Kenapa nggak ada waktu untuk menik
"Apa lagi Fitri, aku sibuk kamu bisa ngertiin aku nggak untuk kali ini aja," bentak seseorang di seberang telpon."Aku cuma pengen tahu kabar kamu apa itu salah? Lagian, pagi tadi aku udah chat kamu banyak banget tapi nggak kamu balas satupun.""Kamu tahu kan Fit... " ucapan Revan terputus."Kerjaan kamu nggak dua puluh empat jam megang hp terus. Iya aku tahu itu, bahkan aku udah hapal tanpa perlu kamu kasih tahu." Zahra memotong ucapan kekasihnya.Zahra Safitri, seorang gadis berusia tujuh belas tahun. Fitri mempunyai keinginan sederhana, ia ingin hidup tanpa tekanan dan memiliki seorang kekasih yang menyayanginya. Keysa ingin kisah cintanya bisa seperti cerita di dalam novel yang selalu bahagia dan saling memahami."Udah ya Fit, jangan kekanakan begini. Aku harus kerja itu juga tujuannya buat masa depan kita bukan buat orang lain.""Aku nggak kekanakan, aku cuma ..."Tutt.. tuut..Belum sempat Zahra menyelesaikan ucapannya tetapi panggilan sudah di akhiri sepihak oleh sang kekasih.
"Mah, dimana Fitri apa dia masih di kamarnya?" Arjuna yang baru pulang berteriak memanggil Hana dan menanyakan putrinya. "Iya kan Kamu sendiri yang mengunci dia di kamarnya gimana bisa dia keluar?" ujar Hana sembari meneruskan aktivitasnya menata menu makan malam.Tanpa menghiraukan jawaban sang istri, Arjuna pergi begitu saja menaiki tangga menuju lantai atas tempat dimana kamar putrinya berada.Cklekk..Arjuna membuka pintu kamar Fitri, ia tersenyum senang mmelihat Fitri yang sedang fokus belajar."Nah begini dong sayang, belajar yang rajin jangan membuat papah marah terus!" Arjuna mengelus rambut panjang putrinya dengan lembut."Iya Pah, apa sekarang aku sudah boleh keluar?" Fitri bertanya penuh kehati-hatian, untung saja setelah bangun dari tidurnya ia menyadari kepulangan sang Papah hingga cepat-cepat beranjak menuju meja belajarnya. "Kamu selesaikan dulu belajarnya tunggu sepuluh menit lagi baru boleh keluar!""Hufhh, iya Pah." Fitri terpaksa memenuruti aturan Papahnya yang me
"Papah besok ada acara, kamu ikut yah sekalian kenalan sama teman papah disana." Arjuna duduk di samping ranjang putrinya yang tengah berbaring."Kenapa aku harus ikut Pah?" tanya Keysa dengan nada yang terkesan jutek. "Yah dari pada kamu nggak ada pekerjaan di rumah kan sekalian jalan jalan nanti," ajak Arjuna seolah tak pernah terjadi apapun. Padahal ia baru tadi malam memarahi putrinya tersebut. "Nggak Pah, aku mau di rumah aja sama Bibi." Fitri berharap Papahnya mengizinkan."Apa alasannya? Apa akan ada orang yang datang ke rumah ini saat Papah dan Mamah sedang pergi," ucap Arjuna yang menebak-nebak membuat Fitri menggeleng cepat."Ng-Nggak kok Pah, lagian siapa juga yang mau datang nggak ada."Fitri memalingkan wajahnya."Kalau begitu kamu bersiap besok pagi! Kita akan berangkat jam delapan." Arjuna keluar tanpa menghiraukan penolakan dari putrinya, begitulah seorang Arjuna yang semua kehendaknya harus dituruti."Papah kapan sih aku bisa bebas? Kenapa nggak ada waktu untuk menik
"Ngomong ngomong usia Revan itu berapa Nak?" Hana tak hentinya menanyakan tentang Revan."Mamah jangan marah tapi yah kalau Key kasih tau, janji jangan marah karna usia kami berdua sangat jauh!" Fitri menunjukkan jari kelingkingnya agar sang Mamah mau berjanji."Fit, kamu jangan aneh-aneh yah! Mamah akan menolaknya kalau dia seorang lelaki tua atau suami orang," ceplos Hana spontan membuat Fitri memanyunkan wajahnya."Mah, makanya Mamah janji dulu baru Key kasih tau usianya berapa!" Fitri merengek melihat reaksi Hana yang menjengkelkan. "Iya Mamah janji, ayo cepat bilang berapa usianya?" pungkas Hana tidak sabar."Usia kami terpaut enam tahun Mah," jawab Fitri lirih takut sang Mamah akan menolaknya."Astagfirullah Fitri, tinggal bilang gitu aja lama banget Mamah kira kamu pacaran sama aki-aki. Mana pakai janji segala lagi buat jantungan aja," omel sang Mamah tetapi pada akhirnya ia tertawa juga membuat Fitri merasa lega."Mamah aku boleh kan pacaran sama Mas Revan, dia tampan loh Mah
"Sayang, kamu udah baikan?" sapa Hana langsung menanyai putrinya yang baru saja pulang sekolah. "Udah mendingan kok Mah?" jawab Fitri menghampiri Hana yang sedang bersantai di ruang tamu."Kata Mamah kan tadi nggak usah sekolah, tadi siapa yang mengantar kamu pulang apa Papahmu sudah pulang?" Hana mencecar putrinya tanpa henti."Layla Mah, tadi di sekolah Fitri sempat pingsan juga tapi sekarang udah baikan." Fitri mengadu pada mamahnya."Fit Mamah mau nanya, apa benar kamu berpacaran Nak?" Hana berbalik dan menatap Fitri dengan mimik wajah serius."M-M-Mah A-a aku nggak pacaran kok Mah," jawab hendak mengelak."Mamah kenal kamu sayang, Mamah tahu saat kamu jujur dan Mamah juga tahu di saat kamu sedang berbohong. Kamu mau kan bersikap jujur dan terbuka sama Mamah?" Hana mengusap kepala Fitri sambil berbicara lemah lembut.Fitri hanya diam, pikirannya berkecamuk memikirkan bagaimana jika ia jujur dan mamah nya tahu dia berpacaran pasti akan sangat sedih. Sungguh, ia sangat bimbang untu
Hana yang berhasil mendapatkan kunci gudang pagi itu langsung saja membukanya, ia segera membangunkan Fitri yang ternyata badannya sangat panas karena demam."Mah..! Panggil Fitri lirih hampir tak terdengar."Bangun sayang, ayok Mamah bantu ke kamar!" Hana mengecup kening putrinya dan membantunya untuk berdiri."Kepalaku pusing Ma, badanku juga lemas banget." Fitri mengadu sembari mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi."Kamu istrahat dulu nanti mamah buatkan sarapan, hari ini kamu libur dulu sekolahnya!"Usai mengantarkan putrinya ke kamar, Hana segera kembali ke dapur untuk membuatkan putrinya teh hangat dan membawakan nya sarapan.Tidak lama sejak Hana keluar, kini gantian Arjuna yang masuk untuk melihat putrinya yang tadi sempat dia periksa di gudang."Fitri, Fitri!" panggilnya mmembuat Fitri perlahan membuka mata, ia masih takut papahnya akan kembali marah."Cepat bangun dan berganti seragam sekolahmu! Kamu tidak lihat ini sudah jam berapa?" ucap Arjuna sambil menyibak selim
"Non, mau makan apa biar saya buatkan?" sapa artnya (Mirna) yang melihat anak majikannya sedang duduk di ruang makan."Nggak usah Bi, nanti saja aku sedang tidak lapar." Fitri menjawab sambil sesekali meneguk minuman dingin yang baru saja diambilnya dari dalam kulkas."Bibi kupaskan buah yah Non," tawar Mirna. Ia memang begitu pengertian pada Fitri dan keluarganya. Mirna sudah sangat lama mengabdikan diri pada keluarga Arjuna, ia sudah menganggap majikannya itu sebagai keluarganya sendiri terlebih jasa-jasa Arjuna dan Hana yang sudah banyak dalam membantu biaya pendidikan ketiga anaknya."Boleh Bi, tolong kupasin buah mangga sama buah kedondongnya yah kalau ada buah yang lain tolong campurkan juga soalnya aku mau bikin rujak Bi." Fitri meneguk habis minumannya."Iya Non sekalian saya buatkan sambalnya juga yah, tapi ngomong-ngomong non kan belum makan nanti sakit perut kalau makan rujak sebelum makan nasi Non," ucap Mirna memperingatkan Fitri."Tenang aja Bi, aku tadi sudah makan kok
Saat jam istrahat tiba, Fitri kembali menghubungi nomor kekasihnya namun belum juga aktif sejak pertengkaran kecil yang terjadi malam tadi."Sayang, kamu dimana sih?" batin Fitri bertanya-tanya, hatinya kembali risau. Di pikirannya saat ini terbayang sang kekasihnya sedang bersama orang lain, hatinya tidak siap jika memang itu menjadi kenyataan."Astagfirullah, semoga saja itu hanya pikiranku. Tolong jaga dia ya Allah aku nggak mau kehilangan lagi." Fitri berusaha menetralkan perasaannya yang semakin tidak kendali."Fit, lo ngapain sih diem disini pakek ngelamun lagi?" Layla menghampiri sahabatnya yang sedang duduk di bawah salah satu pohon yang ada di sekolahan, seperti itulah kkebiasaan Fitri jika sedang galau maka ia akan menyendiri untuk menenangkan pikirannya."Nggak ngapa-ngapain kok lagi pengen sendiri aja," jawab Fitri singkat sambil terus menimang ponselnya berharap ada notif pesan dari sang kekasih."Kenapa? Berantem lagi, gue bilang juga apa tuh cowok nggak bisa bahagiain l
"Mah, dimana Fitri apa dia masih di kamarnya?" Arjuna yang baru pulang berteriak memanggil Hana dan menanyakan putrinya. "Iya kan Kamu sendiri yang mengunci dia di kamarnya gimana bisa dia keluar?" ujar Hana sembari meneruskan aktivitasnya menata menu makan malam.Tanpa menghiraukan jawaban sang istri, Arjuna pergi begitu saja menaiki tangga menuju lantai atas tempat dimana kamar putrinya berada.Cklekk..Arjuna membuka pintu kamar Fitri, ia tersenyum senang mmelihat Fitri yang sedang fokus belajar."Nah begini dong sayang, belajar yang rajin jangan membuat papah marah terus!" Arjuna mengelus rambut panjang putrinya dengan lembut."Iya Pah, apa sekarang aku sudah boleh keluar?" Fitri bertanya penuh kehati-hatian, untung saja setelah bangun dari tidurnya ia menyadari kepulangan sang Papah hingga cepat-cepat beranjak menuju meja belajarnya. "Kamu selesaikan dulu belajarnya tunggu sepuluh menit lagi baru boleh keluar!""Hufhh, iya Pah." Fitri terpaksa memenuruti aturan Papahnya yang me
"Apa lagi Fitri, aku sibuk kamu bisa ngertiin aku nggak untuk kali ini aja," bentak seseorang di seberang telpon."Aku cuma pengen tahu kabar kamu apa itu salah? Lagian, pagi tadi aku udah chat kamu banyak banget tapi nggak kamu balas satupun.""Kamu tahu kan Fit... " ucapan Revan terputus."Kerjaan kamu nggak dua puluh empat jam megang hp terus. Iya aku tahu itu, bahkan aku udah hapal tanpa perlu kamu kasih tahu." Zahra memotong ucapan kekasihnya.Zahra Safitri, seorang gadis berusia tujuh belas tahun. Fitri mempunyai keinginan sederhana, ia ingin hidup tanpa tekanan dan memiliki seorang kekasih yang menyayanginya. Keysa ingin kisah cintanya bisa seperti cerita di dalam novel yang selalu bahagia dan saling memahami."Udah ya Fit, jangan kekanakan begini. Aku harus kerja itu juga tujuannya buat masa depan kita bukan buat orang lain.""Aku nggak kekanakan, aku cuma ..."Tutt.. tuut..Belum sempat Zahra menyelesaikan ucapannya tetapi panggilan sudah di akhiri sepihak oleh sang kekasih.