Bagaikan Menu Warteg
BAB 01Namaku Tutik, umurku dua puluh lima tahun, aku menikah dengan seorang duda bernama Seno.Aku adalah anak yatim piatu sejak kecil, aku dibesarkan oleh bibik Tumi dan paman Sardi.Mereka adalah satu-satunya saudara almarhum Bapak. Sebenarnya ada saudara almarhumah Ibuku, tapi mereka tidak mau mengasuh ku, alasannya karena Ibuku dulu menikah dengan Bapak tanpa restu dari Almarhum Kakek dan Nenekku.Bibik dan Paman sangat menyayangi ku layaknya seperti anak kandung.Waktu itu ada sahabat paman datang kerumah.Kata paman, mereka adalah orang yang dulu sering menolong paman, sehingga paman banyak berhutang budi dengan mereka."Nduk, tolong siapkan kamar untuk Pak Tejo dan Bu Ratih, mereka mau menginap disini."perintah Paman."Iya, Pak." Jawabku, Paman meminta ku untuk memanggilnya Bapak.Aku langsung bergegas membersihkan kamar tamu, agar mereka bisa segera beristirahat.Setelah selesai membersihkan kamar tamu, aku segera memberitahu Paman."Pak, kamar sudah bersih."ucapku."Oh, iya Nduk."jawab Paman.Setelah memeberitahu Paman, aku segera kedapur untuk membantu Bibik memasak.Ketika didapur aku bertanya kepada Bibik tentang mereka."Bik, Sahabat Paman itu dari kota ya?"tanyaku penasaran."Iya, Nduk."jawab Bibik."Bik, mereka apa bisa makan dengan menu seperti ini?" Tanyaku penasaran. Karena Bibik menyiapkan menu makanan ala kampung yang sederhana."Ya, bisa Nduk. Wong mereka dulu juga dari kampung."jawab Bibik sambil tersenyum kearah ku."Jadi Bapak dulu kenal mereka dimana Bik?"tanyaku."Dulu Bapak kerja ditoko milik keluarga Pak Tejo, Nduk."jawab.Kami tak lagi banyak bicara, kami sibuk menyiangi dan memasak beberapa sayur dan lauk pauk.Setelah berkutat di dapur sekitar satu jam akhirnya makanan sudah siap."Nduk, mandi sana, setelah itu kasih tahu Bapak kalau makanan sudah siap."perintah Bibik.Aku langsung bergegas mandi, setelah mandi dan berganti baju, aku langsung memberitahu Paman jika makanan sudah siap dimeja makan.Lalu Paman dan Bibik mengajak mereka untuk makan.Kami makan siang bersama, mereka sangat lahap menyantap makanan yang kami sediakan.Setelah selesai makan, Pak Tejo berucap."Wah... Makanannya sangat enak, terima kasih ya, Di, sudah menyambut kami dengan baik."ucapnya sambil tersenyum."Aduh jadi gak enak aku, Pak, wong makanan sederhana gini."jawab Paman merendah."Justru makanan begini yang nikmat."ucap Pak Tejo."Eh. Di, dari tadi kamu kok gak ngenalin kami sama anakmu yang cantik ini."imbuhnya."Ya Allah. Sampai lupa saya Pak, kenalin ini keponakan Saya yang sudah seperti anak Saya sendiri, namanya Tutik."jawab Paman.Aku tersenyum kearah Pak Tejo dan Bu Ratih."Ayo Pak, kita ngobrol di teras rumah, sore-sore gini enak kalau nongkrong didepan rumah."ajak paman kepada mereka.Setelah mereka beranjak dari meja makan, aku dan Bibik langsung membersihkan meja makan, aku langsung mencuci bekas makan tadi, sedangkan Bibik membuatkan kopi dan teh untuk mereka.Setelah selesai membuat minuman, Bibik langsung bergabung bersama mereka. Sedangkan aku masih berkutat didapur.Setelah selesai, aku langsung masuk kedalam kamar, karena tidak sopan jika aku ikut bergabung dengan mereka.Ketika sedang asyik memainkan gawaiku, Bibik memanggil ku."Nduk, dipanggil Bapak."ucapnya."Iya, Bik." Jawabku, aku langsung bangkit dan langsung menemui Paman.Ternyata mereka sudah ada diruang tamu.Aku langsung duduk di sebelah Bibik."Maaf, Bapak manggil Tutik?" Tanyaku."Iya, Nduk, ada yang ingin Bapak tanyakan sama Kamu."jawab Bapak.Sebenarnya aku bingung dengan jawaban Paman."Memang Bapak, mau tanya Tutik apa?"tanyaku penasaran."Gini, Nduk, Pak Tejo dan Bu Ratih ini datang kesini ingin meminta mu menjadi menantu mereka."ucap Paman sangat hati-hati.Aku sangat terkejut mendengar apa yang Paman ucapkan."Ma-maksudnya?"tanyaku bingung."Gini, Nduk, mereka ini punya seorang anak laki-laki bernama Seno, dia adalah anak satu-satunya Pak Tejo, dan kedatangan mereka kekampung kita itu untuk mencari calon istri untuk anaknya, dan ketika mereka melihat mu tadi, mereka langsung tertarik dengan mu dan ingin meminang mu menjadi istri untuk anaknya. Jadi, sebelum Bapak memberi jawaban, Bapak ingin bertanya dulu kepada Tutik, apakah menerima pinangan Pak Tejo atau tidak, semua keputusan ada ditangan mu, Bapak tidak akan marah apapun jawaban Tutik."ucap paman panjang lebar, menjelaskan semuanya kepada ku.Aku sangat terkejut mendengar penjelasan Paman. Aku bingung harus memberi jawaban apa?.Disatu sisi aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak aku kenal, tapi disisi lain aku tidak ingin membuat Paman dan Bibik kecewa.Bagaikan Menu WartegBAB 02Aku menerima pinangan Pak Tejo, karena aku tidak mau Paman dan Bibik kecewa. Dan benar saja Paman dan Bibik sangat senang mendengar aku menerima pinangan Pak Tejo.Lalu mereka berembuk menentukan kapan tanggal untuk lamaran resminya.Setelah cukup lama berembuk dan sudah mendapatkan tanggal yang pas, mereka tertawa bersama."Nduk, dua minggu lagi acara lamaran resminya, bagaimana menurutmu?"tanya Paman dengan lembut."Tutik, serahkan semuanya kepada Bapak dan Bibik."jawabku sambil menunduk."Ya sudah kalau begitu, jadi dua minggu lagi Pak Tejo beserta keluarganya akan datang lagi untuk melamar mu."jawab Paman dengan wajah berbinar.Setelah itu pamit untuk kembali ke kamar. Didalam kamar aku menangis dengan menutupkan wajahku memakai bantal agar mereka tidak mendengar suara tangisanku.Keesokan harinya Pak Tejo dan Bu Ratih pamit pulang. Sebelum pulang mereka memberi ku sebuah amplop. Awalnya aku menolaknya, namun karena terus dipaksa akhirnya aku menerima
Bagaikan Menu WartegBAB 03"Assalamualaikum."ucap seorang laki-laki.Dan kami semua langsung menoleh kearah pintu.Ketika melihat pintu, semua orang menjawab sallam secara bersamaan.Disana berdiri seorang laki-laki, berwajah tampan dan bertubuh kekar."Waalaikum sallam, ayo silahkan masuk Nak." Ucap Paman."Seno, ayo duduk di sebelah gadis itu"perintah Pak Tejo.Laki-laki itu langsung duduk di sebelah ku.Dan si Mbah Pon langsung berbisik di telinga ku."Gantengkan, cucu Mbah."bisiknya.Aku hanya tersenyum kearah Mbah Pon."Nak, kenalkan ini Tutik anak Bapak yang akan jadi pendamping mu." Ucap paman sambil menunjuk kearah ku.Mas Seno langsung menoleh kearah ku dan menyodorkan tangannya."Seno."ucapnya, aku menjabat tangannya sambil menyebutkan namaku.Setelah perkenalan singkat, Bibik dan Bu Ratih membawa sebuah kotak perhiasan kecil yang aku yakini itu berisi cincin pertunangan kami."Nak, sematkan cincin ini di tangan Tutik."ucap Bu Ratih.Lalu Mas Seno mengambil cincin dari kota
Bagaikan Menu WartegBAB 04"Sudahlah Nduk, yang lalu biar berlalu." Ucap Paman"Tapi, Pak, Tutik masih sakit hati."jawabku"Nduk, apa pernah Bapak dan Bibik mu mengajarkan untuk menyimpan dendam?"ucap paman sedikit lebih tegas.Aku tahu jika Paman sudah seperti itu, pasti marah. Akhirnya aku menyerah dan mengikuti kemauan Paman dan Bibik."Ya sudah Pak. Nanti sore kita kerumah mereka."jawabkuSetelah selesai membantu Bibik, Paman menyuruh ku segera bersiap, kami bertiga akan kerumah Paman Rudi dan Bibik Sari.Setelah semua siap kami berangkat dengan menyewa mobil Pak Rt.Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya kami sampai di rumah Paman Rudi.Kami langsung segera turun dari mobil dan langsung menuju rumah Paman Rudi.Tok... Tok... Tok...Paman mengetuk pintu. Tapi setelah menunggu beberapa menit pintu tak kunjung di buka. Karena sepertinya rumah Paman Rudi tidak ada orang. Akhirnya kami putuskan untuk langsung ke rumah Bibik Sari.Jarak rumah Bibik Sari tidak terlalu ja
Bagaikan Menu Warteg BAB 05Setelah acara selesai kami semua beristirahat.Orang tua Mas seno langsung kembali ke kota. Sedangkan Mas Seno masih disini bersama ku, karena paman meminta ku untuk besok saja kembali ke kota."Nduk, ajak suami mu istirahat."perintah BibikAku mengangguk.Lalu ku ajak Mas Seno beristirahat di kamar ku.Setelah di dalam kamar."Dek. Kamar mu kecil banget."ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar"Ya iyalah Mas, namanya juga kamar di kampung ya kebanyakan seperti ini."jawabkuAku sedikit judes untuk menghilangkan rasa, kikuk, dan canggung di depannya."Lalu? Kamar mandi dimana?"tanyanya"Di luar. Dekat dapur."jawabkuMas Seno melotot kearah ku, ketika aku menjawab letak kamar mandi"Terus. Kalau kita mau kencing atau cuci harua keluar kamat gitu?"ucapnya lagi"Ya kalau kencing iya harus ke kamar mandi Mas, kalau cuci tangan ya kan bisa di tempat cuci piring."jawabkuMas Seno semakin melotot kearah ku."Siapa yang mau cuci tangan!"jawabnya kesal
Bagaikan Menu Warteg BAB 06Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu."Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan."Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi l
Bagaikan Menu WartegBAB 07Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar."Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai"Salah! Itu sangat salah!"protes ku"Salahnya dimana?"jawabnya"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggiMas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi
Bagaikan Menu WartegBAB 08Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun."Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu."Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu"Oh. Iya Nduk,"jawab merekaLalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno."Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya"Ada apa? tanyaku"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya"Sudah ayo turun."ajakkuLalu Mas Seno mengekor di belakang ku.Ketika sampai
Bagaikan Menu WartegBAB 09Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terl
Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya
Bagaikan Menu WartegBAB 29Aku lalu menurunkan Mbok di depan rumah. Aku lalu meminta supir taksi untuk mengantarku ke toko.Setelah sampai di toko dan membayar taksi tadi. Aku langsung menemui Mas Seno untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang Ria ucapkan tadi.Aku lihat toko masih terlihat sepi. Aku lalu langsung ke meja kasir, karena Mas Seno sedang duduk disana."Mas... Bisa kita bicara sebentar."ucapku dengan pelan agar para karyawan tidak curiga."Mau bicara apa Dek?"tanyanya"Penting. Ayo kita cari tempat di luar jangan disini tidak enak di dengar karyawan."jawabku"Oke... Mas kasih tahu mereka dulu. Untuk menjaga toko."ucapnya.Lalu Mas Seno memanggil salah satu karyawan dan memberitahu jika kami akan pergi keluar sebentar.Setelah itu kami pergi dengan menaiki mobil Mas Seno. Kami menuju sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari toko.Setelah sampai cafe dan memesan makanan. Aku mulai bertanya kepada Mas Seno."Mas. Tolong jawab dengan jujur."ucapku"Mau tanya apa sich Dek?"j
Bagaikan Menu WartegBAB 28Sedih, sakit, hancur, ya itulah yang aku rasakan saat ini.Tapi aku tidak boleh lemah. Aku tahu jika Mas Seno sekarang ingin berubah. Karena sudah beberapa kali Mas Seno menolak Dewi maupun Ria.Aku akan memberi pelajaran kepada Ria. Jangan sampai dia menjadi duri di dalam rumah tangga ku.Setelah sedikit tenang aku lalu keluar dari kamar mandi.Mas Seno masih terlelap. Sepertinya dia sangat capek karena tadi habis ngewarteg.Karena tidak bisa tidur. Aku duduk di balkon sambil mencari udara segar.Setelah beberapa saat aku kembali masuk, karena sudah larut malam.Setelah itu aku beristirahat. Aku mencoba untuk bisa memejamkan mata.Dan akhirnya aku bisa tertidur.Keesokan paginya.Rutinitas ku seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Mas Seno. Sedangkan Mbok Sumi membersihkan rumah.Setelah selesai sarapan Mas Seno berangkat ke toko.Setelah Kepergian Mas Seno. Aku menghubungi mbah Pon, untuk menanyakan progres pembangunan rumah petak ku."Mbah... Bagaimana
Bagaikan Menu WartegBAB 27Karena melihat kondisi ku yang tidak memungkinkan. Mas Seno lalu mengajak ku untuk pulang ke rumah.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar untuk menenangkan diri. Jujur aku masih sangat terkejut. Mas Seno meminta Mbok Sumi untuk membuatkan teh hangat untuk ku. Setelah itu Mas Seno kembali ke toko.Ketika aku sedang mencoba menenangkan diri, tiba-tiba hp ku berbunyi.Aku segera mengangkatnya karena penasaran siapa yang menghubungi ku dengan nomor baru."Hallo.""He! Perempuan kampung! Enyah kamu dari kehidupan Seno!""Ria! Ooo... Jadi kamu yang tadi mau menabrak ku.""Ha...ha...ha... Itu baru permulaan. Ingat jika kamu tidak segera pergi dari kehidupan Seno. Maka aku akan melakukan yang lebih parah dari itu.""Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu!""OOO... Kamu nantangin aku!""Sebenarnya apa sich mau mu itu. Ha!""Aku mau rujuk sama Seno. Tapi karena ada kamu. Seno tidak mau.""Ha...ha...ha... Kamu gak malu sebagai wanita? Sudah di tolak m
Bagaikan Menu WartegBAB 26"Mas. Memang usia Dewi saat itu berapa?"tanyaku penasaran karena Mas Seno tadi mengucapkan jika waktu itu Dewi dibawah umur dan itu juga yang di pake senjata untuk memeras Mas Seno."Sembilan belas tahun Dek. Waktu itu pas ulang tahun Dewi."jawabnya "Mas! Itu bukan di bawah umur. Jika usia Dewi delapan belas atau tujuh belas tahun. Itu baru di bawah umur."ucapku dengan emosi"Masak kamu gak ngerti akan hal itu Mas! Atau semua ini hanya rekayasa kamu saja agar tetap bisa menikmati tubuh Dewi!"bentakku"Dek. Mas tahu. Tapi setiap Mas ngomong seperti itu keluarga Dewi selalu mengatakan jika Dewi di bawah umur. Karena Mas malas ribut dan Mas juga salah jadi Mas mengalah. Tapi Dek. Mas berani bersumpah, Mas tidak pernah menjanjikan Dewi sebuah pernikahan. Mas juga bingung kenapa Dewi tiba-tiba minta Mas nikahin. Padahal selama ini kami berkomunikasi baik dan setiap bulan Mas kirim uang ke Dewi dan bahkan Dewi juga bercerita kepada Mas jika dia sudah memiliki pa
Bagaikan Menu WartegBAB 25Setelah Paman mendatangi kertas kosong itu. Aku segera menyimpan sertifikat dan kertas tadi. Lalu aku membujuk Paman agar bisa meminjam kan sertifikat rumah Bik Sari."Paman. Bisa tolong Tutik sekali lagi."ucapku"Mau minta tolong apa lagi?"tanyanya sambil menghitung uang"Tolong bantu Tutik untuk meminjam sertifikat rumah Bik Sari. Karena pihak Bank maunya harus dua sertifikat kalau mau pinjaman cepat cair."jawabku."Kalau Paman. Tidak bisa bantu Tutik terpaksa harus menjual rumah baru itu."imbuh ku"Apa sertifikat rumah Paman masih belum cukup."tanyanya"Pihak Bank meminta dua sertifikat sebagai jaminan. Karena pinjaman Tutik cukup besar dan paman tahu sendiri kalau rumah di kampung pasti di hargai murah oleh mereka."jawabku."Paman tenang saja. Nanti kalau Bibik bersedia meminjamkan sertifikat rumahnya. Ada bonus sepuluh juta untuk Paman."imbuhku.Paman semakin berbinar mendengar aku akan memberinya bonus."Ambil saja Mas tawaran Tutik. Hari gini siapa y
Setelah kepergian bayiku. Aku begitu kehilangan, aku benar-benar terpuruk. Hampir setiap hari aku menangisi kepergian anakku. Tapi aku sadar jika waktu terus berjalan, aku sadar ada Mas Seno yang butuh aku. Tiga bulan aku meratapi kepergian bayiku dan meratapi nasibku yang selalu kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Mbah Pon, Ibu, Bapak, Bibik dan Mas Seno selalu menyemangati ku, menghibur ku.Setelah makan malam kami semua sedang berkumpul di ruang keluarga."Nduk, katanya kamu ingin membuat rumah petak."ucap Ibu mertua"Iya Bu. Tapi..."Jawabku"Nduk. Kamu harus ikhlas dengan kepergian anak mu. Kamu harus bangkit. Cari kesibukan agar kamu tidak selalu memikirkan anak mu."ucap Ibu"Iya, Nduk. Kamu harus cari kesibukan. Kamu mau bangun rumah petak di daerah mana? Nanti Mbah bantu carikan tanah yang di jual."imbuh Mbah Pon"Bener itu Nduk. Kami semua mendukung mu. Carilah kesibukan untuk mengobati luka bathinmu."imbuh BibikBibik langsung datang ketika mendengar tentang kematian b
Bagaikan Menu WartegBAB 23Aku semakin tercengang mendengar penuturan Ibunya Susi. Bagaimana bisa seorang Ibu membiarkan anaknya menyerahkan hal yang sangat berharga kepada laki-laki beristri. Jujur sebenarnya aku kasihan melihat Susi. Tapi aku tidak boleh lemah. Dia harus di berberi pelajaran.Aku tidak lagi menggubris apapun yang mereka katakan. Aku pergi dengan menaiki motor itu. Susi dan Ibunya berteriak-teriak memanggil namaku. Namun tak ku hiraukan.Setelah sampai rumah. Mbok Sumi terkejut aku pulang mengendarai motor."Lho. Non habis beli motor?"tanyanya"Iya Mbok. Tadi Mas Seno ngasih kejutan."Jawabku berbohong"Lha itu mobil nganggur Non."tunjuknya kearah garasi"Biar saja Mbok. Nanti kalau sudah lahiran aku baru belajar nyetir. Kalau mengendarai motor aku bisa. Karena di kampung aku kemana-mana pake motor."jawabku."Mbok. Aku ke kamar dulu ya."imbuhkuLalu aku masuk kedalam kamar. Setelah sampai di dalam kamar aku langsung beristirahat.Entah mengapa aku tidak lagi menang
Bagaikan Menu WartegBAB 22Tidak aku tidak boleh berpikir buruk dulu. Karena selama ini Mas Seno selalu perhatian dan penuh kasih sayang kepada ku. Jadi tidak mungkin Mas Seno menghianati ku.Aku masih pura-pura tidur ketika Mas Seno naik keatas ranjang. Mas Seno mengecup kening ku. Dan setelah itu dia tidur di samping ku sambil memelukku.Keesokan paginya Mbok Sumi sudah menyiapkan sarapan. Namun Mas Seno tidak mau sarapan katanya mau ketemu sama distributor karena banyak barang yang akan di pesan."Mas. Sarapan dulu."ajakku"Maaf Dek. Mas tidak bisa sarapan karena Mas mau ketemu sama distributor. Barang di toko banyak yang habis."jawabnya sambil merapikan rambut.Sebenarnya hatiku berkata jika mas Seno sedang berbohong.Tapi karena aku tidak mau merusak suasana hatiku. Maka aku biarkan saja Mas Seno pergi tanpa aku bertanya lebih jauh.Setelah mencium kening ku, Mas Seno langsung berangkat.Setelah kepergian Mas Seno . Aku lalu menghubungi Mbah Pon."Assalamualaikum Mbah.""Waalai