Share

BAB 04

Author: Yuliswar
last update Last Updated: 2022-12-06 11:37:10

Bagaikan Menu Warteg

 

BAB 04

"Sudahlah Nduk, yang lalu biar berlalu." Ucap Paman

"Tapi, Pak, Tutik masih sakit hati."jawabku

"Nduk, apa pernah Bapak dan Bibik mu mengajarkan untuk menyimpan dendam?"ucap paman sedikit lebih tegas.

Aku tahu jika Paman sudah seperti itu, pasti marah. Akhirnya aku menyerah dan mengikuti kemauan Paman dan Bibik.

"Ya sudah Pak. Nanti sore kita kerumah mereka."jawabku

Setelah selesai membantu Bibik, Paman menyuruh ku segera bersiap, kami bertiga akan kerumah Paman Rudi dan Bibik Sari.

Setelah semua siap kami berangkat dengan menyewa mobil Pak Rt.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya kami sampai di rumah Paman Rudi.

Kami langsung segera turun dari mobil dan langsung menuju rumah Paman Rudi.

Tok... Tok... Tok...

Paman mengetuk pintu. Tapi setelah menunggu beberapa menit pintu tak kunjung di buka. Karena sepertinya rumah Paman Rudi tidak ada orang. Akhirnya kami putuskan untuk langsung ke rumah Bibik Sari.

Jarak rumah Bibik Sari tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dari rumah paman Rudi.

Ketika kami sampai disana ternyata rumah Bibik Sari sedikit rame.

"Assalamualaikum." Ucap Paman.

Lalu semua orang yang ada di sana melihat ke arah kami.

"Ngapain kalian kesini!"ucap Bik Sari dengan berkacak pinggang

"Maaf, Mbak, boleh kami masuk dulu?"ucap Paman sopan

"Tidak! Haram rumah ku dimasuki orang pembawa sial!"jawabnya lantang

"Tapi Mbak. Ada yang ingin kami sampaikan."ucap Paman sopan

"Sudah! Sana pergi! Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ku!"bentak Bibik Sari sambil mengusir kami.

Aku yang sedari tadi menahan marah melihat prilaku Bibik Sari, akhirnya terpancing.

"Sudah Pak! Kita pulang! Untuk apa kita datang ke rumah orang seperti mereka!" Ucapku dengan lantang sambil menunjuk wajah Bik Sari

"He! Kamu! Dasar anak pembawa sial! Ternyata tidak punya sopan santun!"hardik Bik Sari

"Orang seperti Bibik! Tidak perlu di hormati!"jawabku tak kalah lantang

Aku langsung menarik tangan Paman dan Bibik. Awalnya mereka menolak, lalu aku mengancam mereka akan membatalkan pernikahan jika mereka tetap disini.

Akhirnya mereka menurut setelah mendengar ancaman ku.

Kami langsung kembali ke mobil dan langsung pulang.

Di dalam mobil tak ada pembicaraan diantara kami.

Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar.

Rasa sakit di hati ini begitu dalam. Aku tidak akan bisa memaafkan Bik Sari.

Aku akan buktikan jika aku bukan orang pembawa sial, seperti yang selalu di lontarkan kepada ku.

Malam itu aku tak berselera untuk makan, jadi setelah dari rumah Bik Sari, aku mengunci diri di kamar.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Keesokan harinya. Bibik sudah selesai mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara hari H besok.

Bibik bertanya kepada ku.

"Nduk, kamu tidak mengundang teman-teman mu?"tanyanya

"Tidak Bik, Tina juga di kota jadi kasihan kalau harus pulang hanya untuk melihat ku menikah."jawabku

"Kan, teman mu di kampung ini juga ada to Nduk."ucapnya lagi

"Mereka sudah tahu jika Tutik mau nikah kok Bik, besok pasti mereka datang, Tutik mengundang mereka lewat WA."jawabku

"West, anak muda jaman sekarang, semua di lakukan melalui HP."celetuk Bibik sambil berlalu pergi meninggalkan ku.

Aku memang hanya memberi tahu beberapa teman saja tentang pernikahan ku besok.

Dan mereka juga tahu, jika pernikahan ku di langsungkan secara sederhana.

Aku kembali beristirahat di kamar. Karena bosan aku coba untuk menghubungi Tina.

Aku langsung menekan nomor telepon Tina dan syukur panggilan tersambung.

"Hallo Tin."

"Iya Tut."

"Sibuk gak?"

"Gak, kok Tut, ada apa?"

"Besok aku nikah."

"Astaga! Cepat betul?"

"Iya, mereka maunya kami cepat nikah."

"Ya sich Tut, kamu kan juga sudah cukup umur untuk nikah."

"Iya."

"Selamat ya Tut, semoga menjadi keluarga Sa Ma Wa."

"Amiin."

"Tut, nanti kalau habis malam pertama kabari aku ya..."goda Tina

"Aish... Kamu itu Tin! Ada-ada saja."

"Seru tahu!"

"Apanya yang seru?"

"Rasanya... Ha... Ha... Ha..."

"Memang bagaimana rasanya Tin.?"tanyaku mulai penasaran

"Ya... Besok kamu pasti ngrasain sendiri dech! Sulit di gambarkan. Tapi hati-hati yooo."

Aku mulai merasa takut dengan apa yang di maksud Tina.

"Tut... Kamu masih di situ kan?"

"Eh... Iya Tin."

"Pasti kamu lagi bayangin ya?"

"Ah! Kamu mah ada-ada saja Tin. Aku jadi takut nich."

"Takut untuk apa Tut? Nanti kamu kalau sudah tahu rasanya pasti ketagihan."

"Emang rasanya, kek gimana?"

"Ya pokoknya kamu siap-siap saja tiga hari gak bisa jalan. Ha... Ha... Ha..."

"Aku jadi lumpuh gitu?"

"Ya... Gak lah Tut. Kalau lumpuh gak ada orang yang mau nikah."

"Ya habis kamu tadi ngomong kek gitu."

"Ya... Pokoknya nanti juga kamu ngrasain sendiri."

"Ah! Sudah malas aku bahas itu. Bikin aku jadi takut aja."

"Ha... Ha.... Ha...."Tina tertawa puas

Aku langsung mematikan sambungan telepon karena jengkel.

Setelah itu pikiran ku melayang kemana-mana.

Aku lalu mencoba mencari tahu tentang malam pertama di internet.

Setelah membaca beberapa artikel di internet aku jadi mulai merasa takut. "Apa iya sampai sesakit itu?" Aku harus mencari cara agar aku bisa mengulur waktu agar kami besok tidak langsung melakukan malam pertama.

Aku coba untuk memutar otak, dan setelah beberapa saat satu ide muncul.

Aku tersenyum puas dengan ide yang akan aku lakukan besok.

Malam itu aku tak bisa tidur, pikiran ku mulai melayang membayangkan pernikahan ku besok.

Tiba-tiba pikiran ku teringat dengan ucapan yang di lontarkan Bik Sari. Darahku mulai mendidih lagi.

"Ya... Mungkin dengan aku menikah sama Mas Seno. Mereka tidak akan lagi menyebut ku anak pembawa sial."gumamku

Karena sudah sangat larut akhirnya aku tertidur.

Entah sudah berapa lama aku tidur, tiba-tiba terdengar suara Bibik membangunkan ku.

Tok... Tok... Tok... 

"Nduk, bangun sudah Subuh."serunya dari balik pintu

Aku lalu bangkit dan segera membuka pintu kamar.

"Iya Bik."jawabku sambil mengucek mata.

"Ayo sana mandi, terus sholat, nanti jam enam perias pengantin datang karena acaranya jam sembilan."perintahnya.

Aku hanya mengangguk dan kembali masuk kedalam kamar untuk mengambil handuk.

Di rumah Bibik hanya ada satu kamar mandi jadi kami harus bergantian jika ingin menggunakannya.

Setelah mandi, kami sholat subuh berjamaah.

Setelah selesai sholat. Paman memberiku wejangan.

"Nduk, jadilah istri yang soleha, jadilah istri yang menurut kepada suami."ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Iya Pak, Tutik pasti menjadi istri yang baik."Jawab ku sambil mencium tangan paman dan Bibik.

Setelah selesai kami merapikan peralatan sholat. Bibik mulai sibuk dengan entah apa yang Bibik persiapkan, sedangkan Paman seperti biasa minum kopi di teras rumah.

Tepat pukul enam perias datang. Aku langsung di rias sedemikian rupa.

Jujur aku marasa tidak nyaman dengan riasan yang bagiku terlalu mencolok. Karena biasanya aku hanya memakai bedak saja.

Sekitar satu jam aku di rias. Setelah selesai di rias aku di suruh berganti baju yang sudah di siapkan.

Pukul delapan keluarga Pak Tejo sudah datang. Paman dan Bibik menyambut mereka.

Sedangkan aku di larang keluar oleh Bibik sampai penghulu datang.

Satu jam telah berlalu penghulu sudah datang.

Bibik memintaku untuk keluar.

Ketika aku membuka pintu banyak pasang mata yang melihat ke arah ku. Semua sangat terkesima dengan penampilan ku.

Aku melihat Mas Seno juga sedikit kaget melihat ku. Entah Dia merasa aku sangat cantik atau sebaliknya.

Mbah Pon mengacungkan jempolnya kearah ku sambil mengedipkan satu matanya. 

Bu Ratih dan Pak Tejo melihat ku tanpa berkedip. 

Aku jadi kikuk di perhatikan seperti itu.

Bibik langsung menggandeng tanganku dan mendudukkan ku disamping Mas Seno.

Setelah aku duduk. Penghulu bertanya kepada kami. Apakah kami sudah siap.

Dengan jantung berdegup kencang aku menganggukkan kepala, menandakan aku juga sudah siap.

Ijab qobul pun di mulai. Suasana mulai sedikit hening dan sakral ketika Paman mulai menjabat tangan Mas Seno.

Setelah itu terdengar suara teriakan Sah... Sah... Sah... Dari beberapa saksi.

Air mataku jatuh... Ya aku menangis entah ini tangisan bahagia atau kesedihan.

Sekarang aku sudah resmi menjadi istri Mas Seno.

Bibik dan paman memelukku bergantian, mereka ikut menangis bahagia.

Related chapters

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 05

    Bagaikan Menu Warteg BAB 05Setelah acara selesai kami semua beristirahat.Orang tua Mas seno langsung kembali ke kota. Sedangkan Mas Seno masih disini bersama ku, karena paman meminta ku untuk besok saja kembali ke kota."Nduk, ajak suami mu istirahat."perintah BibikAku mengangguk.Lalu ku ajak Mas Seno beristirahat di kamar ku.Setelah di dalam kamar."Dek. Kamar mu kecil banget."ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar"Ya iyalah Mas, namanya juga kamar di kampung ya kebanyakan seperti ini."jawabkuAku sedikit judes untuk menghilangkan rasa, kikuk, dan canggung di depannya."Lalu? Kamar mandi dimana?"tanyanya"Di luar. Dekat dapur."jawabkuMas Seno melotot kearah ku, ketika aku menjawab letak kamar mandi"Terus. Kalau kita mau kencing atau cuci harua keluar kamat gitu?"ucapnya lagi"Ya kalau kencing iya harus ke kamar mandi Mas, kalau cuci tangan ya kan bisa di tempat cuci piring."jawabkuMas Seno semakin melotot kearah ku."Siapa yang mau cuci tangan!"jawabnya kesal

    Last Updated : 2022-12-06
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 06

    Bagaikan Menu Warteg BAB 06Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu."Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan."Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi l

    Last Updated : 2022-12-09
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 07

    Bagaikan Menu WartegBAB 07Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar."Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai"Salah! Itu sangat salah!"protes ku"Salahnya dimana?"jawabnya"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggiMas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi

    Last Updated : 2022-12-11
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 08

    Bagaikan Menu WartegBAB 08Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun."Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu."Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu"Oh. Iya Nduk,"jawab merekaLalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno."Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya"Ada apa? tanyaku"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya"Sudah ayo turun."ajakkuLalu Mas Seno mengekor di belakang ku.Ketika sampai

    Last Updated : 2022-12-13
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 09

    Bagaikan Menu WartegBAB 09Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terl

    Last Updated : 2022-12-16
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 10

    Bagaikan Menu WartegBAB 10Adzan subuh berkumandang, aku terbangun namun, kepala ku terasa sedikit pusing. Aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur.Namun betapa terkejutnya diriku, ketika melihat tubuhku tanpa sehelai kain yang melekat. Aku langsung melihat ke dalam samping dan lagi-lagi mataku di kejutkan dengan pemandangan yang sangat sangat luar biasa."Mas! Apa yang sudah kamu lakukan!"ujarku sambil menggoyangkan tubuhnyaMas Seno langsung terlonjak kaget."Ada apa Dek?"tanyanya sambil mengucek mata"Ini! Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa seperti ini!"bentakku"Kan. Tadi malam Adek sendiri yang minta kepada Mas."jawabnya lembut"Bohong! Tidak mungkin! Mas bohong kan!"ujarku sambil sedikit berteriak"Dek. Untuk apa Mas berbohong? Adek mau bukti?"tanyanya meyakinkan ku"Ma-maksudnya Mas?"aku tanya balik"Mas, tadi malam merekam semuanya untuk jadi bukti. Takutnya nanti Mas di kira berbohong."jawabnya dengan senyumLalu Mas Seno mengambil handphone yang di taruhnya di atas meja.

    Last Updated : 2022-12-19
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 11

    Bagaikan Menu WartegBAB 11Kami semua makan malam bersama.Setelah makan malam, semua seperti biasa Bapak dan Ibu ijin untuk beristirahat.Sebenarnya aku pengen banget bisa lebih dekat dengan Bapak dan Ibu, karena selama disini jarang sekali kami ngobrol.Tapi setiap pulang dari toko beliau terlihat sangat lelah jadi gak tega meminta mereka untuk bisa meluangkan waktu untuk ku.Aku, Mbah Pon, dan Mas Seno masih di meja makan."Nak. Besok istri mu ajak ke toko."perintahnya Mbah Pon"Eeehhhmmm..."Mas Seno seperti sedang berpikir"Jangan takut, Dia berbeda."ucap si mbah"Baiklah Mbah."jawab Mas Seno"Nduk. Besok ikut suami mu ke toko biar tahu segede apa toko suami mu."ucapnya kepada ku"Tapi nanti Mbah sama siapa di rumah?"tanyaku"Mbah, mau keluar kota, besok subuh berangkat diantar supir."jawabnyaAku lalu mengangguk.Mbah pamit ke kamar untuk menyiapkan semua keperluan untuk ke luar kota, Sebenarnya aku sudah menawark bantuan tapi si Mbah menolak. Si Mbah menyuruhku untuk melayani M

    Last Updated : 2022-12-23
  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 12

    Bagaikan Menu WartegBAB 12Gadis bernama Susi itu menghentakkan kakinya dan langsung kembali ke dalam.Sedangkan Mas Seno terlihat biasa saja dan langsung memesan makanan untuk karyawan dan untuk kami."Dek. Makannya di toko saja ya."ucapnya"Iya Mas." JawabkuSetelah menyebutkan beberapa lauk yang Mas Seno inginkan, dengan cekatan wanita bernama Wanti itu membungkuskan pesanan Mas Seno.Enam buah nasi bungkus sudah selesai di bungkus, lalu Mas Seno membayarnya."Ini nanti sisanya kasih untuk Susi, bilang jangan suka ngambek."ucap Mas Seno sambil menyodorkan uang beberapa lembar berwarna merah."Beres Bos."jawab wanita ituSebenarnya aku heran, kenapa gadis itu marah ketika Mas Seno membawa ku? Dan kenapa Mas Seno terlalu peduli pada gadis itu sampai mau mengeluarkan uang untuk mereda kemarahannya.Setelah memberikan uang kepada Wanti, Mas Seno lalu mengajak ku untuk kembali ke toko.Karyawan Mas Seno langsung makan dan beristirahat, toko di tutup sekitar satu jam.Aku yang tadi bers

    Last Updated : 2022-12-28

Latest chapter

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 30

    Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 29

    Bagaikan Menu WartegBAB 29Aku lalu menurunkan Mbok di depan rumah. Aku lalu meminta supir taksi untuk mengantarku ke toko.Setelah sampai di toko dan membayar taksi tadi. Aku langsung menemui Mas Seno untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang Ria ucapkan tadi.Aku lihat toko masih terlihat sepi. Aku lalu langsung ke meja kasir, karena Mas Seno sedang duduk disana."Mas... Bisa kita bicara sebentar."ucapku dengan pelan agar para karyawan tidak curiga."Mau bicara apa Dek?"tanyanya"Penting. Ayo kita cari tempat di luar jangan disini tidak enak di dengar karyawan."jawabku"Oke... Mas kasih tahu mereka dulu. Untuk menjaga toko."ucapnya.Lalu Mas Seno memanggil salah satu karyawan dan memberitahu jika kami akan pergi keluar sebentar.Setelah itu kami pergi dengan menaiki mobil Mas Seno. Kami menuju sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari toko.Setelah sampai cafe dan memesan makanan. Aku mulai bertanya kepada Mas Seno."Mas. Tolong jawab dengan jujur."ucapku"Mau tanya apa sich Dek?"j

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 28

    Bagaikan Menu WartegBAB 28Sedih, sakit, hancur, ya itulah yang aku rasakan saat ini.Tapi aku tidak boleh lemah. Aku tahu jika Mas Seno sekarang ingin berubah. Karena sudah beberapa kali Mas Seno menolak Dewi maupun Ria.Aku akan memberi pelajaran kepada Ria. Jangan sampai dia menjadi duri di dalam rumah tangga ku.Setelah sedikit tenang aku lalu keluar dari kamar mandi.Mas Seno masih terlelap. Sepertinya dia sangat capek karena tadi habis ngewarteg.Karena tidak bisa tidur. Aku duduk di balkon sambil mencari udara segar.Setelah beberapa saat aku kembali masuk, karena sudah larut malam.Setelah itu aku beristirahat. Aku mencoba untuk bisa memejamkan mata.Dan akhirnya aku bisa tertidur.Keesokan paginya.Rutinitas ku seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Mas Seno. Sedangkan Mbok Sumi membersihkan rumah.Setelah selesai sarapan Mas Seno berangkat ke toko.Setelah Kepergian Mas Seno. Aku menghubungi mbah Pon, untuk menanyakan progres pembangunan rumah petak ku."Mbah... Bagaimana

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 27

    Bagaikan Menu WartegBAB 27Karena melihat kondisi ku yang tidak memungkinkan. Mas Seno lalu mengajak ku untuk pulang ke rumah.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar untuk menenangkan diri. Jujur aku masih sangat terkejut. Mas Seno meminta Mbok Sumi untuk membuatkan teh hangat untuk ku. Setelah itu Mas Seno kembali ke toko.Ketika aku sedang mencoba menenangkan diri, tiba-tiba hp ku berbunyi.Aku segera mengangkatnya karena penasaran siapa yang menghubungi ku dengan nomor baru."Hallo.""He! Perempuan kampung! Enyah kamu dari kehidupan Seno!""Ria! Ooo... Jadi kamu yang tadi mau menabrak ku.""Ha...ha...ha... Itu baru permulaan. Ingat jika kamu tidak segera pergi dari kehidupan Seno. Maka aku akan melakukan yang lebih parah dari itu.""Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu!""OOO... Kamu nantangin aku!""Sebenarnya apa sich mau mu itu. Ha!""Aku mau rujuk sama Seno. Tapi karena ada kamu. Seno tidak mau.""Ha...ha...ha... Kamu gak malu sebagai wanita? Sudah di tolak m

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 26

    Bagaikan Menu WartegBAB 26"Mas. Memang usia Dewi saat itu berapa?"tanyaku penasaran karena Mas Seno tadi mengucapkan jika waktu itu Dewi dibawah umur dan itu juga yang di pake senjata untuk memeras Mas Seno."Sembilan belas tahun Dek. Waktu itu pas ulang tahun Dewi."jawabnya "Mas! Itu bukan di bawah umur. Jika usia Dewi delapan belas atau tujuh belas tahun. Itu baru di bawah umur."ucapku dengan emosi"Masak kamu gak ngerti akan hal itu Mas! Atau semua ini hanya rekayasa kamu saja agar tetap bisa menikmati tubuh Dewi!"bentakku"Dek. Mas tahu. Tapi setiap Mas ngomong seperti itu keluarga Dewi selalu mengatakan jika Dewi di bawah umur. Karena Mas malas ribut dan Mas juga salah jadi Mas mengalah. Tapi Dek. Mas berani bersumpah, Mas tidak pernah menjanjikan Dewi sebuah pernikahan. Mas juga bingung kenapa Dewi tiba-tiba minta Mas nikahin. Padahal selama ini kami berkomunikasi baik dan setiap bulan Mas kirim uang ke Dewi dan bahkan Dewi juga bercerita kepada Mas jika dia sudah memiliki pa

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 25

    Bagaikan Menu WartegBAB 25Setelah Paman mendatangi kertas kosong itu. Aku segera menyimpan sertifikat dan kertas tadi. Lalu aku membujuk Paman agar bisa meminjam kan sertifikat rumah Bik Sari."Paman. Bisa tolong Tutik sekali lagi."ucapku"Mau minta tolong apa lagi?"tanyanya sambil menghitung uang"Tolong bantu Tutik untuk meminjam sertifikat rumah Bik Sari. Karena pihak Bank maunya harus dua sertifikat kalau mau pinjaman cepat cair."jawabku."Kalau Paman. Tidak bisa bantu Tutik terpaksa harus menjual rumah baru itu."imbuh ku"Apa sertifikat rumah Paman masih belum cukup."tanyanya"Pihak Bank meminta dua sertifikat sebagai jaminan. Karena pinjaman Tutik cukup besar dan paman tahu sendiri kalau rumah di kampung pasti di hargai murah oleh mereka."jawabku."Paman tenang saja. Nanti kalau Bibik bersedia meminjamkan sertifikat rumahnya. Ada bonus sepuluh juta untuk Paman."imbuhku.Paman semakin berbinar mendengar aku akan memberinya bonus."Ambil saja Mas tawaran Tutik. Hari gini siapa y

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 24

    Setelah kepergian bayiku. Aku begitu kehilangan, aku benar-benar terpuruk. Hampir setiap hari aku menangisi kepergian anakku. Tapi aku sadar jika waktu terus berjalan, aku sadar ada Mas Seno yang butuh aku. Tiga bulan aku meratapi kepergian bayiku dan meratapi nasibku yang selalu kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Mbah Pon, Ibu, Bapak, Bibik dan Mas Seno selalu menyemangati ku, menghibur ku.Setelah makan malam kami semua sedang berkumpul di ruang keluarga."Nduk, katanya kamu ingin membuat rumah petak."ucap Ibu mertua"Iya Bu. Tapi..."Jawabku"Nduk. Kamu harus ikhlas dengan kepergian anak mu. Kamu harus bangkit. Cari kesibukan agar kamu tidak selalu memikirkan anak mu."ucap Ibu"Iya, Nduk. Kamu harus cari kesibukan. Kamu mau bangun rumah petak di daerah mana? Nanti Mbah bantu carikan tanah yang di jual."imbuh Mbah Pon"Bener itu Nduk. Kami semua mendukung mu. Carilah kesibukan untuk mengobati luka bathinmu."imbuh BibikBibik langsung datang ketika mendengar tentang kematian b

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 23

    Bagaikan Menu WartegBAB 23Aku semakin tercengang mendengar penuturan Ibunya Susi. Bagaimana bisa seorang Ibu membiarkan anaknya menyerahkan hal yang sangat berharga kepada laki-laki beristri. Jujur sebenarnya aku kasihan melihat Susi. Tapi aku tidak boleh lemah. Dia harus di berberi pelajaran.Aku tidak lagi menggubris apapun yang mereka katakan. Aku pergi dengan menaiki motor itu. Susi dan Ibunya berteriak-teriak memanggil namaku. Namun tak ku hiraukan.Setelah sampai rumah. Mbok Sumi terkejut aku pulang mengendarai motor."Lho. Non habis beli motor?"tanyanya"Iya Mbok. Tadi Mas Seno ngasih kejutan."Jawabku berbohong"Lha itu mobil nganggur Non."tunjuknya kearah garasi"Biar saja Mbok. Nanti kalau sudah lahiran aku baru belajar nyetir. Kalau mengendarai motor aku bisa. Karena di kampung aku kemana-mana pake motor."jawabku."Mbok. Aku ke kamar dulu ya."imbuhkuLalu aku masuk kedalam kamar. Setelah sampai di dalam kamar aku langsung beristirahat.Entah mengapa aku tidak lagi menang

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 22

    Bagaikan Menu WartegBAB 22Tidak aku tidak boleh berpikir buruk dulu. Karena selama ini Mas Seno selalu perhatian dan penuh kasih sayang kepada ku. Jadi tidak mungkin Mas Seno menghianati ku.Aku masih pura-pura tidur ketika Mas Seno naik keatas ranjang. Mas Seno mengecup kening ku. Dan setelah itu dia tidur di samping ku sambil memelukku.Keesokan paginya Mbok Sumi sudah menyiapkan sarapan. Namun Mas Seno tidak mau sarapan katanya mau ketemu sama distributor karena banyak barang yang akan di pesan."Mas. Sarapan dulu."ajakku"Maaf Dek. Mas tidak bisa sarapan karena Mas mau ketemu sama distributor. Barang di toko banyak yang habis."jawabnya sambil merapikan rambut.Sebenarnya hatiku berkata jika mas Seno sedang berbohong.Tapi karena aku tidak mau merusak suasana hatiku. Maka aku biarkan saja Mas Seno pergi tanpa aku bertanya lebih jauh.Setelah mencium kening ku, Mas Seno langsung berangkat.Setelah kepergian Mas Seno . Aku lalu menghubungi Mbah Pon."Assalamualaikum Mbah.""Waalai

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status